Almaira berteriak karena shok dengan apa yang dilihatnya.
"Alam! bisa tidak kamu menutup tubuhmu itu dengan handuk!!" bentak Almaira.
"Salah siapa masuk kamar orang tidak mengetuk pintu terlebih dulu."
Almaira menarik nafas dan menghembuskan nafasnya dengan kesal. "Iya ... aku akui kalau aku salah. Tapi seenggaknya kamu bisa segera memakai pakaianmu terlebih dulu. Dan ini celana milikmu!" Almaira memberikan sebuah paper bag yang ia bawa dan masih berbalik memalingkan wajahnya.
"Aku tidak jadi pakai celana itu. Sekarang kamu bisa membalikkan badanmu," kata Alam yang sudah selesai berpakaian.
Almaira membalikkan badannya sambil menaikkan kacamatanya yang mau melorot.
"Kalau kamu tidak jadi pakai celana itu, kenapa pula kamu menyuruhku untuk cepat-cepat datang kesini?! merepotkan!" gerutu Almaira kesal.
"Aku tidak jadi ketemu sama Yunita. Sekarang papa memintaku untuk segera datang ke cafe. Hari ini kamu temani aku ke cafe milik papa."
"Ogah! aku tidak mau menemanimu!" tolak Almaira cepat.
"Baik ... kalau begitu gaji kamu bulan ini akan aku potong," ancam Alam.
Almaira memiringkan bibirnya, menghelang nafas kesal. "Oke, kamu yang menang. Dasar suka mengancam," gerutu Almaira.
Pada akhirnya Almaira pun pasrah dan mengikuti keinginan Alam.
Alam tersenyum sambil mengacak-acak rambut Almaira. Dan Almaira balik mengacak-acak rambut Alam.
"Brengsek!"
Alam kali ini terkekeh, karena ia berhasil membuat Almaira kesal dan jengkel.
Bagi Alam tidak afdol jika ia tidak membuat Almaira kesal.
"Berhentilah membuatku kesal! aku tidak ingin berlama-lama denganmu!" omel Almaira dengan menarik tangan Alam untuk mengajaknya segera berangkat.
"Tunggu!" Alam menghentikan langkah Almaira.
"Ada apa lagi?" tanya Almaira.
"Aku lupa tidak membawa jaketku."
Alam mengambil jaket miliknya itu yang berada di dalam lemari kamarnya.
"Yuk, berangkat."
Kini giliran Alam yang menarik tangan gadis cantik itu.
Mereka berdua segera turun menuruni tangga dan langsung keluar dari rumah tanpa berpamitan sama mamanya Alam.
"Kamu tidak pamit dulu dengan mama kamu?"
"Tidak perlu dia bukan ibuku. Lagi pula aku tidak ingin hidupku diatur olehnya. Wanita itu selalu memaksakan kehendaknya pada papa. Jika seandainya papa mau mendengarkan pendapatku dan agar tidak menikah lagi, mungkin mama akan kembali pada papa. Wanita itu telah mengendalikan papa."
"Tapi Alam, dia itu juga mama kamu."
"Aku tahu dia mamaku, tapi dia itu mama tiriku, aku tidak mau disetir olehnya. Bahkan aku juga tahu kalau wanita itu tidak ingin kita berteman. Tapi aku tidak perduli dengannya. Masa bodoh dengan wanita itu!" ujar Alam yang tidak suka dengan sikap mama tirinya yang mencoba untuk mengendalikan dirinya.
Almaira hanya bisa diam saja dan mengikuti apa yang Alam lakukan.
Alam menyuruh Almaira untuk masuk kedalam mobil dan segera berangkat ke cafe papanya.
Memang benar Tante Ratih adalah mama tiri dari Alam. Dulu papa Alam sempat bercerai dengan ibu kandung Alam yaitu Tante Mirna. Pada saat itu Tante Mirna ingin memperbaiki kesalahannya dan mencoba untuk mengatakan yang sebenarnya pada Om Hendra.Tapi Tante Ratih tiba-tiba datang diantara hubungan mereka. Dan Tante Ratih mengingatkan tentang sebuah penghianatan yang tidak pernah tante Mirna perbuat. Tante Mirna mencoba menjelaskan itu semua, namun papa Alam sudah terlanjur mempercayai Tante Ratih. Oleh sebab itu, papa Alam sudah tidak percaya dengan apa yang Tante Mirna katakan. Dan sejak itu pula papa Alam menikah dengan tante Ratih. Sementara Alam tidak begitu menyukai Tante Ratih. Apalagi Tante Ratih selalu menekan Alam, agar menuruti keinginannya untuk menjadi anak yang penurut. Namun Alam tidak menyukainya, karena Alam lebih suka hidup bebas, dia tidak ingin dikendalikan oleh mama tirinya. Apalagi mama tirinya juga sempat melarang Alam untuk berteman dengan Almaira.
"Almaira, bisakah kamu nanti setelah pulang dari cafe, membantuku memilihkan hadiah untuk Yunita?" tanya Alam saat di mobil.
Almaira terdiam, ia berfikir bahwa ia sebenarnya malas kalau diajak untuk memilihkan kado buat Yunita.
"Bagaimana, Almaira? Apakah kamu mau?" tanya Alam lagi.
"Sepertinya aku tidak bisa Alam," tolak Almaira. "Aku harus segera ke cafe milik kamu. Bukankah hari ini kamu juga ada janji dengan temanmu juga di cafe?" tambah Almaira menginginkan janjinya.
"Tidak jadi Almaira, temanku tidak jadi datang ke cafe, karena dia ada urusan mendadak yang perlu ia bereskan. Jadi, dia mengajak bertemu lain waktu. Bahkan anehnya dia juga ingin bertemu dengan calon istriku."
"Calon istri?!" ulang Almaira.
Almaira terkekeh mendengarnya.
"Iya, calon istriku," angguk Alam.
"Kamu akan mengajak Yunita untuk bertemu temanmu itu?" tanya Almaira memastikan dan langsung tertawa lepas mendengarnya.
"Yunita tidak mau, apalagi mengajaknya untuk berpura-pura jadi calon istriku."
"Aneh! kok dia nggak mau diperkenalkan sama temanmu sebagai calon istrimu? bukankah hubungan kalian itu sangat serius sekali?" tanya Almaira lagi.
"Kamu tahu sendiri kan mengenai Yunita seperti apa? jadi, kamu jangan bertanya mengenai dia lagi. Wanita itu tidak mau kalau diajak serius, apalagi berbicara mengenai pernikahan. Yunita masih belum mau serius."
Almaira hanya diam dan manggut-manggut seperti ayam yang mau makan.
"Seandainya kamu tahu kelakuan jelek Yunita di belakangmu, mungkin kamu pasti sudah minta putus dari Yunita, Alam," batin Almaira.
Alam kemudian menjalankan mobilnya dan fokus pada menyetirnya agar ia dan Almaira cepat sampai di cafe milik papanya.
***
Setelah beberapa menit kemudian mereka sampai di cafe milik Om Hendra, ayah dari Alam.
"Selamat siang Pa, maaf Alam terlambat. Karena Alam tadi menunggu Almaira. Alam ingin kesini bersama dengan Almaira."
"Iya Alam. Justru Papa senang kamu mengajak Almaira. Karena Papa tahu, Almaira adalah gadis yang baik. Papa senang kamu juga memperkerjakan Almaira di cafe milik kamu," kata Om Hendra.
Om Hendra pun tersenyum pada Almaira.
Almaira membalas senyuman dari Om Hendra.
Senyuman Om Hendra begitu teduh, seakan-akan Almaira merasakan senyuman seorang ayah bagi Almaira. Bahkan Almaira sendiri juga menganggap Om Hendra seperti ayahnya sendiri. Selama ini Om Hendra begitu baik pada dirinya dan juga ibu dan adiknya. Bahkan Om Hendra juga sudah banyak membantu keluarganya.
Semenjak ayah Almaira meninggal dalam insiden kecelakaan dan menewaskan ayah Almaira. Om Hendra lah yang selama ini membantu keluarga Almaira dalam kesulitan. Walaupun Tante Ratih tidak begitu suka dengan sikap perhatian Om Hendra terhadap keluarga Almaira. Om Hendra melakukan ini semua juga atas dasar keikhlasan dan ingin membalas semua jasa ayah Almaira, karena berkat ayah Almaira, Om Hendra bisa selamat dari kecelakaan. Ayah Almaira telah mengorbankan nyawanya demi Om Hendra.
"Om senang kamu ikut kesini Almaira."
"Iya Om," jawab Almaira dan tersenyum pada Om Hendra.
Om Hendra lantas berbicara pada Alam setelah membalas senyuman dari Almaira, yang sudah dianggap seperti putrinya sendiri.
"Alam ... Papa ingin kamu tidak memperkerjakan Almaira sebagai pelayan di cafe milikmu. Papa ingin kamu mengangkat Almaira sebagai sekertaris pribadi kamu."
"Sekertaris pribadi Om?!" ulang Almaira yang tersentak kaget mendengarnya.
Bersambung ....
Om Hendra mengangguk. Sementara Almaira masih tertegun mendengarnya. "Ada apa Almaira? Apakah kamu tidak menyukainya jika Om meminta Alam untuk menjadikan kamu sebagai sekertaris pribadi Alam?" tanya Om Hendra pada Almaira. Almaira yang tadinya masih melongo pun gelagapan. "Tidak Om Hendra. Sepertinya aku tidak cocok untuk menjadi sekertaris pribadi Alam, Om," tolak Almaira secara halus. "Kenapa kamu tidak mau Almaira? Banyak orang yang ingin mendapatkan jabatan seperti itu. Kenapa kamu menolaknya Almaira?" tanya Om Hendra pada Almaira. Almaira terdiam sejenak dan berfikir. Namun Alam yang menjawab pertanyaan dari Om Hendra. "Jelas saja Almaira tidak mau Pa. Almaira tidak ingin terikat dengan jabatan itu. Apalagi melayaniku sebagai sekertaris pribadi. Almaira lebih suka bebas dan tak terikat," sahut Alam yang seakan-akan mengerti jalan pikiran Almaira. "Nggak kok Om! Itu semua bohong!" elak Almaira cepat.
Sesampainya di cafe, Alam menyuruh Almaira untuk menemani dirinya di ruangan Alam. "Almaira, untuk sekarang ini aku minta sama kamu untuk selalu mengikutiku kemana pun aku pergi," perintah Alam pada Almaira. Almaira memiringkan bibirnya dengan menghelang nafas sejenak. "Baiklah, tapi jangan kamu suruh aku untuk mengawalmu saat kamu bersama-sama dengan Yunita," kata Almaira dengan nada suara datar. Alam tersenyum pada Almaira. "Tidak ... kecuali dalam keadaan mendesak. Terpaksa kamu harus ikut denganku untuk menemaniku bersama dengan Yunita." "Please ... jangan jadikan aku kambing congek! Aku lebih baik jadi pelayan cafemu seperti biasa, dari pada aku harus menjadi sekertaris pribadimu. Aku sebenarnya enggan menjadi sekertarismu, Alam. Jika seandainya aku tidak butuh uang untuk membiayai sekolah adikku, dan membantu ibuku, aku pasti menolak tawaran ini," kata Almaira. Tapi Alam lagi-lagi terse
Almaira kaget saat Alam tiba-tiba datang dan langsung menarik tangan Almaira untuk segera keluar dari gudang. Joni yang berada di dalam gudang mengeluh kesal karena niatnya terhadap Almaira telah gagal. Gara-gara Alam yang tiba-tiba datang dan langsung menarik tangan Almaira untuk keluar dari gudang. "Sialan si, bos! Hampir saja niatku untuk mencium Almaira berhasil, tapi bos telah menggagalkan niatku ini. Tapi tidak apalah, aku akan mencoba mendekati Almaira lagi. Karena aku tidak ingin membuat wanita cantik itu lepas dariku. Wangi tubuhnya, bahkan telah membangkitkan naluriku sebagai seorang laki-laki. Aku tidak akan pernah melepaskanmu , Almaira. Aku akan mencari kesempatan yang lain, saat kita hanya berdua saja," kata Joni yang punya niatan jahat terhadap Almaira. Sementara itu Alam terus menarik tangan Almaira sampai Almaira dibawa Alam masuk ke dalam ruangan Alam. "Apa yang kamu lakukan di gudang bersama Joni?!" tanya Alam dengan nada suar
Langsung saja Alam keget mendengar teriakkan dari Almaira. Alam membungkam kedua telinganya sambil menoleh kearah Almaira. "Bisa tidak kamu masuk ke dalam kamar tidak berteriak?!" kata Alam sambil mengorek-ngorek kedua telinganya yang terasa melengking karena mendengar teriakkan dari Almaira. Almaira tidak menjawab pertanyaan dari Alam, ia langsung melepar bantal tepat ke muka Alam. "Nih ... rasain kamu!" Alam pun gelagapan. "Kamu matiin nggak leptop kamu itu?!" kata Almaira sambil berkancah pinggang. "Memangnya kenapa? Itu kan laptop aku. Terserah dong, mau aku matiin apa nggak?!" Almaira tak lagi banyak berkata ia langsung mematikan laptop milik Alam. "Dasar otak kotor! Otak menjijikkan! Kamu sadar nggak sih apa yang sebenarnya kamu tonton itu?!" maki Almaira dengan penuh kekesalan. "O ... itu? Itu kan film bagus," jawab Alam santai. "Film bagus?!" ulan
"Sudah puas gosipnya?" tanya Alam pada Almaira yang baru masuk ke dalam ruangan Alam. Almaira hanya berjalan santai sambil memiringkan bibirnya. Ia langsung duduk tak memperdulikan Alam. Almaira fokus melihat beberapa data keuangan dari cafe milik Alam ini. Alam hanya menggelengkan kepalanya melihat sikap Almaira yang selalu seenaknya saja pada dirinya. Alam menghelang nafas panjang. "Dasar gadis aneh!" gumam Alam sendiri. Alam mulai fokus kembali melihat beberapa resep racikan yang sekarang sedang digandrungi para anak muda jaman sekarang di laptop miliknya. Kemudian ia pun keluar dari ruangan untuk menemui Yoga untuk mencoba beberapa racikan kopi terbaru. Dari varian rasa berbeda dan menggugah selera. Hari ini cafe juga terlihat sedikit ramai, sampai karyawan cafe pun sedikit kuwalahan. Almaira yang sudah selesai dengan pekerjaannya di ruangan Alam pun langsung ikut membantu pula bersama dengan pelayanan cafe yang lainnya.
Almaira langsung menjitak kepalanya Alam."Sakit tahu!" protes Alam dengan memegangi kepalanya yang terasa sedikit sakit akibat dijitak oleh Almaira.Almaira terkekeh melihat Alam."Makanya, jangan sekali-kali bilang kalau aku itu cemburu dengan pacar kamu itu, aku tidak mungkin menyukai dirimu, dan kamu jangan sok kepedean!" elak Almaira cepat. Ia juga mencoba untuk selalu menutupi perasaan yang sesungguhnya pada Alam."Baiklah, Nona cerewet! Sekarang kita segera kembali ke cafe. Aku tidak mau lagi berdebat denganmu. Ujung-ujungnya aku yang kalah. Aku tahu jika kamu tidak mungkin bisa mendapatkan posisi Yunita di hatiku, karena dalam hatiku cuman ada Yunita," tutur Alam yang sudah berjalan duluan keluar menuju mobilnya.Almaira langsung terdiam seribu bahasa saat ia mendengar apa yang Alam katakan barusan. Ia harus terima kenyataan bahwa dalam hatinya Alam hanya ada Yunita seorang. Tidak ada wanita lain lagi yang ada di dalam hatinya Alam.
"Maafkan aku Almaira. Aku tidak membawa kuncinya, sehingga kita terjebak bersama di ruanganku ini," ucap Alam yang merasa kebingungan juga lantaran ia bingung harus keluar lewat mana.Almaira hanya diam dan berfikir dan kedua matanya langsung tertuju kearah jendela."Dasar bodoh! Kita kan bisa lewat jendela ini," Almaira menuju kearah jendela ruangan Alam.Ia segera menuju kearah jendela dan membukanya, namun jendelanya tidak bisa dibuka."Kok tidak bisa dibuka sih?!" tanya Almaira pada Alam.Alam menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia bahkan meringis, "Maafkan aku, Almaira. Jendela itu juga macet sudah lama dan tidak bisa dibuka," ucapnya.Almaira langsung menepuk keningnya sendiri, "Ya Tuhan ... lengkap sudah penderitaan ku. Sekarang kita terjebak dalam ruangan ini dan tidak akan bisa keluar kecuali besok jika para karyawan cafe sudah datang."Alam hanya diam saja dan kemudian mondar-mandir mencoba untuk mencari
Terlihat matahari sudah menunjukkan sinarnya. Cahayanya yang terang mulai membias menebus jendela kaca ruangan Alam.Almaira mulai terbangun saat cahaya matahari itu tepat jatuh dimatanya sehingga membuatnya terbangun."Rupanya sudah pagi, sudah jam enam," gumam Almaira yang kemudian ia bangun dari tidurnya. Saat ia bangun ia melihat Alam yang masih tertidur di sofa juga."Dasar pemalas!" batin Almaira yang kemudian langsung masuk kedalam kamar mandi untuk mencuci mukanya.Sebelum masuk Almaira mengambil handuk kecil dan juga sabun untuk mukanya agar wajahnya terlihat lebih segar kembali. Selain itu ia berharap agar ada karyawan yang datang dan segera mengeluarkan dirinya dan juga Alam dari ruangan ini. Tidak mungkin dirinya akan selamanya terkurung di ruangan ini bersama dengan Alam.Almaira masuk kedalam kamar mandi untuk buang air kecil dan juga menggosok gig
"Kamu memang sudah gila Alam!" ucap Almaira sambil memejamkan matanya dan mencoba untuk mendorong tubuhnya Alam. Ia tidak ingin Alam dan tega melakukan tindakan bodoh itu.Alam yang tidak tega melihat Almaira yang merasa ketakutan dan langsung mengalihkan pembicaraan."Dasar bodoh! Aku masih waras tahu!" tutur Alam sambil menjitak kepala Almaira.Almaira langsung membuka matanya dan memegang kepalanya yang terasa sedikit sakit akibat dijitak oleh Alam."Kukira kamu memang sudah gila, hehehe ....""Meringis!"Almaira masih menunjukkan giginya yang berbaris dengan rapi."Aku itu masih waras Almaira, aku tidak akan melakukan tindakan bodoh itu padamu. Mana mungkin aku akan melakukannya itu padamu? Kecuali jika kamu mau menyerahkan semuanya padaku dengan suka rela."Almaira yang mendengar ucapan Alam langsung melotot dan mendorong Alam. Alam pun terjatuh diatas sofa dibelakangnya.Almaira kemudi
Terlihat matahari sudah menunjukkan sinarnya. Cahayanya yang terang mulai membias menebus jendela kaca ruangan Alam.Almaira mulai terbangun saat cahaya matahari itu tepat jatuh dimatanya sehingga membuatnya terbangun."Rupanya sudah pagi, sudah jam enam," gumam Almaira yang kemudian ia bangun dari tidurnya. Saat ia bangun ia melihat Alam yang masih tertidur di sofa juga."Dasar pemalas!" batin Almaira yang kemudian langsung masuk kedalam kamar mandi untuk mencuci mukanya.Sebelum masuk Almaira mengambil handuk kecil dan juga sabun untuk mukanya agar wajahnya terlihat lebih segar kembali. Selain itu ia berharap agar ada karyawan yang datang dan segera mengeluarkan dirinya dan juga Alam dari ruangan ini. Tidak mungkin dirinya akan selamanya terkurung di ruangan ini bersama dengan Alam.Almaira masuk kedalam kamar mandi untuk buang air kecil dan juga menggosok gig
"Maafkan aku Almaira. Aku tidak membawa kuncinya, sehingga kita terjebak bersama di ruanganku ini," ucap Alam yang merasa kebingungan juga lantaran ia bingung harus keluar lewat mana.Almaira hanya diam dan berfikir dan kedua matanya langsung tertuju kearah jendela."Dasar bodoh! Kita kan bisa lewat jendela ini," Almaira menuju kearah jendela ruangan Alam.Ia segera menuju kearah jendela dan membukanya, namun jendelanya tidak bisa dibuka."Kok tidak bisa dibuka sih?!" tanya Almaira pada Alam.Alam menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia bahkan meringis, "Maafkan aku, Almaira. Jendela itu juga macet sudah lama dan tidak bisa dibuka," ucapnya.Almaira langsung menepuk keningnya sendiri, "Ya Tuhan ... lengkap sudah penderitaan ku. Sekarang kita terjebak dalam ruangan ini dan tidak akan bisa keluar kecuali besok jika para karyawan cafe sudah datang."Alam hanya diam saja dan kemudian mondar-mandir mencoba untuk mencari
Almaira langsung menjitak kepalanya Alam."Sakit tahu!" protes Alam dengan memegangi kepalanya yang terasa sedikit sakit akibat dijitak oleh Almaira.Almaira terkekeh melihat Alam."Makanya, jangan sekali-kali bilang kalau aku itu cemburu dengan pacar kamu itu, aku tidak mungkin menyukai dirimu, dan kamu jangan sok kepedean!" elak Almaira cepat. Ia juga mencoba untuk selalu menutupi perasaan yang sesungguhnya pada Alam."Baiklah, Nona cerewet! Sekarang kita segera kembali ke cafe. Aku tidak mau lagi berdebat denganmu. Ujung-ujungnya aku yang kalah. Aku tahu jika kamu tidak mungkin bisa mendapatkan posisi Yunita di hatiku, karena dalam hatiku cuman ada Yunita," tutur Alam yang sudah berjalan duluan keluar menuju mobilnya.Almaira langsung terdiam seribu bahasa saat ia mendengar apa yang Alam katakan barusan. Ia harus terima kenyataan bahwa dalam hatinya Alam hanya ada Yunita seorang. Tidak ada wanita lain lagi yang ada di dalam hatinya Alam.
"Sudah puas gosipnya?" tanya Alam pada Almaira yang baru masuk ke dalam ruangan Alam. Almaira hanya berjalan santai sambil memiringkan bibirnya. Ia langsung duduk tak memperdulikan Alam. Almaira fokus melihat beberapa data keuangan dari cafe milik Alam ini. Alam hanya menggelengkan kepalanya melihat sikap Almaira yang selalu seenaknya saja pada dirinya. Alam menghelang nafas panjang. "Dasar gadis aneh!" gumam Alam sendiri. Alam mulai fokus kembali melihat beberapa resep racikan yang sekarang sedang digandrungi para anak muda jaman sekarang di laptop miliknya. Kemudian ia pun keluar dari ruangan untuk menemui Yoga untuk mencoba beberapa racikan kopi terbaru. Dari varian rasa berbeda dan menggugah selera. Hari ini cafe juga terlihat sedikit ramai, sampai karyawan cafe pun sedikit kuwalahan. Almaira yang sudah selesai dengan pekerjaannya di ruangan Alam pun langsung ikut membantu pula bersama dengan pelayanan cafe yang lainnya.
Langsung saja Alam keget mendengar teriakkan dari Almaira. Alam membungkam kedua telinganya sambil menoleh kearah Almaira. "Bisa tidak kamu masuk ke dalam kamar tidak berteriak?!" kata Alam sambil mengorek-ngorek kedua telinganya yang terasa melengking karena mendengar teriakkan dari Almaira. Almaira tidak menjawab pertanyaan dari Alam, ia langsung melepar bantal tepat ke muka Alam. "Nih ... rasain kamu!" Alam pun gelagapan. "Kamu matiin nggak leptop kamu itu?!" kata Almaira sambil berkancah pinggang. "Memangnya kenapa? Itu kan laptop aku. Terserah dong, mau aku matiin apa nggak?!" Almaira tak lagi banyak berkata ia langsung mematikan laptop milik Alam. "Dasar otak kotor! Otak menjijikkan! Kamu sadar nggak sih apa yang sebenarnya kamu tonton itu?!" maki Almaira dengan penuh kekesalan. "O ... itu? Itu kan film bagus," jawab Alam santai. "Film bagus?!" ulan
Almaira kaget saat Alam tiba-tiba datang dan langsung menarik tangan Almaira untuk segera keluar dari gudang. Joni yang berada di dalam gudang mengeluh kesal karena niatnya terhadap Almaira telah gagal. Gara-gara Alam yang tiba-tiba datang dan langsung menarik tangan Almaira untuk keluar dari gudang. "Sialan si, bos! Hampir saja niatku untuk mencium Almaira berhasil, tapi bos telah menggagalkan niatku ini. Tapi tidak apalah, aku akan mencoba mendekati Almaira lagi. Karena aku tidak ingin membuat wanita cantik itu lepas dariku. Wangi tubuhnya, bahkan telah membangkitkan naluriku sebagai seorang laki-laki. Aku tidak akan pernah melepaskanmu , Almaira. Aku akan mencari kesempatan yang lain, saat kita hanya berdua saja," kata Joni yang punya niatan jahat terhadap Almaira. Sementara itu Alam terus menarik tangan Almaira sampai Almaira dibawa Alam masuk ke dalam ruangan Alam. "Apa yang kamu lakukan di gudang bersama Joni?!" tanya Alam dengan nada suar
Sesampainya di cafe, Alam menyuruh Almaira untuk menemani dirinya di ruangan Alam. "Almaira, untuk sekarang ini aku minta sama kamu untuk selalu mengikutiku kemana pun aku pergi," perintah Alam pada Almaira. Almaira memiringkan bibirnya dengan menghelang nafas sejenak. "Baiklah, tapi jangan kamu suruh aku untuk mengawalmu saat kamu bersama-sama dengan Yunita," kata Almaira dengan nada suara datar. Alam tersenyum pada Almaira. "Tidak ... kecuali dalam keadaan mendesak. Terpaksa kamu harus ikut denganku untuk menemaniku bersama dengan Yunita." "Please ... jangan jadikan aku kambing congek! Aku lebih baik jadi pelayan cafemu seperti biasa, dari pada aku harus menjadi sekertaris pribadimu. Aku sebenarnya enggan menjadi sekertarismu, Alam. Jika seandainya aku tidak butuh uang untuk membiayai sekolah adikku, dan membantu ibuku, aku pasti menolak tawaran ini," kata Almaira. Tapi Alam lagi-lagi terse
Om Hendra mengangguk. Sementara Almaira masih tertegun mendengarnya. "Ada apa Almaira? Apakah kamu tidak menyukainya jika Om meminta Alam untuk menjadikan kamu sebagai sekertaris pribadi Alam?" tanya Om Hendra pada Almaira. Almaira yang tadinya masih melongo pun gelagapan. "Tidak Om Hendra. Sepertinya aku tidak cocok untuk menjadi sekertaris pribadi Alam, Om," tolak Almaira secara halus. "Kenapa kamu tidak mau Almaira? Banyak orang yang ingin mendapatkan jabatan seperti itu. Kenapa kamu menolaknya Almaira?" tanya Om Hendra pada Almaira. Almaira terdiam sejenak dan berfikir. Namun Alam yang menjawab pertanyaan dari Om Hendra. "Jelas saja Almaira tidak mau Pa. Almaira tidak ingin terikat dengan jabatan itu. Apalagi melayaniku sebagai sekertaris pribadi. Almaira lebih suka bebas dan tak terikat," sahut Alam yang seakan-akan mengerti jalan pikiran Almaira. "Nggak kok Om! Itu semua bohong!" elak Almaira cepat.