Share

Pria Idaman

Author: Mbak Kopi
last update Last Updated: 2021-03-08 16:50:11

"Sudah lama?" tanya Fidella menghampiri Stevan, napasnya terdengar tak beraturan selepas berlari sepanjang jalan takut tunangannya menanti terlalu lama.

 "Tidak, hanya lima belas menit. Satu jam pun aku sanggup untuk menunggumu, Sayang." Stevan mulai menggombal, Fidella tersipu lantas memukul pelan dada bidang prianya.

 Stevan mengunci tangan mungil itu di sana, mengikis jarak antara dirinya dengan Fidella kemudian merengkuh kekasihnya erat. 

"Ahh, aku sangat merindukan pelukan hangat wanita manja ini," tutur Stevan, menyimpan dagunya pada puncak kepala Fidella.

 "Aku juga sangat merindukanmu, Honey. Kau tahu, akhir-akhir ini Sagara kembali berulah. Aku selalu dibuat kesal setengah mati olehnya," gerutu Fidella sambil mengeratkan pelukannya.

 Gadis itu menenggelamkan wajah lelahnya pada dada bidang sang kekasih; mencium aroma maskulin khas prianya yang teramat ia suka. 

"Temanmu yang satu itu sangat menarik. Aku jadi ingin bertemu langsung dengannya." 

"Itu ide tergila yang pernah aku dengar. Sebaiknya kau segera tarik kata-katamu barusan, Honey. Kuyakin kau pasti akan sangat menyesal."

"Kenapa? Aku ingin bertemu dengan pria hebat yang kerap membuat kekasihku frustrasi setengah mati. Dan aku juga ingin mengucapkan terima kasih padanya."

 "Untuk apa kau berterima kasih pada si bodoh itu?" 

"Karena berkat dia, intensitas kekesalanmu meningkat dan membuatmu jadi semakin sering memelukku seperti ini. Bukankah itu anugerah?" 

Fidella mendorong tubuh Stevan pelan. "Aku memelukmu bukan karena dia!" tegas Fidella, Stevan mengangguk paham. 

"Oke-oke, bukan karena dia. Kemarilah! Aku masih ingin memeluk tunanganku yang cantik nan manja ini." Dengan sekali tarik Stevan berhasil membawa tubuh kekasihnya kedalam rengkuhannya lagi. 

Mereka berpelukan hangat dan sangat mesra, menguarkan nuansa cinta yang sempurna. Stevan menyentuh kedua pipi Fidella, memiringkan kepalanya dan tak berapa lama bibir maskulin itu sudah mendarat di bibir ranum yang selalu membuatnya ketagihan. 

Bibir keduanya bertautan cukup lama, romansa cinta memang membutakan segalanya. Ia tidak bisa dipatahkan oleh sebersit perasaan malu yang mungkin menghampiri setelah kejadian itu berakhir nanti. Baik Fidella maupun Stevan sama-sama menenggelamkan diri dalam buai keindahan cinta mereka. 

"Romantis sekali," cibir seseorang yang muncul dari arah belakang Fidella. Refleks Stevan dan Fidella saling menarik diri, menghentikan ciuman yang nyaris memanas ketika gairah turut campur di dalamnya. 

Fidella berbalik lantas melayangkan tatapan nyalang pada orang itu. Sementara Stevan hanya menggaruk tengkuknya kikuk. Entahlah, ada sedikit perasaan malu ketika mendapati orang lain menyaksikan ciumannya dengan Fidella tadi.

 "Sedang apa kau di sini?" dakwa Fidella tak suka, Sagara mengernyit sambil menunjuk dirinya sendiri. 

"Aku?"

 "Tentu saja kau, memangnya ada orang lain lagi di sini selain dirimu?" 

"Mm, aku mengganggu kalian?" balas Sagara berlaga tidak enak hati. 

"Tidak juga, maaf jika kau harus menyaksikan kejadian itu," jawab Stevan lebih tenang dan sedikit sopan.

"Aku sudah biasa, maksudku siapa yang tidak pernah melihat orang berciuman di negara ini. Itu wajar."

 Sagara tersenyum ganjil, seperti ada maksud terselubung dari senyuman itu. Stevan membalasnya tidak curiga sama sekali, berbeda dengan Fidella yang sudah menangkap sinyal berbahaya dari Sagara. 

"Ada apa kau menemuiku?"

 "Percaya diri sekali, kau pikir aku mau menemuimu?"

 "Kau pikir aku akan percaya jika pertemuan ini hanya kebetulan?"

 "Kenapa tidak, siapa tahu aku mau mengambil mobil juga." 

"Sayangnya bukan itu alasannya, benar bukan?" 

Sagara mendecih, ia salut dengan segala hal yang dilakukan Fidella. Selalu ada saja tingkah laku atau tutur kata wanita itu yang membuat Sagara terkagum-kagum.

"Wow, aku terkesan, sepertinya kau punya indera keenam atau mungkin kita memang sehati?"

 Perkataan Sagara yang demikian sensitif itu berhasil mengusik kebisuan Stevan. Dia tidak suka Sagara menggoda Fidella di depan matanya. 

"Bicara apa kau ini?" geram Fidella marah. Ia melirik Stevan yang menampakkan ekspresi terganggu. 

Sagara mengerti kekhawatiran Fidella. Ia pun sudah menangkap aura mencekam dari pria yang tengah menatapnya penuh selidik.

 Ini semakin menyenangkan, begitulah pikir Sagara.

 "Oh, maaf, bukan maksudku untuk menggoda tunanganmu. Kami memang sering bercanda seperti ini. Kuharap kau tidak salah paham."

 "Tidak masalah, aku mengerti. Fidella sering mengatakan hal itu padaku." 

Sagara tidak terkejut. Sudah pasti wanita itu akan melakukannya. Dia memang tipikal orang yang tidak bisa memendam kekesalan seorang diri. 

Setiap memiliki masalah apa pun, Fidella harus membagi masalah itu dengan orang terdekatnya. Hanya dengan begitu ia baru bisa merasa tenang dan lega, meski hal tersebut belum tentu mampu menyelesaikan masalah yang sedang ia hadapi. 

"Aku tidak menyangka kau begitu mengagumiku Nona Fidella Agri. Sampai-sampai tunanganmu tahu tentang hubungan unik kita." 

"Abaikan ucapannya, Honey. Sudah kubilang dia memang sialan."

 "Dia juga sering menceritakanmu padaku," timpal Sagara sebelum Stevan menanggapi perkataan Fidella. 

Stevan tergelak, sedikit tidak percaya. Namun, apa yang dikatakan Sagara adalah fakta yang tidak bisa disanggah kebenarannya. 

Pria itu tidak bohong, Fidella memang sering bercerita tentang Stevan. Mengobral kesempurnaan Stevan dan menjadikannya sebagai bahan perbandingan paling tepat untuk menjatuhkan harga diri Sagara.

 "Benarkah?" Stevan melirik Fidella yang sedang menatap Sagara penuh kecaman.

 "Mm, dia selalu memujimu di depanku, bahkan di hadapan semua anak buahnya. Katanya kau adalah pria terbaik yang pernah dia temui berbeda dengan seseorang yang hanya bisa membuat darahnya bergolak setiap saat. Tentu kau tahu siapa yang dia maksud."

 "Hei! Jangan asal bicara!" bentak Fidella hendak memukul Sagara. Namun, Stevan menarik tangan wanita itu. 

"Kenapa marah? Aku bicara apa adanya. Kupikir dia tahu tentang kebiasaanmu yang selalu membandingkannya denganku." 

"Kau tidak punya hak untuk mengatakan hal itu padanya."

 "Sudah kuduga, dia pasti tidak tahu. Kau melakukannya agar aku merasa terintimidasi, bukan? Sayangnya, strategimu terlalu payah. Jelas kami berbeda, tunanganmu itu bukan levelku." 

Stevan mendecih setengah tertawa, apa Sagara baru saja meremehkannya? Pria itu mulai muak akan kehadiran Sagara. 

"Maaf, sepertinya aku terlalu banyak bicara. Tidak perlu diambil hati, Bung. Kau tahu aku memang suka melucu. Karena itulah wanitamu memanggilku pria gila." 

"Hentikan omong kosongmu, Sagara! Katakan ada apa kau menemuiku?" 

Fidella mengambil jalan pintas untuk menyudahi percakapan sengit ini. Sagara langsung mengangkat sebuah map berwarna biru yang sedari tadi ia pegang. 

"Kau melupakan ini, laporan diagnosis pasien yang besok akan kau operasi." 

"Sebagai ketua tim, aku hanya ingin memastikan semua dokterku bekerja dengan baik dan tidak melakukan hal bodoh yang membahayakan pasiennya di ruang operasi," jelas Sagara penuh penekanan. 

Fidella mendelik kesal, lantas meraih map di tangan Sagara dengan kasar. "Hanya ini, bukan? Sudah sana pergi, aku sedang tidak ingin melihat wajah jelekmu." 

Fidella merangkul lengan Stevan; mengajak pria itu pergi dari sana. 

"Dokter Fidella, tunggu!" panggil Sagara setengah teriak ketika Fidella hendak memasuki mobil.

 Wanita itu menoleh, walau malas. Sorot mata kejam tak lelah ia pancarkan pada lelaki itu. 

"Kau ingat tentang pembicaraan kita tadi siang?" Fidella memutar otak, mengorek ingatan tentang pembicaraan yang Sagara maksud. 

"Sepertinya aku juga mendapat ide yang sama denganmu. Aku bahkan sudah mendapat senjata pamungkas yang bisa melancarkan rencanaku nanti." 

Sagara menggoyangkan tangan kanan, di mana iPhone 11 pro max miliknya berada. Fidella mengernyit heran, setelahnya ia membulatkan mata terkejut. Sagara tersenyum penuh kemenangan.

"Kalau begitu aku pergi dulu. Sampai jumpa besok, Nona Fidella Agri." 

Sagara melengos begitu saja. Fidella masih berdiri tidak percaya, ia membuka mulutnya membentuk huruf A agar hawa nafsunya keluar semua dari sana. Seketika hati Fidella yang sebelumnya teduh, kembali terbakar amarah yang kian bergejolak. 

"Sialan, pasti dia merekamnya. Ahhhh, Sagara Affandra Ramirez kau benar-benar brengsek! 

***

 "Kau masih kesal padanya?" tanya Stevan. 

Saat ini ia dan Fidella sedang berada dalam perjalanan pulang. Setelah sebelumnya pasangan kekasih itu sempat meluangkan waktu mereka untuk makan malam di restoran langganan mereka yang ada di kawasan Soho, Manhattan.

 "Tentu, dia pasti merekam kita saat ciuman tadi, Honey."

 "Bahkan, dia mengancamku akan melaporkan kejadian itu. Aku harus bagaimana?" Fidella mendengus kesal, ia mengipasi wajahnya dengan kedua tangan. 

"Mengapa kau berlebihan sekali? Tenang saja, semua itu tidak akan terjadi. Dokter Sagara tidak akan melakukannya."

 "Kau tidak mengerti pria itu, dia orang sinting yang rela melakukan apa saja demi melihatku kesulitan."

 "Ah, ternyata hubungan kalian cukup dekat hingga sampai di titik saling memahami satu sama lain." 

Stevan meluncurkan godaan. Ia berlaga marah atau tepatnya pura-pura cemburu. Jujur saja Stevan memang kurang suka melihat Fidella terus saja membahas Sagara selama makan malam tadi.

 Bukan hari ini saja, setiap mereka berdua berkencan selalu ada celah, di mana Fidella menyinggung Sagara, tentang apa pun itu. Meski wanita itu kerap membicarakan kejelekan dan rasa tidak sukanya pada Sagara, tetap saja itu mengusik hati Stevan.

 "Oh God, jangan bilang kau cemburu padanya, Honey?"

 "Jika benar, memangnya kenapa?" 

Fidella terkekeh geli. Wanita itu tidak habis pikir, bagaimana bisa Stevan cemburu akan hubungan uniknya dengan Sagara. Ini seperti lelucon, orang bodoh saja tahu bahwa hubungan Fidella dan Sagara tidak akan pernah sampai di titik yang bisa membuat Stevan cemburu.

 "Leluconmu sangat tidak lucu. Dia manusia gila, aku membencinya mana mungkin aku, ah, rasa cemburumu tidak beralasan!" 

"Hei, hati-hati dengan ucapanmu, Sayang. Apa kau lupa istilah klise benci jadi cinta?" 

"Dokter Sagara adalah pria hebat. Dia tampan, populer, berprestasi juga kaya raya. Apa yang kurang darinya? Bahkan, aku saja merasa kagum padanya." 

"Bukan tidak mungkin kelak kau tertarik padanya dan pergi meninggalkanku." 

"Sudah hentikan, Honey. Bicaramu mulai tidak jelas. Kau mengatakan hal konyol yang sangat gila. Dengar, aku, Fidella Agri hanya mencintai Stevan Anderson." 

"Kau satu-satunya pria yang akan memiliki hatiku dan semua yang ada pada diriku, setelah nanti kita menikah. Tidak ada pria lain, apalagi si brengsek itu. Hanya kau, Honey."

 Fidella menggenggam satu tangan Stevan yang tidak sedang memegang setir. Pria itu mengambil alih tangan Fidella untuk ia genggam erat.

 Betapa bahagianya hati Stevan bisa mendapat wanita sebaik Fidella. Pria itu semakin mencintai wanitanya. 

"Tentu, kau hanya tercipta untukku begitu pun sebaliknya." 

"Ah, aku sudah tidak sabar. Dua minggu itu terasa dua tahun untukku. Apa kita perlu mempercepat hari pernikahan kita menjadi besok, hm?"

 "Wanita manja ini sudah tidak sabar untuk menjadi istriku rupanya."

 "Kau benar, aku sangat-sangat sangat tidak sabar. Dua minggu yang akan datang aku akan menyandang gelar sebagai Nyonya Anderson. Ah, membayangkan rencana bulan madu kita saja aku sudah sangat berbunga."

 "Oh, iya, kau ingin punya berapa anak, Honey?"

 "Hei, pertanyaan itu masih terlalu dini. Kita bahkan belum menikah, Sayang," seru Stevan melepas genggamannya dan mengelus rambut lantas beralih menuju pipi wanita itu.

 "Apa salahnya? Toh, nanti kita juga akan membahasnya."

 Fidella merengut manja. Ia sebal karena Stevan tak menanggapi pertanyaannya.

 "Ini belum saatnya. Nanti jika hari bahagia itu sudah di depan mata, tanpa banyak berunding aku akan membuatkan anak yang banyak untukmu. Kita akan melakukannya setiap malam atau mungkin setiap jam," goda Stevan tak bermaksud apa-apa.

 Pipi Fidella memerah karena malu, godaan Stevan terlalu frontal, tetapi manis untuk didengar. Ia meninju pelan pergelangan lengan Stevan dan mengalihkan pandangannya keluar.

 "Kau malu, hm?" ujar Stevan sambil mencolek lengan Fidella.

 "Diam, aku sedang marah padamu." Fidella berdusta, ia tidak ingin pria itu semakin menggodanya karena rona wajah yang memalukan ini.

 "Ohoo, Sayang, ayolah. Hei, Cantik lihat aku." 

Stevan terus melancarkan godaan yang membuat Fidella tak kuasa menahan geli. Ia ingin tertawa lepas dan memukul dada kekasihnya karena sudah menggelitiki perutnya.

 "Kau nakal, Honey!" Fidella mengempaskan tangan prianya secara lembut. Sungguh ia tidak tahan dengan rasa geli, akibat tangan Stevan yang mengerayangi perutnya yang terlapis beberapa helai kain itu.

 "Kau yang memintaku melakukannya."

 "Kapan? Dasar mesum!" 

"Tapi, kau suka, 'kan?"

 Fidella mengangguk dan menatap penuh cinta pada Stevan. Pria itu hanya membalas tatapan Fidella sekilas karena ia harus membagi konsentrasinya untuk tetap fokus menyetir.

 "Aku mencintaimu, Honey," ungkap Fidella tulus sepenuh hati.

 Stevan bergeming, ia menatap Fidella kemudian menyunggingkan senyum manis. Berharap wanita itu mengerti akan maksud dari senyumannya, bahwa dirinya pun sangat mencintai Fidella. 

"Kita harus hidup bahagia, ingat itu."

 Fidella kembali menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Mengarahkan pandangan ke depan dengan senyum bahagia masih terlukis diwajah cantiknya. 

"Ya, semoga kita berdua bisa bahagia, Fidella. Maafkan aku," batin Stevan merasa bersalah. 

To be continued

Related chapters

  • Cinta yang Tak Diundang   Dilema Dua Cinta

    Stevan Anderson, pria itu masih sibuk berkutat dengan segudang pekerjaan yang sudah menjadi tanggung jawabnya di perusahaan San Capital Corporation, milik keluarganya. Ia menjabat sebagai manager keuangan di sana.Pria itu perlu belajar banyak tentang berbagai ilmu dan taktik dalam menjalankan usaha, sebelum kelak menggantikan sang ayah sebagai direktur utama. Terlahir dari pasangan Sammuel Anderson dan Jenna Kirania, membuat kehidupan Stevan begitu diberkati dengan harta kekayaan yang melimpah.Statusnya sebagai anak tunggal di keluarga besar Anderson, mau tidak mau memposisikan Stevan sebagai satu-satunya harapan untuk meneruskan bisnis yang telah dirintis kedua orang tuanya. Sejak kecil, pria muda bertalenta ini memang sudah diarahkan untuk belajar bisnis dan mengelola perusahaan.Tidak seperti kebanyakan anak konglomerat lain yang merasa terkekang atau terbebani oleh keinginan orang tuanya. Stevan j

    Last Updated : 2021-03-08
  • Cinta yang Tak Diundang   Ada Apa Dengan Stevan?

    Fidella tengah disibukkan dengan persiapan pernikahannya yang akan digelar kurang lebih tiga hari lagi. Mulai dari menyewa gedung resepsi sampai menentukan tema dekorasi dilakukan oleh pihak keluarga Fidella.Stevan dan orang tuanya masih berada di Perancis; mengurus masalah pekerjaan yang sulit untuk ditinggalkan. Meskipun harus menyiapkan segala sesuatunya sendiri, Nyonya Hara dan Reno Vinandra sama sekali tidak keberatan, terlebih ini demi kelancaran acara pernikahan putri sulung mereka.Sejauh ini semuanya berjalan sebagaimana mestinya dan terencana dengan baik. Jika dipresentasekan, mungkin persiapan pernikahan Fidella kurang lebih sudah mencapai angka 95%.Wanita itu sangat bahagia, tidak menyangka jika hubungannya dengan Stevan yang baru berjalan satu tahun terakhir ini bisa berujung di pelaminan. Ia berjanji pada dirinya sendiri akan menjadi istri yang baik untuk Stevan. Kepala wanita itu sudah dipenuhi ole

    Last Updated : 2021-03-08
  • Cinta yang Tak Diundang   Pernikahan Tak Terduga

    "Aku sudah sangat merindukanmu.""Ahh, mengapa aku belum dipanggil juga? Rasanya satu menit ini sudah seperti satu jam. Waktu berjalan sangat lambat, ish, menyebalkan!" Fidella terus mendumel tak karuan, sebegitu tidak sabarnya dia menanti detik-detik terindah dalam hidupnya ini."Aku sangat bahagia dan juga gugup, honey."Ketukan pintu terdengar sangat nyaring hingga membuat Fidella cukup terkejut akan hal itu. Nyonya Hara masuk menghampiri Fidella dengan tergesa.Wanita paruh baya yang nampak anggun dengan gaun putihnya itu memandang miris putrinya. Hatinya kian teriris melihat ekspresi bahagia Fidella.Wanita itu nampak sangat cantik menggunakan gaun pengantin panjang serta penutup wajah. Rambut sebahu yang dibiarkan tergerai membuat Fidella terlihat semakin manis. Sebuah aksesoris berbentuk kupu-kupu berwarna perak yang mengkilap semakin menambah kesan anggun pada penampi

    Last Updated : 2021-03-08
  • Cinta yang Tak Diundang   Alasan Stevan

    "Angin tidak hanya berembus di satu tempat, Fidella. Semua akan berlalu dengan semestinya, kuatlah."-Sagara Affandra-***Hai, Fidella.Ini hari kesepuluh kita tidak saling menyapa. Seharusnya kita bertemu sekarang, berdiri di depan altar dan mengucap janji sehidup semati.Kau pasti sangat cantik hari ini, kerugian bagiku karena tidak bisa melihat kecantikanmu itu. Membayangkannya saja sudah membuatku senang, apalagi jika aku berada di sana.Cih, apa yang sedang aku lakukan sekarang? Memuji padahal aku sedang menyakitimu. Maaf, tolong maafkan manusia bodoh dan brengsek ini.Aku tidak bisa menjadi mempelai priamu. Aku tidak bisa memenuhi janjiku untuk membahagiakanmu. Aku tidak bisa menjadi rumah untuk hatimu berpulang jika ia lelah.Bukan a

    Last Updated : 2021-03-08
  • Cinta yang Tak Diundang   Nikahi Aku!

    Hening, tidak ada kata terucap dari keduanya setelah ucapan terakhir Sagara. Posisi duduk Fidella membelakangi Sagara, mereka berdua terlihat seperti pasangan pengantin yang sedang bertengkar.Bagaimana tidak? Penampilan keduanya pasti membuat semua orang yang melihatnya berpikir demikian. Fidella yang masih mengenakan gaun pengantin, juga Sagara yang mengenakan tuxedo hitam dengan gaya rambut tanpa poni itu cukup untuk menipu semua mata.Sepatu kulit Sagara yang mengkilap itu memunculkan bayangan sang pemilik dan seorang wanita di sebelahnya. Pria itu memang sengaja melihat bayangan dirinya dan Fidella dari sana."Aku menepati janjiku. Jadi, berbahagialah.""Tidak ada alasan untukku bahagia saat ini," balas Fidella untuk yang pertama kalinya sejak Sagara hadir di sana."Kenapa tidak? Sejatinya kau punya beribu kesempatan untuk bahagia setiap hari. Tergantung kemampuanmu menciptakan kebahagiaan it

    Last Updated : 2021-03-11
  • Cinta yang Tak Diundang   Lamaran Teraneh

    Fidella meraih tangan Sagara yang sedang sibuk menyeka air matanya. Lalu ia menggenggam tangan kekar itu erat."Kumohon bantu aku, Sagara.""Shit, wanita gila ini benar-benar keras kepala!" Sagara mengempaskan tangan Fidella lalu berdiri sambil berkacak pinggang penuh emosi.Pupus sudah harapan terakhir Fidella, mungkin ia memang harus menerima kenyataan pahit ini. Ditinggal pria yang sangat ia cinta di hari pernikahannya dan mendapat cibiran karena pembatalan pernikahan ini. Oh, takdir memang kejam."Bangunlah!"Fidella mendongak saat mendapati uluran tangan Sagara. Ia menatap lekat pria itu penuh tanya."Cepat bangkit, bukankah kau bilang kita harus menikah?""Kau setuju?""Apa ungkapanku barusan t

    Last Updated : 2021-03-11
  • Cinta yang Tak Diundang   The Man You Love

    "Lakukanlah," ujar Fidella yang entah serius atau tidak."Hm, kau yakin?" Sagara menatap Fidella datar dan penuh keheranan."Hanya untuk menyempurnakan acara ini. Lakukanlah sebelum aku berubah pikiran," ketus Fidella menjawab.Sagara terkekeh sangat manis. Gadis ini memang selalu membawa hiburan tersendiri baginya."Bilang saja kau memang ingin mendapat ciuman sensualku," kelakar Sagara menggoda, Fidella membulatkan matanya."Itu tidak benar! Jangan pernah berpikir jika aku menginginkan hal itu. Semuanya hanya demi kesem, eumph."Sagara membungkam bibir Fidella membuat gadis itu terkejut dengan gerakan cepat Sagara. Fidella tak sempat mengambil ancang-ancang.Ia b

    Last Updated : 2021-03-11
  • Cinta yang Tak Diundang   Let it Flow

    "Kenapa hanya berdiri di situ? Kemarilah!" titah Ayah Fidella pada Sagara yang sedang berdiri di ambang pintu masuk ruang makan.Mereka berkumpul di ruang makan, terlihat Daniel yang sudah memulai sarapannya tanpa menunggu kehadiran sang kakak ipar. Sedangkan Fidella dan kedua orang tuanya masih menunggu Sagara bergabung.Ini adalah hari pertamanya menjadi seorang suami, sekaligus menjadi bagian dari keluarga besar Reno Vinandra Mathewson, ayah mertuanya. Fidella menoleh ke arah sang suami sambil menampilkan wajah malas. Kontras dengan ekspresi sendu yang kemarin mendominasi wajah cantik gadis itu."Nikmati saja kegilaannya, Sagara," batin pemuda itu menyunggingkan senyum tulusnya pada kedua mertua juga adik iparnya. Namun, tidak untuk istrinya."Kau pasti lelah, 'kan? Itu sebabnya kau bangun se

    Last Updated : 2021-03-11

Latest chapter

  • Cinta yang Tak Diundang   Misunderstanding

    "Siapa bintang tamunya?" tanya Fidella penasaran. Jenny menggulum senyum, sepertinya rencananya mengajak Fidella akan berjalan lancar."Michael Bubble," sebut Jenny sambil menjentikkan jarinya."Really?" pekik Fidella senang."Yups, benar sekali," jawab Jenny yakin.Michael Bubble adalah salah satu penyanyi jazz yang sangat diidolakan Fidella. Beberapa album dari penyanyi berbakat yang sekarang sudah berusia sekitar empat puluh tahunan itu sudah Fidella koleksi sejak lama.Salah satu album yang paling gadis itu suka adalah "It's Time" dan "Call Me Irresponsible". Dengan kedua album itu karir Michael Bubble semakin melejit hingga lagu-lagunya di album itu sukses merajai tangga lagu di Kanada, Us Billboard 200, dan Australia Album Chart.Bisa kalian bayangkan bagaimana perasaan Fidella sekarang ini? Bertemu dengan sang idola, sungguh hal yang

  • Cinta yang Tak Diundang   Michael Bubble

    "Jika seperti itu yang terjadi, maka lanjutkan saja. Jangan biarkan kebencian itu luntur sedikit pun hatimu. Jika dengan membenciku hatimu akan lebih tenang, maka benci aku selamanya. Lupakan kata-kataku yang pernah memintamu untuk tidak melepasku. Buang aku sejauh yang kau mau!" balas Sagara yang meneriaki Fidella.Merasa hatinya kian panas memikirkan hal tersebut, Sagara mencoba menarik napas dalam. Sagara berdiri, ia tidak kuat berlama-lama berseteru dengan Fidella."Apa ada yang bisa menghentikan laju angin untuk tidak berembus? Apa ada yang mampu menahan dentang waktu barang sedetik saja?" ketus Fidella menyoal sambil menyeka air matanya kasar.Gadis itu ikut berdiri. Menatap Sagara tajam dan menumpahkan kekecewaannya tanpa ragu dan malu. "Tidak satu pun insan yang mampu menghentikan tumbuh kembang perasaan seseorang. Tidak satu pun orang bisa menghentikan hati untuk men

  • Cinta yang Tak Diundang   Pertengkaran Tak Terduga

    "Berterima kasihlah padaku!" sungut Fidella kesal."Hah?" pekik Sagara merasa aneh."Aku yang membuatnya bukan ibu!" sentak Fidella sekali lagi. Ia menjelaskan dengan nada tinggi.Sagara terpaku. "Benarkah itu istrinya?" pikir Sagara konyol.Menyadari ini memalukan, Sagara menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Ia dibuat tak menyangka oleh tindakan Fidella, istri keras kepalanya."Maaf, kupikir itu—""Oke, aku paham," potong Fidella memaklumi.Gadis itu ikut berjongkok di sebelah suaminya. Dia meletakan nampan dan gelas jus tadi di atas tanah berlapis rumput."Setiap pagi kerjaanmu memberi makan ikan. Apa kau tidak bosan?" tanya Fidella membuka pembicaraan atau kalau tidak, kecanggungan ini akan mencekiknya lagi."Tidak sama sekali. Jika aku bosan, mungkin ikan-ikan cantik ini

  • Cinta yang Tak Diundang   Pasutri Unik

    "Hoamm ...."Fidella menguap lepas saat terbangun dari lelapnya. Ia mengerjapkan mata dan merasakan sesuatu yang aneh di daerah kening.Gadis itu mengambil handuk yang ternyata masih menyampir di sana. Fidella mengangkat sebelah alisnya, merasa heran."Siapa yang mengompresku? Apa itu ibu atau Lolly?" Fidella mencoba menerka-nerka."Wajahku terasa ringan dan tidak lengket. Apa ibu juga yang membersihkannya?" Kembali Fidella menerka dan menduga kalau itu adalah perbuatan ibunya, tanpa tahu hal tersebut adalah hasil kerja keras Sagara.Gadis itu menoleh ke arah meja. Matanya berbinar saat melihat sebuah mangkuk yang tertutup lengkap d

  • Cinta yang Tak Diundang   Romansa

    -Sagara Affandra Ramirez-Aku masuk sedikit mengendap-endap. Gadis itu sudah tertidur tanpa mengganti baju dan menghapus riasan natural di wajahnya. Mungkin karena kelelahan, hingga Fidella tak sempat membersihkan wajahnya.Kuletakan tas kerjaku di bawah ranjang, tepatnya di samping. Aku duduk di tepian tempat tidur Fidella.Walau terpejam, aku tahu mata Fidella sedikit membengkak. Apa dia banyak menangis diam-diam lagi hari ini?Gadis ini pasti tertekan dengan berita yang tersebar. Aku juga heran mengapa dia bisa serapuh ini saat menghadapi masalah yang menurutku tidak terlalu berat, dibandingkan dengan permasalahan tiga tahun lalu.Saat dia baru ke luar dari penjara, banyak orang-orang yang menggunjin

  • Cinta yang Tak Diundang   Kabar Buruk

    -Sagara Affandra Ramirez-Kulihat Fidella begitu tergesa ke luar dari mobil, berjalan lurus menuju rumah tanpa mengucap satu patah kata pun. Sepertinya dia masih marah padaku, terlihat jelas dari ekspresi juga caranya mendiamiku selama perjalanan pulang tadi.Bahkan, sejak kami berdua keluar dari rumah sakit dia sudah mendiamiku. Hah, wanita memang benar-benar rumit dan memusingkan.Selalu marah tanpa alasan yang jelas. Meminta suatu penjelasan dan ketika aku memberinya, dia malah tersinggung hingga menimbulkan permasalahan baru.Aku membuka seatbelt lebih dulu sebelum menyusul Fidella. Sebuah pesan masuk menghentikan niatku yang semula ingin segera membuka pintu.[Min Woo Hyung]-⟨ Hyena sakit. ⟩-Cobaan apa lagi ini? Tidak cukupkah hanya dengan kemarahan Fidella saja?Kenapa mesti ada hal lain yang membuat kepalaku pusing?

  • Cinta yang Tak Diundang   Perihal Luka dan Cinta

    "Sejak kapan kau mendengarkan kata orang?""Tolong jawablah aku sedang tidak ingin membentakmu hari ini, Sagara," pinta Fidella sekali lagi. Ia benar-benar menantikan jawaban itu.Dia ingin memastikan, apakah memang benar ucapan para penggosip itu. Jujur saja, jika ia sakit mengingat ialah penyebab sakitnya Sagara, seperti yang mereka bilang."Aku lebih senang dibentak daripada menjawab pertanyaan tidak penting," balas Sagara penuh ketegasan. Raut wajahnya tak bisa diterka, seperti biasa raut tenang itulah yang ditampilkannya. Meski ada sedikit guratan amarah terlihat, hal tersebut bukan masalah besar, karena mimik tenanglah yang lebih dominan.Sagara langsung beranjak meninggalkan Fidella. Pria itu hampir memasuki ruangannya dan tiba-tiba saja ada sesuatu yang menahannya untuk masuk.Memaksa

  • Cinta yang Tak Diundang   Terluka?

    Dr. Harold tahu Sagara bukan tipikal orang yang bisa mengungkapkan kegelisahannya. Pria muda itu pandai menyembunyikan perasaan dalam ketenangan yang selalu ia perlihatkan setiap hari.Bahkan, meski Dr. Harold sudah mengenal Sagara hampir enam tahun lamanya. Ia masih belum bisa memahami diri Sagara sepenuhnya. Menurutnya, Sagara itu terlalu misterius.Bukan karena ia tidak ingin memahami bocah itu lebih dalam, hanya saja Sagaralah yang tidak mengizinkan siapa pun memahami dirinya. Sagara tercenung, topik pembicaraan ini mulai terasa tidak nyaman untuknya."Terima kasih atas perhatian Anda, Ketua, tapi untuk urusan ini, biar aku dan Fidella saja yang menyelesaikannya," jelas Sagara dengan tenang dan sopan. Ia ingin menuntas perbincangannya dengan Dr. Harold, tetapi sepertinya itu tidak akan mudah."Alasan apa yang membuatmu bersedia menikahi Fidella, Sagara? Apa kau mencintainya?" tanya Dr. Ha

  • Cinta yang Tak Diundang   Kebungkaman

    Yang membuat kubangan emosi Fidella terkuras bukan karena mereka memanggilnya dengan sebutan jalang. Meski itu terdengar menyakitkan juga, tetapi bukan itu yang membuat emosionalnya memuncak, melainkan karena kata demi kata yang menjelaskan bahwa Sagara sangat menderita karenanya.Kata yang seakan menegaskan jika Fidella memang gadis murahan, yang mengemis belas kasih pada musuhnya sendiri. Tiap kata yang mengikrarkan jika Fidella adalah gadis terkejam di muka bumi, dengan menjadikan Sagara sebagai budak pelampiasannya.Benar, Fidella membenarkan hal itu. Semula ia meminta Sagara menikahinya hanya untuk menghindari aib yang akan melukai harga diri keluarganya.Fidella sama sekali tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan Sagara mengenai kejadian ini. Karena sejak awal nalar gadis itu memiliki keyakinan tinggi, jika hatinya tidak akan terusik atau melemah untuk sekadar memikirkan perasaan pria yang menjadi su

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status