"Bu, ayo, kita pergi," kata Yvonne.Samantha bangkit berdiri dan pergi meninggalkan Kediaman Staford.Semenjak kepergian Calvin, Kediaman Staford terasa suram."Apa yang ayahmu tulis di dalam surat?" Sebenarnya Samantha penasaran, tapi dia tidak mau membahasnya di depan Kayla dan Niko."Ayah memintaku untuk menjaga Niko," jawab Yvonne.Samantha mendengus dingin. "Apa isi otak ayahmu? Memintamu untuk merawat Niko? Memangnya dia nggak punya ibu? Aku nggak setuju."Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Di mata Samantha, Niko tak jauh beda dengan Kayla."Agar aku setuju, Ayah mengumpulkan bukti percobaan pembunuhan yang dilakukan Kayla untuk memenjarakannya."Sejujurnya Yvonne merasa Calvin agak tega. Bagaimanapun Kayla mengorbankan masa mudanya dan tinggal di sisi Calvin selama puluhan tahun. Meskipun telah melahirkan anak laki-laki untuknya, Calvin tidak berniat untuk menikahi Kayla.Setelah Calvin meninggal, dia pun tidak meninggalkan warisan untuk Kayla. Calvin terlihat kejam, tapi Kayla
Yvonne bergegas menarik kembali tatapannya. Di saat dia ingin bersembunyi, Xavier malah bertanya, "Ada Pak Shawn. Kamu nggak mau menyapanya?"Shawn mendengar suara Xavier dari kejauhan. Begitu menoleh, Shawn mengerutkan alis saat melihat Yvonne yang salah tingkah.Yvonne tersenyum canggung dan berkata, "Aku datang menemui Xavier, ada urusan.""Urusan apa?" tanya Shawn.Sebenarnya Shawn tahu jawabannya, tapi dia ingin mendengar jawaban Yvonne secara langsung.Selama beberapa hari ini, Yvonne sangat sibuk. Dia tidak pulang dan juga melarang Shawn untuk menghadiri acara pemakaman Calvin.Shawn merasa Yvonne sedang menjauhi dirinya."Oh, bukan urusan penting," jawab Yvonne."Ikut aku," Shawn memerintahkan sambil berjalan ke arah ruangannya.Yvonne tidak bergeming, dia berdiri mematung di tempat."Jangan diam saja, nanti Pak Shawn marah! Cepat, ikuti Pak Shawn," bisik Xavier."Oh, oke." Yvonne menarik napas panjang dan melangkah mengikuti Shawn."Oh iya, bukannya wanita itu sudah dipecat? K
"Kamu menemui Xavier untuk minta diajari operasional perusahaan, 'kan? Kenapa tidak menghubungi aku?" Suara Shawn terdengar tenang, tapi mengintimidasi.Yvonne menunduk, dia tidak berani menatap Shawn. "Ayahku mewariskan perusahaannya kepadaku, tapi aku nggak pernah belajar bisnis. Aku nggak tahu cara mengelola perusahaan. Jadi aku mau minta Xavier untuk mengajariku. Aku nggak berani mengganggu kamu, soalnya kamu sibuk.""Oh ya?" Shawn bertanya dengan suara dingin. "Katakan, apa yang terjadi?""Hah? Aku nggak ...." Yvonne tersenyum canggung."Masih mau bersandiwara?" Shawn memotong ucapan Yvonne. "Kakek menemuimu, 'kan?"Senyuman di wajah Yvonne sontak membeku. "Nggak ....""Lalu kenapa akhir-akhir ini kamu menjauhiku?" Shawn berjalan mendekati Yvonne.Tiba-tiba Yvonne mengangkat kepalanya dan menjawab secara spontan, "Karena aku nggak berani ....""Tidak berani menyukaimu. Aku takut terlena." Yvonne tidak sanggup melontarkan kalimat ini."Tidak berani apa?" tanya Shawn. Semakin Yvonne
"Apakah kamu tahu makanan atau kegiatan favorit Shawn?" Caroline tersenyum manis.Xavier mengerutkan alis saat mendengar pertanyaan Caroline. Ditambah, Caroline langsung memanggil Shawn dengan panggilan nama."Kamu tahu sendiri Pak Shawn sudah menikah, wanita yang tadi adalah istrinya. Untuk apa kamu menanyakan hal kesukaan Pak Shawn?" Xavier tidaklah bodoh. Begitu mendengar pertanyaan Caroline, Xavier langsung mengetahui niatnya.Ketika berbicara, Xavier sengaja menekankan kata "Pak Shawn" untuk mengingatkan Caroline bahwa Caroline harus menjaga sikapnya di tempat kerja.Caroline menjawab dengan suara kecil, "Aku hanya ....""Kamu datang untuk bekerja, 'kan? Wanita harus bisa menjaga kehormatan diri, jangan menggoda pria yang sudah menikah," Xavier mengingatkan Caroline.Setelah berbicara, Xavier membalikkan badan dan pergi.Seketika ekspresi Caroline langsung terlihat masam. Raut wajahnya yang tampak polos pun berubah menjadi mengerikan, matanya memancarkan sorotan kebencian.Carolin
"Nona, apakah kamu menganggap pesan Tuan Besar sebagai angin lalu? Aku dengar, hari ini kamu pergi ke kantor untuk menemui Tuan Muda?" Setelah Xavier pergi, sikap Jackal terhadap Yvonne pun berubah."Aku tidak menemui Shawn, aku pergi mencari Xavier ...," jawab Yvonne."Apakah kamu sudah melaksanakan perintah Tuan Besar?" Jackal langsung mengutarakan tujuan kedatangannya. "Sepertinya kamu sama sekali belum bergerak, jadi Tuan Besar yang langsung turun tangan. Kamu hanya perlu menjebak Tuan Muda, sisanya biar kami yang urus.""Menjebaknya?" Yvonne mengerutkan alis."Hotel Mington, kamar VIP," jawab Jackal.Sesaat mendengar nama hotel, Yvonne langsung mengerti maksud Jackal. Jika Shawn dan Caroline terlanjur berhubungan, kemungkinan besar Shawn harus menikahinya."Kenapa? Keberatan?" tanya Jackal.Yvonne memang keberatan, dia tidak sudi menyaksikan pria yang dicintainya berada di tempat tidur bersama wanita lain."Kamu lupa janjimu?" Jackal teringat sesuatu dan mengingatkan, "Oh iya, akt
"Pak Shawn," kata Yvonne yang beranjak masuk.Shawn tersentak mendengar panggilan Yvonne.Saat ini Yvonne tidak punya waktu untuk menyanjung Shawn. Tanpa memedulikan wajah Shawn yang muram, Yvonne langsung berkata, "Apakah malam ini kamu ada waktu?"Shawn bersandar di kursi sambil bertanya, "Ada apa?""Aku baru memesan kamar hotel." Yvonne mengepalkan tangannya dengan erat. "Di Hotel Mington, kamar ....""Yvonne." Shawn memotong ucapan Yvonne. "Apa katamu?"Shawn berusaha menahan letusan kebahagiaan di dalam hatinya. Demi menjaga egonya, Shawn tidak ingin terlihat antusias."Apakah hari ini kamu ada waktu?" Yvonne kembali bertanya."Ada," Shawn menjawab dengan cepat.Sejujurnya Yvonne berharap Shawn tidak ada waktu, tapi dia juga mengkhawatirkan keselamatan Dio.Jika Shawn menolak ikut, nyawa Dio yang jadi taruhannya. Walaupun sakit, Yvonne harus melakukan ini."Aku tunggu di sana, kamar VIP." Yvonne membalikkan badan dan hendak pergi.Namun Shawn menarik tangan Yvonne. "Kita pergi sam
Sebelumnya Shawn jengkel dengan sikap Yvonne. Lagi pula, sebelumnya Yvonne bersikap sangat dingin terhadapnya. Jadi, bagaimana mungkin Yvonne tiba-tiba menjadi hangat dan berinisiatif untuk mengajaknya check-in di hotel? Hal ini sangat tidak masuk akal."Memangnya aku nggak boleh berterima kasih kepadamu?" tanya Yvonne."Hmm?""Hari ini, Xavier datang ke Grup Staford untuk mengajariku dan membantuku membuat banyak keputusan. Aku tahu dia berusaha begitu keras karena kamu. Jadi, aku mau berterima kasih padamu," jawab Yvonne."Ini alasannya?" Suara Shawn langsung terdengar agak kecewa. Ternyata Yvonne bukan ingin bermesraan dengannya karena menyukainya, melainkan karena ingin membalas jasanya."Ha ...." Tawa yang keluar dari mulut Shawn terdengar dingin dan berat. Kemudian, dia bertanya, "Jadi, kamu mau mempersembahkan tubuhmu kepadaku demi balas budi?"Ucapan Shawn itu sangat melukai perasaan Yvonne. Namun, dia menekan kepahitan yang dirasakannya, lalu bersandar di bahu Shawn dan berkat
Yvonne pun berseru terkejut, "To ... hmph!"Sebelum Yvonne sempat mengeluarkan suara, orang itu sudah membekap mulutnya. Dia meronta sekuat tenaga, tetapi kekuatan orang di belakangnya terlalu kuat. Pada akhirnya, dia berhasil diseret masuk ke sebuah mobil.Setelah masuk ke mobil, Yvonne baru menyadari bahwa orang yang menyetir ternyata adalah Xavier. Dia pun merasa sangat terkejut.Saat menoleh ke samping dan melihat Shawn, Yvonne pun semakin tercengang. Ke ... kenapa Shawn ada di sini? Bukannya dia seharusnya sedang bersama Caroline di kamar hotel? Lagi pula, Shawn sudah meminum anggur merah yang diberikannya. Sekarang, Shawn seharusnya sudah berada di bawah pengaruh obat. Yvonne berhenti meronta dan berkata dengan hati-hati, "Kamu ...."Mobil mereka melaju dengan cepat. Berhubung mobil sangat gelap, Yvonne tidak dapat melihat jelas ekspresi Shawn."Yvonne, kamu berniat untuk menyerahkanku kepada wanita lain?" Suara Shawn terdengar sangat dingin dan tajam.Setelah mendengarnya, Yvon
Shawn menunduk dan menatap Yvonne lekat-lekat.“Kenapa? Kok pandangin aku kayak begitu?” tanya Yvonne sambil tersenyum. Kemudian, dia berjinjit dan merangkul leher Shawn sebelum menciumnya.Begitu bibir mereka bersentuhan, tubuh Shawn langsung menjadi tegang. Yvonne pun melepaskannya, lalu bertanya, “Kamu masih marah?”Sebelum Shawn sempat menjawab, Yvonne berkata lagi, “Mengenai diari yang kutulis ....”Shawn mengerutkan keningnya dengan terkejut. Dia tidak menyangka Yvonne akan mengungkit hal ini terlebih dahulu.Yvonne berjinjit, lalu membenamkan kepalanya di pundak Shawn. Dia mengelus leher seksi Shawn sambil berkata, “Waktu menulis diari itu, aku baru berumur sekitar 14-15 tahun dan nggak mengerti apa itu rasa suka maupun cinta. Biarpun pernah tertarik pada lawan jenis, aku langsung melupakannya setelah melewati masa-masa itu.”“Benarkah?” tanya Shawn dengan kurang percaya.“Tentu saja! Berhubung sikapmu tiba-tiba jadi aneh, aku menebak kamu seharusnya marah karena sudah membaca d
Selesai menangani masalahnya, Shawn pun kembali dengan buru-buru. Tak disangka, dia malah menyaksikan kejadian ini dalam perjalanan pulang. Setelah itu, dia menutup kembali jendela mobil dan berkata sambil menahan amarahnya, “Jalan.”Sopirnya Shawn pun segera mengendarai mobilnya meninggalkan tempat ini. Begitu Shawn tiba di rumah, Dio langsung melemparkan diri ke dalam pelukannya sambil berseru, “Papa!”Shawn menggendong Dio, lalu bertanya, “Apa kamu merindukan aku?”“Rindu!” jawab Dio sambil mengangguk.“Rindu di mana?” tanya Shawn.“Di sini,” jawab Dio sambil menepuk-nepuk dadanya. Kemudian, dia juga mengecup pipi Shawn.Pipi Shawn pun berlumuran air liur yang memiliki aroma unik. Dia mengerutkan keningnya dan bertanya, “Apa yang kamu makan malam ini?”Dio memiringkan kepalanya untuk berpikir, lalu menjawab, “Makan nasi dan sup.”Jawaban Dio pun membuat Shawn tertawa. Siapa yang tidak tahu Dio makan nasi? Dia pun bertanya lagi, “Selain itu?”Setelah berpikir sejenak, Dio menjawab, “
Saat melihat kemunculan Anas, Nico segera menghampirinya dan langsung memeluknya. Dia bertanya, “Kamu ingat padaku, ‘kan? Kalau nggak, kamu nggak mungkin menatapku seperti itu hari ini. Aku kira itu hanya bayanganku, tapi ternyata bukan! Untung kamu keluar!”“Aku nggak ingat kamu!” jawab Anas.Jawaban Anas itu membuat Niko bagaikan disiram air dingin. Dia tidak percaya dan berkata, “Kamu boleh melupakan orang lain, tapi nggak boleh melupakanku!”Niko menahan bahu Anas dan menatapnya lekat-lekat. Sementara itu, Anas tidak menghindar. Dia menatap mata Niko dan menjawab, “Biarpun nggak mengingatmu, aku tahu kamu memikirkan kebaikanku dan berkata jujur padaku. Aku menyadari kegembiraanmu saat melihatku dan juga bisa merasakan amarahmu terhadap Neil. Jadi, aku tahu kamu itu orang baik.”“Aku bukan hanya adalah orang yang baik, tapi juga orang yang sangat mencintaimu dan ingin melindungimu. Ikutlah aku pergi,” ujar Niko dengan gembira. Kemudian, dia segera menarik tangan Anas.Anas menggelen
Anas menggigit bibirnya dan berkata, “Jangan begitu ....”Namun, sebelum Anas menyelesaikan kata-katanya, Neil langsung mencium bibirnya dan mencengkeramnya dengan sangat kuat. Meskipun merasa jijik, Anas juga tidak bisa menolak secara terang-terangan. Dia pun bersikap pura-pura malu dan berkata, “Jangan ....”Neil mengusap wajah Anas, lalu menjawab, “Aku ini kekasihmu dan cuma mau menciummu kok.”“Aku sudah nggak ingat kamu itu kekasihku,” jawab Anas.“Kamu akan segera mengingatnya begitu sering dicium sama aku,” kata Neil.“Dasar mesum!” seru Anas sambil berpura-pura marah. Kemudian, dia pun melepaskan diri dari pelukan Neil.Neil tidak bisa terlalu mendesak Anas. Jadi, dia pun berkata dengan sabar, “Ini adalah tindakan yang wajar dilakukan pasangan kekasih kok! Lagian, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku bahkan bisa langsung menikahimu kalau kamu mau!”Anas tidak ingin membicarakan tentang hal ini lagi. Jadi, dia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan bertanya, “Kapan kerjaanmu
Neil sangat waspada terhadap Niko. Terlebih lagi, sebelum kehilangan ingatannya, Anas memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Niko. Meskipun dia tidak yakin apakah Anas memiliki perasaan terhadap Niko, perasaan pria itu terhadap Anas telah diketahui oleh semua orang.Neil pun menarik Anas, lalu menatap Niko dengan penuh waspada. Dia bertanya dengan tidak ramah, "Kenapa kamu datang ke sini?"Niko langsung mengabaikannya dengan berkata, "Aku bukan datang untuk mencarimu."Neil tampak memicingkan mata dengan pandangan yang sangat tidak ramah. Dia menegaskan, "Biar kuperingatkan, jangan ganggu Anas."Namun, Niko malah tertawa dingin sebelum berkata, "Selagi dia kehilangan ingatan, kamu mau menipunya lagi? Biar kuberi tahu, aku bakal kasih tahu dia tentang segala sesuatu yang kamu lakukan padanya dulu ....""Dasar orang gila!" Usai berkata demikian, Neil langsung membawa Anas ke mobilnya sambil berkata, "Jangan percaya dengan omong kosongnya."Namun, Anas tidak berkata apa-apa, melainkan
Nyonya Sanchez masih belum menyelesaikan perkataannya, tetapi Neil telah menyela, "Ibu, apa yang kamu katakan?"Neil yang agak kesal menambahkan, "Dulunya, gimana Ibu mencelakai Anas? Aku bahkan nggak perhitungan dengan Ibu. Kalau bukan Anas yang kehilangan ingatan, mungkin kami nggak akan punya kesempatan bersama lagi. Dia sudah seperti ini, kenapa Ibu masih curiga padanya?" Nyonya Sanchez menatap putranya sambil berkata, "Ibu nggak bermaksud untuk curiga padanya, hanya saja kejadian ini terlalu kebetulan ....""Penyebab kebakarannya sudah jelas, itu masalah korsleting. Kebakaran itu hanya sebuah kecelakaan. Mana boleh Ibu curiga padanya dalam hal ini?" ucap Neil yang tidak menerima hal tersebut.Berhubung Neil merasa bersalah kepada Anas, dia selalu ingin menebus kesalahannya. Apabila mencurigai Anas pada momen seperti ini, apakah Neil masih dapat dianggap mempunyai hati nurani?Di luar pintu kamar, Anas segera pergi setelah mendengar kata-kata itu. Wajahnya tetap berekspresi datar.
Samantha menjawab sambil tersenyum, "Bukalah semuanya, kamu akan tahu nanti."Yvonne sepertinya sudah memahami maksud ibunya. "Ibu suruh aku pulang, hanya untuk ini?" tanya Yvonne sambil menunjuk berbagai kotak hadiah mewah yang memenuhi seluruh ruang tamu.Samantha tampak mengangguk. Yvonne berjalan masuk dengan mengenakan sandal, lalu membuka kotak-kotak tersebut. Sementara itu, Samantha yang berdiri di samping terlihat sangat gembira. Dia berkata, "Pagi ini, banyak orang yang datang secara bergiliran untuk mengantarkan semua ini. Ibu mau memanggilmu, tapi kamu ternyata nggak ada di rumah.""Kamu sudah mau nikah, harus berpikir dua kali dulu sebelum bertindak. Lihatlah dirimu, baru selesai dioperasi berapa hari? Mukamu bahkan masih terbungkus perban, tapi malah keluar tengah malam begini, apa itu tindakan yang benar?" tanya Samantha.Yvonne mengakui kesalahannya sambil tersenyum. Dia juga berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Ketika membuka kotak yang dipegangnya, ternyata itu adal
Mungkinkah itu telepon dari Shawn? Yvonne sontak bersemangat. Dia mengangkat telepon dan segera berkata, "Halo?"Namun, orang yang berbicara di ujung telepon adalah Samantha. "Yvonne, kamu pergi malam-malam begini?"Yvonne hanya mengiakan dengan suara rendah. Dia berusaha menutupi kekecewaannya. Sementara itu, Samantha menegur, "Kamu ada keperluan apa sampai keluar malam-malam? Kenapa kamu begitu bandel? Apa kamu nggak tahu gimana keadaanmu sekarang?"Yvonne berkata sambil tersenyum, "Baiklah, nggak akan kuulangi lagi.""Kamu selalu bilang seperti itu, tapi Ibu nggak pernah melihatmu menepati janjimu," ucap Samantha. Dia bukannya ingin memarahi Yvonne, melainkan karena terlalu khawatir. Yvonne sengaja mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Ibu, kamu meneleponku, pasti ada sesuatu, 'kan?""Iya, kamu sudah mau pulang, 'kan?" tanya Samantha.Yvonne menjawab, "Iya.""Kamu akan tahu begitu pulang," ucap Samantha.Yvonne berkata, "Aku sudah mau sampai rumah." Usai itu, dia langsung mengak
Ketika Yvonne melihat Anas, ekspresinya memang terlihat sangat ketakutan dan wajahnya pucat. Melihat Anas yang seperti itu, Yvonne sontak merasa bersalah dan menyalahkan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia mencurigai Anas, bahkan merasa dia seharusnya tidak mungkin akan pingsan karena situasi ini?Yvonne pun bertanya dengan nada lembut, "Apa kamu sudah merasa baikan? Nyaman nggak di rumah sakit? Gimana kalau pulang bersamaku dan tinggal beberapa hari di rumahku? Neil mungkin perlu dirawat inap selama beberapa hari ...."Namun, Anas malah menyela, "Nggak usah, aku baik-baik saja."Yvonne jelas merasakan sikap Anas yang menjauhinya. Dia memegang tangan Anas sambil berkata, "Anas, kita teman yang sangat akrab. Jangan sungkan denganku, ya. Dulu, kita bahkan tidur di satu ranjang."Anas bertanya, "Benarkah? Aku sudah lupa."Yvonne tidak kehilangan semangat. Dia tidak mempermasalahkan sikap dingin Anas, sebaliknya malah berkata sambil tersenyum, "Iya, benar!""Pulanglah, aku mau mencari Neil,"