Yvonne menggendong Dio, dia berpura-pura tidak melihat Olivia. Setelah memesan minuman, Yvonne dan Leah beranjak ke tempat yang ada di samping jendela.Insiden tempo hari menyebabkan Olivia menjadi bahan lelucon di kantornya. Olivia dipaksa untuk membersihkan gedung Pusat Budaya selama 2 hari penuh. Semua rekan kerjanya mentertawakan kebodohannya.Sebenarnya Olivia ingin mengundurkan diri dari pekerjaannya, tetapi Thiago sudah beberapa hari mengacuhkannya. Jika Olivia mengundurkan diri dari pekerjaan dan Thiago mencampakkannya, bagaimana dia melanjutkan hidup?Akhirnya Olivia memutuskan untuk bertahan sembari menunggu Thiago.Sesaat menyadari keberadaan Yvonne, raut wajah Olivia pun berubah menjadi masam. Meskipun Yvonne diam saja, Olivia merasa kalau Yvonne sedang mengejeknya."Yvonne!" Olivia menghampiri Yvonne dan membentaknya. "Kamu jangan senang dulu. Kemarin kamu mungkin beruntung, tapi keberuntungan tak akan bisa selalu menyelamatkanmu."Yvonne sedang mengajak Dio bercanda. Sesa
Shawn bertanya, "Kenapa memilih dia?"Xavier menjawab, "Karena dia bodoh dan gampang dikendalikan."Shawn hanya melirik Xavier tanpa berkata apa pun. Hmm, apakah diam pertanda setuju?Xavier berani berbuat seperti ini karena dia mengetahui isi hati Shawn. Shawn sama sekali tidak menyukai Caroline.Ada dua alasan kenapa Xavier tidak menendang Caroline dari perusahaan. Yang pertama, Caroline adalah penyelamat Shawn. Meskipun Shawn tidak menyukainya, Shawn juga tidak membencinya.Yang kedua, Caroline masih memiliki nilai yang bisa dimanfaatkan.Xavier berpikir, perbedaan di antara Caroline dan Yvonne sangatlah jauh. Yvonne dicintai, sedangkan Caroline malah dimanfaatkan. Setiap mengingatkan sikap Shawn kepada Yvonne, Xavier sangat kagum melihat Yvonne yang bisa menguasai hati Shawn."Bagaimana keadaan Grup Skyward?" tanya Shawn yang enggan membahas Caroline.Beberapa hari ini Xavier mengawasi pergerakan perusahaan, mereka juga mengirimkan mata-mata untuk mengumpulkan informasi."Thiago da
Yvonne tersenyum. "Anakku sudah bisa memanggilku mama."Shawn melirik Yvonne dengan sinis, dia tidak terima dan mengajari Dio. "Papa.""Mama.""Panggil papa.""Ma ... ma."Melihat Shawn yang memaksa Dio, Yvonne tidak tahan dan menghentikannya. Dio masih kecil, dia hanya asal menyebut. Yvonne menggendong Dio dan berkata, "Sudah waktunya minum susu."Yvonne membawa Dio ke tempat Leah. Semakin Yvonne menghindar, Shawn justru semakin mendekatinya."Biar aku yang bikinkan susu," kata Shawn.Yvonne menolak. "Biar Bibi Leah saja."Shawn terdiam, apakah Yvonne sedang marah?Leah tersenyum melihat Shawn dan Yvonne, lalu menggendong Dio dan berkata, "Aku siapkan susu untuk Dio dulu. Kayaknya Dio juga ngantuk."Yvonne mengangguk, lalu kembali ke kemar dan menutup pintu. "Aku dengar kamu membahas Caroline."Shawn tercengang, jadi Yvonne cemberut gara-gara Caroline?Shawn tersenyum lega setelah mengetahui alasan Yvonne marah. Kemudian Shawn beranjak ke tempat tidur dan duduk sambil menyilangkan kak
Yvonne mengumpulkan keberaniannya dan menjawab dengan tegas, "Kalau kamu berani, aku akan mematahkan kakimu.""Kamu tega?" Shawn mendekatkan wajahnya sambil tersenyum.Yvonne berlagak marah. "Coba saja! Nggak cuma mematahkan kakimu, aku juga bisa mencari pria lain yang lebih tampan dan kaya. Aku akan memakai uangmu untuk bersenang-senang dengan pria yang lebih muda ...."Shawn tersentak. "Yvonne, kamu kelewatan."Menggunakan uang Shawn untuk menghidupi pria lain?Yvonne menegakkan kepalanya. "Lihat saja kalau kamu berani mengkhianati aku. Aku bakal membalasmu berkali-kali lipat.""Tidak ada pria yang lebih tampan daripada aku," kata Shawn sambil menindih Yvonne ke atas tempat tidur.Yvonne geli, dia bergegas menghindari kecupan Shawn dan mendorongnya. "Masih pagi.""Em?" Shawn menyeringai licik.Shawn memahami maksud Yvonne, tetapi dia tetap menggodanya. Shawn makin lancang, dia langsung membuka pakaian Yvonne.Yvonne panik dan buru-buru meminta maaf. "Aku salah, aku salah. Aku nggak b
Shawn ingin membina hubungan yang bahagia, bukan hubungan yang saling mengorbankan satu sama lain.Yvonne memang jahil, dia melingkarkan tangannya di leher Shawn dan menggelitiknya.Shawn menahan tangan Yvonne dan bertanya, "Kamu tidak takut? Sekarang masih pagi."Yvonne memutar bola matanya. "Apaan, sih? Aku mau lihat lukamu."Melihat lukanya? Melihat luka dengan cara menggelitik leher?Shawn tidak bodoh, dia bukan anak kecil yang gampang dibohongi.....Di sebuah klub malam.Karena kesepian, Ruben pun pergi ke klub malam. Ruben sudah beberapa hari tidak bertemu dengan Quinn.Sejak Thiago diangkat menjadi presdir, Quinn mengabaikan Ruben dan menghabiskan waktunya untuk membantu Thiago di kantor.Ruben merasa diacuhkan, makanya dia datang ke klub malam untuk melampiaskan kesepiannya.Ruben telah meneguk beberapa gelas alkohol. Dalam keadaan setengah mabuk, Ruben bangkit berdiri dan berjalan terhuyung-huyung. Sesampainya di depan pintu, seorang wanita cantik menabrak dan terjatuh ke dal
Caroline memapah Ruben keluar dari mobil.Ruben mulai kehilangan kesadaran diri. Ruben mabuk seakan habis mengonsumsi 10 botol minuman keras, padahal sebelumnya tidak pernah seperti ini. Mungkin kadar alkohol bir yang dikonsumsi lebih tinggi daripada biasanya.Caroline tidak punya uang, tentu saja Ruben yang membayar biaya sewa kamar.Sesampainya di kamar, Caroline meletakkan Ruben ke atas tempat tidur dan berkata, "Istirahatlah."Ruben menarik tangan Caroline dan melarangnya pergi.Caroline berpura-pura ketakutan, tetapi dia tidak menolak. Caroline perlahan-lahan mendekati Ruben, hasrat yang berapi-api telah menguasai hati Ruben.Tanpa basa-basi, Ruben langsung memeluk Caroline dan menerkamnya.....Setelah selesai melampiaskan hasratnya, Caroline membungkus dirinya dengan menggunakan selimut. Dia duduk di tempat tidur sambil termenung, kedua matanya tampak berkaca-kaca.Ruben terdiam saat melihat bekas darah yang ada di atas sprei. Dia menarik napas panjang, lalu berkata, "Maaf, aku
Ekspresi Ruben langsung berubah sesaat membahas Quinn. "Istriku sudah tua, aku malas melihatnya."Caroline mengangkat kedua alisnya. Dia sangat senang saat mendengar penilaian Ruben terhadap Quinn. Padahal Quinn terawat dan cantik, tapi Ruben malah mengatai istrinya sudah tua.Tampaknya posisi Quinn di Keluarga Jamison tidak setinggi yang dipikirkan."Kamu menyebalkan, kok mengatai istrimu kayak gitu?" Caroline memeluk Ruben dengan manja. "Aku atau istrimu yang lebih cantik?""Tentu saja kamu yang lebih cantik," Ruben menjawab dengan yakin.Saat Quinn masih muda, sebenarnya dia lebih cantik daripada Caroline. Hanya saja sekarang Quinn tak lagi muda, usia memang tak dapat berbohong.Jika Quinn tidak cantik, mana mungkin Ruben sesetia ini? Selama puluhan tahun pernikahan, Ruben tidak pernah berpaling dari Quinn."Aku harus pulang." Meskipun tidak tega meninggalkan Caroline, Ruben ingin membuat Quinn curiga. Takutnya Quinn marah dan membuat onar."Hubungi aku." Ruben memberikan kartu nama
Ketika Quinn hendak menyapa penelepon tersebut, Ruben buru-buru merebut ponselnya. "Aduh, ngapain kamu menjawab teleponku?"Quinn tercengang selama beberapa detik, ada yang tidak beres! Ruben bersikap seperti orang yang menyembunyikan sesuatu.Ruben terpaksa merebut ponselnya. Bagaimana kalau ternyata Caroline yang menelepon? Yang ada perselingkuhannya bisa ketahuan."Berikan ponselnya, cepat!" Quinn mengulurkan tangan, ekspresinya terlihat sangat serius.Ruben menolak untuk memberikannya."Ruben, kamu selingkuh, ya?" Raut wajah Quinn berubah menjadi dingin."Mana mungkin aku berselingkuh, kamu jangan mengada-ada ...."Sebelum Ruben selesai bicara, Quinn merebut ponselnya dan berkata, "Halo ....""Halo, Quinn? Kak Ruben di mana?"Quinn mengenal suara ini, dia adalah salah satu sahabatnya Ruben.Ruben lega sesaat mendengar suara itu. Dia mendapatkan kembali kepercayaan dirinya, lalu mendengus kesal dan menatap Quinn dengan sinis. "Curiga nggak jelas. Nanti temanku mengira aku suami taku
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"