“Jadi, kalian menikah secara mendadak dan …,”
“Aurora akan mengandung bayi kami,” potong Maya. Tuan Damian yang asik berbicara dengan Aurora spontan menatap Maya yang sedang memotong pembicaraan mereka.
“Aku tidak berbicara kepadamu!”
Tuan Damian menghunuskan pandangan tajam ke arah Maya. Perempuan itu terlihat kesal. William yang melihat istrinya sedih segera mengengam tangan Maya. Dia tahu bahwa ayahnya tertarik dengan Aurora karena perempuan itu akan melahirkan cucu untuk keluarga Keller.
“Mengapa kamu mau, Aurora?” tanya Tuan Damian. Dia tersenyum menatap Aurora yang masih terlihat ketakutan. Aurora menghela napas panjang.
“A-aku …,”
“Karena dia mau menjadi istriku!” Kini giliran William yang berbicara. Aurora menunduk ke bawah. Sebenarnya dia bisa jujur kepada Tuan Damian agar lelaki tua itu menyelamatkannya dari permainan Maya dan William. Aurora hanya ingin rumahnya kembali tanpa dirobohkan oleh kedua manusia itu.
“Oh, jadi begitu.” Tuan Damian menganggukan kepala mengerti. Seluruh tamu yang datang memperhatikan Aurora.
Maya selama perjamuan makan malam tidak tenang. Dia sangat kesal kepada Aurora. Mengapa perempuan itu terlihat tenang di samping mertuanya? Bahkan Tuan Damian menyediakan kue kukus kepada Aurora. Makanan itu adalah makanan kehormatan keluarga Keller. Hanya menantu kesayangan yang akan diberikan kue kusus.
Melihat istrinya sedang marah, William mengusap dengan lembut tangan Maya. Dia berharap sentuhan tangannya membuat Maya tenang.
“Ayah, aku dan William akan melakukan perjalanan bulan madu yang kelima kalinya,” ucap Maya di tengah-tengah makan malam. Tuan Damian yang asik berbicara dengan Aurora memandangi menantunya.
“Tidak perlu!”
Kening Emeralda berkerut. Biasanya mertuanya itu akan bahagia. Mengapa mertuanya itu terlihat tidak bahagia lagi?
“Kau tidak perlu melakukan itu,” sambungnya.
“Mengapa Ayah?” tanya William.
“Walaupun kalian berbulan madu sampai seribu kali, kau akan kembali dan tidak memberitahukan kabar bahagia untukku.”
“Sekarang William, jaga Aurora dengan baik!” ucap Tuan Damian. Bunyi decak lidah dari bibir Maya jelas terdengar. Dia mencoba mengatur emosinya saat ini.
***
Perjamuan makan malam telah selesai. Sama seperti Maya, istri dari tuan Betrix juga mendapatkan kata-kata yang tidak mengenakan hati. Hanya Aurora yang disambut baik di perjamuan makan malam keluarga Keller.
Di dalam mobil, Maya memandangi Aurora dengan ekspresi tidak suka.
“Aku seharusnya tidak membawahmu,” sahutnya. Aurora menghela napas panjang. Sejujurnya dia tidak nyaman berada di keluarga Keller.
“Kau mengambil hati Tuan Damian, tapi itu tidak masalah,” ucap Maya lagi. Dia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Maya mencoba menenangkan hatinya saat ini.
“Aurora, kau harus tahu perjanjian kita di kertas itu. Kau cukup melahirkan bayi untuk suamiku dan segera pergi dari keluarga Keller. Jangan pernah berharap lebih hanya karena jamuan malam ini,” jelas Maya.
“Aku tahu,” jawab Aurora segera. William sibuk menyetir mobil. Dia bisa menangkap eskpresi cemburu dari istrinya itu.
Sesampai di rumah, Maya segera mengengam tangan William masuk ke dalam kamar. Aurora yang berdiri di ruangan keluarga hanya bisa menghela napas panjang. Margaret memandanginya dari balik pintu.
“Nona Aurora, bagaimana jamuan makan malamnya?”
“Siapa yang diberikan kue kukus dari Tuan Damian?”
“Nona Maya atau nona Ladifa?” gerutu Margaret penasaran. Aurora menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Nona Ladifa mendapat perlakukan yang tidak baik dari Tuan Damian.
“Aku!” ucap Aurora singkat. Bola mata Margaret membulat sempurna. Dia menggelengkan kepala tidak percaya.
“Bagaimana bisa nona Aurora yang diberikan kue itu? Aku tidak percaya,” ucap Margaret. Aurora berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dia tidak mengubris ucapan pelayannya itu.
Aurora duduk di meja rias sambil memandangi wajahnya. Ada beberapa pertanyaan Tuan Damian yang menganggu pikirannya. Seperti, apakah dia yakin akan menjadi istri kedua William. Padahal dia tidak pernah bertemu dengan William sebelumnya.
Aurora memijit pelipisnya yang terasa memanas. Dia menatap wajahnya lalu menyentuh pipinya.
“Antoni, mengapa kau pergi begitu saja?”
“Apakah kau tidak tahu, aku sedang berada dalam kesulitan, rumahku akan di jual. Itu hanya satu-satunya peninggalan ayahku,” ucap Aurora. Bola matanya berkabut dan beberapa detik kemudian, air matanya menetes di pipi.
Klek~
Pintu terbuka, Aurora spontan menatap William yang sedang memandanginya.
“Buat apa kau di sini?” tanya Aurora segera. Dia berdiri lalu berjalan mendekati William.
“Apa yang ayah katakan kepadamu saat kue kukus itu berada di tanganmu?” tanya William segera. Aurora menghela napas panjang.
“Dia hanya bertanya mengenai aku dan kamu, apakah siap menjadi istri ke dua. Kau tahu kan, ini sangat konyol!” gerutu Aurora segera. William mengengam tangan Aurora secara spontan dan membuat perempuan itu kaget bukan main.
“Jangan sentuh aku!” rintih Aurora saat gengaman tangan William begitu erat.
“Aurora, aku mohon kepadamu, jangan pernah jelaskan kepada ayahku mengenai semua ini. Sebutkan saja bahwa kau jatuh cinta kepadaku dan siap menjadi istri kedua!”
Aurora menggelengkan kepala secepat mungkin. “Aku tidak mau!”
“Kau harus mau, kau akan sulit keluar dari keluarga Keller jika tidak mengikuti perintahku!” ucap William sambil membulatkan matanya. Aurora terdiam sejenak, tujuannya yaitu keluar dari keluarga aneh ini lalu mencari Robert dan membunuh lelaki tua itu.
“Katakan bahwa kau mencintaiku, hanya itu!” ucap William lagi.
“Oke, tapi jangan pernah menyentuh aku!” ucap Aurora sambil menatap tajam ke arah William. Lelaki itu menganggukan kepala setuju. William kemudian melepaskan gengamannya.
“Aku ingin kamu segera hamil!”
“Makanlah makanan yang diberikan Margaret, jangan membantah di rumah ini atau rumah ayahmu akan kami musnahkan,” jelas William.
“Haram hukumnya jika kau atau aku jatuh cinta dalam perjanjian pernikahan itu!” tegasnya. Dia kemudian keluar dari dalam kamar. Aurora menatapnya dengan ekspresi yang tidak bersahabat.
***
Salju yang berjatuhan jelas terlihat dari balik jendela. Aurora menatap salju-salju itu menumpuk di depan kamarnya. Rumah tuan William dan Maya begitu luas. Entah berapa banyak pengawal yang disewanya untuk menjaga rumah mewah ini.
Klek~
Margaret menatap Aurora yang sedang asik duduk di balik jendela.
“Nona, tuan William memberikan ini,” ucap Margaret. Aurora menatap benda pipi yang diberikan Margaret kepadanya.
“Apa ini?”
“Ini adalah benda untuk memeriksa kehamilan, kata tuan William, nona harus rutin memeriksanya,” jelas Margaret. Aurora menghela napas panjang.
“Oke, baiklah!” serunya.
Aurora menyimpan alat cek kehamilan itu. Bibi Gali segera keluar dari dalam kamar. Matanya fokus melihat ponsel yang terletak di meja rias.
“Nona,” ucap bibi Gali kemudian.
“Nona tidak bisa membawah ponsel di rumah ini, biar tuan William memberikan ponsel baru!”
Aurora menggelengkan kepala secepat mungkin.
“Tidak usah, aku membutuhkan ponsel. Berada di dalam kamar membuatku bosan,” jelas Aurora. Dia segera mengambil ponselnya itu lalu meletakkan di bawah bantal.
“Jangan katakan hal ini kepada tuan William!” seru Aurora segera.
Margaret menganggukan kepala lalu segera keluar dari dalam kamar. Aurora menghela napas lega. Dia harus keluar dari rumah ini, setidaknya dia harus mencari Robert dan membunuh pamannya itu.
Bersambung …
Setiap musim salju, menantu keluarga Keller akan memberikan pakaian rajut kepada mertuanya. Tuan Damian mendapatkan baju rajut dari nona Ladifa. Perempuan muda itu adalah istri dari tuan Anor, anak angkat dari Tuan Damian. “Maya, apakah kau akan ke Paris?” tanya Tuan Damian saat menatap Maya yang baru saja datang. “Iya Ayah, ada beberapa pekerjaan di sana,” ucap Maya kemudian. Tuan Damian menganggukan kepala mengerti. “Ayah sebenarnya kecewa dengan sikapmu, tapi saat William menjelaskan bahwa Aurora akan melahirkan penerus keluarga Keller, ayah tidak jadi marah kepadamu.”“Ajari Aurora menjadi perempuan yang elegant di keluarga Keller, jangan pernah menceritakan rahasia dari keluarga Keller,” ucap Tuan Damian sambil memandangi wajah Maya. Perempuan cantik itu menganggukan kepala mengerti. Maya hanya memberikan topi rajut kepada Tuan Damian. Selama berada di rumah, Tuan Damian ingin menikmati masa tuanya. “Kau tidak membawah Aurora ke sini?” tanya Tuan Damian segera.“Dia harus me
William menatap Aurora yang terlihat tidak senang. William tersenyum menatap wajah lucu Aurora yang menatapnya dengan pandangan tajam. “Kau sekarang istriku, mengapa selalu ketakutan jika berada di sampingku?” tanya William kemudian. Aurora menghela napas panjang. Sejujurnya dia tidak suka wajah bahagia dari lelaki itu. “Kau menyekapku, mengambil apa yang berharga di hidupku dan sekarang mengatakan aku istrimu?”William menghentikan laju mobilnya. Aurora segera turun dan William mempercepat langkahnya agar dia bisa mengengam tangan perempuan itu segera. “Kau tidak perlu mengengam tanganku!” ucap Aurora kesal. “Tidak ada salahnya, aku hanya takut kau kabur, bagaimana kalo kau kabur dalam keadaan sedang mengandung anakku?” ucap William. Aurora berdecak lidah. Lelaki itu mengengamnya dan Aurora tidak bisa bebas berjalan. Aurora merapatkan jacketnya, dia sangat suka bermain salju. Untung saja lelaki dingin itu ingin mengantarnya keluar. Kalo tidak, Aurora akan memberontak dan menghan
Maya memakai bajunya dan segera menuju jendela besar. Kamar hotel yang ditempati begitu indah. Menampilkan menara Eiffel yang begitu sempurna. Sejak dulu, Maya selalu menikmati malamnya di hotel Shangri-La Hote di Paris.Sebuah tangan kekar memeluknya dari belakang. Maya tersenyum, dia membalikan badan dan melilitkan tangannya di tubuh lelaki itu. “Kau~”“Permainanmu begitu sempurna, sayang!” ucapnya kemudian. Maya mengecup pipi lelaki itu dengan lembut. “Bagaimana dengan William, dia akan …,”“Tidak akan Dominic, sahabatmu itu tidak akan tahu hubungan kita. Kau tahu kan kalo William sangat mencintaiku,” ucap Maya. Antoni menganggukan kepala. “Ya, aku tahu itu. Tapi …,” Wajah Dominic terlihat murung. Lelaki itu sedang memikirkan sesuatu saat ini. “Tapi apa Dominic?” sergap Maya. Dia melepaskan tangannya yang melingkar di leher lelaki itu. Maya kemudian berjalan sedikit menjauh. Dia menuangkan air mineral ke dalam gelasnya. “Kapan William akan menceraikanmu?” “Kau tahu kan kami t
Aurora Smith, gadis berusia 24 tahun dan berambut panjang itu menatap kosong puing-puing kamarnya yang hancur. Bola matanya membulat sempurna saat melihat beberapa lelaki berjas hitam menjemput di dalam kamar. Perlahan, Aurora bisa melihat ada lima lelaki yang sedang menatapnya. Kelima lelaki itu memakai kacamata hitam. Semua memiliki wajah yang sangat menyeramkan. Bagaikan gigolo yang akan memangsanya.“Nona Aurora?” serunya. Aurora yang duduk sambil memeluk lututnya segera menatap lelaki berjas hitam yang sedang berdiri beberapa sentimeter dari tubuhnya. Kaki Aurora bergetar. Dia sedikit ketakutan namun Aurora berusaha menatap kelima lelaki asing itu.“Tuan kami sudah menikahi anda, anda adalah istrinya sekarang, pernikahan sudah didaftarkan dan tidak ada pilihan lain,” jawabnya. Aurora menghela napas panjang. Seakan ada bongkahan besar yang berada di tengorokannya saat ini. Bagaimana bisa dia sudah menikah dengan lelaki asing yang tidak dikenalnya?“Tuan Robert sudah memerintahkan
Aurora terbangun dan menatap tubuhnya di atas ranjang super king."Apa aku mimpi?"Pertemuanya dengan lelaki berjas hitam itu seperti mimpi buruk yang dengan cepat harus dilupakan."Ah!" desahnya. Aurora mencoba turun dan berjalan menyusuri ruangan kamarnya yang sangat besar. Bahkan kamar itu lebih besar dari rumahnya yang berada di Manchester.“Nona Aurora?” sahut suara itu. Aurora yang sedang asik memandangi lukisan spontan menoleh ke belakang dan menatap Bibi Margaret sedang menyiapkan gaun untuknya.“Tuan William akan datang, saya sudah menyediakan baju untuk hari ini.”Perempuan itu menunjukan gaun kepadanya. Aurora menatap gaun berwarna biru yang diletakkan di samping tempat tidur.“Apakah aku harus menggunakannya?”Bibi Margaret menganggukan kepala. “Tentu saja, Nona!”“Apa ada masalah?”Aurora menghela napas panjang. Pakaian itu terlalu mewah. Aurora tidak suka memakai gaun. “Apakah lelaki itu berumur tua?” tanya Aurora segera sebelum perempuan paruh baya itu pergi meninggal
Bola mata William membulat sempurna saat menatap seorang perempuan muda sedang berdiri ketakutan di depannya. Bekas air mata jelas terlihat di pipi manisnya. Bibir perempuan itu tipis dengan kulit yang putih bersih. Matanya menatap dengan tajam. Perempuan itu terlihat sangat asing.“Kau gadis yang disuruh istriku?”Aurora menggelengkan kepala. “Maksudmu apa? Aku tidak mengerti!”Willliam beranjak dari tempatnya berdiri lalu bergegas berjalan mendekati Aurora yang berdiri di balik pintu. Aurora mencengkram gaunnya. Lelaki itu memiliki wajah tampan namun tatapannya begitu tajam.“Perempuan yang akan melahirkan anak untukku!” tegasnya. Aurora memundurkan tubuhnya saat William berdiri beberapa sentimeter di depannya.Aurora membuang pandangannya. “Aku tidak mau!”“Lalu, buat apa kau di sini jika kau tidak mau?”Aurora mengigit bibir bawahnya karena ketakutan. William kemudian meletakkan tangannya di pipi Aurora. Tubuh perempuan itu seakan menegang. William menyentuh bagian rambut Aurora y
“Kau yakin, tidak akan cemburu jika aku tidur dengannya?” tanya William memastikan. Maya yang sedang memakai piyama pink menatap wajah suaminya itu.“Dia istrimu sekarang, istri sah!” seru Maya memperjelas.“Tapi … aku dan dia …,”“Tidak saling cinta? Kau mau katakan begitu, William?”William menganggukan kepala secepat mungkin. Jelas saja dia tidak ingin melukai perempuan yang dicintainya dengan cara tidur dengan perempuan lain. Ini hal yang konyol sama seperti yang dikatakan perempuan itu.“Aku sudah frustasi saat ayahmu memaksaku untuk program kehamilan. Kau tahu kan kalo aku tidak bisa!” Bola mata Maya perlahan menjadi kabut. Dia menatap manik mata suaminya.“Aku tidak bisa melahirkan bayi, kau harus tahu itu!” sambungnya.“Aku tidak ingin ayahmu selalu bertanya bahkan mengancam akan meredupkan karierku, aku tidak mau!”Maya segera memeluk tubuh William. Dia mengusap pipi William dan mengecup hangat bibir suaminya. “Malam ini, tidurlah dengannya!” bisiknya.“Dia adalah istrimu, ka
William membulatkan matanya saat menatap bercak darah yang berada di atas kasur.“Dia masih perawan?” gumamnya tidak percaya. Edward mengatakan bahwa dia menemui perempuan itu di sebuah rumah kosong dan William yakin jika dia bukan perempuan sepolos anggapannya.Tubuh perempuan itu berbaring lemas di sampingnya. Setelah permainan yang panjang dan penyatuan yang begitu memabukan, William akhirnya berbaring lemas di samping Aurora.Tubuh Aurora tidak memakai benang sedikit pun dan benar-benar membuat William tergoda. William tidak bisa berbohong kalo libidonya naik saat menatap Aurora tanpa sehelai benang.Dia membutuhkan sentuhan istrinya dan Maya selalu menolaknya melakukan hal itu. William benar-benar frustasi jika menahannya.Aurora menangis dan merintih kesakitan. “Apakah kau masih …,” kata-kata William terjeda saat menatap bercak darah di tempat tidur mereka. Suara tangisan Aurora terdengar menyayat di telingannya.“Kau pikir aku perempuan murahan?” sergap Aurora segera. Matanya m
Maya memakai bajunya dan segera menuju jendela besar. Kamar hotel yang ditempati begitu indah. Menampilkan menara Eiffel yang begitu sempurna. Sejak dulu, Maya selalu menikmati malamnya di hotel Shangri-La Hote di Paris.Sebuah tangan kekar memeluknya dari belakang. Maya tersenyum, dia membalikan badan dan melilitkan tangannya di tubuh lelaki itu. “Kau~”“Permainanmu begitu sempurna, sayang!” ucapnya kemudian. Maya mengecup pipi lelaki itu dengan lembut. “Bagaimana dengan William, dia akan …,”“Tidak akan Dominic, sahabatmu itu tidak akan tahu hubungan kita. Kau tahu kan kalo William sangat mencintaiku,” ucap Maya. Antoni menganggukan kepala. “Ya, aku tahu itu. Tapi …,” Wajah Dominic terlihat murung. Lelaki itu sedang memikirkan sesuatu saat ini. “Tapi apa Dominic?” sergap Maya. Dia melepaskan tangannya yang melingkar di leher lelaki itu. Maya kemudian berjalan sedikit menjauh. Dia menuangkan air mineral ke dalam gelasnya. “Kapan William akan menceraikanmu?” “Kau tahu kan kami t
William menatap Aurora yang terlihat tidak senang. William tersenyum menatap wajah lucu Aurora yang menatapnya dengan pandangan tajam. “Kau sekarang istriku, mengapa selalu ketakutan jika berada di sampingku?” tanya William kemudian. Aurora menghela napas panjang. Sejujurnya dia tidak suka wajah bahagia dari lelaki itu. “Kau menyekapku, mengambil apa yang berharga di hidupku dan sekarang mengatakan aku istrimu?”William menghentikan laju mobilnya. Aurora segera turun dan William mempercepat langkahnya agar dia bisa mengengam tangan perempuan itu segera. “Kau tidak perlu mengengam tanganku!” ucap Aurora kesal. “Tidak ada salahnya, aku hanya takut kau kabur, bagaimana kalo kau kabur dalam keadaan sedang mengandung anakku?” ucap William. Aurora berdecak lidah. Lelaki itu mengengamnya dan Aurora tidak bisa bebas berjalan. Aurora merapatkan jacketnya, dia sangat suka bermain salju. Untung saja lelaki dingin itu ingin mengantarnya keluar. Kalo tidak, Aurora akan memberontak dan menghan
Setiap musim salju, menantu keluarga Keller akan memberikan pakaian rajut kepada mertuanya. Tuan Damian mendapatkan baju rajut dari nona Ladifa. Perempuan muda itu adalah istri dari tuan Anor, anak angkat dari Tuan Damian. “Maya, apakah kau akan ke Paris?” tanya Tuan Damian saat menatap Maya yang baru saja datang. “Iya Ayah, ada beberapa pekerjaan di sana,” ucap Maya kemudian. Tuan Damian menganggukan kepala mengerti. “Ayah sebenarnya kecewa dengan sikapmu, tapi saat William menjelaskan bahwa Aurora akan melahirkan penerus keluarga Keller, ayah tidak jadi marah kepadamu.”“Ajari Aurora menjadi perempuan yang elegant di keluarga Keller, jangan pernah menceritakan rahasia dari keluarga Keller,” ucap Tuan Damian sambil memandangi wajah Maya. Perempuan cantik itu menganggukan kepala mengerti. Maya hanya memberikan topi rajut kepada Tuan Damian. Selama berada di rumah, Tuan Damian ingin menikmati masa tuanya. “Kau tidak membawah Aurora ke sini?” tanya Tuan Damian segera.“Dia harus me
“Jadi, kalian menikah secara mendadak dan …,”“Aurora akan mengandung bayi kami,” potong Maya. Tuan Damian yang asik berbicara dengan Aurora spontan menatap Maya yang sedang memotong pembicaraan mereka.“Aku tidak berbicara kepadamu!” Tuan Damian menghunuskan pandangan tajam ke arah Maya. Perempuan itu terlihat kesal. William yang melihat istrinya sedih segera mengengam tangan Maya. Dia tahu bahwa ayahnya tertarik dengan Aurora karena perempuan itu akan melahirkan cucu untuk keluarga Keller. “Mengapa kamu mau, Aurora?” tanya Tuan Damian. Dia tersenyum menatap Aurora yang masih terlihat ketakutan. Aurora menghela napas panjang. “A-aku …,”“Karena dia mau menjadi istriku!” Kini giliran William yang berbicara. Aurora menunduk ke bawah. Sebenarnya dia bisa jujur kepada Tuan Damian agar lelaki tua itu menyelamatkannya dari permainan Maya dan William. Aurora hanya ingin rumahnya kembali tanpa dirobohkan oleh kedua manusia itu. “Oh, jadi begitu.” Tuan Damian menganggukan kepala mengerti.
Maya memakai gaun hijau bertaburkan mutiara yang mengkilat. Tubuh sintalnya terbentuk dengan sempurna. William tidak henti-hentinya menatap wajah Maya yang begitu menawan.“Sayang!”William menyentuh pipi Maya. Istrinya itu sedang merias wajahnya saat ini.“Kau selalu tampak sempurna,” sambung William kemudian. Dari pantulan cermin, Maya tersenyum. Selama hidupnya, orang-orang selalu mengagumi kecantikannya.“Aku akan memilihkan syal yang tepat untukmu,” ucap Maya. Dia kemudian berdiri lalu bergegas berjalan menuju sebuah lemari dan mengambil satu syal berwarna biru. Syal itu sangat cocok dengan jacket biru milik William.“Kau yakin tidak ingin mengajak Aurora?” tanya Maya sambil melilitkan syal di leher William.“Kamu mau jika dia ikut?” tanya William terheran. Maya terdiam. Dia menatap wajah William dengan lekat. Jarak mereka hanya beberapa sentimeter saat ini.“Aurora harus dikenal oleh keluarga Keller,” serunya singkat. Eskpresi tidak suka jelas terlihat di wajah William.“Aku tid
Tuan Damian yang baru saja menyelesaikan perjalanan bisnisnya menyusuri Cina Selatan akhirnya tiba di Las Vegas. Salju yang lebat menyambutnya pagi ini. Edward yang merupakan orang kepercayaan keluarga Keller segera menyambut majikannya itu.Edward sedikit membungkukan badan dan tersenyum saat Tuan Damian sudah turun dari mobil. Tuan Damian tersenyum kecut memandangi Edward.“William di mana? Apakah dia bersama istri mandulnya itu?” gerutu Tuan Damian secara sarkas.“Tuan William dan nona Maya ada di dalam, sedang sarapan dengan nona Aurora,” jelas Edward. Alis Tuan Damian berkerut. Dia membulatkan matanya saat mendengarkan nama Aurora. Selama ini, di dalam keluarga mereka. Orang asing tidak boleh ikut makan bersama. Sebuah peraturan kuno dari keluarga Keller yang kaya raya.Tuan Damian berjalan masuk ke dalam rumah. Edward mengikuti majikannya itu dari belakang. Tuan Damian menatap William dan istrinya sedang duduk di meja makan dan seorang gadis berada di depan mereka.Langkah kaki
William membulatkan matanya saat menatap bercak darah yang berada di atas kasur.“Dia masih perawan?” gumamnya tidak percaya. Edward mengatakan bahwa dia menemui perempuan itu di sebuah rumah kosong dan William yakin jika dia bukan perempuan sepolos anggapannya.Tubuh perempuan itu berbaring lemas di sampingnya. Setelah permainan yang panjang dan penyatuan yang begitu memabukan, William akhirnya berbaring lemas di samping Aurora.Tubuh Aurora tidak memakai benang sedikit pun dan benar-benar membuat William tergoda. William tidak bisa berbohong kalo libidonya naik saat menatap Aurora tanpa sehelai benang.Dia membutuhkan sentuhan istrinya dan Maya selalu menolaknya melakukan hal itu. William benar-benar frustasi jika menahannya.Aurora menangis dan merintih kesakitan. “Apakah kau masih …,” kata-kata William terjeda saat menatap bercak darah di tempat tidur mereka. Suara tangisan Aurora terdengar menyayat di telingannya.“Kau pikir aku perempuan murahan?” sergap Aurora segera. Matanya m
“Kau yakin, tidak akan cemburu jika aku tidur dengannya?” tanya William memastikan. Maya yang sedang memakai piyama pink menatap wajah suaminya itu.“Dia istrimu sekarang, istri sah!” seru Maya memperjelas.“Tapi … aku dan dia …,”“Tidak saling cinta? Kau mau katakan begitu, William?”William menganggukan kepala secepat mungkin. Jelas saja dia tidak ingin melukai perempuan yang dicintainya dengan cara tidur dengan perempuan lain. Ini hal yang konyol sama seperti yang dikatakan perempuan itu.“Aku sudah frustasi saat ayahmu memaksaku untuk program kehamilan. Kau tahu kan kalo aku tidak bisa!” Bola mata Maya perlahan menjadi kabut. Dia menatap manik mata suaminya.“Aku tidak bisa melahirkan bayi, kau harus tahu itu!” sambungnya.“Aku tidak ingin ayahmu selalu bertanya bahkan mengancam akan meredupkan karierku, aku tidak mau!”Maya segera memeluk tubuh William. Dia mengusap pipi William dan mengecup hangat bibir suaminya. “Malam ini, tidurlah dengannya!” bisiknya.“Dia adalah istrimu, ka
Bola mata William membulat sempurna saat menatap seorang perempuan muda sedang berdiri ketakutan di depannya. Bekas air mata jelas terlihat di pipi manisnya. Bibir perempuan itu tipis dengan kulit yang putih bersih. Matanya menatap dengan tajam. Perempuan itu terlihat sangat asing.“Kau gadis yang disuruh istriku?”Aurora menggelengkan kepala. “Maksudmu apa? Aku tidak mengerti!”Willliam beranjak dari tempatnya berdiri lalu bergegas berjalan mendekati Aurora yang berdiri di balik pintu. Aurora mencengkram gaunnya. Lelaki itu memiliki wajah tampan namun tatapannya begitu tajam.“Perempuan yang akan melahirkan anak untukku!” tegasnya. Aurora memundurkan tubuhnya saat William berdiri beberapa sentimeter di depannya.Aurora membuang pandangannya. “Aku tidak mau!”“Lalu, buat apa kau di sini jika kau tidak mau?”Aurora mengigit bibir bawahnya karena ketakutan. William kemudian meletakkan tangannya di pipi Aurora. Tubuh perempuan itu seakan menegang. William menyentuh bagian rambut Aurora y