Dia terkadang tidak bisa menerka. Pada saat itu, apa sebenarnya perasaannya terhadap Yara?Melanie kemudian muncul dan mengeluarkan liontin permata itu. Dia menyadari bahwa dia telah mengenali orang yang salah.Dia tidak dapat mengingat kembali seperti apa adegan saat dia pertama mengetahui identitas Melanie. Yang dia ingat dengan jelas adalah perasaannya saat itu.Ternyata Yara benar-benar bukan gadis kecil itu!Hanya inilah satu-satunya pikiran yang ada dalam benaknya saat itu.Setelah itu, Melanie semakin sering muncul, tetapi dirinya tetap tidak menaruh perhatian.Dia bahkan takut dengan kemunculan Melanie saat itu, meskipun dia tidak tahu apa yang dia takutkan.Hari itu akhirnya tiba. Melanie menangis dan berkata bahwa dia tidak bisa memiliki anak, berkata bahwa dia jatuh cinta padanya ... lalu mereka meresmikan hubungan mereka.Seolah-olah semuanya terjadi secara tiba-tiba, tetapi Yudha seperti sudah tahu hal ini akan terjadi.Dia tidak berani menghadapi Yara lagi. Dia mengatakan
Melanie tidak memberi Yudha kesempatan untuk bicara atau waktu untuk memikirkan pertanyaan itu.Dia terus menangis dan berkata, "Pernahkah kamu berpikir bahwa bukan cuma aku yang tahu tentang ini. Bukan cuma Silvia, tapi Zaina juga?"Yudha tertegun mendengar pertanyaan itu dan teringat bahwa Zaina memang sangat baik pada Yara."Jangan lupa, Zaina akhirnya masuk ruang gawat darurat setelah memberikan transfusi darah kepada Yara." Melanie membenamkan wajah di antara lututnya dan menangis.Dia menangis dan mengeluh, "Saat tumbuh dewasa, Zaina selalu menyukai Yara. Dia selalu memikirkan Yara ketika dia memiliki hal-hal baik. Bagaimana dengan saya? Saya tidak mengerti ketika saya masih kecil. Saya hanya berpikir bahwa saya tidak baik cukup dan hanya ingin berperilaku lebih baik, tetapi apakah itu berguna?"Dia menangis semakin keras, "Sebelum meninggal, Zaina hanya memikirkan Yara dan meminta ayahku untuk menjaga Yara dengan baik, tapi Yara berkali-kali menyakiti hati ayahku, pernahkah dia
"Halo semuanya!" Yara memiringkan kepalanya dan tersenyum.Kolom percakapan segera penuh dengan pujian. Beberapa orang yang bermata tajam dapat melihat di ruangan itu ada dua orang pria juga. Mereka pun minta kamera didekatkan pada mereka juga.Namun, Felix tidak bisa muncul karena statusnya yang istimewa, jadi Siska mengarahkan kamera ke Gio."Ini Dokter Gio, pac ... teman baruku. Dia tampan 'kan?"Gio mengenakan kacamata berbingkai emas. Dia terlihat seperti pria elite berpenampilan sempurna saat wajahnya tanpa ekspresi, membuat para penonton memekik.Siska kembali fokus mengobrol dengan para penonton. Siaran langsungnya semakin memanas dan jumlah penonton semakin meningkat.Tepat pada saat itu, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.Yara membuka pintu dan melihat yang ada di luar ternyata Pak Direktur Ken dan seorang wanita bule yang tidak dia kenali.Ken memperkenalkan wanita itu sebagai direktur bagian desain TaLa, bernama Candy. Dia sangat puas dengan hasil kerja Yara kali ini dan
"Nona Yara, karyamu sangat indah, seperti mimpi."Direktur TaLa penuh pujian untuk Yara."Terima kasih atas apresiasinya." Yara tersenyum manis."Nona Yara, saya dengar kamu menolak kesempatan untuk lanjut belajar di kantor pusat kami. Bolehkah saya tahu alasannya?Yara memikirkannya sejenak. "Alasannya pribadi, maaf saya tidak bisa menyebutkannya. Saya belum bisa ke luar negeri dalam waktu dekat. Kalau boleh ...""Sayang sekali." Direktur TaLa menyela Yara, menggelengkan kepala."Mohon maaf." Yara menarik sudut mulutnya. Dia merasakan seseorang menatapnya dari sudut matanya. Dia menoleh dan menatap mata Yudha.Yudha cepat-cepat mengalihkan pandangannya dan berjalan ke belakang Yara dengan wajah seperti biasa.Yara pura-pura tidak terjadi apa-apa. Setelah foto bersama, dia hendak pergi.Namun, Yudha rupanya mengikutinya."Ayo bicara," katanya dengan suara pelan.Yara pura-pura tidak mendengar dan mempercepat langkahnya.Yang mengejutkan, Yudha mengejar dan meraih lengannya, menatapnya
Ternyata setelah hati berubah dingin, sangat susah untuk menghangatkannya lagi.Melihat Yudha yang tetap diam, dia bertanya dengan sabar, "Jadi bicara nggak?"Yudha menatapnya lagi. Dia bisa merasakan ketidaksabaran dalam nada bicara Yara. Apakah dia begitu kesal pada dirinya sekarang?"Ada sesuatu yang menurutku kamu perlu tahu." Kata-katanya perlahan.Yara menunggunya melanjutkan."Pernahkah kamu terpikir bahwa kamu mungkin bukan putri kandung Silvia?" Yudha menatapnya, dengan sentuhan rasa sesak yang tidak terlalu kentara di matanya.Yara tetap tenang dan balik bertanya, "Kamu tahu?""Kamu sudah tahu?" Yudha terkejut."Kalau memang itu yang mau kamu bicarakan, aku bisa pergi sekarang?" Yara hendak melepas jaket itu dan mengembalikannya.Yudha mengerutkan kening. "Kamu nggak ingin mengatakan apa-apa?""Apa yang perlu dikatakan?" Yara tersenyum sinis. "Tentang aniaya Silvia kepadaku, tentang hidupku yang sengsara dan menyedihkan?"Yudha mengatupkan bibirnya. Bukankah dia orang pertama
Di lantai dansa, Siska dan Gio berdansa bersama.Siska pandai berdansa setelah berlatih semasa kuliah. Dia tidak menyangka Gio juga sangat lancar berdansa."Dokter Gio ternyata petualang cinta juga ya." Siska tidak bisa menahan diri untuk tidak menggoda.Gio setengah tersenyum dan berkata dengan nada santai, "Semua orang pernah muda.""Hahaha ...." Siska merasa geli. "Dokter Gio, umurmu belum genap 30 tahun 'kan? Kenapa tingkahmu seperti orang tua?""Anak gadis nggak akan mengerti." Gio menghela napas panjang. "Seseorang mungkin sudah lama meninggal pada usia 27 tahun, dan yang masih hidup sekarang hanya cangkang tak berisi.""Apaan itu!" Siska tampak meremehkan.Setelah berdansa hingga satu lagu selesai, mereka pergi mencari Felix bersama-sama. Tak disangka, Tanto menghadang mereka di tengah jalan."Tuan Lastana ada perlu apa?" Siska menggandeng lengan Gio dan bahkan menyandarkan kepalanya dengan mesra.Tubuh Gio terlihat menegang sejenak, tetapi dia tidak menolak.Tanto mengerutkan k
Gio segera pergi.Nona Siska memang masih muda dan menarik. Dokter Gio pasti orang yang hebat ya?" Liana memperhatikan Gio pergi dan bicara penuh sindiran.Siska tidak memiliki dendam dengan Liana, tetapi kata-kata Gio barusan jelas ditujukan untuk menyerang Liana.Dia pun harus berhati-hati."Nona Liana, perlu bicara apa denganku?" Dia pura-pura tidak mengerti dan bertanya langsung.Liana menunduk dan tersenyum. "Nona Siska kenapa memusuhiku seperti ini?"Siska tidak berkata apa-apa dan mengerutkan kening karena kesal."Apa Pasha bilang sesuatu sebelum dia mati?" Liana memasang wajah terkejut."Pasha?" Sirene tanda bahaya berbunyi tepat di telinga Siska. "Kamu ... kenapa bisa tahu Pasha?"Tentu saja aku kenal Pasha. Liana berkata dalam suasana hati yang baik, "Lagi pula, aku mengatakan kepadanya secara pribadi bahwa kamu menyembunyikan sesuatu. Sayang sekali, dia salah paham dan mengira kamu adalah tipe wanita yang mau disentuh siapa saja. "Dia mendecakkan lidahnya. "Bodoh sekali, ng
Siska gemetar menahan amarah. Dia tidak menyangka semuanya akan seperti ini.Melihat kelicikan Liana, Siska tak bisa membayangkan sudah berapa kali dirinya diperdaya olehnya.Ketegangan antara Tanto dan Gio semakin mencekam dan kedua belah pihak tidak ada tanda-tanda menyerah."Dok." Siska tidak mau berlama-lama lagi dan menarik baju Gio. "Ayo pergi."Gio mengangguk. "Kamu duluan."Yara dan Felix datang pada saat ini.Melihat wajah merah Siska, Yara langsung menyadari ada yang tidak beres. Dia segera bertanya, "Siska, ada apa?""Ayo pulang, nanti kita bicarakan lagi." Suara Siska bergetar."Oke, oke." Yara mengangguk dan berjalan keluar setengah memeluk Siska.Felix menghampiri dan menepuk pundak Gio. "Kamu antar mereka pulang dulu. Di sini biar aku yang urus."Gio pun beranjak pergi.Tanto begitu marah dan berusaha mengejarnya, tapi Felix menekan pundaknya. Untuk sejenak, pria itu tidak bisa bergerak.Felix melihat Liana duduk di tanah dalam keadaan basah kuyup dan merendahkan suarany