*****
Dirga berjalan keluar dari cafe, setelah menemui klien yang ingin menggunakan jasanya. Membuka pintu mobil kemudian memakai sabuk pengaman, menyalakan mesin lalu pergi ke kantor.
Di kursi samping terdapat kotak bekal. Dirga melirik beberapa kali, setelah sampai di kantor Dirga menjinjing kotak bekal itu. Di cafe tadi Dirga hanya memesan minuman, sekedar menghormati klien tadi karena teringat dengan bekal tadi pagi.
Dirinya hanya menghargai makanannya bukan niat gadis itu, Dirga hanya sayang jika nanti makanannya harus dibuang. Dirinya sangat menghargai makanan. Dirga membuka pintu ruangannya kemudian duduk di sofa, lalu membuka kotak bekal itu.
"Em, enak" suapan pertama Dirga merasakan nikmatnya makan siangnya.
Kemudian suapan kedua, ketiga, dan seterusnya sampai bekal habis. Dirga meneguk air minum lalu menghela napas, perutnya sekarang terasa penuh. Suara dering handphone terdengar, Dirga segera mengambil handphonenya di kursi.
Melihat siapa yang memberinya pesan Dirga segera tersenyum. Senyuman lembut yang tidak pernah dia berikan kepada siapapun."Lucu."
**
"Om Dirga!" teriak Rara sembari berlari kecil menghampiri Dirga yang sudah lebih dulu masuk ke dalam pagar rumah. Rara tersenyum lebar setelah berhadapan dengan Dirga, dengan napas yang sedikit tidak beraturan.
Sedangkan Dirga hanya menatap Rara datar. Tidak tersenyum atau bertanya. Hanya menghela napas lelah karena malam ini diganggu kembali oleh gadis kecil dihadapannya. Kemudian Dirga berbalik masuk ke dalam rumah.
"Aku tunggu di kursi luar, ya, Om. Kita makan masakan Bunda, soalnya hari ini ulang tahun pernikahan Bunda dan Ayah" seru Rara sambil menghampiri meja diluar rumah Dirga, lalu menata makanan yang Ia bawa diatas meja.
Dirga sedikit terdiam, menimbang-imbang apakah dirinya harus turun kembali atau tidak. Tapi Ia akan tidak sopan jika tidak memakan makanan pemberian tetangga baiknya itu. Apalagi malam ini mereka ulang tahun pernikahan dan Dirga kebagian makanannya. Kemudian Dirga berdehem kecil lalu kembali berjalan membuka pintu rumahnya.
Rara tersenyum menatap makanan yang sudah terhidang di meja makan. Malam ini keluarganya merayakan ulang tahun pernikahan yang Ketiga puluh tahun. Dan Rara juga Bundanya memasak banyak sekali makanan, tidak lupa juga Rara menyimpan makanan untuk cintanya, yaitu Dirga.
Suara kursi yang ditarik membuat Rara tersenyum. Dirga pria itu masih terlihat tampan walau wajahnya kelihatan lelah. "Om Dirga pasti belum makan, kan? Aku bawain udang goreng, yang mau pakai saos juga ada udangnya, terus ada kue, ini tuh Bunda yang buat. Om Dirga pasti bisa menebak gimana rasa kue masan Bunda aku, kan? Terus steak aku bawain komplit sama asparagusnya terus kentangnya. Di jamin enak, silakan dimakan. "
Dirga melirik banyak makanan yang tersaji dimeja, dan terlihat menggiurkan untuk segera dicoba. Tidak menampik jika masakan ibu Rara memang sangat enak. Dirga sudah merasakan waktu pertamakali Ia pindah kesini. Kemudian Dirga menyantap steak yang tersaji untuknya juga udang saos padang.
Dirga mengangguk puas. "Masakan mama kamu memang selalu enak.
Rara tersenyum puas menatap Dirga yang tampak menikmati makanan yang Ia bawa. Ngomong-ngomong, makanan yang Rara bawa buat Dirga itu sebenarnya Ia yang masak dengan resep yang dia Pinta dari Bundanya. Cukup puas Rara mendengar pujian yang ditujukan ke Bundanya walau bukan dirinya.
"Iya, kan, enak. Masakan bunda emang selalu enak, pantas aja Ayah kepincut sama Bunda. Kalo ditanya kenapa suka sama Bunda, Ayah suka jawab masakan Bunda kamu itu enak banget jadi Ayah langsung melamar Bunda kamu biar nanti Ayah tidak kelaparan kalo Ayah menikah."
Rara terkikik geli membayangkan bagaimana alasan kedua orangtuanya itu menikah. Hanya dengan makanan enak Ayah langsung melamar Bundanya, Ayah memang sosweet orangnya. Dirga tersenyum samar mendengar celotehan Rara, keluarga Rara memang harmonis sedari dulu.
Kemudian Rara menyangga wajahnya dengan satu tangan menatap wajah Dirga dengan senyum manis. "Om Dirga kapan lamar aku? Aku juga mau dilamar Om Dirga tahu, terus kita nikah dan punya anak, deh!"
Dirga seketika terbatuk lalu minum air botol yang Rara bawa. "Jangan mikir aneh-aneh. Serius saja sama kuliah kamu, gimana kalo gak wisuda coba. Kan kerjaan kamu cuma mengganggu saya saja."
Rara sedikit tertegun mendengar kata mengganggu dari mulut Dirga. Rara cuma mengganggu Dirga saja katanya, nggak kok, Rara juga kuliah dengan serius. Tapi memang yang paling prioritas dirinya sekarang yaitu mengejar cinta Om Dirga.
Dirga mengernyitkan melihat Rara bergeming, kenapa dengan gadis ini. Lalu Dirga mengangkat bahu tidak peduli, kembali melanjutkan untuk mencicipi kue buatan Bunda Rara. Dan rasanya memang luar biasa enak, pantas saja Ayah Rara sangat kepincut dengan Istrinya, masakannya saja sangat enak.
Setelah kenyang Dirga membereskan piring yang kosong. "Makasih sama Bunda kamu sudah menyisihkan makanan yang enak buat saya. Juga selamat untuk annive pernikahan orangtua kalian. Maaf, saya tidak mengirim kado untuk orangtua kamu."
Rara sedikit tersenyum kaku. "Akan aku sampaikan, Om. Nggak apa-apa kok, jangan kirim kado. Soalnya kado buat orangtua aku sudah banyak yang kirim sampe-sampe aku mau jual sebagian."
Cengiran lebar Rara sambil menatap wajah Dirga yang juga sedang menatapnya. "Kalo gitu aku pulang Om, udah ditelepon sama abang suruh pulang, katanya udah malem. Terus besok aku ada ulangan."
Rara beranjak dari kursi pelan lalu dengan gerakan cepat Rara mengecup pipi Dirga pelan. Dengan senyum lebar melihat Dirga yang bergeming, kemudian berlalu keluar rumah Dirga.
*****
Rara berlari kecil setelah masuk ke dalam rumah Dirga."Om!"
Dirga berbalik melihat Rara yang sedang berlari sembari tersenyum kepadanya. "Ra, saya baru pulang kerja, loh."
Rara berdiri di depan Dirga, tersenyum menatap wajah tampan pria di hadapannya. Pria ini sangat tampan walau terlihat lelah. Terlihat di wajahnya yang lesu dan bicaranya yang pelan.
"Om Dirga cape, ya? Yaudah, buat malam ini aku gak nungguin Om kerja. Sebagai gantinya aku bawa makan malam sama cemilan buat Om. Di makan, ya. Cemilannya juga."
Rara berjalan melewati Dirga lalu membuka pintu rumah Dirga yang tidak terkunci. Dirga mengekori Rara di belakang melihat apa yang akan dilakukan gadis di hadapannya ini. Dirga memandang Rara yang menaruh toples-toples itu diatas meja.
Rara tersenyum lembut menatap Dirga. "Dimakan ya, Om. Terus istirahat jangan begadang lagi. Besok kan hari sabtu, besok libur."
Dirga berdehem. Tidak tahu harus merespon bagaimana. Gadis ini sudah terlalu baik kepadanya, dan sepertinya susah jika harus diberi omongan. Karena sebenarnya Dirga merasa tidak enak juga risi.
" Kalo gitu aku pulang. Selamat malam" pamit Rara kemudian berlalu keluar dan pulang ke rumah.
*****
"Habis pulang dari rumah Dirga, kamu Ra."
Rara sedikit terkejut mendengar Ayahnya berbicara. Rara melihat Ayahnya sedang duduk sofa ruang tamu. Di temani dengan secangkir teh dan biskuit kesukaan Ayahnya.
"Iya, ayah. Kenapa, yah? Tumben ayah nanya" Rara mengangguk membenarkan. Lalu duduk di hadapan Ayah, sepotong biskuit Rara ambil lalu di makan. "Berhenti, ya. Rara jangan menemui dia lagi. Rara fokus kuliah saja, jangan ke rumah dia lagi, jangan buat makanan lalu diantar ke rumah dia lagi. Rara cukup fokus dengan kuliah Rara saja, ya."
Rara tertegun. Menatap Ayahnya yang juga menatap dirinya datar. Ini baru pertama kali Ayahnya bersikap seperti ini. Dan Rara baru pertama kali melihat Ayahnya menolak apa yang di lakukan dirinya.
" Tapi,, kenapa, Yah? "tanya Rara pelan. Ayah menghela nafas berat. Menatap putri bungsunya, putri satu-satunya yang Ia punya." Mau sampai kapan, Ra. Mau sampai kapan kamu begini sama dia? "
*****
***** Rara termenung. Sudah hampir jam sepuluh malam tapi Rara merasa tidak mengantuk sama sekali. Pikirannya teringat dengan perkataan Ayahnya tadi. 'Berhenti, ya. Rara jangan menemui dia lagi. Rara fokus kuliah saja, jangan ke rumah dia lagi, jangan buat makanan lalu diantar ke rumah dia lagi. Rara cukup fokus dengan kuliah Rara saja, ya.' Apa memang Rara harus berhenti mendekati Om Dirga? Apa Rara harus mulai melepas rasa sukanya kepada Om Dirga? Dan apakah Rara sanggup jika dirinya melakukan semua itu? Di satu sisi Ia sangat menyukai Om Dirga entah sejak kapan. Di satu sisi lagi Ia sangat menyayangi Ayahnya. Rara bingung, apa dirinya harus mempertahankan cintanya, atau tidak? "Ahhh!!" teriak Rara menenggelamkan wajahnya dikasur. Berteriak mengeluarkan kebimbangannya. Rara mengangkat wajahnya lalu menghembuskan napasnya kasar. "Bingung. Gue cinta sama Om Dirga, gue juga sayang sama Ayah. Gue gak bisa milih salah satu dari mereka. Gue mau Om Dirga, gue juga gak mau Ayah benci
***** "Ah, sial" rutuk Rara menatap pantulan wajahnya di depan kaca. Wajahnya sangat kusut, apalagi kedua matanya, sembab. "Mata aku kaya bola bekel" rengek Rara meraba kedua matanya yang sangat sembab dan matanya merah. Rasanya Rara tidak mau keluar kamar kalo begini, bagaimana kalo Ayah, Bunda, dan Kak Ethan lihat? Bisa-bisa dirinya disidang sama mereka, di tanya kenapa matanya sangat sembab dan mengerikan.Mengingat kejadian tadi malam Rara menjadi sedih. Mengingat bagaimana Om Dirga seperti tidak menahan rasa risih nya semalam kepadanya. Hatinya sangat sakit mengingat hanya dirinya yang berjuang, hanya dirinya merasakan rasa suka. Cinta Rara bertepuk sebelah tangan.Tidak terasa air mata kembali menetes, Rara menghapus segera. "Jangan nangis lagi. Bisa-bisa mata aku berubah jadi bola basket." ***** Rara menghela napas pelan, berusaha terlihat tenang seperti biasanya. Hanya saja yang terlihat berbeda yaitu kacamata hitam yang bertengger di wajahnya. Sengaja, takut keluarganya ta
***** "Akkhh!!!!" teriak Rara sembari menenggelamkan wajahnya diatas bantal. Kedua tangannya mencengkeram sprei dengan erat, kedua kakinya menendang-nendang asal. "Om Dirga, aku kangen!!" Rara menggigit bantal menyalurkan kekesalannya. Kemudian menelentangkan badannya menatap langit-langit kamar. Sudah dua hari Ia tidak menghampiri Om Dirga, dan juga tidak berbagi makanan kepada pria itu. Bukannya Rara tidak mau, namun Rara sering melihat Ayahnya selalu menatap tajam dirinya ketika Ia kedapur. Jika sedang berada didapur Ia selalu berusaha untuk terlihat tenang, berusaha untuk tidak tahu apa yang dilakukan Ayahnya. "Ayah juga, ngapain sih, suka mantau aku terus? Dikira aku gak tahu apa, ish, nyebelin. Jadi kan gak ketemu Om Dirga." kesal Rara, sekarang dirinya sangat merasa kesal setengah mati. Harus menahan gejolak rindu yang selama ini Ia tahan. Dan untuk malam ini Ia sangat tidak tahan, rasanya Ia ingin berlari kencang keluar rumah lalu masuk kedalam rumah Om Dirga. Dan tingg
****Raya tersenyum lebar menuruni anak tangga, kadang Ia melompat-lompat kecil dan terkekeh geli. Pagi ini suasana hati Raya amat sangat senang, Ia mengingat malam tadi di rumah Dirga. Pria itu tidak terlihat risih sama sekali melainkan Dirga berbicara kepadanya, memegang kening Raya walau hanya menggunakan telunjuk, dan duduk berhadapan dengannya. "Yaahh!! SBL, SBL, SBL! Seneng banget loh!" teriak Raya pelan sembari melompat-lompat kecil, kedua tangannya memegang dadanya merasakan detak jantung dirinya yang berdetak tidak karuan.Melirik jam tangan yang sudah menunjukan pukul tujuh, Raya segera berlari kecil keluar rumah. Ia mendorong pelan motor maticnya keluar pagar rumahnya. Lalu memarkirkan motor itu di samping gang rumahnya, Raya tersenyum inilah saatnya misi dimulai.Raya tersenyum lebar sembari kedua tangannya saling bertaut, lalu jalan dengan lebar ketika melihat sebuah mobil sudah terparkir rapi didepan gerbang. Raya terpekik senang ketika melihat pria pujaannya keluar dar
***"Dek!" teriak Bunda menggedor pintu kamar Raya. Lalu muncul Raya dari dalam dengan wajah sayu seperti bangun tidur. "Kenapa bun?""Bunda sama Ayah ada kerjaan diluar kota, kamu d rumah sama abang kamu, ya. Berangkatnya harus hari ini. Yaudah, Bunda sama Ayah berangkat, baik-baik dirumah" ujar Bunda mencium kening anak bungsunya lalu pergi menghampiri Ayah yang sudah teriak suruh cepat.Raya melamun berusaha mencerna kejadian barusan bersama Bunda. Katanya, Bunda akan pergi ke luar kota bersama Ayah karena ada pekerjaan. Dan dirumah hanya ada dirinya juga Abangnya, Raya menyeringai, dirumah tidak ada Ayah dan Bunda. Well, saatnya beraksi?"Om Dirga! I'm Coming! Ehe" ujar Raya sesegera mungkin untuk mandi dan memakai baju bagus. Raya bersenandung berjalan kedapur, melirik jam dinding yang menunjukan pukul lima sore. Raya tersenyum pasti Dirga sudah mau pulang dari kantor."Masak apa, ya?" kata Raya sambil memakai apron, kepalanya melirik kanan kiri didepan kulkas memandangi satu per
***Raya berguling-guling dikasur, Ia merasa bosan ketika libur kuliah. Raya bukan perempuan yang senang bermain atau belanja, jadi itu bukan pilihan Raya jika sedang libur. Raya itu gadis rumahan walaupun di kampus temannya lumayan banyak."Bosan, ih!" keluh Raya mengacak-acak rambutnya melampiaskan kebosanan. "Mana dirumah sepi. Bunda sama ayah belum pulang, bang Ethan malah gak tahu kemana. Pacaran mungkin ya, dasar playboy!"Raya akhirnya beranjak dari kasur lalu memilih pakaian karena sekarang Raya masih pakai baju tidur. Untung tadi Ia sudah mandi tapi memang Ia tidak ganti baju. Yah, dirinya memang agak jorok. Pilihan Raya berhenti di baju crop top biru dan celana panjang, Ia menyisir rambutnya yang panjang. Sedikit memakai lipbalm supaya tidak kering bibirnya, dan sedikit bedak baby. Ah, bahkan bedaknya pun bedak bayi."Udah, cantik."Raya keluar dari kamar lalu menuruni anak tangga, saking sepinya rumah Raya langkah kaki dirinya pun terdengar nyaring. Raya sedikit bergidik ka
***Sedari pagi, ponsel Dirga terus berbunyi. Pesan beruntun Dirga dapat tadi pagi sampai sekarang Ia berada di kantor. Awalnya pagi tadi Dirga balas pesan itu namun sekarang Dirga menghiraukan pesan itu. Karena dilihat juga bukan pesan yang sangat penting. 'Selamat pagi, Om. Ini aku Raya, Om sarapan dulu ya sebelum berangkat kerjanya biar cacingnya gak sakit.' Sebelum pergi ke kantor juga Dirga mendapatkan pesan serupa. 'Semangat kerjanya, Om. Semoga uangnya cepat banyak, terus kita cepat nikahnya. Hehe.' Dirga menggeleng ketika mengingat pesan singkat sebelum Ia berangkat kerja. Ada saja kelakuan gadis itu membuat Dirga menggeleng dan tersenyum. Bohong jika Dirga tidak terpesona, nyatanya Dirga selalu kagum kepada Raya. Gadis yang selalu mengganggunya. Ting! Pesan singkat masuk lagi, Dirga melirik sedikit. Pesan dari Raya. 'Om jangan lupa makan siang, ya. Soalnyakan aku gak bikin bekal lagi buat Om. Makan yang banyak biar gak sakit. Ps: maaf, Om pasti geli baca Chat garing da
***Raya keluar dari kamar mandi dengan rambut basah, tangannya sibuk mengeringkan rambutnya yang panjang. Ia duduk didepan meja rias lalu mengambil hairdryer, Raya memandang pantulan dirinya didepan kaca kemudian menjentikkan tangannya."Lo emang cantik banget, Ra." puji Raya berpose aneh didepan cermin. "Percuma cantik, kalo gak mampu memikat Om Dirga." dengus Raya, kedua tangannya terampil merias wajahnya. Ting! Ponsel Raya berdering, Raya segera melihat siapa yang mengirim pesan. Fathiya, teman kampusnya. Tumben gadis itu kirim pesan pagi-pagi. 'Ra, hari ini ada tugas dari Pak Romi, disuruh kekampus sekarang. Benci deh, kalo udah ada tugas dari Pak Romi.'Raya berdecak. Ia pun benci jika ada tugas dari Pak Romi, kenapa harus benci, karena Pak Romi itu Dosen killer dan tidak tanggung-tanggung memberi tugas. Pernah waktu itu ada tugas membuat makalah penelitian, dan setelah tugas selesai semua mahasiswa mendapat nilai merah. Kata Pak Romi tugasnya asal-asalan, padahal itu tugas y
***Setelah selesai membuntuti Dirga, Raya tidak pergi ke kampus, Ia malah masuk ke Cafe langganannya. Ia sudah merasa tidak mood, perasaannya tidak karuan, hatinya sangat panas mengingat pria yang dicintainya sudah memiliki pasangan. Raya semakin yakin jika perempuan tadi adalah kekasih Dirga. "Mereka sangat serasi" lirih Raya mengingat wajah perempuan tadi itu sangat cantik dan tinggi, pas dengan tinggi Dirga dan umurnya pasti tidak jauh dari umur Dirga. Sedangkan dirinya? Hanya mahasiswa akhir yang doyan rebahan dan makan, tubuh tidak terlalu tinggi dan tidak cantik. Pantas sih, Dirga tidak meliriknya sedikitpun. "Sakit banget, berjuang sendiri"ujar Raya sambil mengaduk minumannya."Lucu gak, ya, kalo gue berhenti sekarang? Secara gue kan yang mulai deketin Om Dirga." "Tapi gue gak mau jadi perusak hubungan orang." "gue berusaha pelan-pelan aja kali, ya?" Raya bergumam sendiri memikirkan apa yang harus Ia lakukan kedepannya. Apa harus terus memperjuangkan cintanya, sedangkan p
***Raya sudah siap dan rapi, siap berangkat kuliah pagi ini. Pikirannya mumet gara-gara Chat singkat dari Dirga. Pria itu tidak menjawab untuk memuaskan rasa penasarannya malah membuat Raya semakin pusing. Kesal juga dengan Dirga karena tidak langsung menjawab. "Awas aja Om Dirga, kalo Om Dirga jadi bucin sama aku, aku pastikan akan membuat Om Dirga menyesal" kesal Raya melirik jendela yang menampilkan rumah Dirga. "Kalo Om Dirga bohongi aku, aku gak mau lagi ketemu sama Om" lanjut Raya melirik sinis rumah Dirga. Lalu keluar dari kamar untuk berangkat kuliah. Seperti biasa Raya selalu memaki motor matic kesayangannya kemanapun Raya pergi. Tapi jika Raya pergi sendiri, kalo sama orang lain Raya suka naik mobil. Karena tidak boleh ada yang menggunakan motor matic kesayangannya. Raya melirik mobil Dirga yang juga sedang keluar, bagus mereka berpapasan seperti ini. Ia melotot kala melihat Dirga tidak sendiri didalam mobil, ada seorang wanita yang duduk disamping Dirga. Raya kesal, la
***Raya berjalan lesu memasuki pekarangan rumahnya, sesekali Ia melirik rumah Dirga yang sepi. Mobil pria itu masih ada disana, Raya penasaran apa perempuan tadi masih ada atau sudah pulang. Menghela napas Raya masuk kedalam rumah, tangannya menjinjing kresek berisi pempek dari depan komplek.Mengambil piring kedapur, Raya melihat Ethan sedang makan sendirian. "Baru pulang?" tanya Raya lesu. Tangannya mengambil pempek dari dalam kresek lalu disimpan di piring.Kemudian Raya duduk dengan menyantap pempek. Ethan melirik Raya bingung, tidak biasanya Dia sedikit lesu seperti ini. Biasanya melihat makanan saja Raya sudah berbinar-binar. "Kamu kenapa? Koo lesu?"Raya melirik Ethan lalu menghela napas. "Tahu gak, bang? Tadi aku lihat Om Dirga bawa cewek ke rumahnya" jelas Raya menatap serius Ethan. Ia sangat penasaran dengan perempuan tadi.Ethan terkekeh mendengarnya, Raya mendelik memukul lengan Ethan kencang. "Kok malah ketawa? Serius tahu!" kesal Raya lalu memberikan cubitan dilengan Et
***Raya keluar dari gerbang rumahnya, dengan memakai kaus polos berwarna putih dan celana pendek diatas lutut. Raya berniat ingin membeli martabak didepan komplek, juga Raya ingin membeli pempek. Karena teringat waktu Dirga memakan makanan itu jadi Raya ingin membelinya.Teringat Dirga, Raya melirik rumah minimalis itu. Terlihat masih sepi karena Dirga belum pulang jika masih sore. "Om Dirga kerja keras banget, sih. Jadi pengen cepet-cepet nikahin" Raya terkikik geli lalu berjalan pergi kedepan komplek.Baru saja beberapa langkah Raya melihat mobil Dirga sudah pulang, Raya mengernyit tumben Dirga pulang sore-sore. Ia tersenyum niat hati ingin menghampiri Dirga dan menawarkan apakah pria itu juga ingin membeli makanan. Tapi ternyata setelah Dirga keluar ada seorang perempuan yang juga keluar dari mobil Dirga."Siapa?" tanya Raya pelan, perempuan itu berjalan menghampiri Dirga seraya tersenyum lalu tertawa kecil. Yang membuat Raya terkejut adalah Dirga, pria itu langsung tersenyum lemb
***Raya keluar dari kamar mandi dengan rambut basah, tangannya sibuk mengeringkan rambutnya yang panjang. Ia duduk didepan meja rias lalu mengambil hairdryer, Raya memandang pantulan dirinya didepan kaca kemudian menjentikkan tangannya."Lo emang cantik banget, Ra." puji Raya berpose aneh didepan cermin. "Percuma cantik, kalo gak mampu memikat Om Dirga." dengus Raya, kedua tangannya terampil merias wajahnya. Ting! Ponsel Raya berdering, Raya segera melihat siapa yang mengirim pesan. Fathiya, teman kampusnya. Tumben gadis itu kirim pesan pagi-pagi. 'Ra, hari ini ada tugas dari Pak Romi, disuruh kekampus sekarang. Benci deh, kalo udah ada tugas dari Pak Romi.'Raya berdecak. Ia pun benci jika ada tugas dari Pak Romi, kenapa harus benci, karena Pak Romi itu Dosen killer dan tidak tanggung-tanggung memberi tugas. Pernah waktu itu ada tugas membuat makalah penelitian, dan setelah tugas selesai semua mahasiswa mendapat nilai merah. Kata Pak Romi tugasnya asal-asalan, padahal itu tugas y
***Sedari pagi, ponsel Dirga terus berbunyi. Pesan beruntun Dirga dapat tadi pagi sampai sekarang Ia berada di kantor. Awalnya pagi tadi Dirga balas pesan itu namun sekarang Dirga menghiraukan pesan itu. Karena dilihat juga bukan pesan yang sangat penting. 'Selamat pagi, Om. Ini aku Raya, Om sarapan dulu ya sebelum berangkat kerjanya biar cacingnya gak sakit.' Sebelum pergi ke kantor juga Dirga mendapatkan pesan serupa. 'Semangat kerjanya, Om. Semoga uangnya cepat banyak, terus kita cepat nikahnya. Hehe.' Dirga menggeleng ketika mengingat pesan singkat sebelum Ia berangkat kerja. Ada saja kelakuan gadis itu membuat Dirga menggeleng dan tersenyum. Bohong jika Dirga tidak terpesona, nyatanya Dirga selalu kagum kepada Raya. Gadis yang selalu mengganggunya. Ting! Pesan singkat masuk lagi, Dirga melirik sedikit. Pesan dari Raya. 'Om jangan lupa makan siang, ya. Soalnyakan aku gak bikin bekal lagi buat Om. Makan yang banyak biar gak sakit. Ps: maaf, Om pasti geli baca Chat garing da
***Raya berguling-guling dikasur, Ia merasa bosan ketika libur kuliah. Raya bukan perempuan yang senang bermain atau belanja, jadi itu bukan pilihan Raya jika sedang libur. Raya itu gadis rumahan walaupun di kampus temannya lumayan banyak."Bosan, ih!" keluh Raya mengacak-acak rambutnya melampiaskan kebosanan. "Mana dirumah sepi. Bunda sama ayah belum pulang, bang Ethan malah gak tahu kemana. Pacaran mungkin ya, dasar playboy!"Raya akhirnya beranjak dari kasur lalu memilih pakaian karena sekarang Raya masih pakai baju tidur. Untung tadi Ia sudah mandi tapi memang Ia tidak ganti baju. Yah, dirinya memang agak jorok. Pilihan Raya berhenti di baju crop top biru dan celana panjang, Ia menyisir rambutnya yang panjang. Sedikit memakai lipbalm supaya tidak kering bibirnya, dan sedikit bedak baby. Ah, bahkan bedaknya pun bedak bayi."Udah, cantik."Raya keluar dari kamar lalu menuruni anak tangga, saking sepinya rumah Raya langkah kaki dirinya pun terdengar nyaring. Raya sedikit bergidik ka
***"Dek!" teriak Bunda menggedor pintu kamar Raya. Lalu muncul Raya dari dalam dengan wajah sayu seperti bangun tidur. "Kenapa bun?""Bunda sama Ayah ada kerjaan diluar kota, kamu d rumah sama abang kamu, ya. Berangkatnya harus hari ini. Yaudah, Bunda sama Ayah berangkat, baik-baik dirumah" ujar Bunda mencium kening anak bungsunya lalu pergi menghampiri Ayah yang sudah teriak suruh cepat.Raya melamun berusaha mencerna kejadian barusan bersama Bunda. Katanya, Bunda akan pergi ke luar kota bersama Ayah karena ada pekerjaan. Dan dirumah hanya ada dirinya juga Abangnya, Raya menyeringai, dirumah tidak ada Ayah dan Bunda. Well, saatnya beraksi?"Om Dirga! I'm Coming! Ehe" ujar Raya sesegera mungkin untuk mandi dan memakai baju bagus. Raya bersenandung berjalan kedapur, melirik jam dinding yang menunjukan pukul lima sore. Raya tersenyum pasti Dirga sudah mau pulang dari kantor."Masak apa, ya?" kata Raya sambil memakai apron, kepalanya melirik kanan kiri didepan kulkas memandangi satu per
****Raya tersenyum lebar menuruni anak tangga, kadang Ia melompat-lompat kecil dan terkekeh geli. Pagi ini suasana hati Raya amat sangat senang, Ia mengingat malam tadi di rumah Dirga. Pria itu tidak terlihat risih sama sekali melainkan Dirga berbicara kepadanya, memegang kening Raya walau hanya menggunakan telunjuk, dan duduk berhadapan dengannya. "Yaahh!! SBL, SBL, SBL! Seneng banget loh!" teriak Raya pelan sembari melompat-lompat kecil, kedua tangannya memegang dadanya merasakan detak jantung dirinya yang berdetak tidak karuan.Melirik jam tangan yang sudah menunjukan pukul tujuh, Raya segera berlari kecil keluar rumah. Ia mendorong pelan motor maticnya keluar pagar rumahnya. Lalu memarkirkan motor itu di samping gang rumahnya, Raya tersenyum inilah saatnya misi dimulai.Raya tersenyum lebar sembari kedua tangannya saling bertaut, lalu jalan dengan lebar ketika melihat sebuah mobil sudah terparkir rapi didepan gerbang. Raya terpekik senang ketika melihat pria pujaannya keluar dar