Beranda / Romansa / Cinta yang Tak Diundang / Terlalu Sakit untuk dimaafkan

Share

Terlalu Sakit untuk dimaafkan

Penulis: Mbak Kopi
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-08 16:44:13

"Maaf, semua ini memang salahku." Fidella menunduk sesal. Ia tahu kata maaf tidak akan memperbaiki keadaan. Hanya saja Fidella tetap melakukannya, setidaknya dengan meminta maaf bisa sedikit mengurangi rasa bersalah di hatinya.

 Fidella sedang berada di ruang kerja Dr. Harold, terletak di lantai enam belas dengan ukuran cukup luas membuat siapa saja bisa melihat pemandangan kota New York yang padat dan tidak pernah tenang. Bangunan-bangunan klasik menjulang tinggi seperti hendak menggapai langit di kawasan Civic Center Manhattan. 

Di sebelah utara tampaklah Broadway dan kawasan Chinatown. Beralih ke timur terdapat pemandangan indah dari sungai East dan jembatan Brooklyn yang bisa kita nikmati dengan mudah kapan saja.

 Semua keindahan yang bisa memanjakan mata itu sama sekali tidak memberikan hiburan apa pun untuk Fidella. Wanita itu masih berdiri di samping sofa. Memainkan jemarinya tanpa sadar, sementara Dr. Harold sudah duduk di kursi kebesarannya. 

"Duduklah Dr. Fidella, kau tidak bermaksud untuk terus berdiri di sana, 'kan?" perintah Dr. Harold dengan senyum tulus, pria berambut ikal halus ini memang terkenal ramah. Semarah apa pun atau sebesar apa pun rasa kecewanya terhadap seseorang, ia tidak pernah menunjukannya secara gamblang. 

Semampunya Dokter Harold selalu berusaha menjaga perasaan orang-orang di sekitarnya. Fidella tergelak, ia menuruti perintah Dokter Harold untuk duduk, meski ragu. 

"Sekali lagi, maafkan aku." Untuk yang ke sekian kalinya Fidella meminta maaf.

 Dokter Harold tersenyum. Fidella Agri, dokter cantik nan muda ini memang salah seorang dokter andalannya di departemen HPB. 

Bersama dengan Sagara, Fidella sudah menempati ruang tersendiri di hati Dokter Harold. Tidak hanya sebagai bawahan, junior atau ikatan pekerjaan lainnya. Kedua dokter hebat itu sudah dianggap seperti putra dan putrinya sendiri. 

"Jika kau menyesal, ubahlah sifat burukmu itu Fidella." Dokter Harold meletakan kedua tangan kekarnya di atas meja. 

Ia ingin membicarakan hal serius kali ini. Keputusan bijaksana yang diharapkan bisa memperbaiki keadaan untuk ke depannya.

 "Akan kuusahakan," jawab Fidella tanggap. 

 "Aku tidak meminta lisanmu untuk meyakinkanku. Buktikan dengan perbuatan dan detik inilah waktu yang tepat untukmu memulainya."

 "Memangnya apa yang harus aku lakukan, Ketua?"

 "Bergabung dengan tim satu, itulah yang harus kau lakukan."

 "Apa?" pekik Fidella terkejut bukan main. 

"Mulai dari hari ini dan seterusnya kau berada di bawah naungan tim satu departemen HPB." 

"Oh, jadi ini maksud ucapan Sagara tadi? Astaga, aku butuh banyak oksigen sekarang," batin Fidella merana. 

 "Lalu bagaimana dengan Sagara, ah, maksudku Dokter Sagara?" Fidella merasa sesuatu yang tidak ia harapkan akan menimpanya. Wanita itu terlihat harap-harap cemas menanti penjelasan Dr. Harold selanjutnya.

 "Dia tetap di tim satu, sebagai manager juga atasanmu. Kau akan menjadi asisten manager tim satu."

 Mata almond itu membulat sempurna, ini kabar buruk yang ingin Fidella sanggah kebenarannya.

 "Tapi, Ketua, aku manajer tim dua. Aku memang melakukan kesalahan saat operasi tadi, tapi mengapa hukumannya harus dengan pindah tim? Aku keberatan dengan ini," tolak Fidella menggeleng tegas. 

"Apa yang membuatmu merasa keberatan?" tanya Dr. Harold, "karena Dokter Sagara ada di sana? Karena dia atasanmu? Kau merasa terhina menjadi bawahan rivalmu begitu?" lanjut Dokter Harold bertubi-tubi. 

Benar, tidak ada satupun keliru dari ujaran Dokter Harold itu. Fidella memang tidak bersedia dipindahkan karena semua alasan itu. Entahlah, bagaimana nasibnya jika hal mengerikan itu benar- benar terjadi.

 "Inilah kelemahan terbesarmu, Fidella. Kau selalu meledak-ledak jika membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan Dokter Sagara. Tidakkah kau sadar apa yang kau lakukan itu sangat berlebihan?" 

 "Hampir semua orang di rumah sakit ini mengetahui tentang kebencianmu pada Sagara. Kau seharusnya malu, hal semacam itu tidak seharusnya menjadi buah bibir publik." 

Dokter Harold mencoba mengeluarkan pendapat rasionalnya dengan hati-hati. Fidella menyimak dengan seksama, ada sengatan memilukan dari tiap kata yang terlontar dari lisan Dr. Harold.

 "Bukan maksudku mencampuri urusan pribadi kalian. Aku juga tidak sedang membela Sagara. Hanya saja semakin hari sikapmu sudah tidak bisa kutolelir."

 "Bahkan kalian sudah sering mendapat surat peringatan karena bersitegang di depan banyak orang termasuk pasien. Ayolah, Fidella ini tidak benar."

 "Sudah tiga tahun berlalu, seharusnya kau melupakan kejadian itu. Bukan Sagara atau dirimu yang salah, tapi wanita itu." 

"Dia yang seharusnya menjadi sasaran kebencianmu." Dokter Harold kembali mengingatkan.

 Lambat laun arah pembicaraan ini sedikit melenceng dari topik pembahasan utama. Fidella sadar Dokter Harold melakukan ini demi kebaikannya. Ketua seksi pelayanan medis itu memang perhatian padanya, terlebih Dokter Harold adalah teman dekat ayahnya, Reno Vinandra.

 "Aku mengatakan ini bukan sebagai atasanmu. Tapi sebagai kerabat dekat Ayahmu," ungkap Dokter Harold, Fidella terdiam. Ia tidak tahu lagi harus mengatakan apa, mendadak perpustakaan katanya kosong tak berpenghuni.

 "Setiap hari Sagara selalu menghadapi sikapmu dengan tenang. Aku menghargai kedewasaannya yang hanya menganggap umpatan kasarmu sebagai angin lalu. Bibirnya memang tersenyum, tapi apa kau yakin hatinya melakukan hal yang sama?"

 "Paman, aku—"

 "Masuklah ke tim satu dan jalankan tugasmu dengan baik. Kau boleh pergi sekarang." Perkataan tegas itu berhasil menuntas pembicaraan. 

Tidak ada pilihan lain untuk saat ini. Fidella pun tak kuasa untuk sekadar menimpali atau melontarkan pembelaan diri. Wanita itu berdiri, memberi sebuah penghormatan lantas beranjak dari sana dengan segera. 

Dokter Harold tersenyum penuh misteri. Ia berharap apa yang ia rencanakan bisa berjalan dengan lancar tanpa hambatan yang berarti.

 Perang batin sedang gencar terjadi dalam relung dokter yang terlihat cantik dengan rambut sebahu yang dibuat sedikit bergelombang itu. Fidella memang merasa berhutang budi pada Sagara. Orang itu telah menyelamatkan pasien yang nyaris ia bunuh dengan kelalaiannya. 

Namun, bukan berarti Fidella bisa mengangkat gencatan senjata dengan mudah. Kesalahan Sagara yang mempermalukannya secara telak kala itu benar- benar sulit dimaafkan. 

Pria kurang ajar itu sukses membuat air mata Fidella mengering di balik jeruji besi yang mencekam. Dua hari lamanya tubuh dokter mungil itu meringkuk di salah satu sel tahanan kota New York. 

Masih terbayang bagaimana menyeramkannya penghuni tahanan yang memandang sinis penuh kedengkian pada Fidella. Satu-satunya kasus yang dirasa paling konyol itu membuat Fidella tidak bisa melakukan pembelaan. Karena semua yang diajukan pria itu ke pengadilan memang benar adanya. 

Kejadian gila yang sukar Fidella hapus dari ingatannya. Sekaligus menjadi titik awal perasaan menyesatkan ini tumbuh dan memenuhi relung Fidella.

 Sepanjang perjalanan, teror menyebalkan terus saja ia terima dari dirinya sendiri. Satu sisi dari diri wanita itu meminta agar ia segera meminta maaf pada Sagara. Namun, di lain sisi, Fidella juga ragu menyanggupi niatan baik itu. 

"Apa ini saatnya memaafkan pria sialan itu?" Fidella bersandar lemas pada tembok. 

Saat ini, ia sedang berada di area tangga darurat. Tempat favoritnya untuk menyendiri dikala pekerjaan menguras kekuatan. Fidella menurunkan posisinya dan duduk di salah satu anak tangga sambil merangkul kedua lutut. 

Lagi-lagi Sagara mengacaukan harinya. Bukan hanya kepala yang dibuat berdenyut, tetapi hati wanita itu juga.

Fidella mengambil ponselnya, lalu memulai percakapan chat. 

[Fidella Agri]

-⟨ Apa kau bisa menjemputku di rumah sakit? 

 Fidella memejamkan mata begitu pemberitahuan pesan terkirim ia terima. Dalam keadaan seperti ini, hanya Stevan satu-satunya orang yang bisa membuatnya tenang. Hanya pundak kokoh Stevan yang bisa menghilangkan resah gelisah yang tengah ia rasa. 

[Stevan Anderson]

-⟨ Ok, tepat pukul lima sore aku akan tiba di sana. Kau sudah makan siang? 

 Fidella tak kuasa menahan senyum bahagia. Perhatian kecil semacam ini selalu mampu menggetarkan jiwa Fidella begitu hebat dan lambat laun emosinya mulai kembali stabil. Ia tak ingin memikirkan Sagara, selagi Stevan bisa memberinya kebahagiaan utuh seperti ini.

 Jari- jari Fidella tampak terampil ketika memberikan balasan pesan untuk Stevan.

[Fidella Agri]

-⟨ Belum, aku baru saja keluar dari ruang operasi. Melihat banyak darah membuatku sedikit kehilangan nafsu makan. Kau sendiri bagaimana, sudah makan siang, 'kan?

 Tak berapa lama, jawaban yang Fidella tunggu-tunggu pun hinggap di kotak masuknya. 

[Stevan Anderson]

-⟨ Hei, mana boleh begitu. Jika seorang dokter kehilangan nafsu makan setelah melihat darah, maka habislah populasi dokter di dunia ini.

 -⟨ Pekerjaanmu akan selalu mempertemukanmu dengan darah. Cepat makan, aku tidak mau kau sakit. Dokter cantik sepertimu tidak boleh jatuh sakit. Aku tidak rela ada dokter lain yang menyentuhmu. 

-⟨ Mm, aku sudah makan siang tadi. Dan sekarang sedang bersiap untuk rapat, nanti kuhubungi lagi, ya? Rapatnya akan segera dimulai. See you babe.

 Fidella tak membalas pesan terakhir tunangannya. Seperti yang diharapkan, setelah menghubungi Stevan perasaannya membaik dan mengembalikan semangat Fidella yang tadi sempat hilang. 

Wanita itu memutuskan pergi dari sana. Sebelum melangkah naik, sayup-sayup Fidella mendengar suara aneh dari arah bawah. Ia ingin berusaha mengabaikan, tapi suara itu kian mengganggu telinga dan seakan menahannya untuk tetap berada di sana.

 Perlahan namun pasti, Fidella melangkahkan kakinya pelan. Berjalan mengendap-endap seperti seorang polisi yang hendak menyergap gerombolan penjahat. Gerak matanya aktif menelisik sekitar; menerawang hal-hal yang sekiranya mencurigakan. 

Mata wanita itu terbelalak, senyum sinis terbit di antara sudut bibir yang terangkat naik. Desah laknat dan erang menjijikan menguar dalam pendengarannya. Sepasang makhluk absurd sedang bercumbu mengejar kepuasan dengan asyiknya sampai tak menyadari kehadiran Fidella.

 Perasaan jijik kian menganga, sudah ia duga jika Sagara tetaplah seorang pria busuk seperti sebelumnya. Fidella menyilangkan kedua tangannya, ia kembali duduk di salah satu anak tangga. Menonton adegan demi adegan panas yang terputar di depan matanya tanpa sensor atau penghalang.

"Cih, manusia brengsek akan selamanya seperti itu," batin Fidella tersenyum sinis. 

"Wow, pemandangan yang sangat mengagumkan," ujar Fidella singkat, tak ayal hal itu pun membuat Sagara melepaskan diri dari wanita yang tadi ia cumbu. 

Wanita yang merasa terganggu itu mendongak, menatap penuh kemarahan pada Fidella. Sagara tersenyum senang, tidak menyangka akan kehadiran Fidella yang terbilang cukup mengejutkan. 

Aneh memang, harusnya Sagara marah besar atas kelancangan Fidella mengganggu kenikmatannya. Akan tetapi, pria itu justru terlihat senang dan tak nampak marah sedikit pun. 

"Apa yang harus kita lakukan, Sagara?" tanya Bianca cemas, perawat itu takut jika Fidella melaporkan kejadian ini pada ketua perawat. 

Dilarang berkencan selama jam kerja! Tampaknya peraturan itu sudah cukup menggentarkan hati Bianca yang baru saja tertangkap basah oleh Fidella.

 "Serahkan padaku, kau boleh pergi," seru Sagara tenang. 

Atas perintah Sagara, Bianca pun pergi lebih dulu dari ruangan itu. Kini hanya tersisa Sagara dan Fidella. Ya, hanya mereka berdua. 

"Jadi, setelah menyombongkan diri di ruang operasi, beginikah caramu menghilangkan penat?" tanya Fidella bermaksud menyindir.

"Mm, kau mau mencobanya denganku?" Seperti biasa ketenangan selalu ditampilkan Sagara dalam setiap pembicaraannya dengan Fidella. 

"Jangan harap!" tolak Fidella tegas dengan tatapan tajam mengkilat. Melihat hal itu, Sagara terkekeh.

 "Aku hanya menawarkan sesuatu yang menyenangkan. Sepertinya kau juga tertarik, terbukti tadi kau menjadi penonton yang sangat tenang," cetus Sagara, "meski akhirnya sedikit mengusik," tambah Sagara melancarkan godaan andalan bersama seringaian maut.

 "Cih, tidakkah kau sadar sikapmu ini terlalu santai, Dokter Sagara? Aku baru saja menangkap basahmu sedang mesum di saat jam kerja. Kau bisa mendapat teguran atau bahkan hukuman jika aku melaporkannya," ancam Fidella percaya diri.

 "Memang, aku juga tahu," jawab Sagara cuek. 

"Lalu?" lanjut Sagara enteng.

 Fidella memicingkan mata. "Lalu, lalu kau bilang? Aku bisa saja melaporkanmu sekarang juga, Dokter Sagara Affandra yang terhormat."

 Sagara hanya tersenyum tipis. Pria itu menaiki beberapa anak tangga hingga akhirnya berdiri di hadapan Fidella. Spontan wanita itu mundur satu langkah. 

 "Kau mengancamku atau justru sedang melucu?"

 Fidella menaikkan sebelah alisnya. 

"Sepertinya kau belum mengerti. Begini, Cantik, biar kuberi tahu. Saat seseorang ingin melumpuhkan musuhnya dalam perang, maka orang itu memerlukan senjata canggih dan kekuatan mumpuni agar bisa keluar sebagai pemenang. Bisa kau bayangkan bagaimana nasib para tentara perang jika tidak memiliki senjata? Mereka tak ubahnya pistol tanpa peluru, seperti matahari tanpa cahaya, tidak ada gunanya. Kau paham?" 

"Apa maksudmu?" 

"Kau bisa menerjemahkan ucapanku dengan mudah karena kau pintar." 

Fidella bergeming sembari memutar otak sekeras mungkin. Beberapa saat kemudian, ia pun memejamkan matanya. Gadis itu sedang merutuki diri yang terlihat bodoh di depan Sagara.

"Kenapa kau bodoh sekali, Fidella! Seharusnya kau merekam adegan tadi, jika begini siapa yang akan percaya padamu?

Semua orang tahu kau sangat membenci Sagara. Jika kau berbicara yang tidak-tidak tentangnya, itu hanya akan dianggap sebagai akal-akalan busukmu untuk menjatuhkan pria menyebalkan itu," batin Fidella merutuki dirinya. 

 "Sudah paham maksudku, 'kan?"

 "Aku pikir otakmu sudah lebih baik dari sebelumnya. Ternyata semua masih sama, bertindak tanpa berpikir itu kebodohan, Cantik."

 "Jangan buat aku kembali membencimu!" Sorot mata Sagara yang semula datar kemudian menajam; memberi kesan yang kentara mencekam.

 Ada begitu banyak rasa yang sulit ditafsirkan dari tatapan mematikan pria itu. Hingga pada puncaknya, ketajaman itu perlahan meneduh berganti dengan sorot jahil seperti yang biasa ditampilkan. 

"Kau terlalu sempurna untuk kubenci, aku tidak mau melakukannya lagi. Kau mengerti?" Pria itu berjalan santai, memasukan kedua tangannya ke dalam saku jas putih dan membiarkan Fidella terhanyut dalam geming kebisuan.

"Dan satu hal lagi yang perlu kau tahu, aku tidak berkencan. Jangan salah artikan kejadian tadi. Jika kau ingin melaporkannya, bilang saja jika aku bercumbu dengan seorang wanita pada jam kerja. Itu terdengar lebih baik," ungkap Sagara memberi saran saat ia sengaja berhenti sejenak untuk menyampaikan hal tersebut. 

Pria itu menatap lekat manik Fidella, senyuman hangat ia sunggingkan kentara tulus dan menyejukan. "Tunggulah beberapa menit lagi atau orang-orang akan curiga jika melihat kita keluar bersama dari sini." 

To be continued

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Theresia Debbie
kok fidella kalah melulu kl debat sm sagara...gak asyik banget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Cinta yang Tak Diundang   Pria Idaman

    "Sudah lama?" tanya Fidella menghampiri Stevan, napasnya terdengar tak beraturan selepas berlari sepanjang jalan takut tunangannya menanti terlalu lama."Tidak, hanya lima belas menit. Satu jam pun aku sanggup untuk menunggumu, Sayang." Stevan mulai menggombal, Fidella tersipu lantas memukul pelan dada bidang prianya.Stevan mengunci tangan mungil itu di sana, mengikis jarak antara dirinya dengan Fidella kemudian merengkuh kekasihnya erat."Ahh, aku sangat merindukan pelukan hangat wanita manja ini," tutur Stevan, menyimpan dagunya pada puncak kepala Fidella."Aku juga sangat merindukanmu, Honey. Kau tahu, akhir-akhir ini Sagara kembali berulah. Aku selalu dibuat kesal setengah mati olehnya," gerutu Fidella sambil mengeratkan pelukannya.Gadis itu menenggelamkan wajah lelahnya pada dada bidang sang kekasih; mencium aroma maskulin khas prianya yang teramat ia suka.

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-08
  • Cinta yang Tak Diundang   Dilema Dua Cinta

    Stevan Anderson, pria itu masih sibuk berkutat dengan segudang pekerjaan yang sudah menjadi tanggung jawabnya di perusahaan San Capital Corporation, milik keluarganya. Ia menjabat sebagai manager keuangan di sana.Pria itu perlu belajar banyak tentang berbagai ilmu dan taktik dalam menjalankan usaha, sebelum kelak menggantikan sang ayah sebagai direktur utama. Terlahir dari pasangan Sammuel Anderson dan Jenna Kirania, membuat kehidupan Stevan begitu diberkati dengan harta kekayaan yang melimpah.Statusnya sebagai anak tunggal di keluarga besar Anderson, mau tidak mau memposisikan Stevan sebagai satu-satunya harapan untuk meneruskan bisnis yang telah dirintis kedua orang tuanya. Sejak kecil, pria muda bertalenta ini memang sudah diarahkan untuk belajar bisnis dan mengelola perusahaan.Tidak seperti kebanyakan anak konglomerat lain yang merasa terkekang atau terbebani oleh keinginan orang tuanya. Stevan j

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-08
  • Cinta yang Tak Diundang   Ada Apa Dengan Stevan?

    Fidella tengah disibukkan dengan persiapan pernikahannya yang akan digelar kurang lebih tiga hari lagi. Mulai dari menyewa gedung resepsi sampai menentukan tema dekorasi dilakukan oleh pihak keluarga Fidella.Stevan dan orang tuanya masih berada di Perancis; mengurus masalah pekerjaan yang sulit untuk ditinggalkan. Meskipun harus menyiapkan segala sesuatunya sendiri, Nyonya Hara dan Reno Vinandra sama sekali tidak keberatan, terlebih ini demi kelancaran acara pernikahan putri sulung mereka.Sejauh ini semuanya berjalan sebagaimana mestinya dan terencana dengan baik. Jika dipresentasekan, mungkin persiapan pernikahan Fidella kurang lebih sudah mencapai angka 95%.Wanita itu sangat bahagia, tidak menyangka jika hubungannya dengan Stevan yang baru berjalan satu tahun terakhir ini bisa berujung di pelaminan. Ia berjanji pada dirinya sendiri akan menjadi istri yang baik untuk Stevan. Kepala wanita itu sudah dipenuhi ole

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-08
  • Cinta yang Tak Diundang   Pernikahan Tak Terduga

    "Aku sudah sangat merindukanmu.""Ahh, mengapa aku belum dipanggil juga? Rasanya satu menit ini sudah seperti satu jam. Waktu berjalan sangat lambat, ish, menyebalkan!" Fidella terus mendumel tak karuan, sebegitu tidak sabarnya dia menanti detik-detik terindah dalam hidupnya ini."Aku sangat bahagia dan juga gugup, honey."Ketukan pintu terdengar sangat nyaring hingga membuat Fidella cukup terkejut akan hal itu. Nyonya Hara masuk menghampiri Fidella dengan tergesa.Wanita paruh baya yang nampak anggun dengan gaun putihnya itu memandang miris putrinya. Hatinya kian teriris melihat ekspresi bahagia Fidella.Wanita itu nampak sangat cantik menggunakan gaun pengantin panjang serta penutup wajah. Rambut sebahu yang dibiarkan tergerai membuat Fidella terlihat semakin manis. Sebuah aksesoris berbentuk kupu-kupu berwarna perak yang mengkilap semakin menambah kesan anggun pada penampi

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-08
  • Cinta yang Tak Diundang   Alasan Stevan

    "Angin tidak hanya berembus di satu tempat, Fidella. Semua akan berlalu dengan semestinya, kuatlah."-Sagara Affandra-***Hai, Fidella.Ini hari kesepuluh kita tidak saling menyapa. Seharusnya kita bertemu sekarang, berdiri di depan altar dan mengucap janji sehidup semati.Kau pasti sangat cantik hari ini, kerugian bagiku karena tidak bisa melihat kecantikanmu itu. Membayangkannya saja sudah membuatku senang, apalagi jika aku berada di sana.Cih, apa yang sedang aku lakukan sekarang? Memuji padahal aku sedang menyakitimu. Maaf, tolong maafkan manusia bodoh dan brengsek ini.Aku tidak bisa menjadi mempelai priamu. Aku tidak bisa memenuhi janjiku untuk membahagiakanmu. Aku tidak bisa menjadi rumah untuk hatimu berpulang jika ia lelah.Bukan a

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-08
  • Cinta yang Tak Diundang   Nikahi Aku!

    Hening, tidak ada kata terucap dari keduanya setelah ucapan terakhir Sagara. Posisi duduk Fidella membelakangi Sagara, mereka berdua terlihat seperti pasangan pengantin yang sedang bertengkar.Bagaimana tidak? Penampilan keduanya pasti membuat semua orang yang melihatnya berpikir demikian. Fidella yang masih mengenakan gaun pengantin, juga Sagara yang mengenakan tuxedo hitam dengan gaya rambut tanpa poni itu cukup untuk menipu semua mata.Sepatu kulit Sagara yang mengkilap itu memunculkan bayangan sang pemilik dan seorang wanita di sebelahnya. Pria itu memang sengaja melihat bayangan dirinya dan Fidella dari sana."Aku menepati janjiku. Jadi, berbahagialah.""Tidak ada alasan untukku bahagia saat ini," balas Fidella untuk yang pertama kalinya sejak Sagara hadir di sana."Kenapa tidak? Sejatinya kau punya beribu kesempatan untuk bahagia setiap hari. Tergantung kemampuanmu menciptakan kebahagiaan it

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-11
  • Cinta yang Tak Diundang   Lamaran Teraneh

    Fidella meraih tangan Sagara yang sedang sibuk menyeka air matanya. Lalu ia menggenggam tangan kekar itu erat."Kumohon bantu aku, Sagara.""Shit, wanita gila ini benar-benar keras kepala!" Sagara mengempaskan tangan Fidella lalu berdiri sambil berkacak pinggang penuh emosi.Pupus sudah harapan terakhir Fidella, mungkin ia memang harus menerima kenyataan pahit ini. Ditinggal pria yang sangat ia cinta di hari pernikahannya dan mendapat cibiran karena pembatalan pernikahan ini. Oh, takdir memang kejam."Bangunlah!"Fidella mendongak saat mendapati uluran tangan Sagara. Ia menatap lekat pria itu penuh tanya."Cepat bangkit, bukankah kau bilang kita harus menikah?""Kau setuju?""Apa ungkapanku barusan t

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-11
  • Cinta yang Tak Diundang   The Man You Love

    "Lakukanlah," ujar Fidella yang entah serius atau tidak."Hm, kau yakin?" Sagara menatap Fidella datar dan penuh keheranan."Hanya untuk menyempurnakan acara ini. Lakukanlah sebelum aku berubah pikiran," ketus Fidella menjawab.Sagara terkekeh sangat manis. Gadis ini memang selalu membawa hiburan tersendiri baginya."Bilang saja kau memang ingin mendapat ciuman sensualku," kelakar Sagara menggoda, Fidella membulatkan matanya."Itu tidak benar! Jangan pernah berpikir jika aku menginginkan hal itu. Semuanya hanya demi kesem, eumph."Sagara membungkam bibir Fidella membuat gadis itu terkejut dengan gerakan cepat Sagara. Fidella tak sempat mengambil ancang-ancang.Ia b

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-11

Bab terbaru

  • Cinta yang Tak Diundang   Misunderstanding

    "Siapa bintang tamunya?" tanya Fidella penasaran. Jenny menggulum senyum, sepertinya rencananya mengajak Fidella akan berjalan lancar."Michael Bubble," sebut Jenny sambil menjentikkan jarinya."Really?" pekik Fidella senang."Yups, benar sekali," jawab Jenny yakin.Michael Bubble adalah salah satu penyanyi jazz yang sangat diidolakan Fidella. Beberapa album dari penyanyi berbakat yang sekarang sudah berusia sekitar empat puluh tahunan itu sudah Fidella koleksi sejak lama.Salah satu album yang paling gadis itu suka adalah "It's Time" dan "Call Me Irresponsible". Dengan kedua album itu karir Michael Bubble semakin melejit hingga lagu-lagunya di album itu sukses merajai tangga lagu di Kanada, Us Billboard 200, dan Australia Album Chart.Bisa kalian bayangkan bagaimana perasaan Fidella sekarang ini? Bertemu dengan sang idola, sungguh hal yang

  • Cinta yang Tak Diundang   Michael Bubble

    "Jika seperti itu yang terjadi, maka lanjutkan saja. Jangan biarkan kebencian itu luntur sedikit pun hatimu. Jika dengan membenciku hatimu akan lebih tenang, maka benci aku selamanya. Lupakan kata-kataku yang pernah memintamu untuk tidak melepasku. Buang aku sejauh yang kau mau!" balas Sagara yang meneriaki Fidella.Merasa hatinya kian panas memikirkan hal tersebut, Sagara mencoba menarik napas dalam. Sagara berdiri, ia tidak kuat berlama-lama berseteru dengan Fidella."Apa ada yang bisa menghentikan laju angin untuk tidak berembus? Apa ada yang mampu menahan dentang waktu barang sedetik saja?" ketus Fidella menyoal sambil menyeka air matanya kasar.Gadis itu ikut berdiri. Menatap Sagara tajam dan menumpahkan kekecewaannya tanpa ragu dan malu. "Tidak satu pun insan yang mampu menghentikan tumbuh kembang perasaan seseorang. Tidak satu pun orang bisa menghentikan hati untuk men

  • Cinta yang Tak Diundang   Pertengkaran Tak Terduga

    "Berterima kasihlah padaku!" sungut Fidella kesal."Hah?" pekik Sagara merasa aneh."Aku yang membuatnya bukan ibu!" sentak Fidella sekali lagi. Ia menjelaskan dengan nada tinggi.Sagara terpaku. "Benarkah itu istrinya?" pikir Sagara konyol.Menyadari ini memalukan, Sagara menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Ia dibuat tak menyangka oleh tindakan Fidella, istri keras kepalanya."Maaf, kupikir itu—""Oke, aku paham," potong Fidella memaklumi.Gadis itu ikut berjongkok di sebelah suaminya. Dia meletakan nampan dan gelas jus tadi di atas tanah berlapis rumput."Setiap pagi kerjaanmu memberi makan ikan. Apa kau tidak bosan?" tanya Fidella membuka pembicaraan atau kalau tidak, kecanggungan ini akan mencekiknya lagi."Tidak sama sekali. Jika aku bosan, mungkin ikan-ikan cantik ini

  • Cinta yang Tak Diundang   Pasutri Unik

    "Hoamm ...."Fidella menguap lepas saat terbangun dari lelapnya. Ia mengerjapkan mata dan merasakan sesuatu yang aneh di daerah kening.Gadis itu mengambil handuk yang ternyata masih menyampir di sana. Fidella mengangkat sebelah alisnya, merasa heran."Siapa yang mengompresku? Apa itu ibu atau Lolly?" Fidella mencoba menerka-nerka."Wajahku terasa ringan dan tidak lengket. Apa ibu juga yang membersihkannya?" Kembali Fidella menerka dan menduga kalau itu adalah perbuatan ibunya, tanpa tahu hal tersebut adalah hasil kerja keras Sagara.Gadis itu menoleh ke arah meja. Matanya berbinar saat melihat sebuah mangkuk yang tertutup lengkap d

  • Cinta yang Tak Diundang   Romansa

    -Sagara Affandra Ramirez-Aku masuk sedikit mengendap-endap. Gadis itu sudah tertidur tanpa mengganti baju dan menghapus riasan natural di wajahnya. Mungkin karena kelelahan, hingga Fidella tak sempat membersihkan wajahnya.Kuletakan tas kerjaku di bawah ranjang, tepatnya di samping. Aku duduk di tepian tempat tidur Fidella.Walau terpejam, aku tahu mata Fidella sedikit membengkak. Apa dia banyak menangis diam-diam lagi hari ini?Gadis ini pasti tertekan dengan berita yang tersebar. Aku juga heran mengapa dia bisa serapuh ini saat menghadapi masalah yang menurutku tidak terlalu berat, dibandingkan dengan permasalahan tiga tahun lalu.Saat dia baru ke luar dari penjara, banyak orang-orang yang menggunjin

  • Cinta yang Tak Diundang   Kabar Buruk

    -Sagara Affandra Ramirez-Kulihat Fidella begitu tergesa ke luar dari mobil, berjalan lurus menuju rumah tanpa mengucap satu patah kata pun. Sepertinya dia masih marah padaku, terlihat jelas dari ekspresi juga caranya mendiamiku selama perjalanan pulang tadi.Bahkan, sejak kami berdua keluar dari rumah sakit dia sudah mendiamiku. Hah, wanita memang benar-benar rumit dan memusingkan.Selalu marah tanpa alasan yang jelas. Meminta suatu penjelasan dan ketika aku memberinya, dia malah tersinggung hingga menimbulkan permasalahan baru.Aku membuka seatbelt lebih dulu sebelum menyusul Fidella. Sebuah pesan masuk menghentikan niatku yang semula ingin segera membuka pintu.[Min Woo Hyung]-⟨ Hyena sakit. ⟩-Cobaan apa lagi ini? Tidak cukupkah hanya dengan kemarahan Fidella saja?Kenapa mesti ada hal lain yang membuat kepalaku pusing?

  • Cinta yang Tak Diundang   Perihal Luka dan Cinta

    "Sejak kapan kau mendengarkan kata orang?""Tolong jawablah aku sedang tidak ingin membentakmu hari ini, Sagara," pinta Fidella sekali lagi. Ia benar-benar menantikan jawaban itu.Dia ingin memastikan, apakah memang benar ucapan para penggosip itu. Jujur saja, jika ia sakit mengingat ialah penyebab sakitnya Sagara, seperti yang mereka bilang."Aku lebih senang dibentak daripada menjawab pertanyaan tidak penting," balas Sagara penuh ketegasan. Raut wajahnya tak bisa diterka, seperti biasa raut tenang itulah yang ditampilkannya. Meski ada sedikit guratan amarah terlihat, hal tersebut bukan masalah besar, karena mimik tenanglah yang lebih dominan.Sagara langsung beranjak meninggalkan Fidella. Pria itu hampir memasuki ruangannya dan tiba-tiba saja ada sesuatu yang menahannya untuk masuk.Memaksa

  • Cinta yang Tak Diundang   Terluka?

    Dr. Harold tahu Sagara bukan tipikal orang yang bisa mengungkapkan kegelisahannya. Pria muda itu pandai menyembunyikan perasaan dalam ketenangan yang selalu ia perlihatkan setiap hari.Bahkan, meski Dr. Harold sudah mengenal Sagara hampir enam tahun lamanya. Ia masih belum bisa memahami diri Sagara sepenuhnya. Menurutnya, Sagara itu terlalu misterius.Bukan karena ia tidak ingin memahami bocah itu lebih dalam, hanya saja Sagaralah yang tidak mengizinkan siapa pun memahami dirinya. Sagara tercenung, topik pembicaraan ini mulai terasa tidak nyaman untuknya."Terima kasih atas perhatian Anda, Ketua, tapi untuk urusan ini, biar aku dan Fidella saja yang menyelesaikannya," jelas Sagara dengan tenang dan sopan. Ia ingin menuntas perbincangannya dengan Dr. Harold, tetapi sepertinya itu tidak akan mudah."Alasan apa yang membuatmu bersedia menikahi Fidella, Sagara? Apa kau mencintainya?" tanya Dr. Ha

  • Cinta yang Tak Diundang   Kebungkaman

    Yang membuat kubangan emosi Fidella terkuras bukan karena mereka memanggilnya dengan sebutan jalang. Meski itu terdengar menyakitkan juga, tetapi bukan itu yang membuat emosionalnya memuncak, melainkan karena kata demi kata yang menjelaskan bahwa Sagara sangat menderita karenanya.Kata yang seakan menegaskan jika Fidella memang gadis murahan, yang mengemis belas kasih pada musuhnya sendiri. Tiap kata yang mengikrarkan jika Fidella adalah gadis terkejam di muka bumi, dengan menjadikan Sagara sebagai budak pelampiasannya.Benar, Fidella membenarkan hal itu. Semula ia meminta Sagara menikahinya hanya untuk menghindari aib yang akan melukai harga diri keluarganya.Fidella sama sekali tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan Sagara mengenai kejadian ini. Karena sejak awal nalar gadis itu memiliki keyakinan tinggi, jika hatinya tidak akan terusik atau melemah untuk sekadar memikirkan perasaan pria yang menjadi su

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status