Yudha tanpa sadar mengerutkan kening. "Seharusnya begitu. Singkatnya, ini adalah keinginannya.""Oh." Sophia tersenyum canggung. "Menurut saya, menggunakan pernikahan untuk membalas budi bukanlah pilihan yang baik."Yudha mengangkat alisnya, memberi isyarat kepada Sophia untuk melanjutkan."Bagaimanapun juga, pernikahan melibatkan dua orang. Dua orang itu harus mempertahankannya bersama-sama. Kalau Pak Yudha menikahi wanita ini untuk membalas budi, dia nggak akan bisa menerima cinta dan perhatian yang selayaknya diterima oleh seorang istri.""Dia mungkin bisa memuaskan cintanya untuk sementara waktu setelah pernikahan. Tapi, namanya nggak cinta ya tetap nggak cinta. Hidupnya di masa depan hanya akan dipenuhi penyesalan dan kecewa tanpa akhir."Yudha tampak memikirkannya dengan serius dan tidak berbicara."Ngomong-ngomong, soal pengorbanan yang nggak bisa diperbaiki itu ..." Sophia bertanya dengan hati-hati, "Apa menyebabkan cacat fisik?"Yudha mengangguk."Dengan kekayaan dan koneksi P
Melanie bangkit dan pergi ke kamarnya. Suasana hatinya sangat buruk.Kenapa semuanya bisa sampai begini?Setelah semua kerja keras dan perhitungannya, kenapa Yara masih mendapatkan cinta Yudha?Sekarang, dia bahkan tidak bisa merebut Yudha?Dia benar-benar tidak bisa menerimanya. Rasa frustrasi yang luar biasa menjalari seluruh pikirannya."Bu?" Suara Amel terdengar dari ambang pintu."Keluar!" teriak Melanie. Dia sedang tidak ingin berurusan dengan anak ini.Untung saja, anak itu pintar dan selalu bersikap sesuai keinginannya. Jadi, dia hampir tidak pernah keberatan dengan keberadaan Amel."Bu." Sayangnya, Amel hari ini sedang tidak terlalu penurut. Dia malah membuka pintu dan memaksa masuk. "Jangan sedih. Kalau ibu sedih, Amel juga ikut sedih."Melanie memelototinya. "Nggak usah ngoceh nggak berguna. Kamu nggak bisa apa-apa. Keluar sekarang!""Bu, aku bisa membuat Ibu bahagia." Amel melangkah maju.Melanie mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"Amel berjalan menuju tempat tidur dan tiba
Dia teringat lagi pada perkataan Nando. Katanya, benda ini membawa kesenangan yang ribuan kali lebih besar daripada bercinta antara pria dan wanita.Lucunya, dia belum pernah merasakan keajaiban bercinta dengan seorang pria sampai sekarang.Saat bersama Nando, dia hampir selalu dipaksa. Bahkan di masa lalu, dia terlalu terpaku pada Yudha dan tidak bisa merasakan kepuasan dari hal seperti ini.Melanie menatap kantong itu sangat lama, sebelum akhirnya melangkah maju dan mengambilnya lagi dari tempat sampah.Dia sudah berkali-kali melihatnya, tetapi tidak pernah mengerti apa istimewanya.Melanie belum pernah menghisap benda seperti ini. Dia hanya pernah melihat di televisi. Sepertinya, cara pakainya dengan menutup satu lubang hidung dan menghisapnya dengan keras melalui lubang hidung yang lain.Jadi, kalau dia hanya mencoba mengendus dari jauh, seharusnya tidak apa-apa, 'kan?Berpikir demikian, dan setelah melalui beberapa pergulatan dalam pikiran, Melanie akhirnya membuka segel kantong i
Saat tersadar kembali, Melanie sudah memegang bungkusan itu di tangannya.Keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya dan dia melemparkan benda itu ke tempat tidur, menatap dengan mata nanar.Namun, dua suara muncul di benaknya, membuatnya merasa seolah akan terbelah menjadi dua.Satu suara terus berkata, "Coba saja. Hidupmu sudah menyedihkan. Semua orang mengecewakanmu. Tapi kamu bisa menemukan kegembiraan tersendiri. Bukan masalah."Suara yang satunya lagi masih rasional. "Jangan berani-berani menyentuhnya. Hidupmu bisa hancur.""Apa yang bisa menghancurkanmu? Kamu sangat kaya dan pintar. Kamu cuma perlu menahan diri dan jangan kelewatan. Hidupmu nggak akan terpengaruh sama sekali!""Nggak boleh. Kamu sudah lihat sendiri contoh nyatanya. Sadar! Jangan berani-berani menyentuh benda itu!""Percayalah pada dirimu sendiri, Melanie. Mungkin kamu nggak akan kecanduan sama sekali. Kalau kamu coba sedikit saja, kamu nggak akan kehilangan hidupmu."Suara yang satu lagi berangsur-angsur menghila
Sebenarnya, meski Amel tidak melihatnya sedang mengisap benda itu, si kecil juga lihat saat Melanie beres-beres tadi.Namun, anak ini jelas sangat cerdas. Kata-katanya sempurna tanpa cela."Amel baik, besok minta Paman Yudha pergi ke taman hiburan bersama-sama, oke?""Oke, Amel paling suka taman hiburan." Amel bertepuk tangan dengan gembira."Sana main lagi." Melanie terlalu malas untuk berkata apa-apa lagi.Saat ini, dia merasa segar dan penuh energi.Dia tidak akan mengaku kalah. Dia tidak akan membiarkan Yudha dan Yara bersatu.Suara klakson mobil terdengar di lantai bawah dan Melanie berjalan ke jendela. Ternyata Yudha.Aneh sekali. Yudha sangat jarang pergi mencarinya ke rumah keluarga Lubis atas kemauannya sendiri.Melanie sekali lagi memastikan penampilannya di depan cermin sebelum berjalan ke lantai bawah dengan pinggul berayun."Yudha, ada apa kamu ke sini?" Dia muncul dari balik pintu vila dengan membawa Amel. Penampilannya seperti seorang istri yang menyambut suaminya bersam
"Yudha, sebenarnya ... aku tadi ke kantor mencarimu."Melanie mendengus dan menyeka air matanya sambil menatap Yudha tanpa berkedip."Oh?" Ekspresi Yudha tidak banyak berubah."Ya, kamu tadi ngobrol dengan Pak Revan di rapat. Pintunya dibiarkan terbuka." Melanie masih menatapnya, menunggunya menjelaskan, meski kebohongan sekalipun.Namun, Yudha masih tetap tenang. "Oh, kamu ada perlu apa mencariku?"Melanie menggigit bibirnya keras-keras. Dia benar-benar tidak mengerti bagaimana Yudha bisa begitu cuek padanya."Yudha, kamu nggak merasa harus menjelaskan? Dengan siapa kamu mau tes DNA?"Yudha menatapnya balik. "Kamu nggak bisa nebak? Ya pasti Yara.""Yudha!" Amarah Melanie berkobar. "Kamu akan menceraikan Yara, dan kamu akan menikah denganku. Apa pantas kamu bersikap seperti ini di depanku?"Yudha mengerutkan kening, tidak terlihat bersalah sedikit pun. "Melly, sejak pertama kali kamu mencari dan mengenalku, sudah kubilang aku nggak akan mencintaimu."Kata-kata itu seketika membuat tubu
Silvia selalu mengabarkan tentang kehidupan pernikahan Yudha dan Yara padanya. Hanya ini satu-satunya rasa manis dalam kehidupannya saat itu.Lalu, saat Amel lahir, dia akhirnya memutuskan untuk pulang dan kembali kepada Yudha.Kini, setahun telah berlalu sejak dia pulang. Yudha mengucapkan kata-kata itu di depannya sekali lagi. "Aku nggak akan pernah mencintaimu."Melanie tersenyum sendiri."Melly, pernahkah kamu berpikir kalau menikah denganku bukanlah pilihan yang terbaik untukmu?" Sampai di sini, Yudha mengungkapkan seluruh isi pikirannya. "Ada banyak hal yang bisa aku berikan kepadamu selain pernikahan."Melanie merasa konyol. "Ya, sangat banyak. Uangmu sangat banyak sampai nggak bisa dihabiskan seumur hidup. Yudha, kalau aku melakukannya demi uang, aku nggak akan sampai sejauh ini.""Sudah sejauh ini. Semuanya nggak bisa kembali lagi." Tiba-tiba dia berteriak pada Yudha, "Yudha, apa kamu nggak mengerti? Nggak ada yang bisa kembali lagi."Semua hal yang telah dia lakukan, semua or
Yara mengira dia akan bertemu Sophia lagi di ruang sidang. Tak disangka, pertemuan itu akan terjadi di kedai kopi."Nona Yara, senang bertemu denganmu lagi." Masih dengan rambut pendek dan lesung pipitnya, Sophia merasa lebih dekat dengan Yara."Bu Sophia, kita ketemu lagi." Yara tersenyum canggung."Maaf memanggilmu keluar saat jam kerja." Sophia tersenyum lembut. "Sebenarnya, ini masih soal gugatan ceraimu. Menurut saya ... sebaiknya dipertimbangkan kembali."Yara mengerutkan kening tidak senang. "Bu Sophia, saya tahu ini memang tugasmu, tapi saya merasa sudah menjelaskan dengan jelas. Saya nggak akan berubah pikiran."Setelah bertemu Yudha, Sophia mau tidak mau sedikit terkejut saat dihadapkan dengan Yara yang masih begitu teguh."Nona Yara, mohon tetap tenang. Kalau boleh saya tahu, kenapa kamu bersikeras?" Dia masih penuh tanda tanya. "Saya sudah bertemu dengan Pak Yudha. Setelah menangani begitu banyak perceraian, terus terang, saya merasa kondisi Pak Yudha sangat menguntungkan,