Yvonne tersentak melihat pemandangan yang ada di hadapannya.Wanita itu tidak menyadari kehadiran Yvonne, dia membelai meja kerja sambil membayangkan sosok Shawn."Huhu ...." Dio merengek pelan.Wanita yang merupakan salah satu sekretaris Shawn pun terbangun dari khayalan dan sontak menatap ke arah pintu. Sekretaris tersebut tidak melihat siapa pun, tetapi pintu yang ditutup terlihat agak bergoyang.Kemudian sekretaris tersebut berjalan ke arah pintu untuk memeriksa keadaan. Setelah memastikan tidak ada orang, dia merapikan pakaiannya dan pergi meninggalkan ruangan Shawn.Yvonne bersembunyi di sudut ruangan sambil menggendong Dio. Yvonne sangat kaget, dia masih tidak memercayai apa yang dilakukan oleh sekretaris Shawn.Yvonne menundukkan kepala, lalu menatap Dio sambil menarik napas panjang. Dio mengedipkan kedua matanya yang bulat, dia belum mengerti apa-apa. Hanya saja, sesekali Dio menatap Yvonne sambil tersenyum tipis.Yvonne mengecup kening Dio, lalu berlari ke arah lift dan buru-
Sudahlah .... Yang penting kemarahan Shawn telah mereda."Dokter itu bersedia menjadi dokter pribadi Dio?" Yvonne lanjut bertanya."Tidak," jawab Shawn.Tak peduli seberapa banyak uang yang Shawn tawarkan, Caleb sama sekali tidak tergoda. Caleb memiliki impian tersendiri, dia tidak bisa menerima tawaran Shawn. Namun jika Dio membutuhkan pertolongan, Caleb akan selalu sigap untuk merawatnya.Neil teringat akan Caleb karena Caleb berencana untuk mengembangkan kariernya di negara ini. Demi kekasihnya, Caleb rela mengorbankan pekerjaannya di luar negeri dan pindah ke sini. Caleb adalah dokter yang hebat, dia pasti akan sukses di mana pun dirinya berada.Caleb tidak bisa menerima tawaran Shawn karena prinsip pribadi. Sebagai seorang dokter, Caleb memiliki tanggung jawab untuk mengobati semua anak-anak yang membutuhkan perawatan, bukan hanya Dio seorang. Itu adalah bentuk tanggung jawab seorang dokter terhadap sumpah profesinya.Yvonne merasa semua orang yang memutuskan untuk menjadi dokter
Shawn mengerutkan alis, kenapa Yvonne melontarkan pertanyaan seperti ini?Shawn tercengang selama beberapa saat, dia agak kaget dengan perubahan topik yang terjadi secara tiba-tiba."Dia hanya sekretarisku." Shawn tidak pernah mengamati sikap sekretarisnya. "Kenapa kamu bertanya seperti itu?"Yvonne mengernyit saat mengingat tindakan sekretaris Shawn. "Saat ke kantor, aku melihatnya di ruanganmu."Shawn tidak merasa ada janggal, sekretarisnya memang sering memasuki ruangan untuk merapikan meja. "Terus?"Yvonne mengerutkan bibir, apakah dugaannya salah? Namun Yvonne melihat jelas pose sekretaris yang berbaring di atas meja Shawn.Yvonne tidak mungkin salah lihat, dia tidak buta."Kamu cemburu? Kamu tidak tenang melihat aku punya sekretaris wanita? Aku tidak keberatan mengganti posisinya." Shawn tersenyum kecil.Yvonne mengedipkan mata. "Kamu mengira aku cemburu?""Kalau bukan cemburu, lantas apa?" Shawn berbalik tanya.Saat melihat tindakan sekretarisnya Shawn, Yvonne memang kaget dan j
"Baiklah, terserah kamu." Shawn tersenyum, dia tak berdaya menghadapi bujukan dan manjanya Yvonne.Yvonne tersenyum lebar."Senang?" Shawn mengangkat alisnya."Aku ingin lihat apa yang bakal dilakukan Olivia," jawab Yvonne.Shawn melirik Yvonne, wanita ini sangat menyukai tantangan yang berbahaya. Meskipun khawatir, Shawn menyukai wanita yang pemberani. Shawn tidak menyukai wanita penakut, dia lebih mengagumi wanita cerdas yang tegas.Yvonne adalah wanita yang sempurna, dia memiliki sisi yang kuat, tetapi juga memancarkan kelembutan seorang ibu.Sesampainya di supermarket, Yvonne beranjak masuk dan mengambil troli untuk berbelanja. Selama ini Shawn hanya tahu beres, dia tidak pernah berbelanja sendiri.Shawn mengikuti Yvonne dengan diam. Yvonne mendorong troli sambil menggandeng Shawn, seolah takut kalau pria ini akan menghilang. "Kamu nggak pernah datang ke supermarket, ya?""Jarang," Shawn menjawab dengan singkat."Kalau nggak pernah, ngaku saja. Kamu terlahir di keluarga konglomerat
Yvonne menatap punggung Olivia sambil tersenyum sinis. Yvonne ingin lihat apa yang sedang direncanakan Olivia.Ketika Yvonne menunggu di ruang istirahat, seseorang mendekatinya untuk mengajak ngobrol. "Kamu guru tari, ya?"Yvonne menggelengkan kepala. "Bukan.""Kamu juri?"Orang yang mengajak Yvonne mengobrol adalah seorang pria. Pria ini juga adalah seorang juri sekaligus penari. Biasanya penari pria memiliki postur yang tinggi dan ramping, penampilannya juga rapi serta bersih.Ketika hendak menjawab, Yvonne melihat Olivia yang berjalan menghampiri. Yvonne menjawab dengan suara kecil, dia kelihatan tidak enak hati, "Aku juri pengganti.""Oh, pantas saja aku tidak mengenali kamu," jawab pria itu.Yvonne menundukkan kepala. "Ini adalah pertama kalinya aku jadi juri. Aku tidak mengerti apa-apa.""Tenang, natni kamu duduk di sampingku saja." Pria ini sangat ramah.Yvonne menjawab dengan lembut, "Terima kasih.""Kok kamu kelihatan takut banget? Tugas juri tidak susah, kamu hanya perlu meni
Sebelum pembawa acara selesai bicara, kegaduhan telah terjadi di lokasi kompetisi.Para peserta tampak kecewa, sedangkan orang tua yang mendampingi juga ikut protes. Mereka telah bersusah payah bersaing sejauh ini, tapi alhasil penilaian malah tidak bisa digunakan?"Apa maksud kalian? Anak kami berlatih mati-matian, mereka juga susah payah bersaing sampai di babak ini. Kenapa penilaian akhir tidak bisa digunakan?""Iya, jangan mengubah aturan seenak hati! Kami sudah siap-siap sejak pagi-pagi sekali, kita semua sama-sama capek.""Kenapa penilaian tidak bisa digunakan? Apa yang terjadi? Jelaskan pada kami!"Para orang tua protes dan berteriak untuk meminta penjelasan."Semuanya, mohon tenang dulu. Begini, kami baru mendapatkan informasi bahwa salah satu juri bukanlah orang yang memenuhi kualifikasi. Makanya penilaian kali ini dianggap tidak sah."Kegaduhan di ruang kompetisi makin menjadi-jadi."Apa? Kok bisa orang yang tidak memenuhi kualifikasi malah jadi juri?""Ini salah kalian, kena
"Aku berani jamin, kamu pasti tidak bisa menari. Akui saja kesalahanmu, kamu telah merugikan usaha para murid yang berlatih keras untuk kompetisi ini. Aku ingin tahu, bagaimana kamu bisa menjadi juri padahal tidak memenuhi kualifikasi?" kata Olivia dengan angkuh dan sinis.Semua berjalan sesuai rencana Yvonne."Pasti dengan menggunakan tubuh ...."Sebelum orang itu selesai bicara, Yvonne menoleh dan menatapnya dengan dingin. Seketika orang itu pun terkejut dan ketakutan menghadapi tatapan Yvonne.Bahkan juri pria yang berada di samping Yvonne juga terkejut melihat tatapannya.Yvonne yang tadinya bersikap lembut dan lemah tampak berubah menjadi orang lain. Sikap Yvonne sekarang berbeda dengan sebelumnya, tatapannya mengerikan dan tegas."Bagaimana kalau aku bisa menari?" Yvonne bertanya kepada Olivia.Olivia tidak percaya "Kalau kamu bisa menari, aku akan mengelap seluruh bangunan ini dengan menggunakan tangan.""Yakin? Jangan ingkar janji." Yvonne menyeringai sinis.Olivia mengira kala
Olivia marah hingga sekujur tubuhnya gemetar. "Kamu sengaja, kamu sengaja!"Gedung ini sangat besar, bagaimana Olivia sanggup membersihkannya? Apalagi mau ditaruh di mana wajah Olivia? Bagaimanapun dia bekerja di Pusat Budaya. Bagaimana orang lain akan memandangnya?Olivia menjebak Yvonne karena Yvonne yang lebih dulu memanfaatkannya. Karena memercayai Yvonne dengan mudah, Olivia malah mencelakai Thiago.Olivia tidak terima, makanya dia menyusun rencana untuk mempermalukan Yvonne, tapi tidak disangka semua kemalangan malah berbalik kepada dirinya.Saat ini rasanya Olivia ingin mencekik Yvonne!Yvonne mendekati Olivia dan berbisik, "Kamu nggak perlu membersihkan gedung ini, tapi jawab pertanyaanku dengan jujur.""Apa?" Sesaat mendengar pertanyaan Yvonne, Olivia pun merasa adanya harapan."Kamu yang mengirimkan pesan kepada Niko? Kamu juga yang mengeluarkan Kayla dari penjara dan menyembunyikannya?" tanya Yvonne.Olivia kebingungan mendengar pertanyaan Yvonne. "Siapa Niko? Siapa Kayla?"
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"