"Jangan khawatir, Rara ... Rara baik-baik saja." Felix berkata ragu-ragu. Situasi Yara, bagaimanapun juga, benar-benar tidak bisa dikatakan baik."Apa yang terjadi? Dia ... tahu tentang aku?" tanya Siska gugup.Felix menggeleng. "Waktu dia nggak bisa menghubungimu kemarin, dia menduga kamu mungkin dalam masalah."Dia ragu untuk mengatakannya dan hanya menatap Siska."Ayo, katakan saja Kak, aku khawatir setengah mati."Felix mendesah berat. "Rara sekarang ... mulai menyakiti diri sendiri.""Kenapa bisa begini?" Wajah Siska langsung memerah. "Lalu bagaimana? Apa yang bisa kita lakukan? Kita harus bantu dia!"Dia hampir menangis saking cemasnya."Siska, jangan khawatir. Psikiater terbaik kami dari kantor pusat sudah menemani Rara sekarang."Felix terkadang berpikir lagi bahwa Yara dan Siska cukup beruntung karena ikatan di antara mereka lebih baik daripada ikatan antara kakak beradik kandung mana pun."Baguslah kalau begitu." Siska menghela napas lega dan bergumam, "Dia nggak boleh tahu t
Melanie tidak mengatakan apa-apa. Dia tahu pikiran kotor apa yang sedang melintas di kepala Ariel.Namun, seorang psikiater tanpa nama yang berkolusi sedikit dengannya, hanya seperti pungguk merindukan bulan.Tetap saja, Ariel benar tentang satu hal. Yudha belum pernah menyentuhnya sampai sekarang, itu memang buang-buang waktu. Dan dia ... mungkinkah harus menunggu dalam kepahitan seperti ini selamanya?"Nona Melanie." Melihat Melanie tidak menanggapi apa-apa, Ariel jadi lebih berani dan berjalan mendekat untuk mengangkat dagunya. "Aku nggak keberatan menggantikan Tuan Muda Lastana mencicipi kemanisanmu.""Singkirkan tangan kotormu!" Melanie menepis tangan Ariel. "Kerjakan tugasmu dengan baik."Ariel mengerutkan bibirnya. Ditolak dengan kejam tidak membuatnya kesal. Sebaliknya, dia terlihat seperti punya rencana."Ngomong-ngomong, katakan sesuatu pada Santo. Minta dia membantu sekeras mungkin." Melanie mengumpat dalam hatinya. Dia tidak tahu Santo akhir-akhir ini punya kesibukan apa-ap
Setelah Yudha kembali ke kamar Melanie, wanita itu jelas terlihat bahagia."Yudha." Dia menatap Yudha dengan penuh harap, ingin Yudha datang ke samping ranjang rumah sakit untuk menemaninya.Namun, Yudha malah duduk di depan pekerjanya.Sambil membolak-balik dokumen, dia bertanya santai, "Bagaimana perasaanmu? Dokter Ariel ini profesional nggak?"Melanie terdiam, jelas tidak menyangka Yudha akan bertanya soal kinerja Ariel tiba-tiba. Apakah karena Ariel mengatakan sesuatu tentang pernikahan?Dia dengan hati-hati menjawab, "Kelihatannya lumayan. Perasaanku jadi sedikit lebih hidup setiap selesai ngobrol dengannya.""Bagus kalau begitu." Yudha melanjutkan pekerjaannya, masih belum menyinggung soal pernikahan.Melanie menggertakkan gigi dengan kesal, dia tidak tahu apa maksud Yudha. Apa dia tidak ingin menikahinya?Sepertinya, dia perlu meminta Santo untuk segera mendesaknya.Setelah Felix membantu Siska dengan prosedurnya, dia segera membawanya kembali ke kamp.Gio menemani Yara menunggu
Tinggal setengah bulan lagi sebelum pertunjukan akhir tahun. Kondisi Yara jelas sudah benar-benar pulih, dan Siska sudah akrab dengan orang-orang yang ada di kamp."Dokter Gio, kamu juga harus pergi ke pertunjukan nanti." Siska juga punya hobi baru, yaitu menggoda Gio."Nggak tertarik." Gio menolak dengan wajah tanpa ekspresi."Ayolah, kaptenmu pasti akan menemani Rara di sana. Aku jadi nggak punya teman." Siska mengangkat alisnya. "Maksudku, teman pria yang ganteng.""Aku saja kalau begitu." Bayu tiba-tiba muncul dari seberang meja."Anak nakal, minggir." Siska terlihat jijik dan terus membujuk Gio. "Dokter Gio, Dokter Gio yang super ganteng, jangan abaikan aku. Membosankan sekali tinggal di kamp setiap hari."Dia menyeret Yara yang berada di sebelahnya. "Rara, bantu aku membujuk dia."Yara tersenyum. "Dokter Gio, kami semua berharap kamu bisa hadir."Gio menyapu pandang ke arah kerumunan orang itu dan akhirnya mendarat di wajah Felix.Felix mengangguk. "Silakan, kamu penasaran 'kan s
Yudha masih bimbang apakah harus menceritakan soal tes DNA tadi kepada Santo."Yudha, ini soal pernikahan waktu itu." Santo mendesah dan mengambil alih pembicaraan. "Paman ingin meminta maaf padamu."Yudha mengerutkan kening. "Kenapa kamu mengizinkan Yara masuk saat itu?""Mungkin aku hilang pikir sejenak." Santo tidak ingin menyinggung soal Zaina. Istrinya itu sudah tiada. Dia tidak ingin orang-orang berspekulasi tentang istri tercintanya.Dia menatap Yudha dengan wajah serius. "Yudha, kapan keluargamu berencana mengulang pernikahannya?""Apa kamu nggak ingin tanya kenapa aku pergi dengan Yara?" Yudha balik bertanya."Apa itu penting?" Santo seolah tak peduli. "Semua orang pasti pernah kebingungan. Asalkan kamu yakin tetap akan menikah dengan Melly."Yudha terdiam.Setelah mengetahui misteri masa lalunya, entah mengapa, dia merasa sedikit goyah untuk menikahi Melanie.Samar-samar dia menyadari bahwa sepertinya ada banyak hal yang perlu dia ketahui.Suatu ketika, Yudha hanya memiliki s
Dia terkadang tidak bisa menerka. Pada saat itu, apa sebenarnya perasaannya terhadap Yara?Melanie kemudian muncul dan mengeluarkan liontin permata itu. Dia menyadari bahwa dia telah mengenali orang yang salah.Dia tidak dapat mengingat kembali seperti apa adegan saat dia pertama mengetahui identitas Melanie. Yang dia ingat dengan jelas adalah perasaannya saat itu.Ternyata Yara benar-benar bukan gadis kecil itu!Hanya inilah satu-satunya pikiran yang ada dalam benaknya saat itu.Setelah itu, Melanie semakin sering muncul, tetapi dirinya tetap tidak menaruh perhatian.Dia bahkan takut dengan kemunculan Melanie saat itu, meskipun dia tidak tahu apa yang dia takutkan.Hari itu akhirnya tiba. Melanie menangis dan berkata bahwa dia tidak bisa memiliki anak, berkata bahwa dia jatuh cinta padanya ... lalu mereka meresmikan hubungan mereka.Seolah-olah semuanya terjadi secara tiba-tiba, tetapi Yudha seperti sudah tahu hal ini akan terjadi.Dia tidak berani menghadapi Yara lagi. Dia mengatakan
Melanie tidak memberi Yudha kesempatan untuk bicara atau waktu untuk memikirkan pertanyaan itu.Dia terus menangis dan berkata, "Pernahkah kamu berpikir bahwa bukan cuma aku yang tahu tentang ini. Bukan cuma Silvia, tapi Zaina juga?"Yudha tertegun mendengar pertanyaan itu dan teringat bahwa Zaina memang sangat baik pada Yara."Jangan lupa, Zaina akhirnya masuk ruang gawat darurat setelah memberikan transfusi darah kepada Yara." Melanie membenamkan wajah di antara lututnya dan menangis.Dia menangis dan mengeluh, "Saat tumbuh dewasa, Zaina selalu menyukai Yara. Dia selalu memikirkan Yara ketika dia memiliki hal-hal baik. Bagaimana dengan saya? Saya tidak mengerti ketika saya masih kecil. Saya hanya berpikir bahwa saya tidak baik cukup dan hanya ingin berperilaku lebih baik, tetapi apakah itu berguna?"Dia menangis semakin keras, "Sebelum meninggal, Zaina hanya memikirkan Yara dan meminta ayahku untuk menjaga Yara dengan baik, tapi Yara berkali-kali menyakiti hati ayahku, pernahkah dia
"Halo semuanya!" Yara memiringkan kepalanya dan tersenyum.Kolom percakapan segera penuh dengan pujian. Beberapa orang yang bermata tajam dapat melihat di ruangan itu ada dua orang pria juga. Mereka pun minta kamera didekatkan pada mereka juga.Namun, Felix tidak bisa muncul karena statusnya yang istimewa, jadi Siska mengarahkan kamera ke Gio."Ini Dokter Gio, pac ... teman baruku. Dia tampan 'kan?"Gio mengenakan kacamata berbingkai emas. Dia terlihat seperti pria elite berpenampilan sempurna saat wajahnya tanpa ekspresi, membuat para penonton memekik.Siska kembali fokus mengobrol dengan para penonton. Siaran langsungnya semakin memanas dan jumlah penonton semakin meningkat.Tepat pada saat itu, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.Yara membuka pintu dan melihat yang ada di luar ternyata Pak Direktur Ken dan seorang wanita bule yang tidak dia kenali.Ken memperkenalkan wanita itu sebagai direktur bagian desain TaLa, bernama Candy. Dia sangat puas dengan hasil kerja Yara kali ini dan