Ekspresi Ruben langsung berubah sesaat membahas Quinn. "Istriku sudah tua, aku malas melihatnya."Caroline mengangkat kedua alisnya. Dia sangat senang saat mendengar penilaian Ruben terhadap Quinn. Padahal Quinn terawat dan cantik, tapi Ruben malah mengatai istrinya sudah tua.Tampaknya posisi Quinn di Keluarga Jamison tidak setinggi yang dipikirkan."Kamu menyebalkan, kok mengatai istrimu kayak gitu?" Caroline memeluk Ruben dengan manja. "Aku atau istrimu yang lebih cantik?""Tentu saja kamu yang lebih cantik," Ruben menjawab dengan yakin.Saat Quinn masih muda, sebenarnya dia lebih cantik daripada Caroline. Hanya saja sekarang Quinn tak lagi muda, usia memang tak dapat berbohong.Jika Quinn tidak cantik, mana mungkin Ruben sesetia ini? Selama puluhan tahun pernikahan, Ruben tidak pernah berpaling dari Quinn."Aku harus pulang." Meskipun tidak tega meninggalkan Caroline, Ruben ingin membuat Quinn curiga. Takutnya Quinn marah dan membuat onar."Hubungi aku." Ruben memberikan kartu nama
Ketika Quinn hendak menyapa penelepon tersebut, Ruben buru-buru merebut ponselnya. "Aduh, ngapain kamu menjawab teleponku?"Quinn tercengang selama beberapa detik, ada yang tidak beres! Ruben bersikap seperti orang yang menyembunyikan sesuatu.Ruben terpaksa merebut ponselnya. Bagaimana kalau ternyata Caroline yang menelepon? Yang ada perselingkuhannya bisa ketahuan."Berikan ponselnya, cepat!" Quinn mengulurkan tangan, ekspresinya terlihat sangat serius.Ruben menolak untuk memberikannya."Ruben, kamu selingkuh, ya?" Raut wajah Quinn berubah menjadi dingin."Mana mungkin aku berselingkuh, kamu jangan mengada-ada ...."Sebelum Ruben selesai bicara, Quinn merebut ponselnya dan berkata, "Halo ....""Halo, Quinn? Kak Ruben di mana?"Quinn mengenal suara ini, dia adalah salah satu sahabatnya Ruben.Ruben lega sesaat mendengar suara itu. Dia mendapatkan kembali kepercayaan dirinya, lalu mendengus kesal dan menatap Quinn dengan sinis. "Curiga nggak jelas. Nanti temanku mengira aku suami taku
"Benar." Quinn menuangkan teh untuk Dylan. "Mungkin Anda juga tahu, Grup Skyward adalah salah satu perusahaan dalam negeri yang besar.""Tentu saja. Kalau tidak, untuk apa aku meluangkan waktu bertemu kalian? Banyak orang yang ingin berinvestasi, tapi aku harus memilih kandidat yang terbaik. Aku hanya ingin menemui perusahaan yang memiliki potensi besar.""Sejujurnya kami tidak terlalu memahami industri ini, jadi kami perlu berhati-hati." Quinn membuka dokumen yang diberikan Dylan.Penjelasan di dalam dokumen itu sangat rinci, ada gambar dan spesifikasi. Hanya saja Quinn dan Thiago tidak mengerti, kata-kata yang digunakan terlalu teknis.Thiago berbisik di telinga Quinn, "Bu, kayaknya kita perlu mencari orang yang ahli di bidang ini? Kita sama sekali nggak ngerti."Quinn juga agak ragu. Proyek ini memang bagus, tetapi mereka tidak mengerti apa-apa. Takutnya ke depan malah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Bagaimanapun, pengembangan dan penelitian produk memerlukan dana yang besar.
Dylan berbicara dengan sopan dan serius, "Pak, kontraknya telah ditandatangani.""Em, laksanakan sesuai rencana. Sebelum mereka membayar investasi tahap pertama, jangan sampai ketahuan," jawab Shawn."Baik."Setelah menutup teleponnya, Dylan memerintahkan sopir, "Jalan."....Di sisi lain, Yvonne memeluk Shawn yang baru selesai menelepon. Shawn membalikkan badan, dia melihat Yvonne yang mengikat rambutnya ke belakang dan berpenampilan rapi.Yvonne berkata sambil tersenyum manis, "Apakah menurutmu wawancaraku bakal sukses?"Shawn memeluk Yvonne tanpa bergeming ....Yvonne mengerutkan alis saat melihat reaksi Shawn. "Kamu nggak memercayai kemampuanku?""Memangnya kamu punya kemampuan?" Shawn bertanya balik.Yvonne mengentakkan kaki dan menggigit bibir Shawn.Shawn tertawa. "Kamu mau membunuh suamimu?"Shawn mengusap pinggang Yvonne dengan lembut.Yvonne memelototinya sambil tersipu malu. "Aku harus berangkat, jangan sampai terlambat. Pekerjaan ini sangat penting bagiku."Yvonne melepaska
"Jangan banyak alasan." Petugas membentak Yvonne. "Pergilah."Yvonne tidak mau menyerah begitu saja, dia tidak ingin melewatkan kesempatan ini. "Tolong berikan aku kesempatan!""Siapa suruh kamu terlambat? Kalau kamu sangat menginginkan pekerjaan ini, harusnya kamu datang tepat waktu." Petugas ini mulai kehabisan kesabaran. "Mau aku panggilkan satpam?"Yvonne menghela napas panjang, dia sangat kecewa. Kesempatan yang dinantikannya hilang begitu saja.Yvonne keluar dari rumah sakit dengan perasaan sedih. Yvonne bisa terima jika dirinya ditolak karena alasan kemampuannya yang tak cukup baik. Namun masalahnya sekarang, dia bahkan tak memiliki kesempatan untuk melakukan sesi wawancara.Kalau kesempatan untuk kembali berkarier saja tidak ada, apa gunanya membicarakan mimpi? Yvonne merasa putus asa, dia sedih dan marah kepada diri sendiri.Ketika Yvonne beranjak ke lobi dan hendak pergi, dia mendengar seseorang yang berteriak ke arahnya. Sesaat menoleh ke belakang, ternyata kakek tua yang pi
Yvonne menjawab dengan lugas dan percaya, "Poli bedah adalah salah satu departemen yang paling bagus di rumah sakit ini. Rumah sakit ini sangat terkenal dengan bedah jantungnya. Masyarakat bahkan memberikan julukan 'ahli jantung' kepada dokter-dokter bedah jantung di rumah sakit ini. Hampir tidak ada penyakit jantung yang tak dapat disembuhkan."Direktur rumah sakit tersenyum. "Kamu baru saja bertemu dengan salah satu ahli jantung. Bagaimana kesanmu?""Baru bertemu?" Yvonne berusaha mengingat-ingat. Dia membelalak dan bertanya, "Dok-dokter ... yang tadi? Dokter galak yang bertanggung jawab mewawancarai aku?""Benar, dia adalah Simon, kepala poli bedah jantung."Yvonne menganga, jadi orang itu adalah dokter yang diidolakan Yvonne selama ini?"Kamu tertarik dengan bidang apa?""Bedah jantung. Aku tidak keberatan harus memulai dari bawah," jawab Yvonne.Yvonne menyadari kemampuannya sendiri, kualifikasi yang dimiliki belum cukup untuk menjadi dokter utama."Coba ceritakan pengalaman kerja
Yvonne tercengang, dia diterima karena kemampuannya, bukan karena lewat jalur belakang.Direktur rumah sakit memberikan kesempatan setelah melihat kemampuan Yvonne.Simon pergi sebelum Yvonne menjawab. Yvonne mematung di tempat, senyuman di wajahnya pun sirna.Hati Yvonne terasa berkecamuk, bagaimana nasibnya kelak? Dia harus bekerja di bawah atasan seperti Simon ....Yvonne ingin menolak, tetapi dia tidak mau melepaskan kesempatan emas ini. Tampaknya Yvonne harus menguatkan mental, hari-harinya kelak pasti akan dipenuhi rintangan.Yvonne harus belajar dengan giat agar segera diangkat menjadi dokter tetap. Dengan begitu, dia bisa terbebas dari atasan yang mengerikan. Selama proses belajar, Yvonne hanya bisa bertahan dan bersabar.Setelah masuk ke dalam mobil, Yvonne berkata kepada sopir, "Ke supermarket dulu.""Baik."Yvonne ingin merayakan kesuksesannya, dia ingin berbelanja dan memasak untuk Shawn.Shawn beruntung memiliki istri seorang dokter. Yvonne tahu makanan apa yang bisa memba
Anas terdiam selama beberapa menit.Yvonne menunggu dengan sabar, dia tidak mendesak Anas."Aku dan Neil bertengkar," jawab Anas."Bertengkar? Gara-gara apa?" Yvonne seolah tak memercayai yang didengarnya."Seperti yang kamu tahu, ibunya Neil akan merestui hubungan kami kalau Neil berhasil mendapatkan perusahaan keluarganya. Sekarang Neil sudah berhasil mendapatkan perusahaan, tapi ibunya malah menambahkan syarat. Aku dilarang bekerja, aku disuruh menjadi ibu rumah tangga." Anas menghela napas. "Aku nggak mau, aku nggak mau meninggalkan pekerjaanku.""Terus apa kata Neil?" tanya Yvonne.Anas kelihatan kecewa saat membahas Neil. "Neil marah, katanya dia rela mengorbankan profesinya sebagai dokter, lantas kenapa aku nggak bisa berkorban sedikit untuk hubungan ini? Aku berpikir, apakah kami hanya bisa bersama kalau kami saling mengorbankan kehidupan masing-masing?"Anas tidak buta, dia sadar dan melihat semua pengorbanan Neil. "Yvonne, aku bersedia melakukan apa pun, tapi aku nggak bisa m
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"