*****
"Akkhh!!!!" teriak Rara sembari menenggelamkan wajahnya diatas bantal. Kedua tangannya mencengkeram sprei dengan erat, kedua kakinya menendang-nendang asal.
"Om Dirga, aku kangen!!" Rara menggigit bantal menyalurkan kekesalannya. Kemudian menelentangkan badannya menatap langit-langit kamar.
Sudah dua hari Ia tidak menghampiri Om Dirga, dan juga tidak berbagi makanan kepada pria itu. Bukannya Rara tidak mau, namun Rara sering melihat Ayahnya selalu menatap tajam dirinya ketika Ia kedapur. Jika sedang berada didapur Ia selalu berusaha untuk terlihat tenang, berusaha untuk tidak tahu apa yang dilakukan Ayahnya.
"Ayah juga, ngapain sih, suka mantau aku terus? Dikira aku gak tahu apa, ish, nyebelin. Jadi kan gak ketemu Om Dirga." kesal Rara, sekarang dirinya sangat merasa kesal setengah mati. Harus menahan gejolak rindu yang selama ini Ia tahan.
Dan untuk malam ini Ia sangat tidak tahan, rasanya Ia ingin berlari kencang keluar rumah lalu masuk kedalam rumah Om Dirga. Dan tinggal bersama Om Dirga selamanya. Haha, impian yang selalu dia impikan setiap malam.
Yah, otak Rara sekarang sangat tidak berfaedah, kalau tidak berfikir tentang kuliah, Ia selalu berfikir bagaimana jika dirinya hidup bersama Om Dirga. "Apa aku samperin aja Om Dirga kerumahnya diam-diam kali, ya" tiba-tiba terbesit ide konyol diotak Rara, ide bertemu diam-diam dengan pria itu.
Rara segera duduk di kasur. "Iya, aku datang aja ke rumah Om Dirga diam-diam. Jangan sampai ketahuan sama Ayah.
Rara tersenyum lebar dengan ide cemerlangnya. Ia segera bangun lalu berlari kecil ke lemari, mengambil jaket dan celana kulot panjang. Rara melirik jam yang menunjukan pukul setengah tujuh malam, senyumnya semakin lebar lalu segera memakai jaket juga celana kulotnya.
Dengan pelan Ia membuka pintu kamar, wajahnya melirik kiri kanan memastikan tidak ada kakaknya atau Bunda. Jika Ayahnya masih belum pulang jika jam segini. Setelah memastikan tidak ada orang, Raaa segera berlari sembari menjinjing sendalnya dan berlari tanpa alas kaki.
"Yes! Berhasil" sorak Rara pelan, lalu memakai sendal setelah keluar dari gerbang rumahnya. Dengan senyum lebar Rara berseru. "I'm coming Om Dirga!"
Tidak tahu saja Rara jika dirinya sedang di perhatikan oleh seseorang di balkon. "Susah, sih. Kalo udah bucin."
*****
Rara terkikik geli setelah melewati gerbang rumah Om Dirga, seperti kebiasaan pria itu selalu tidak mengunci pagar. Ada untungnya sih buat Rara, bisa keluar masuk ke rumah pria itu sesuka hati.
"Om Dirga kebiasaan banget suka nggak ngunci pagar. Gimana kalo ada maling kerumah, terus ada orang aneh yang masuk sembarangan."
Rara berjalan santai masuk kedalam rumah, melirik kanan kiri memperhatikan detail rumah pria itu. Berasa sudah lama Rara tidak masuk ke rumah ini, dan di setiap sudut Rara merasa rindu dengan suasana rumah Dirga.
" Gak ada yang beda, ya. Sama aja, yang bedanya cuma sikap Om Dirga aja yang lebih dingin kek kulkas" gerutu Rara sangat kesal dengan sikap pria itu akhir-akhir ini. "Kalo gue gak cinta, gue,,"
"Gue apa?"
Rara terlonjak kaget mendengar suara yang begitu dekat di belakangnya. Kepalanya menoleh ke belakang dan terlihat Om Dirga yang menatapnya datar. Rara menghela napas lalu mengusap dadanya pelan.
"Bikin kaget aja deh. Permisi kek, apa kek, kalo aku jantungan gimana!" kesal Rara sembari memberikan jarak karena tubuh mereka begitu dekat yang membuat Rara gugup setengah mati.
Dirga mengedikkan bahunya. "Itu salah kamu, bukan saya. Dan juga kenapa kamu datang kesini malam-malam? Ngendap-ngendap lagi, kayak pencuri aja." Rara menatap kesal Om Dirga dari belakang, sedangkan pria itu membuka pintu lalu masuk diikuti Rara yang juga masuk ke dalam rumah pria itu.
" Aku emang pencuri, kan pencuri hati Om Dirga, eakk! "goda Rara sembari mencolek bisep Dirga. Dirga menggelengkan kepalanya prihatin lalu Ia menaiki tangga untuk ke kamarnya. Tapi,
" Kenapa kamu ikutin saya? " Rara nyengir, kedua tangannya bertaut." Pengen liat kamar Om Dirga, boleh, ya? "
Dirga menahan kepala Rara dengan telunjuknya. "Diam disini. Jangan ikutin saya, kalo gak, kamu sekarang pulang." Rara gelagapan lalu menggenggam telunjuk Om Dirga dari keningnya. "Jangan dong, Om, aku bisa sampe kesini tuh, butuh perjuangan. Jangan di usir!"
Dirga menatap telunjuknya yang digenggam oleh gadis itu lalu menatap wajah Rara yang memelas. Dirga menghela napas pasrah lalu mengangguk pelan, tangannya melepas dari genggaman Rara kemudian melenggang pergi tanpa kata.
Rara sumringah, walaupun Ia tidak dibolehkan ikut ke kamar Om Dirga tapi Ia sangat senang dirinya tidak jadi diusir. "Makasih, Om ganteng."
***
Kemudian Rara berbalik dan berkeliling rumah Dirga. Rumah pria itu nyaman dan minimalis, tidak begitu besar namun sangat nyaman dan bersih. Ruang tamu dengan sofa besar membuat Rara tidak kuasa ingin duduk disana.
"Hehe, nyamannya" ujar Rara setelah mendaratkan bokongnya disofa empuk milik Dirga. "Kalo aja aku sama Om Dirga nikah, bakal betah disini sambil nonton drakor" ujar Rara mencoba satu-satu sofa itu sambil ditepuk-tepuk.
"Pengen liat dapurnya, boleh, gak, sih? Penasaran. Sebagus apa, senyaman apa dapur milik Om Dirga."
Rara menimang-nimang idenya, apakah harus pergi kedapur atau duduk disini menunggu pria itu datang. Tapi, kesempatan tidak datang dua kali jadi Rara memilih untuk pergi kedapur untuk pertama kalinya.
Setelah sampai di dapur Rara tercengang. Dapur milik Om Dirga sangat keren dan nyaman. Tempat masaknya sangat lengkap dan ada meja makan mini dengan dua kursi. Sederhana dan bersih, juga Rara sangat suka dengan kelengkapan di dapur ini.
"Wah, keren. Lengkap semua lagi, bersih juga. Apa Om Dirga suka masak, ya?" ujar Rara dengan matanya yang berbinar menatap seluruh isi dapur.
Rara menatap kulkas ukuran besar disisi meja makan. Dengan senyum lebar Rara membuka kulkas itu lalu semakin berbinar mata Rara. " Lengkap banget bahan-bahan masakannya. "
" Ada daging, ikan, kerang, wah kayak di supermarket ini mah. Ada udang juga, Wih, ada daging wagyu!" Rara mengambil daging sapi dari Jepang itu lalu ditatapnya daging itu, ditekan-tekan pelan lalu diciumnya.
"Daging mahal emang beda, ya, bentuknya. Wah, jadi pengen nih" Rara membolak-balik daging Wagyu itu menilik serat-serat daging dengan sesama. "Apa aku ambil aja, ya? Om Dirga bakal marah gak, ya, dagingnya aku ambil."
"Itu sama saja dengan mencuri"
Rara terlonjak kaget melirik Om Dirga yang sedang bersandar didinding. Dengan cengengesan Rara mengembalikan daging itu kedalam kulkas lalu menutup kembali kulkasnya.
"Eh, Om. Aku kira bakal lama" tanya Rara menghampiri Om Dirga lalu duduk di meja makan menghadap pria itu. Dirga juga ikut duduk di kursi didepan Rara, matanya tidak lepas menatap wajah gadis itu.
"Terus kalo saya lama datangnya, kamu bakal ambil daging itu tanpa sepengetahuan saya?" tanya Dirga melipat kedatangannya di dada dan bersandar di kursi.
Rara menelan ludahnya, Ia sekarang merasa terintimidasi oleh tatapan Dirga yang tajam dan juga mempesona. Apalagi setelah beberapa hari ini Ia juga Dirga yang tidak bertemu.
" Ng,, Nggak kok, Om. Aku cuma takjub aja gitu lihat daging mahal mentah disini" elak Rara sambil cengengesan tidak jelas dan mengaruk pipinya yang tidak gatal.
Dirga mengangguk kecil, matanya tidak lepas menatap gadis dihadapannya. "Saya baru tahu, anak orang kaya seperti kamu tidak pernah memakan atau melihat daging mahal."
Rara melotot lalu tangannya memukul meja pelan. "Aku pernah makan, kok. Tapi di restoran Jepang, aku cuma belum lihat daging mentah ya, doang!"
Dirga mengangguk kepalanya tidak peduli. "Kasihan." Rara mencebik, menatap kesal pria itu yang sudah mengejek dirinya. Kok, Om Dirga jadi nyebelin sih, sekarang?
Lalu handphone Dirga berbunyi. Ada pesan masuk dari seseorang, Dirga membukanya lalu Ia baca. Wajahnya menjadi datar juga tidak terbaca, Rara yang melihatnya pun bingung. Dirga menatap Rara datar. "Ra, kamu pulang sekarang. Saya mau tidur."
Rara tertegun sejenak. Ia lupa jika pria itu sangat tidak menyukai dirinya, dan juga risih kepadanya. Dengan berat hati, Rara beranjak lalu membungkukkan badannya pelan. Kemudian berbalik berjalan dengan cepat. Pesan itu, yang membuat Dirga kembali melepas tali dari gadis yang baru saja pergi.
'Dia ada dirumah, lo, kan? Suruh pulang, dan ingat jangan dekati Dia lagi. Ingat janji, lo! "
" Brengsek! "
*****
****Raya tersenyum lebar menuruni anak tangga, kadang Ia melompat-lompat kecil dan terkekeh geli. Pagi ini suasana hati Raya amat sangat senang, Ia mengingat malam tadi di rumah Dirga. Pria itu tidak terlihat risih sama sekali melainkan Dirga berbicara kepadanya, memegang kening Raya walau hanya menggunakan telunjuk, dan duduk berhadapan dengannya. "Yaahh!! SBL, SBL, SBL! Seneng banget loh!" teriak Raya pelan sembari melompat-lompat kecil, kedua tangannya memegang dadanya merasakan detak jantung dirinya yang berdetak tidak karuan.Melirik jam tangan yang sudah menunjukan pukul tujuh, Raya segera berlari kecil keluar rumah. Ia mendorong pelan motor maticnya keluar pagar rumahnya. Lalu memarkirkan motor itu di samping gang rumahnya, Raya tersenyum inilah saatnya misi dimulai.Raya tersenyum lebar sembari kedua tangannya saling bertaut, lalu jalan dengan lebar ketika melihat sebuah mobil sudah terparkir rapi didepan gerbang. Raya terpekik senang ketika melihat pria pujaannya keluar dar
***"Dek!" teriak Bunda menggedor pintu kamar Raya. Lalu muncul Raya dari dalam dengan wajah sayu seperti bangun tidur. "Kenapa bun?""Bunda sama Ayah ada kerjaan diluar kota, kamu d rumah sama abang kamu, ya. Berangkatnya harus hari ini. Yaudah, Bunda sama Ayah berangkat, baik-baik dirumah" ujar Bunda mencium kening anak bungsunya lalu pergi menghampiri Ayah yang sudah teriak suruh cepat.Raya melamun berusaha mencerna kejadian barusan bersama Bunda. Katanya, Bunda akan pergi ke luar kota bersama Ayah karena ada pekerjaan. Dan dirumah hanya ada dirinya juga Abangnya, Raya menyeringai, dirumah tidak ada Ayah dan Bunda. Well, saatnya beraksi?"Om Dirga! I'm Coming! Ehe" ujar Raya sesegera mungkin untuk mandi dan memakai baju bagus. Raya bersenandung berjalan kedapur, melirik jam dinding yang menunjukan pukul lima sore. Raya tersenyum pasti Dirga sudah mau pulang dari kantor."Masak apa, ya?" kata Raya sambil memakai apron, kepalanya melirik kanan kiri didepan kulkas memandangi satu per
***Raya berguling-guling dikasur, Ia merasa bosan ketika libur kuliah. Raya bukan perempuan yang senang bermain atau belanja, jadi itu bukan pilihan Raya jika sedang libur. Raya itu gadis rumahan walaupun di kampus temannya lumayan banyak."Bosan, ih!" keluh Raya mengacak-acak rambutnya melampiaskan kebosanan. "Mana dirumah sepi. Bunda sama ayah belum pulang, bang Ethan malah gak tahu kemana. Pacaran mungkin ya, dasar playboy!"Raya akhirnya beranjak dari kasur lalu memilih pakaian karena sekarang Raya masih pakai baju tidur. Untung tadi Ia sudah mandi tapi memang Ia tidak ganti baju. Yah, dirinya memang agak jorok. Pilihan Raya berhenti di baju crop top biru dan celana panjang, Ia menyisir rambutnya yang panjang. Sedikit memakai lipbalm supaya tidak kering bibirnya, dan sedikit bedak baby. Ah, bahkan bedaknya pun bedak bayi."Udah, cantik."Raya keluar dari kamar lalu menuruni anak tangga, saking sepinya rumah Raya langkah kaki dirinya pun terdengar nyaring. Raya sedikit bergidik ka
***Sedari pagi, ponsel Dirga terus berbunyi. Pesan beruntun Dirga dapat tadi pagi sampai sekarang Ia berada di kantor. Awalnya pagi tadi Dirga balas pesan itu namun sekarang Dirga menghiraukan pesan itu. Karena dilihat juga bukan pesan yang sangat penting. 'Selamat pagi, Om. Ini aku Raya, Om sarapan dulu ya sebelum berangkat kerjanya biar cacingnya gak sakit.' Sebelum pergi ke kantor juga Dirga mendapatkan pesan serupa. 'Semangat kerjanya, Om. Semoga uangnya cepat banyak, terus kita cepat nikahnya. Hehe.' Dirga menggeleng ketika mengingat pesan singkat sebelum Ia berangkat kerja. Ada saja kelakuan gadis itu membuat Dirga menggeleng dan tersenyum. Bohong jika Dirga tidak terpesona, nyatanya Dirga selalu kagum kepada Raya. Gadis yang selalu mengganggunya. Ting! Pesan singkat masuk lagi, Dirga melirik sedikit. Pesan dari Raya. 'Om jangan lupa makan siang, ya. Soalnyakan aku gak bikin bekal lagi buat Om. Makan yang banyak biar gak sakit. Ps: maaf, Om pasti geli baca Chat garing da
***Raya keluar dari kamar mandi dengan rambut basah, tangannya sibuk mengeringkan rambutnya yang panjang. Ia duduk didepan meja rias lalu mengambil hairdryer, Raya memandang pantulan dirinya didepan kaca kemudian menjentikkan tangannya."Lo emang cantik banget, Ra." puji Raya berpose aneh didepan cermin. "Percuma cantik, kalo gak mampu memikat Om Dirga." dengus Raya, kedua tangannya terampil merias wajahnya. Ting! Ponsel Raya berdering, Raya segera melihat siapa yang mengirim pesan. Fathiya, teman kampusnya. Tumben gadis itu kirim pesan pagi-pagi. 'Ra, hari ini ada tugas dari Pak Romi, disuruh kekampus sekarang. Benci deh, kalo udah ada tugas dari Pak Romi.'Raya berdecak. Ia pun benci jika ada tugas dari Pak Romi, kenapa harus benci, karena Pak Romi itu Dosen killer dan tidak tanggung-tanggung memberi tugas. Pernah waktu itu ada tugas membuat makalah penelitian, dan setelah tugas selesai semua mahasiswa mendapat nilai merah. Kata Pak Romi tugasnya asal-asalan, padahal itu tugas y
***Raya keluar dari gerbang rumahnya, dengan memakai kaus polos berwarna putih dan celana pendek diatas lutut. Raya berniat ingin membeli martabak didepan komplek, juga Raya ingin membeli pempek. Karena teringat waktu Dirga memakan makanan itu jadi Raya ingin membelinya.Teringat Dirga, Raya melirik rumah minimalis itu. Terlihat masih sepi karena Dirga belum pulang jika masih sore. "Om Dirga kerja keras banget, sih. Jadi pengen cepet-cepet nikahin" Raya terkikik geli lalu berjalan pergi kedepan komplek.Baru saja beberapa langkah Raya melihat mobil Dirga sudah pulang, Raya mengernyit tumben Dirga pulang sore-sore. Ia tersenyum niat hati ingin menghampiri Dirga dan menawarkan apakah pria itu juga ingin membeli makanan. Tapi ternyata setelah Dirga keluar ada seorang perempuan yang juga keluar dari mobil Dirga."Siapa?" tanya Raya pelan, perempuan itu berjalan menghampiri Dirga seraya tersenyum lalu tertawa kecil. Yang membuat Raya terkejut adalah Dirga, pria itu langsung tersenyum lemb
***Raya berjalan lesu memasuki pekarangan rumahnya, sesekali Ia melirik rumah Dirga yang sepi. Mobil pria itu masih ada disana, Raya penasaran apa perempuan tadi masih ada atau sudah pulang. Menghela napas Raya masuk kedalam rumah, tangannya menjinjing kresek berisi pempek dari depan komplek.Mengambil piring kedapur, Raya melihat Ethan sedang makan sendirian. "Baru pulang?" tanya Raya lesu. Tangannya mengambil pempek dari dalam kresek lalu disimpan di piring.Kemudian Raya duduk dengan menyantap pempek. Ethan melirik Raya bingung, tidak biasanya Dia sedikit lesu seperti ini. Biasanya melihat makanan saja Raya sudah berbinar-binar. "Kamu kenapa? Koo lesu?"Raya melirik Ethan lalu menghela napas. "Tahu gak, bang? Tadi aku lihat Om Dirga bawa cewek ke rumahnya" jelas Raya menatap serius Ethan. Ia sangat penasaran dengan perempuan tadi.Ethan terkekeh mendengarnya, Raya mendelik memukul lengan Ethan kencang. "Kok malah ketawa? Serius tahu!" kesal Raya lalu memberikan cubitan dilengan Et
***Raya sudah siap dan rapi, siap berangkat kuliah pagi ini. Pikirannya mumet gara-gara Chat singkat dari Dirga. Pria itu tidak menjawab untuk memuaskan rasa penasarannya malah membuat Raya semakin pusing. Kesal juga dengan Dirga karena tidak langsung menjawab. "Awas aja Om Dirga, kalo Om Dirga jadi bucin sama aku, aku pastikan akan membuat Om Dirga menyesal" kesal Raya melirik jendela yang menampilkan rumah Dirga. "Kalo Om Dirga bohongi aku, aku gak mau lagi ketemu sama Om" lanjut Raya melirik sinis rumah Dirga. Lalu keluar dari kamar untuk berangkat kuliah. Seperti biasa Raya selalu memaki motor matic kesayangannya kemanapun Raya pergi. Tapi jika Raya pergi sendiri, kalo sama orang lain Raya suka naik mobil. Karena tidak boleh ada yang menggunakan motor matic kesayangannya. Raya melirik mobil Dirga yang juga sedang keluar, bagus mereka berpapasan seperti ini. Ia melotot kala melihat Dirga tidak sendiri didalam mobil, ada seorang wanita yang duduk disamping Dirga. Raya kesal, la
***Setelah selesai membuntuti Dirga, Raya tidak pergi ke kampus, Ia malah masuk ke Cafe langganannya. Ia sudah merasa tidak mood, perasaannya tidak karuan, hatinya sangat panas mengingat pria yang dicintainya sudah memiliki pasangan. Raya semakin yakin jika perempuan tadi adalah kekasih Dirga. "Mereka sangat serasi" lirih Raya mengingat wajah perempuan tadi itu sangat cantik dan tinggi, pas dengan tinggi Dirga dan umurnya pasti tidak jauh dari umur Dirga. Sedangkan dirinya? Hanya mahasiswa akhir yang doyan rebahan dan makan, tubuh tidak terlalu tinggi dan tidak cantik. Pantas sih, Dirga tidak meliriknya sedikitpun. "Sakit banget, berjuang sendiri"ujar Raya sambil mengaduk minumannya."Lucu gak, ya, kalo gue berhenti sekarang? Secara gue kan yang mulai deketin Om Dirga." "Tapi gue gak mau jadi perusak hubungan orang." "gue berusaha pelan-pelan aja kali, ya?" Raya bergumam sendiri memikirkan apa yang harus Ia lakukan kedepannya. Apa harus terus memperjuangkan cintanya, sedangkan p
***Raya sudah siap dan rapi, siap berangkat kuliah pagi ini. Pikirannya mumet gara-gara Chat singkat dari Dirga. Pria itu tidak menjawab untuk memuaskan rasa penasarannya malah membuat Raya semakin pusing. Kesal juga dengan Dirga karena tidak langsung menjawab. "Awas aja Om Dirga, kalo Om Dirga jadi bucin sama aku, aku pastikan akan membuat Om Dirga menyesal" kesal Raya melirik jendela yang menampilkan rumah Dirga. "Kalo Om Dirga bohongi aku, aku gak mau lagi ketemu sama Om" lanjut Raya melirik sinis rumah Dirga. Lalu keluar dari kamar untuk berangkat kuliah. Seperti biasa Raya selalu memaki motor matic kesayangannya kemanapun Raya pergi. Tapi jika Raya pergi sendiri, kalo sama orang lain Raya suka naik mobil. Karena tidak boleh ada yang menggunakan motor matic kesayangannya. Raya melirik mobil Dirga yang juga sedang keluar, bagus mereka berpapasan seperti ini. Ia melotot kala melihat Dirga tidak sendiri didalam mobil, ada seorang wanita yang duduk disamping Dirga. Raya kesal, la
***Raya berjalan lesu memasuki pekarangan rumahnya, sesekali Ia melirik rumah Dirga yang sepi. Mobil pria itu masih ada disana, Raya penasaran apa perempuan tadi masih ada atau sudah pulang. Menghela napas Raya masuk kedalam rumah, tangannya menjinjing kresek berisi pempek dari depan komplek.Mengambil piring kedapur, Raya melihat Ethan sedang makan sendirian. "Baru pulang?" tanya Raya lesu. Tangannya mengambil pempek dari dalam kresek lalu disimpan di piring.Kemudian Raya duduk dengan menyantap pempek. Ethan melirik Raya bingung, tidak biasanya Dia sedikit lesu seperti ini. Biasanya melihat makanan saja Raya sudah berbinar-binar. "Kamu kenapa? Koo lesu?"Raya melirik Ethan lalu menghela napas. "Tahu gak, bang? Tadi aku lihat Om Dirga bawa cewek ke rumahnya" jelas Raya menatap serius Ethan. Ia sangat penasaran dengan perempuan tadi.Ethan terkekeh mendengarnya, Raya mendelik memukul lengan Ethan kencang. "Kok malah ketawa? Serius tahu!" kesal Raya lalu memberikan cubitan dilengan Et
***Raya keluar dari gerbang rumahnya, dengan memakai kaus polos berwarna putih dan celana pendek diatas lutut. Raya berniat ingin membeli martabak didepan komplek, juga Raya ingin membeli pempek. Karena teringat waktu Dirga memakan makanan itu jadi Raya ingin membelinya.Teringat Dirga, Raya melirik rumah minimalis itu. Terlihat masih sepi karena Dirga belum pulang jika masih sore. "Om Dirga kerja keras banget, sih. Jadi pengen cepet-cepet nikahin" Raya terkikik geli lalu berjalan pergi kedepan komplek.Baru saja beberapa langkah Raya melihat mobil Dirga sudah pulang, Raya mengernyit tumben Dirga pulang sore-sore. Ia tersenyum niat hati ingin menghampiri Dirga dan menawarkan apakah pria itu juga ingin membeli makanan. Tapi ternyata setelah Dirga keluar ada seorang perempuan yang juga keluar dari mobil Dirga."Siapa?" tanya Raya pelan, perempuan itu berjalan menghampiri Dirga seraya tersenyum lalu tertawa kecil. Yang membuat Raya terkejut adalah Dirga, pria itu langsung tersenyum lemb
***Raya keluar dari kamar mandi dengan rambut basah, tangannya sibuk mengeringkan rambutnya yang panjang. Ia duduk didepan meja rias lalu mengambil hairdryer, Raya memandang pantulan dirinya didepan kaca kemudian menjentikkan tangannya."Lo emang cantik banget, Ra." puji Raya berpose aneh didepan cermin. "Percuma cantik, kalo gak mampu memikat Om Dirga." dengus Raya, kedua tangannya terampil merias wajahnya. Ting! Ponsel Raya berdering, Raya segera melihat siapa yang mengirim pesan. Fathiya, teman kampusnya. Tumben gadis itu kirim pesan pagi-pagi. 'Ra, hari ini ada tugas dari Pak Romi, disuruh kekampus sekarang. Benci deh, kalo udah ada tugas dari Pak Romi.'Raya berdecak. Ia pun benci jika ada tugas dari Pak Romi, kenapa harus benci, karena Pak Romi itu Dosen killer dan tidak tanggung-tanggung memberi tugas. Pernah waktu itu ada tugas membuat makalah penelitian, dan setelah tugas selesai semua mahasiswa mendapat nilai merah. Kata Pak Romi tugasnya asal-asalan, padahal itu tugas y
***Sedari pagi, ponsel Dirga terus berbunyi. Pesan beruntun Dirga dapat tadi pagi sampai sekarang Ia berada di kantor. Awalnya pagi tadi Dirga balas pesan itu namun sekarang Dirga menghiraukan pesan itu. Karena dilihat juga bukan pesan yang sangat penting. 'Selamat pagi, Om. Ini aku Raya, Om sarapan dulu ya sebelum berangkat kerjanya biar cacingnya gak sakit.' Sebelum pergi ke kantor juga Dirga mendapatkan pesan serupa. 'Semangat kerjanya, Om. Semoga uangnya cepat banyak, terus kita cepat nikahnya. Hehe.' Dirga menggeleng ketika mengingat pesan singkat sebelum Ia berangkat kerja. Ada saja kelakuan gadis itu membuat Dirga menggeleng dan tersenyum. Bohong jika Dirga tidak terpesona, nyatanya Dirga selalu kagum kepada Raya. Gadis yang selalu mengganggunya. Ting! Pesan singkat masuk lagi, Dirga melirik sedikit. Pesan dari Raya. 'Om jangan lupa makan siang, ya. Soalnyakan aku gak bikin bekal lagi buat Om. Makan yang banyak biar gak sakit. Ps: maaf, Om pasti geli baca Chat garing da
***Raya berguling-guling dikasur, Ia merasa bosan ketika libur kuliah. Raya bukan perempuan yang senang bermain atau belanja, jadi itu bukan pilihan Raya jika sedang libur. Raya itu gadis rumahan walaupun di kampus temannya lumayan banyak."Bosan, ih!" keluh Raya mengacak-acak rambutnya melampiaskan kebosanan. "Mana dirumah sepi. Bunda sama ayah belum pulang, bang Ethan malah gak tahu kemana. Pacaran mungkin ya, dasar playboy!"Raya akhirnya beranjak dari kasur lalu memilih pakaian karena sekarang Raya masih pakai baju tidur. Untung tadi Ia sudah mandi tapi memang Ia tidak ganti baju. Yah, dirinya memang agak jorok. Pilihan Raya berhenti di baju crop top biru dan celana panjang, Ia menyisir rambutnya yang panjang. Sedikit memakai lipbalm supaya tidak kering bibirnya, dan sedikit bedak baby. Ah, bahkan bedaknya pun bedak bayi."Udah, cantik."Raya keluar dari kamar lalu menuruni anak tangga, saking sepinya rumah Raya langkah kaki dirinya pun terdengar nyaring. Raya sedikit bergidik ka
***"Dek!" teriak Bunda menggedor pintu kamar Raya. Lalu muncul Raya dari dalam dengan wajah sayu seperti bangun tidur. "Kenapa bun?""Bunda sama Ayah ada kerjaan diluar kota, kamu d rumah sama abang kamu, ya. Berangkatnya harus hari ini. Yaudah, Bunda sama Ayah berangkat, baik-baik dirumah" ujar Bunda mencium kening anak bungsunya lalu pergi menghampiri Ayah yang sudah teriak suruh cepat.Raya melamun berusaha mencerna kejadian barusan bersama Bunda. Katanya, Bunda akan pergi ke luar kota bersama Ayah karena ada pekerjaan. Dan dirumah hanya ada dirinya juga Abangnya, Raya menyeringai, dirumah tidak ada Ayah dan Bunda. Well, saatnya beraksi?"Om Dirga! I'm Coming! Ehe" ujar Raya sesegera mungkin untuk mandi dan memakai baju bagus. Raya bersenandung berjalan kedapur, melirik jam dinding yang menunjukan pukul lima sore. Raya tersenyum pasti Dirga sudah mau pulang dari kantor."Masak apa, ya?" kata Raya sambil memakai apron, kepalanya melirik kanan kiri didepan kulkas memandangi satu per
****Raya tersenyum lebar menuruni anak tangga, kadang Ia melompat-lompat kecil dan terkekeh geli. Pagi ini suasana hati Raya amat sangat senang, Ia mengingat malam tadi di rumah Dirga. Pria itu tidak terlihat risih sama sekali melainkan Dirga berbicara kepadanya, memegang kening Raya walau hanya menggunakan telunjuk, dan duduk berhadapan dengannya. "Yaahh!! SBL, SBL, SBL! Seneng banget loh!" teriak Raya pelan sembari melompat-lompat kecil, kedua tangannya memegang dadanya merasakan detak jantung dirinya yang berdetak tidak karuan.Melirik jam tangan yang sudah menunjukan pukul tujuh, Raya segera berlari kecil keluar rumah. Ia mendorong pelan motor maticnya keluar pagar rumahnya. Lalu memarkirkan motor itu di samping gang rumahnya, Raya tersenyum inilah saatnya misi dimulai.Raya tersenyum lebar sembari kedua tangannya saling bertaut, lalu jalan dengan lebar ketika melihat sebuah mobil sudah terparkir rapi didepan gerbang. Raya terpekik senang ketika melihat pria pujaannya keluar dar