Keesokan hari.Ketika Yvonne bangun tidur, dia melihat sebuah wajah menggemaskan yang berada di hadapannya. Dio memiliki wajah yang mirip dengan Shawn.Saat Yvonne mengulurkan tangan untuk mengusap wajah Dio, tiba-tiba Dio malah berlari pergi.Tak berapa lama Shawn masuk ke dalam kamar. Tadi malam Yvonne tertidur pulas, dia bahkan tidak tahu jam berapa Shawn pulang.Namun melihat lingkaran mata Shawn yang gelap, Yvonne tahu tadi malam Shawn kurang tidur. Selama beberapa hari ini Shawn sangat kelelahan, wajahnya terlihat lesu."Sebaiknya kamu tidur lagi." Yvonne bangun dari tempat tidur.Shawn beranjak ke samping tempat tidur dan menggenggam telapak tangan Yvonne. "Xavier sudah menghubungi detektif internasional, aku harus segera ke sana untuk menemuinya. Aku mengutus beberapa pengawal untuk melindungi kalian. Aku akan kembali setelah masalah di sana selesai."Yvonne memahami kesulitan Shawn, dia kasihan melihat Shawn yang bolak-balik mengurus setumpuk masalah. Yvonne merasa sangat bers
"Kamu siapa?" tanya Yvonne.Sosok yang berada di ujung telepon terdiam sejenak, lalu mendengus dingin. "Kamu melupakanku secepat ini?"Yvonne berusaha mengingat-ingat suara yang familier ini. "Kamu ... Harvey?"Yvonne tidak seratus persen yakin dengan tebakannya karena suara Harvey terdengar aneh."Kamu sakit?" tanya Yvonne."Cuma pilek.""Oh. Kamu sudah mau menikah? Sama siapa? Bukannya kamu nggak punya pacar?" Yvonne agak kaget mengetahui rencana pernikahan Harvey. "Selamat, ya!""Kamu harus menghadiri pesta pernikahanku." Nada bicara Harvey terdengar memerintah.Yvonne terdiam sejenak. "Maaf, aku nggak bisa."Yvonne menatap sambil mengusap wajah kecil Dio. Yvonne masih harus beristirahat setelah melahirkan, apalagi Shawn sedang tidak berada di sisinya. Ditambah Harvey melaksanakan pernikahan di Kota Sunrise.Seandainya Harvey mengadakan pesta di Kota Clouwy, Yvonne mungkin masih bisa mempertimbangkannya. Namun Kota Sunrise terlalu jauh, Yvonne belum boleh melakukan perjalanan jauh.
"Pak Shawn memintaku untuk mengantarkan ini." Yura meletakkan barang-barangnya ke atas meja."Em," Yvonne menjawab dengan singkat."Istirahatlah." Yura membalikkan badan dan pergi. Sesampainya di depan pintu, tiba-tiba Yura menghentikan langkahnya dan berkata, "Sebenarnya ... kamu cuma merepotkan Pak Shawn."Yvonne berbalik tanya, "Lalu?""Kalau dipikir-pikir, aku lebih unggul daripada kamu di bidang pekerjaan. Aku lebih dibandingkan kamu. Aku tidak menyebabkan masalah-masalah yang membuat Pak Shawn kelelahan."Perlahan-lahan sorotan mata Yvonne pun terlihat gelap. Yura bisa bertahan di samping Shawn karena dia memiliki kelebihan.Kali ini Yura tidak lagi berpura-pura di hadapan Yvonne. Sikap dan cara bicara Yura bahkan berubah jadi frontal.Namun Yvonne malah bersyukur, jangan sampai Yura bersandiwara di hadapannya, tetapi malah menusuknya dari belakang."Aku akan bekerja sebaik mungkin untuk mengurangi beban Pak Shawn." Yura menegakkan kepalanya dengan angkuh.Yura tidak bersikap sel
"Sudah," jawab Leah.Yvonne mengangguk, lalu bangkit dari sofa dan hendak menggendong Dio ke kamar."Tidak apa-apa, aku bisa sendiri," jawab Yvonne."Nona, bagaimana dengan barang-barang di meja?" Leah lanjut bertanya.Yvonne melirik barang-barang yang diantarkan Yura. Entah Shawn yang memerintahkan atau Yura sendiri yang berinisiatif mengantarnya. Demi berjaga-jaga, Yvonne merasa sebaiknya barang-barang tersebut dibiarkan dulu."Simpan saja dulu.""Aku lihat barang-barang itu adalah suplemen dan vitamin. Kebetulan kamu harus banyak mengonsumsi vitamin, pasti Tuan yang memerintahkan Bu Yura untuk mengantarnya. Sayang kalau dibiarkan saja.""Aku memang harus mengonsumsi vitamin, tapi nggak boleh berlebihan." Yvonne menjawab Leah dengan lembut, "Biarkan saja dulu.""Baiklah." Leah membereskan ruang tamu, sementara Yvonne dan Dio kembali ke kamar.Dio harus tidur siang, dia kelihatan mulai mengantuk.Yvonne menemani Dio sampai tidur. Walaupun hubungan Dio dan Yvonne tidak terlalu mesra, D
"Cepat pulang, ya!" Samantha berpesan.Yvonne pamit, lalu pergi ke kantor polisi untuk mencari keberadaan Niko.Yvonne mengira sopir sedang pergi membeli anjing peliharaan untuk Dio, makanya Yvonne menggunakan taksi untuk pergi ke kantor polisi.Sesampainya Yvonne di kantor polisi, petugas kepolisian bertanya kepadanya, "Keluargamu hilang?""Benar," jawab Yvonne."Sudah berapa lama?" Petugas kepolisian mencatat informasi yang diberikan Yvonne."Dua hari." Yvonne tidak tahu sudah berapa hari Niko menghilang. Namun polisi baru bisa memproses kasus setelah oknum menghilang selama 48 jam."Tolong berikan data diri orang yang hilang."Yvonne memberikan informasi data diri Niko kepada polisi."Tinggalkan nomor teleponmu. Begitu ada kabar, kami akan langsung menghubungimu.""Baik." Yvonne pun meninggalkan kantor polisi setelah semuanya beres.Dylan masih koma, Yvonne tidak dapat meminta bantuan siapa pun, dia harus membereskan masalahnya sendiri.Ketika Yvonne menunggu taksi, dia melihat sese
Pengawal memberikan isyarat kepada pria tersebut untuk berbicara.Pria tersebut berkata dengan terbata-bata, "O-orang yang kamu suruh untuk ikuti sudah masuk ... masuk ke kompleks rumah.""Yvonne ...." Samantha sedang menemani Dio bermain di luar. Ketika melihat beberapa orang yang berkumpul di tepi jalan, Samantha pun memanggilnya.Orang yang berada di ujung telepon langsung menutup panggilannya, sepertinya dia mendengar suara Samantha.Yvonne langsung merebut ponsel pria itu dan kembali menghubungi orang yang berada di ujung telepon. Sayangnya, kali ini panggilan tersebut tidak dijawab.Yvonne menyesalinya, dia merasa terlalu gegabah."Di mana biasanya kalian bertemu?" tanya pengawal.Pria tersebut mengangguk. "Hmm ....""Kami akan segera mengurusnya," kata pengawal kepada Yvonne."Baiklah."Pengawal menarik pria tersebut dan menyeretnya masuk ke dalam mobil.Di saat bersamaan, Samantha yang menghampiri Yvonne pun melihat pria yang diseret oleh kedua pengawal. Samantha bertanya kepad
Yvonne langsung membalas pesan Shawn.[ Belum. Sudah ada petunjuk mengenai dokternya? ]Shawn jarang mengirimkan pesan maupun menelepon karena khawatir Yvonne akan menanyakan masalah ini.Detektif sedang menyelidiki keberadaan dokter tersebut. Hanya saja, mereka belum mendapatkan informasi.Yvonne menyadari sikapnya yang terlalu tergesa-gesa. Dia menenangkan diri, lalu mengalihkan topik pembicaraan.[ Bagaimana di sana? Semuanya lancar? ]Kemungkinan besok semua masalah Keluarga Lotex sudah selesai. Emilio akan mewarisi jabatan kepala Keluarga Lotex.[ Em, dua hari lagi aku pulang. ]Yvonne menatap layar ponselnya selama beberapa saat.[ Em, hati-hati. ]Shawn membalas.[ Kamu juga. ]Di saat Yvonne tidak tahu harus membalas apa, Shawn kembali mengirimkan pesan.[ Tidurlah. ]Yvonne duduk di pinggir tempat tidur, lalu meletakkan ponselnya dan menatap ke luar jendela.....Tampaknya Neil telah tumbuh dewasa dalam waktu semalam. Dia tidak mengungkit masalah perceraian maupun bertengkar d
"Tentu saja aku tahu. Aku yang memberikannya ide," jawab Valdo dengan bangga.Valdo yang memberikan ide, sedangkan Nyonya Sanchez yang melaksanakannya. Meskipun diselidiki, tidak ada bukti yang bisa digunakan untuk menuduh Valdo.Ketika mendengar pengakuan Valdo, Neil meremas gelas yang dipegangnya sampai hampir pecah. Neil berusaha keras untuk menahan amarahnya."Oh ya? Memangnya saran apa yang Ayah berikan?" Meskipun murka, Neil tetap berusaha mengendalikan emosinya. Dia terus meyakinkan diri untuk tidak bertindak gegabah."Kami menyelidiki latar belakang Anas. Ibunya meninggal karena sakit keras, sementara ayahnya sudah menikah lagi dan menelantarkannya. Anas tidak punya keluarga, jadi aku memberikan ibumu ide untuk menyingkirkannya. Anas sebatang kara, tidak ada yang akan mencarinya. Daripada jadi beban, sebaiknya disingkirkan selamanya."Sorotan mata Valdo tampak gelap, dia menceritakan semuanya dengan antusias. "Aku menyuruhmu ibumu untuk melemparnya ke laut, biar jasadnya tidak
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"