Harvey menarik tangan Yvonne sebelum sempat melarikan diri.Kemudian Harvey membaca tanda pengenal yang tergantung di leher Yvonne. "Jane?""Ternyata kamu bekerja di Pusat Penelitian Jantung Maine?" Harvey memuji penghilangannya sendiri. Meskipun Yvonne mengenakan masker, Harvey tetap dapat mengenalinya.Harvey mendengar Shawn berencana berinvestasi dalam penelitian jantung buatan dan sedang bersiap-siap untuk merekrut orang yang bekerja di Pusat Penelitian Jantung Maine.Shawn tidak pernah gagal dalam masalah berbisnis. Oleh karena ini, Harvey datang untuk mendahului Shawn.Harvey adalah seorang pebisnis, tapi dia tidak tahu-menahu mengenai dunia medis. Dia bahkan tidak memiliki kenalan yang berkecimpung di dunia kedokteran.Harvey seperti orang bodoh yang berlalu-lalang di lobi Pusat Penelitian Jantung Maine. Masalahnya dia tidak diizinkan masuk untuk menemui kepala lembaga.Di saat sedang mondar-mandir dan gelisah, Harvey melihat Yvonne yang beranjak keluar. Ketika Yvonne muncul, Ha
Orang tersebut tidak menghiraukan Harvey, dia mendekati Yvonne dan berkata, "Beliau adalah bawahannya Pak Shawn. Dia datang untuk merekrut orang."Sesaat menoleh, Yvonne melihat Aiden yang berdiri di samping Jeff."Jane ...." Jeff memanggilnya sambil menghampirinya, "Sebentar! Ini Pak Aiden, Beliau sudah lama menunggumu. Bagaimana kalau kamu meluangkan waktu untuk mengobrol sebentar?"Harvey membelalak, jadi orang yang ingin Shawn rekrut adalah Yvonne?Yvonne menjawab, "Aku tidak mau pulang, keputusanku sudah bulat."Kemudian Yvonne membalikkan badan dan menarik Harvey pergi.Jeff telah berusaha, tapi dia tidak mungkin memaksa Yvonne."Kamu lihat sendiri, dia nggak mau," kata Jeff kepada Aiden.Aiden agak kecewa, tetapi tatapannya berbinar-binar saat melihat Aiden. "Aku rasa kamu orang yang cocok ...."Jeff langsung melambaikan tangan. "Nggak, nggak.""Tapi ....""Tidak ada tapi, aku nggak bisa." Jeff menolak tanpa ragu.Aiden mulai merasa putus asa.Di sisi lain, Yvonne menarik Harvey
"Ini ...." Harvey tidak menyangka Yvonne memberikannya dokumen ini."Ini adalah daftar para investor Pusat Penelitian Jantung Maine," kata Yvonne."Keluarga Lotex adalah konglomerat yang paling kaya. Mereka memulai bisnis sejak tahun 1919. Mereka adalah konglomerat pertama di dalam sejarah peradaban manusia. Hingga saat ini, Keluarga Lotex telah memonopoli industri minyak di Negara Mauro. Beberapa tahun ini mereka sedang melakukan ekspansi ke industri lain." Harvey mengangkat kepalanya dan bertanya, "Kenapa kamu memberikanku daftar investor ini?""Aku nggak mau pulang, ada banyak hal yang bisa aku pelajari di sini. Aku sangat menyukai lingkungan kerjaku. Aku mengenal pria yang tadi menemuiku, dia bernama Aiden. Dia adalah pengusaha di bidang farmasi yang ambisius. Aku tahu, dia tidak ingin Pusat Penelitian Jantung Maine memonopoli penelitian medis di dunia." Yvonne mengepalkan tangannya."Aku tahu ini bukan permintaan yang mudah, tapi apakah kamu bisa berinvestasi di dalam penelitian i
Yvonne mengerutkan alis. "Kamu ngapain?"Yvonne menggelengkan kepala, dia tak berdaya menghadapi Harvey."Mengantarkan sarapan. Mulai sekarang, setiap pagi aku akan datang mengantarkan sarapan." Harvey tidak sungkan, dia langsung menyelinap masuk ke dalam rumah Yvonne.Yvonne mengenakan gaun tidur berwarna putih dan berlengan panjang. Gaun yang dikenakan menjuntai hingga ke mata kaki.Yvonne berjalan sambil mengusap perutnya. "Kalau kamu ada waktu untuk mengantarkan sarapan, lebih baik kamu segera pulang untuk membujuk Shawn."Harvey mengerutkan bibir saat mendengar nama Shawn. Pagi-pagi sudah mendengar namanya, menyebalkan!"Aku pulang setelah kamu menemaniku sarapan," jawab Harvey."Harvey, kamu bukan anak kecil lagi. Jangan bersikap kekanak-kanakan," Yvonne mengomelinya.Harvey menjawab dengan kesal, "Siapa yang kekanak-kanakan?"Harvey tulus mengantarkan sarapan untuk Yvonne. Berdasarkan yang Harvey baca, wanita menyukai pria yang perhatian. Saat ini Harvey sedang berusaha untuk me
"Sudah selesai bicara?"Harvey mengangguk. "Sudah ....""Kalau begitu pergi!" Nada bicara Shawn terdengar agak marah.Harvey bingung, kenapa Shawn marah? Memangnya Harvey salah bicara?"Shawn, jangan pikir cuma kamu yang paling kaya di negara ini! Kalau kamu nggak mau, aku akan mencari investor lain! Apa gunanya punya uang banyak? Memangnya kamu bisa membawa uangmu mati bersama?" Harvey langsung kabur setelah selesai bicara, dia tidak memberikan Shawn kesempatan untuk menjawab.Harvey tahu bagaimana watak Shawn. Jika Harvey berlama-lama di sini, Shawn pasti akan menghajarnya.Harvey bukan orang bodoh, dia tidak akan mengorbankan dirinya.Di dalam ruangan.Shawn melemparkan pulpen yang dipegang, lalu memijat keningnya. Entah kenapa dada Shawn terasa sesak, dia terus memikirkan ucapan Harvey.Shawn mengangkat telepon yang ada di meja. "Panggil Dylan.""Baik," jawab Yura.Tak sampai satu menit, Dylan masuk ke ruangan Shawn. "Pak.""Selidiki Keluarga Lotex sampai sedetail mungkin," Shawn m
Suara tersebut sangat familier.Seketika, sekujur tubuh Harvey langsung membeku. Kemudian dia membalikkan badan dan menatap pria yang berdiri tak jauh di belakangnya."Harvey, kamu nggak ada kerjaan selain memfitnah dan menjelek-jelekkan orang lain? Pak Shawn memang emosional, tapi dia adalah pria yang baik." Dylan turun untuk melaksanakan pekerjaan yang diberikan Shawn. Sesampainya di lobi, dia malah mendengar rentetan makian yang dilontarkan Harvey.Harvey jauh lebih buruk daripada yang selama ini Dylan pikirkan."Harvey, kamu bukan anak-anak lagi, kenapa selalu mencari masalah sama Pak Shawn? Kamu tahu kenapa kamu nggak bisa mengalahkan Pak Shawn?" tanya Dylan."Kenapa?" Harvey menyesal setelah melontarkan pertanyaan tersebut, berarti dia mengakui kehebatan Shawn secara tidak langsung.Di saat Harvey hendak membantah, Dylan menjawab, "Karena kamu nggak tahu sopan santun dan selalu menggunakan cara kotor untuk bersaing."Harvey kesal mendengar ucapan Dylan. "Jaga ucapanmu!""Kamu yan
Yvonne tersentak, dia mengirimkan email dengan menggunakan nama dan alamat email anonim. Bagaimana Dylan bisa membalasnya secepat ini?Tiba-tiba Yvonne menyadari sesuatu, Dylan memang ahli dalam menyelidiki berbagai hal. Selama bekerja untuk Shawn, Dylan telah menginvestigasi bermacam-macam masalah, dari yang besar hingga terkecil. Bagi Dylan, mencari tahu alamat email yang digunakan Yvonne bukanlah perkara susah.Hanya saja, Yvonne tidak mungkin memberi tahu Dylan identitasnya. Bagaimana ini?[ Kamu siapa? Bagaimana kamu tahu aku sedang menyelidiki Keluarga Lotex? ]Dylan mewaspadai Yvonne, dia tidak serta-merta memercayai semua informasi yang Yvonne berikan.Di tengah kebingungan, Yvonne teringat dengan Harvey.[ Aku Harvey. ]Jika Yvonne tidak membalas, Dylan pasti akan menyelidiki identitasnya sampai ketemu. Takutnya identitas asli Yvonne malah terungkap.Dylan agak terkejut saat membaca pesan Yvonne.Yvonne tahu bahwa hari ini Harvey pergi menemui Shawn. Jadi Yvonne menggunakan Ha
Shawn sakit kepala akibat insomnia berkepanjangan dan pemakaian obat secara berlebihan.Begitu pesawat mendarat, Dylan langsung membawa Shawn ke rumah sakit.Setelah diperiksa, Shawn mengalami efek samping akibat pemakaian obat secara berlebihan. Jika dibiarkan, kondisi Shawn bisa makin parah.Dokter memberikan Shawn obat penenang. Akhirnya Shawn terlelap setelah sekian lama tidak tidur."Pak Shawn lagi di rumah sakit. Kata dokter nggak boleh minum obat, tapi kamu tahu sendiri temperamennya ...."Dylan kehabisan ide, dia pun menelepon Xavier untuk meminta pendapat.Ketika Dylan menelepon di lorong, Yvonne yang mengenakan jas berwarna putih dan masker datang menghampirinya, lalu berkata, "Aku mau memeriksa pasien.""Sebentar, aku telepon lagi nanti," kata Dylan kepada Xavier."Bukannya baru selesai diperiksa?" tanya Dylan."Aku mau memeriksa kualitas tidurnya," jawab Yvonne.Dylan mengangguk.Yvonne menggunakan statusnya sebagai dokter untuk memasuki ruangan Shawn.Pusat Penelitian Jantu
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"