Begitu menoleh, Neil melihat Lyana yang berdiri di belakangnya.Neil tidak menghindar, dia menjawab sambil tersenyum, "Tidak, tidak ada."Lyana melirik mobil yang baru melaju pergi."Kamu pasti punya tujuan jahat." Lyana mengernyit. "Aku nggak mau menyewakan penginapan ini untukmu. Kami kembalikan uangnya sekarang juga, silakan pergi!""Apa maksudmu?" Neil masih tersenyum."Kamu tuli? Nggak ngerti maksudku?" Lyana benar-benar marah. "Kalau nggak mau pergi, aku lapor polisi sekarang juga!"Neil juga punya harga diri, dia tidak bisa terus memaksa. Ditambah, Neil juga tidak mau memperbesar masalah ini."Baik, aku segera pergi.""Hem, ternyata tebakanku benar. Begitu diancam lapor polisi, langsung takut. Sana, cepat pergi!" Lyana memutar bola matanya."Kamu sangat membenciku cuma gara-gara masalah tempo hari? Aku sudah menjelaskan, aku salah mengenali orang.""Kalau nggak marah, terus aku mesti ngapain? Membunuh orang?" tanya Lyana.Raut wajah Neil sontak berubah, dia kelihatan pucat. Nyon
"Siapa pelakunya?" Shawn menggenggam erat ponselnya."Aku kirimkan fotonya."Tak berapa lama, Shawn menerima sebuah kiriman foto. Begitu membuka foto tersebut, Shawn melihat sosok seorang pria yang mengenakan topi.Walaupun Harvey berusaha menyamar, Shawn tetap mengenalinya.Detektif itu lanjut menceritakan, "Dokter itu sengaja menyimpan foto ini. Aku sudah selidiki, pria ini memang sempat datang ke Negara Mauro, padahal dia adalah orang Negara Zava. Di rumahnya juga ada bayi ...."Semua tebakan Shawn terbukti benar."Aku mengerti," jawab Shawn dengan tenang. Setelah menutup panggilannya, Shawn berdiri mematung di tempat.Yvonne menaruh pakaian yang baru dilipatnya ke dalam lemari, lalu menghampiri Shawn. "Siapa yang telepon? Kok kamu melamun?"Shawn menaruh ponselnya, raut wajahnya terlihat lega."Shawn ada apa? Kamu jarang-jarang tersenyum tanpa sebab." Yvonne penasaran."Coba tebak?""Sudah ada kabar soal anak kita?" tanya Yvonne dengan gugup. "Anak kita ... baik-baik saja, 'kan?""
Yvonne melihat kancing piyamanya yang terbuka hingga menunjukkan bagian tulang selangka.Wajah Yvonne sontak memerah, dia memelototi Shawn sambil memarahinya, "Dasar! Hidung belang!""Kamu adalah istriku." Shawn menundukkan kepala dan mengecup bagian dada Yvonne.Yvonne terkejut, lalu mendorong Shawn secara spontan. "Jangan macam-macam!"Shawn mengangkat kepalanya, tatapannya terlihat makin membara. Dia memeluk erat Yvonne sambil mendekatkan wajah. Seketika, napas mereka pun beradu di tengah hasrat yang menggebu.Shawn menatap kedua mata Yvonne yang bersinar seperti bintang. "Aku kangen."Wajah Yvonne terasa panas dan memerah. Sebelum sempat berkata-kata, sebuah ciuman hangat berlabuh di bibirnya.Di tengah panasnya cumbuan, Shawn memasukkan tangannya ke dalam pakaian Yvonne. Shawn mengusap lembut setiap bagian tubuh Yvonne."Yvonne ...." Shawn berbisik di samping telinga Yvonne, "Aku mencintaimu."Selama beberapa waktu ini Yvonne masih harus beristirahat setelah melahirkan, makamnya S
"Katanya kita mau ke Kota Sunrise?"Shawn menatap Yvonne dengan serius. "Sekarang sudah malam, kita berangkat besok. Kamu harus tidur.""Nggak mau, aku mau berangkat sekarang! Aku nggak perlu tidur lma-lama." Yvonne langsung memejamkan mata.Shawn tidak berdaya, Yvonne sangat keras kepala. "Aku bangunkan satu jam lagi.""Em."....Satu jam kemudian, Yvonne bangun sebelum Shawn memanggilnya.Yvonne tidak bisa tidur memikirkan setumpuk masalah di dalam hidupnya. Yvonne bersiap-siap, sedangkan Shawn belum tidur sama sekali. Dia mempersiapkan semua keperluan untuk pergi ke Kota Sunrise.Setelah semuanya beres, Shawn dan Yvonne berpamitan kepada orang rumah, lalu berangkat ke Kota Sunrise pada tengah malam.Mereka pergi menggunakan mobil yang besar dan luas. Yvonne bisa berbaring untuk istirahat.Ketika Shawn dan Yvonne tiba di Kota Sunrise, Dylan telah "mengundang" anak Harvey ke rumah.Sekarang Harvey sedang kalang kabut mencari keberadaan anaknya.Shawn puas dengan kinerja Dylan, dia san
Harvey tidak bisa tinggal diam, amarahnya terasa melonjak sampai ke ubun-ubun.Harvey memelototi Shawn sambil menunjuk wajahnya. "Shawn, jangan kelewatan! Aku ingatkan, aku bukan orang sembarangan!"Shawn mengangkat kedua alisnya. "Maksudmu ... aku orang sembarang?"Harvey terdiam, dia sadar bahwa Shawn bukan orang sembarangan. Shawn sudah berkali-kali memberikan pelajaran kepada Harvey. Buktinya, selama ini Harvey tidak pernah menang."Kamu telah menculik anakku! Aku nggak akan melepaskan kamu, aku akan menghabisimu!" Wajah Harvey tampak memerah, air liurnya terciprat ke mana-mana.Shawn tidak gugup. "Harusnya aku yang berbicara seperti itu."Harvey terkejut mendengar jawaban Shawn. "Apa ... apa maksudmu?""Kamu masih berlagak bodoh?" Kesabaran Shawn sudah habis. "Kalau kamu masih tidak tahu jawabannya, biar anakmu yang berpikir.""Ka-kamu mengancamku?" Harvey menelan air ludah.Harvey merasakan firasat buruk. Sepertinya Shawn sudah mengetahui semuanya, tetapi bagaimana mungkin? Bagai
Harvey memelototi Dylan. Dia menunjukkan ketidaksukaannya secara terang-terangan.Harvey dan Dylan saling bertatapan, seakan sudah siap untuk menghabisi satu sama lain.Yvonne berbisik di samping Shawn, "Prioritas sekarang adalah menyelamatkan anak kita. Untuk balas dendam, sebaiknya diurus nanti."Yvonne menenangkan diri, ini adalah keputusan paling logis yang harus dilakukan. Tidak ada gunanya mendesak Harvey, yang ada malah kedua belah pihak sama-sama rugi. Apalagi anak mereka masih berada di tangan Harvey.Dylan adalah pria yang tenang dan bijaksana, dia tidak gampang marah. Hanya saja Dylan tidak tahan menyaksikan Harvey yang melunjak.Harvey tahu bahwa Shawn dan Yvonne sudah menikah, tetapi dia masih berusaha merusak pernikahan orang lain. Kemudian Harvey malah marah saat Yvonne menolak cintanya. Tidak ada yang memahami jalan pikiran Harvey."Dylan." Shawn memanggilnya. "Sini."Harvey puas melihat Dylan yang mengalah. Namun Harvey masih tidak mau menyerah, dia menuntut permintaan
Wanita paruh baya tidak mau mengaku. "Apa maksudmu menuduhku berbohong? Lyana memang putriku. Kamu datang untuk cari masalah?"Neil tidak takut menghadapinya. "Aku berani melabrakmu, berarti aku punya buktinya."Wanita paruh baya pun panik, dia menarik suaminya masuk ke dalam sebuah ruangan. Tampaknya mereka berdua sedang membicarakan sesuatu.Neil tidak mendesak, dia menunggu dengan sabar di luar. Tak berapa lama, sepasang suami istri itu pun keluar."Siapa kamu?" tanya pria paruh baya.Neil menceritakan yang sejujurnya, "Aku menginap di sini karena aku mengenal Lyana. Aku datang untuk memeriksa identitasnya. Kalau kalian menceritakan yang sebenarnya, aku tidak akan memperbesar masalah ini. Tapi kalau kalian keras kepala, aku juga tidak akan sungkan-sungkan."Suami istri ini telah membicarakannya. Bagaimanapun Lyana bukan anak kandung mereka. Sekarang ada yang datang melabrak, mereka pun tidak bisa menutupinya.Semua orang di desa tahu bahwa Lyana adalah orang asing. Tidak sulit bagi
"Bukan mirip, tapi itu adalah foto kamu!" jawab Neil.Lyana tertawa sinis. "Permainan apa lagi ini? Sejak awal aku sudah tahu, kamu bukan orang baik. aku nggak kenal kamu, ngapain menunjukkan foto ini untukku? Otakmu bermasalah?"Lyana meninggalkan Neil di tempat, tetapi Neil menarik pergelangan tangan Lyana dan menahannya. "Kalau kamu tidak percaya, aku bisa membawamu untuk menemui ayah kandungmu. Kalian bisa melakukan tes DNA.""Aku nggak perlu tes DNA! Jangan mengganggu aku lagi!" Lyana yang marah pun mengempaskan tangan Neil.Neil sudah mengetahui identitas Lyana, mana mungkin dia menyerah begitu saja? Neil sudah pernah kehilangan Anas, dia tidak mau mengulang kesalahan yang sama."Anas!" Neil berusaha menjelaskan, "Kamu jatuh ke laut dan lupa ingatan. Wanita dan pria paruh baya di penginapan yang menyelamatkanmu. Namamu bukan Lyana, namamu Anas!""Orang gila! Pergi sana! Kalau nggak, aku bakal lapor polisi." Lyana tidak memercayai penjelasan Neil.Melihat sikap Anas yang keras kep
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"