Mamak Sutan Sati terdiam setelah mendengar kata-kata Farhan. Menurutnya, Farhan cukup berani setelah berkali-kali dia mengacuhkan anak Bunda Aisyah itu. Sesungguhnya Dia pun masih merasakan sakit hati dengan kejadian di Jakarta waktu itu. Farhan telah mencoreng wajahnya, hingga dia harus menanggung malu dari seluruh warga kampung. Karena berita yang tersebar, bahwa Nadira dinikahi Farhan dengan sebuah perjanjian, kemudian diceraikan karena Farhan telah memiliki wanita lain. Sungguh harga diri keluarganya jatuh sejatuh-jatuhnya. Mamak Sutan Sati memandang tajam pada satu-satunya anak Bunda Aisyah yang saat ini tertunduk bersila di hadapannya. Menahan emosi yang kembali berkorbar. Namun saat ini dia melihat kesungguhan dari sikap Farhan. Berbagai pertimbangan berada di benaknya. Mamak menarik napas panjang. Berusaha meredam sesuatu yang bergejolak di dalam sana. Berusaha untuk berdamai dengan hatinya sendiri. Tatapan tajamnya menghujam manik mata biru milik Farhan. "Dengar, Farhan!
Farhan baru saja keluar dari mobilnya. Kali ini tidak ada Iwan bersamanya. Pria berbadan tinggi tegap itu melangkah menuju tangga rumah gadang Nadira. Dari atas rumah, Nadira memandang Farhan yang tampil berbeda hari ini. Pria berbadan atletis itu telah mencukur sebagian kumis dan jambangnya. Hingga terlihat semakin rupawan. Farhan mengenakan jaket denim dan celana jeans, membuat pria itu tampak jauh lebih muda. Farhan tersentak ketika menoleh ke jendela. Tatapan tajam Neil menghujam bola matanya. Namun Farhan tak gentar. Pandangan Neil yang seakan ingin membunuhnya, dibalas dengan seringai oleh Farhan. Sementara di jendela yang lainnya, Nadira terlihat cemas dan memucat melihat dua pria yang melempar pandangan seakan saling menantang. "Nara, kamu akan pergi dengan pria pengecut ini? Pria yang telah berkali-kali menyakitimu? Pria yang telah mempermalukan keluarga besarmu?" Nadira terkejut mendengar perkataan Neil. Dia heran Neil mengetahui semuanya. "Maaf, Neil. Masalah itu ad
"Bagaimana, Dira? Kamu mau kan kita bersatu kembali, Sayang?" Farhan menatap lekat wanita yang telah melahirkan buah hatinya itu. Saat ini Nadira berada tepat di hadapannya. Wajah mereka begitu dekat. Nadira pun menatap Farhan tak percaya. Pandangan mereka seakan terkunci satu sama lain. "Nadira ..." Nadira terdiam. Hati Farhan mencelos saat melihat ada keraguan pada sikap mantan istrinya itu. "Kenapa, Sayang?" Sesungguhnya ada yang berdebar di dadanya saat Farhan memanggilnya sayang. Namun entah kenapa ada sesuatu yang masih mengganjal di hatinya saat ini. "Maaf Uda. Ada sesuatu yang masih mengganjal di hatiku."."Apa, Sayang? Katakan! Apa kamu masih meragukan cintaku?" Farhan menangkup kedua pipi mulus dan putih milik Nadira. Perlahan Wanita bermata bulat itu melepaskan tangan mantan suaminya. "Maaf ... Aku terlalu bersemangat, hehe ..." Farhan spontan melepaskan tangannya saat tersadar. "Uda, bagaimana dengan Erika?" Nadira kembali merasakan sesak saat menyebut nama wa
Nadira hanya diam menatap Farhan dengan gelisah. "Nadira, ada apa, Sayang?" Cairan bening mulai memenuhi kedua kelopak mata Nadira. Namun sebisa mungkin dia tahan. Dia tak ingin terlihat menangis di depan mantan suaminya itu. "Tidak apa, Uda. Ayo kita ke rumah sakit sekarang!' Nadira melangkah lebih dulu melewati Farhan. Pria itu meraih ponselnya di atas meja, lalu .menaruhnya di dalam kantong celana. Farhan melihat ada sesuatu yang tak beres. Raut wajah Nadira tiba-tiba saja berubah. Perlahan mereka menuruni anak tangga restoran rumah panggung. Beberapa pengunjung yang ternyata mengenali mereka memandang keduanya dengan tatapan heran. Mereka pasti sudah tahu kisah tentang pernikahan Nadira dan Farhan yang berakhir karena perjanjian itu. ù "Nadira? Bukannya kalian ini sudah ...." Seorang Wanita paruh baya menyapa Nadira . "Eeh ..., uni ita? Apo kaba, uni?" Nadira sontak menyalami wanita itu. Sementara beberapa pengunjung dari saung di sekitar mereka tak lepas memandang ke
"Hai, Neil. Kamu kembali ke Jakarta hari ini juga?" Nadira tercengang melihat Neil dengan mengenakan jaket kulit berwarna coklat tua sudah berdiri di depannya. Kali ini Neil tak mengikat rambutnya. Dia membiarkan rambut sebahunya bergerak bebas "Halaaah, palling juga dia ngikutin!" sindir Farhan seraya tersenyum sinis pada Neil. "Ya, memang benar aku ngikutin Nara. Aku nggak mau dia nangis lagi gara-gara kamu!" "Sudah-sudah Neil, Aku nggak apa-apa!" Nadira mulai cemas dua pria itu kembali bersitegang. Apalagi saat mengetahui bahwa mereka akan terbang dengan pesawat yang sama. Nadira semakin khawatir. Pasalnya Neil tak suka dibantah keinginannya. Sementara Farhan tak suka Neil mendekati mantan istrinya. Risa yang sejak tadi melihat keributan Neil dan Farhan yang seolah-olah memperebutkan Nadira, membuat dirinya kesal dan semakin iri. Apalagi sepertinya Neil dan Farhan tidak peduli padanya. Padalah menurutnya, dirinya jauh lebih cantik dan muda dari pada Nadira. Neil duduk di sa
"Bagaimana? Apa Aku boleh menumpang di mobilmu?'" Erika tersentak dari lamunannya. Kemudian menatap pria di hadapannya dengan tatapan tak yakin. "Kenapa? kamu takut aku culik, Nona cantik?' Pria itu menaik turunkan alisnya mencoba untuk menggoda. Erika tersipu malu mendengar pujian yang ditujukan untuknya. Dadanya semakin berdebar, hingga tak mampu untuk berkata-kata. "Mungkin setelah melihat ini, kamu justru akan minta diculik olehku." Pria gondrong itu .mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya. Erika menerima sebuah kartu nama yang disodorkan oleh pria itu. "Neilson Patrick?" Mata Erika membelalak saat melihat nama Neil di kartu nama sebagai pemilik sebuah perusahaan besar di kota Jakarta. Erika kembali menatap Neil, tak percaya bahwa saat ini yang berada di hadapannya adalah seorang anak konglomerat. "Bagaimana? Bersediakah kamu aku culik sekarang?" Mereka berdua terkekeh. "Kenalkan, Aku Erika." Neil meraih uluran tangan wanita bertubuh tinggi itu. "Ayo, Aku antar kamu pu
"Tolong cepat, Pak! " Farhan semakin cemas karena Nadira tak sadarkan diri. Suhu tubuhnya semakin tinggi. Jantung Farhan terus berpacu. Dia begitu khawatir pada mantan istrinya itu. Tak sadar setetes bulir bening mengalir dari sudut matanya. Sesaat ingatannya kembali ke masa lalu, ketika itu Nadira baru beberapa bulan menjadi istrinya. "Uda, maaf ..., Aku kurang enak badan. Bisa antar aku ke dokter sore nanti?" "Jangan manja! Pesan taksi saja! Sudah kubilang, urus diri kita masing-masing!" Nadira saat itu tak menjawab, sementara Farhan pergi meninggalkannya tanpa peduli apa yang terjadi berikutnya. Saat malam tiba, Farhan menemukan Nadira tertidur dengan tubuh menggigil. Namun saat itu dia tetap tak peduli dan membiarkan para pelayan yang mengurus istrinya.Farhan meremas rambutnya frustasi mengingat hal itu. Suami macam apa dirinya? Pergi begitu saja dan tak peduli ketika istri membutuhkannya. Farhan menatap.wajah Nadira lekat yang saat ini terbaring di atas jok mobil dengan
Setelah lima hari dirawat, Nadira sudah kembali sehat dan pulang ke rumah. Selama di rumah sakit, Farhan selalu menemaninya tanpa sedikitpun meninggalkannya. Farhan meyerahkan semua pekerjaan kantor pada Nola yang sekarang dibantu oeh Risa. Pria itu ingin lebih fokus dalam merawat Nadira. Sejak hari itu, Neil tidak pernah lagi datang atau pun memberi kabar. Menurut Vivi, Neil mengunjungi orang tuanya yang saat ini sedang berada di Amerika. Erika pun tak pernah lagi datang ke kantor Farhan. Wanita itu juga tidak lagi menghubungi Farhan. Entah ke mana perginya Erika. "Kamu benar-benar menepati janjimu, Neil!" gumam Nadira seraya memandang fotonya bersama dengan Neil dan Vivi ketika mereka masih duduk di bangku kuliah. Nadira memang masih memajang foto mereka bertiga di lemari buku, di dalam.ruang kerja kantornya. Neil selalu ada untuknya. Nadira, seorang gadis perantauan yang hidup sendiri di kota Jakarta, tidak jarang mengalami berbagai kesulitan hidup. Namun apapun kesulitan yang