"Ternyata Pak Shawn telah mempersiapkan semuanya?" Xavier terkejut sesaat menyadarinya.Setelah mengetahui rencana Shawn, Xavier pun merasa lebih tenang. Dengan begitu, tidak ada yang perlu mereka takutkan."Aku tidak nyangka Pak Graham setega ini," kata Xavier dengan suara pelan.Graham bahkan tega mengancam Shawn untuk mengambil kembali semua kekuasaan yang diberikan.Ekspresi Shawn terlihat datar. Dia tidak merasa bangga ataupun bahagia, yang dirasakannya hanyalah kekecewaan yang mendalam.Melihat ekspresi Shawn, Yvonne dapat menebak apa yang sedang dipikirkannya. Yvonne pun inisiatif menggenggam tangan Shawn dan berkata, "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu."Meskipun semua orang mengkhianati dan meninggalkan Shawn, Yvonne akan selalu berada di sampingnya.Shawn menatap Yvonne, lalu memeluknya dengan erat. Mereka berdua saling berpelukan, seolah dunia hanya milik berdua.Xavier bergegas menundukkan kepala dan pergi meninggalkan ruangan Shawn. Setelah menutup pintu, Xavier juga ber
Yvonne tercengang mendengar ucapan Samantha. Dia tidak menyangka bahwa Samantha akan merestui hubungan mereka secepat ini."Bu, terima kasih." Yvonne langsung memeluk Samantha.Samantha tersenyum sambil menepuk pundak Yvonne. "Ngapain sungkan-sungkan sama Ibu? Aku adalah ibumu, tentu saja aku mengharapkan yang terbaik.""Aku tidak buta, aku melihat kalian ...," Samantha berbisik di telinga Yvonne.Yvonne tersipu malu, lalu berteriak dengan manja, "Ibu!""Sudah, sudah, aku mau masak dulu. Yang penting kamu bahagia," kata Samantha."Ibu tenang saja," jawab Yvonne."Em, Ibu masak dulu." Samantha tersenyum dan melepaskan pelukan Yvonne.Yvonne kembali ke sofa. Shawn tidak berani menggendong Dio, dia duduk di samping sambil mengamati anaknya.Kedua mata Dio yang indah tampak menatap Shawn dengan berbinar-binar. Dio tidak menangis, dia menatap Shawn sambil tersenyum tipis. Mereka saling bertatapan tanpa berkata-kata.Yvonne menuangkan segelas air sambil bertanya, "Kalian ngapain bertatapan k
"Iya, kamu adalah konglomerat," jawab Shawn sambil tersenyum.Samantha ikut bahagia melihat kemesraan Shawn dan Yvonne. Samantha bersyukur, akhirnya Yvonne menemukan kebahagiaannya. Dengan begitu, Dio juga memiliki keluarga yang utuh."Cepat makan." Samantha memanggil Shawn dan Yvonne sebelum hidangannya."Begitu ada informasi mengenai Niko, segera hubungi aku," kata Shawn kepada Xavier."Baik, Pak."Setelah menutup teleponnya, Shawn dan Yvonne beranjak ke meja makan. Dia sedang tidur ketika yang lainnya makan malam."Aku tidak tahu selera makananmu, semoga kamu suka masakannya. Jangan sungkan-sungkan, ayo makan." Samantha memberikan semangkuk sup kepada Shawn.Tampaknya Samantha mulai membuka hati untuk menerima keberadaan Shawn.Shawn terharu melihat kemurahan hati Samantha. Suasana kekeluargaan seperti ini telah lama dirindukan Shawn."Setelah aku dan Yvonne mengurus administrasi pernikahan, tolong pilihkan tanggal yang baik untuk kami melangsungkan pesta." Shawn meminta tolong kepa
Yvonne mengerutkan alis. "Kayaknya aku melihat Niko."Ketika menoleh ke arah yang ditunjuk Yvonne, Shawn malah tidak melihat apa pun."Mungkin kamu salah lihat?" tanya Shawn.Yvonne menggelengkan kepala. "Nggak, aku nggak salah lihat."Yvonne tidak salah, dia jelas melihat Niko. Apalagi suara Niko saat ditelepon terdengar gugup dan mencurigakan, gelagatnya terasa agak aneh. Pasti ada yang tidak beres!"Biar Xavier menyelidikinya dulu. Kalau Niko melakukan sesuatu yang merugikan perusahaan, Xavier pasti akan segera menghubungi aku." Shawn merangkul pundak Yvonne sambil berkata, "Jangan dilihat lagi. Ayo, kita pulang."Meskipun mengangguk, Yvonne justru makin merasa cemas. Ternyata firasat buruk Yvonne benar, tak lama Xavier pun menghubungi Shawn. Setelah diselidiki, Niko adalah orang yang membocorkan berita penangkapan Thiago kepada media.Yvonne sulit memercayainya. "Niko yang melakukannya? Kenapa? Untuk apa dia berbuat seperti itu?"Namun mengingat sikap Niko yang aneh akhir-akhir ini
Dio yang berada di dalam pelukan Yvonne tampak gelisah. Dio menggerakkan kedua tangan dan kakinya sambil merintih kecil. Sesekali Dio terlihat cemberut, tetapi tidak menangis.Dio terlihat resah karena tidak enak badan.Yvonne mengecup pipi Dio, lalu bertanya kepada Samantha, "Kapan Ibu menyadari Dio sakit?"Samantha menjawab, "Nggak lama sebelum menelepon kamu."Yvonne mengangguk, sekarang mereka hanya bisa menunggu hasil pengecekan darah.Sembari menunggu hasil cek darah, Yvonne membawa Dio ke lorong yang sepi. Yvonne berharap suasana yang tenang dapat membuat Dio merasa lebih baik.Namun kenyataan berbeda dengan harapan, Dio malah menangis semakin keras. Dio masih kecil, dia belum bisa berbicara dan mengungkapkan bagian tubuh yang sakit. Dia hanya bisa menangis untuk mengutarakan perasaannya.Yvonne tahu Dio pasti menderita, tapi sekarang tak banyak hal yang bisa dilakukan."Bu, aku mau minta dokter untuk memeriksa Dio sebentar. Ibu tolong tunggu hasil pemeriksaan darahnya, ya!" Yvo
"Aku dengar Dio sakit? Bagaimana keadaannya sekarang?" tanya Niko.Yvonne berpura-pura tidak terjadi apa-apa, nada bicaranya terdengar datar. "Siapa yang bilang Dio lagi sakit?""Kata Bibi Samantha," jawab Niko.Yvonne berpura-pura terkejut. "Ibuku?"Seketika sebuah ide pun terbesit di kepala Yvonne. Dia menemukan cara untuk membongkar kebohongan Niko."Apakah Dio benar-benar sakit?" Niko mendesak Yvonne untuk menjawab pertanyaannya.Tatapan Yvonne terlihat dingin dan tajam, dia mengira kalau Niko berbeda dengan Kayla. Selama ini Yvonne berusaha mendukung dan menganggap Niko sebagai bagian dari Keluarga Staford, tapi nyatanya ...."Iya," jawab Yvonne.Niko bertanya dengan cemas, "Parah, nggak?""Sekarang kami lagi di rumah sakit. Kalau kamu khawatir, datanglah untuk menjenguknya," jawab Yvonne."Oke, di rumah sakit apa? Aku ke sana sekarang."Yvonne memberikan alamat rumah sakit kepada Niko, lalu menutup teleponnya dan langsung menghubungi Shawn."Halo?""Apakah kamu bisa mengirimkan b
Yvonne merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, para pengawal tersebut adalah orang-orang kepercayaan Shawn.Sesaat Yvonne tiba di lift, dia berpapasan dengan Niko yang baru tiba.Niko kelihatan cemas dan gugup. "Di mana Dio? Aku mau menjenguknya."Yvonne mengamati ekspresi Niko dengan tenang. Yvonne sedang berusaha menilai apakah kekhawatiran Niko tulus atau hanya sandiwara semata.Yvonne merasa Niko tulus memedulikan Dio. Entah karena Niko terlalu pintar bersandiwara atau dia memang mengkhawatirkan Dio."Niko, ikut aku." Yvonne masuk ke dalam lift."Ada apa?" tanya Niko. "Ada masalah apa?""Kita bicarakan nanti," jawab Yvonne."Oh." Niko mengangguk.Setelah pintu lift terbuka, Yvonne langsung keluar dan beranjak ke taman yang ada di belakang rumah sakit. Yvonne berjalan dengan diikuti Niko."Kak, ada apa mengajakku ke sini?" Niko kebingungan.Sebelum bicara, Yvonne melihat ke sekeliling untuk memastikan tidak ada yang menguping pembicaraan mereka. "Aku mau tanya, kamu yakin ibuku y
"Aku nggak tertarik mendengar omong kosongmu. Katakan, kamu sengaja ingin menyakitiku atau ada yang menyuruhmu?" tanya Yvonne.Niko menggelengkan kepala. "Selama ini aku menganggapmu sebagai keluarga, aku nggak ada niat untuk menyakitimu. Aku ... aku diancam.""Diancam siapa?""Aku juga nggak tahu siapa orangnya, dia mengirimkan pesan anonim. Aku juga menyelidikinya, tapi nggak ada informasi apa pun," Niko menjawab sambil mengeluarkan ponsel dan menunjukkannya kepada Yvonne. "Lihat ini."Yvonne sontak mengerutkan alisnya. "Bukannya ibumu dipenjara?""Aku pergi ke penjara untuk mengecek, tapi ibuku nggak ada di sana. Aku nggak tahu siapa yang mengirimkan pesan ini kepadaku, nomor dan identitasnya dirahasiakan, aku nggak bisa menyelidikinya." Nasi telah menjadi bubur, tak ada gunanya lagi merahasiakan semuanya. Niko terpaksa menceritakan yang sejujurnya, "Mereka menggunakan nyawa ibuku untuk mengancamku, aku ...."Yvonne langsung memotong ucapan Niko. "Mereka menyuruhmu untuk mencelakai
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"