Beranda / Romansa / Cinta untuk Tabitha / BAB 36 : MASA LALU

Share

BAB 36 : MASA LALU

Penulis: AYA RAYA
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-28 04:57:05
Tabitha terpaku.

Serius nih, Tuhan? Dia?

Ini sama sekali bukan keinginan Tabitha. Apalagi salah satu dari mimpinya. Bertemu dengan dia? Pria itu? Di sini? Saat ini? Dalam situasi seperti ini?

Ya Tuhan, apa kehendak-Mu? Apa masih belum cukup usahaku untuk menyembuhkan luka hatiku yang dulu? Usahaku untuk melenyapkan rasa sakit itu? Trauma-trauma yang pernah menyiksaku ... apa aku harus mengingatnya lagi, Tuhan? Aku tidak sanggup lagi, Tuhan! Tolong, biarkan aku bahagia dengan hidupku yang sekarang ya, Tuhan! Tabitha membatin.

Tanpa perlu berpikir dua kali, Tabitha langsung balik kanan bubar jalan. Meninggalkan toko itu selagi masih sempat, pasti pilihan yang jauh lebih baik daripada dia harus menghadapi pria itu lagi. Iya, pasti! Tidak terbayang rasanya kalau harus beramah tamah lagi dengan orang-orang yang pernah menyakitimu kan?

Tetapi sayang ....

“Bitha!”

... terlambat! Pria itu sudah terlanjur melihat Tabitha.

“Bith! Bitha! Tabitha!”

Tabitha menolak untuk berhenti.
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 37

    Adriano berdiri di tengah-tengah supermarket sambil memandangi Tabitha yang sibuk memilih buah alpukat. Sambil mendorong troli berisi aneka bahan makanan, aneka minuman dan makanan ringan yang sudah dipilih oleh Tabitha, Adriano melempar pandangan ke sekelilingnya. Sesekali pria itu tersenyum ramah pada wanita atau gadis-gadis yang diam-diam mencuri pandang ke arahnya, yang akan membalas senyumannya dengan tersenyum malu-malu, atau membuang muka dengan pipi merona. Tabitha geleng-geleng kepala. “Suka tebar pesona juga rupanya? Aku baru tahu ...” ujarnya, sambil memasukkan sekantung buah alpukat ke dalam troli. Adriano tertawa kecil. “Aku hanya berusaha ramah! Apa itu salah?” Adriano balik bertanya. Tabitha merengut. “Nggak! Nggak ada yang bilang kalau itu salah!” ujarnya, dengan nada sedikit kesal. Kening Adriano sedikit berkerut. "Kamu cemburu?" tanyanya, lalu tersenyum menggoda. Tabitha menoleh. "Apa? Cemburu? Nggak!" bantahnya. "Yes, you are!" "Nggak!" Adri

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-16
  • Cinta untuk Tabitha   BAB 38

    Bayi mungil yang masih merah itu tertidur pulas di atas kasur kecilnya. Tabitha seolah tidak puas memandangi wajah cantik bayi yang berjenis kelamin perempuan itu. Bibirnya yang merah kecil. Hidungnya yang mungil. Rambut hitam yang masih sangat halus dan lembut. Sungguh anugerah Tuhan yang sungguh luar biasa! “Bayi yang sangat cantik ya! Seperti dirimu!” Adriano tiba-tiba memeluk Tabitha dari belakang. Lengannya melingkar erat di pinggang gadis itu. Tabitha menggeliat kegelian. Hembusan nafas hangat pria itu baru saja mengusap lembut tengkuknya. Rambut panjang bergelombangnya memang sedang digelung. Memperlihatkan tengkuk yang putih mulus dan berbulu halus. Sangat menggoda hasrat Adriano untuk membuat “tanda merah”nya di situ. Tetapi sayang, bukan sekarang saatnya. “Berarti ... aku cantik seperti bayi, begitu maksudmu?” tanya Tabitha. “Yes. And you are my baby!” Adriano berbisik di telinga Tabitha. Bibirnya menempel di daun telinga gadis itu, hingga membuat Tabitha semakin me

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-24
  • Cinta untuk Tabitha   BAB 39

    “Hmm … Adriano … kamu ... mau bawa aku ke mana? Adrian ... Adrian ... sayaang ...." “Ke surga, Sayang! Kita akan pergi ke sana! Sabar ya!” ujar pria itu sambil menggendong tubuh seorang gadis menaiki tangga menuju sebuah kamar di lantai tiga. Suara bising dari musik yang menghentak di lantai dua masih dapat dia dengar jelas. Suara desahan nafas dari dalam kamar dengan pintu-pintu tertutup rapat yang baru saja mereka lewati, apalagi! Setelah membaringkan tubuh gadis yang sudah tidak berdaya itu di atas kasur, pria itu langsung mengunci rapat pintu kamar yang selama ini hanya boleh digunakan olehnya. Matanya tampak nyalang menatap tubuh yang sudah terbaring lemas di hadapannya, hampir tanpa busana. Tubuh dengan kulit putih mulus itu hanya terbalut pakaian dalam yang masih melekat, dan sebuah kemeja yang sudah setengah terbuka. Jeans yang sebelumnya dipakai oleh gadis itu sudah melayang entah ke mana. Kancing kemeja yang masih dipakai oleh gadis itu pun beberapa sudah terlepas d

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-25
  • Cinta untuk Tabitha   BAB 40

    Gadis itu terbaring di ranjang rumah sakit. Kondisinya sudah lebih baik, walau masih terlihat lemah dan tidak berdaya. Tidak ada yang mengira bahwa dia mampu bertahan hidup setelah mengalami kecelakaan fatal seperti itu. Ketika tubuhnya sudah tidak bergerak, semua berpikir gadis itu sudah mati. Pengemudi mobil yang menabraknya pun berpikiran sama. Tetapi, dugaan mereka semua salah. Tuhan memberi gadis itu kesempatan hidup kedua. Entah untuk apa. Ketika petugas aparat membawa tubuh yang mereka pikir sebentar lagi akan menjadi mayat, pengemudi mobil yang menabraknya pun langsung tertangkap. Tetapi sayang, belum sempat mereka interogasi, para petugas itu sudah kecolongan. Mereka hanya lengah sebentar, tetapi nyawa pengemudi yang ternyata seorang pria berbadan besar sudah terlanjur melayang. Pria itu bunuh diri. Menelan pil racun yang langsung menghancurkan lambungnya dalam seketika. Tidak ada surat-surat. Tidak ada tanda pengenal. Sidik jari dan DNA pengemudi itu bahkan tidak terdaf

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-31
  • Cinta untuk Tabitha   BAB 41

    Beberapa jam sebelumnya. Tubuh telanjang bulat milik seorang gadis sedang berdiri di bawah pancuran air di dalam kamar mandi di dekat kolam renang. Sejak tadi gadis itu sibuk menggosok-gosok kulit di sekujur tubuhnya dengan kasar. Seolah ingin membersihkan “kotoran” yang tidak pernah dia inginkan, yang tidak kunjung hilang, dan yang dia pikir masih “melekat” di seluruh tubuhnya. Dia tidak rela kulit tubuhnya “ternoda”. Dia tidak ikhlas tubuhnya "kotor" dan "tercemar” oleh tangan-tangan para lelaki yang tidak punya hak untuk menyentuh dia. Dan, gadis itu menangis tersedu-sedu ketika akhirnya dia menyadari bahwa “kotoran” itu memang tidak akan bisa hilang. “Kotoran” itu memang tidak kasat mata. Bahkan, tidak ada seorang pun yang bisa melihatnya. Tetapi, “kotoran” itu terus menghantui dirinya. Membuat dia merasa buruk. Merasa kotor. Merasa ternoda. Merasa tidak layak. Merasa terhina. Merasa tidak berharga. Seorang psikolog menamakan “kotoran” itu sebagai “Trauma”. Hasil dari sebuah k

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-07
  • Cinta untuk Tabitha   BAB 42

    “Sedang melamun di sini rupanya!” Seorang pria tiba-tiba duduk di samping Tabitha. Tabitha yang memang sedang melamun spontan terkejut. Dia lalu menoleh ke arah pria itu, dan langsung terperangah. “Loh, Bapak?” "Jangan panggil saya 'Bapak'! Saya belum tua!" ujarnya. Tabitha memperhatikan wajah pria itu sekali lagi dengan lebih teliti. “Iya, tapi ... Bapak kan yang waktu itu ... di resort itu kan?” tanyanya. Pria itu tertawa terkekeh. “Iya, itu memang saya! Perkenalkan, Ferdinan Matteo! Kamu boleh panggil saya Ferdinan, boleh juga panggil saya Matteo! Terserah mau yang mana!" ujarnya, sambil mengulurkan tangan dan tersenyum. "Eh?" Tabitha menatapnya, heran. " Yaa ... dulu kan kita belum kenalan secara pribadi seperti ini! Iya kan?” ujar pria itu, sambil masih mengulurkan tangannya. Tabitha pun menyambut uluran tangan itu, dan balas tersenyum juga. “Iya juga sih, Pak!" ujarnya. "Tabitha.” "Yup! Sudah tahu!” “Eh? Iya kah?" Tabitha melirik pria itu, setengah tid

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-13
  • Cinta untuk Tabitha   BAB 43

    Kita hanya bisa menemukan kedamaian di kehidupan yang fana ini dengan menerima kehendak alam semesta. ~Pet Sematary, Stephen King~ “Mau ke mana?” tanya Adriano. Berdiri di ambang pintu kamar Tabitha. “Pulang.” jawab gadis itu, singkat, sambil mengeluarkan pakaiannya yang terakhir dari dalam lemari, lalu memindahkannya ke dalam koper besar miliknya. “Ke mana?” “Ya ke rumah kosku! Mau pulang ke mana lagi memangnya? Nggak mungkin kan kalau aku mau pulang ke kampung halaman sekarang?” sahut gadis itu. Adriano menghela nafasnya. “Bitha, please ....” “Kamu nggak usah kawatir, Adrian! Aku nggak akan bunuh diri lagi kok!” potong gadis itu, dengan nada sedikit marah. “Kamu, Sandra, juga Mas Andre, sudah nggak perlu mengawasi aku lagi! Aku masih mau hidup. Masalahku masih banyak. Kalau aku bunuh diri, bisa jadi arwah penasaran nanti! Aku nggak mau!” ujarnya lagi. Adriano memandang gadis itu. Gadisnya yang keras kepala, yang kalau sudah mengambil keputusan sudah susah untuk d

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-19
  • Cinta untuk Tabitha   BAB 44

    Ternyata memang sulit untuk menjauhkan diri dari yang namanya Cinta. Ketika kita mencintai seseorang dan kerinduan datang mendera, yang diinginkan hanya satu, selalu berada di dekatnya. Tidak perduli seberapa banyak rintangan yang harus dilewati, atau seberapa besar resiko yang harus dihadapi, semua akan terlihat kecil di depan mata ... kalau mau dihadapi bersama-sama. ~ Lady Rose ~ Tidak tahu apa yang harus dilakukan, juga tidak tahu apa yang harus dikatakan. Kangen. Cuma kata itu yang sepertinya pantas untuk melukiskan rasa yang sedang Tabitha alami saat ini. Kangen yang masih bercampur dengan marah. Entah perasaan yang mana yang lebih mendominasi. Ingin bertemu dan bercanda berdua, atau ingin bertemu dan memaki? Tabitha termenung sendiri sambil menatap ke luar dari balik jendela di kamar bayi Vanya. “Kangen ya?” tanya Sandra, yang kemudian masuk lalu meraih bayi Vanya yang sudah terlelap dari pelukan Tabitha. Dengan hati-hati, Sandra membaringkan tubuh mungil putri

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-01

Bab terbaru

  • Cinta untuk Tabitha   Bab 48

    “Tabitha! Nduk! Mau ke mana toh, Cah ayu?” panggil seseorang. Tabitha menoleh ke belakang. Seorang pria dengan usia dan penampilan yang hanya sedikit lebih muda dari ayahnya terlihat sedang mengendarai motor tidak jauh di belakangnya. Melihat kemunculan pria setengah tua itu, Tabitha mendadak merasa perutnya sedikit mual dan tidak nyaman. Duh, kenapa harus ketemu orang ini pagi-pagi sih? Bikin aku bad mood aja! keluh Tabitha. “Eh ... Pak lèk! Aku ... hmm ... mau ke warung sayur yang di ujung jalan itu, Pak lèk! Ibu titip minta dibelikan sayur-sayuran dan ikan.” sahut Tabitha dengan tetap sopan, sambil terus berjalan melenggang dan menatap lurus ke depan. Terus terang Tabitha enggan dan sedikit pun memang tidak ingin menatap wajah pria setengah tua itu, yang kemudian seperti dengan sengaja malah mengatur laju motor yang dikendarainya agar menyamai kecepatan langkah kaki Tabitha. “Ooh .... ke warung sayur yang di depan itu? Warung si Minah? Ya sudah, Ayo! Kamu bonceng Paklèk sa

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 47

    “Lo serius, Bith? Lo mau pulang kampung sekarang?” tanya Sandra, sambil memandangi sahabatnya yang sedang sibuk melipat pakaian dan memasukkannya ke dalam koper. “Ya serius lah, San! Masa’ lo pikir gue lagi bercanda? Mau ngeprank lo maksudnya? Ih, ribet banget!” sahut Tabitha, sambil mengunci koper berisi pakaian yang sudah tersusun rapi di dalamnya. “Terus, di kampung nanti lo mau ngapain? Memangnya lo udah rela untuk melepas mimpi lo yang katanya pingin punya karir bagus di Jakarta? Lo udah rela kalau seandainya di kampung nanti bapak lo tiba-tiba langsung nyuruh lo menikah sama cowok yang udah dia pilih buat lo? Alias lo bakal dijodohin lagi! Terus, memangnya lo yakin kalo lo udah bisa melupakan cinta lo sama Adriano untuk selama-lamanya? Lo udah rela kalo seandainya si Adriano itu akhirnya benar-benar pacaran sama si Helen? Lo udah ngerelain dia untuk dipeluk selamanya sama perempuan itu? Bitha, please ... jawab gue!” tanya Sandra, bertubi-tubi, dengan nada emosi. Tabitha men

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 46

    “Tolong ... jangan sakiti aku!” Tabitha meratap. “Sshhht ... siapa yang mau nyakitin lo?” ujar pria itu, masih sambil memeluk tubuh Tabitha. Astaga! Tabitha terperanjat. Suara ... suara itu ... suara itu pernah aku dengar! “Siapa ka ... kamu?" “Ini gue. Masa’ lo udah lupa sama gue? Kan belum lama kita pernah bermesraan!" APA? Tabitha terperanjat lagi. "Lo pasti masih ingat gue kan? Ini gue ... yang waktu itu hampir memperkosa lo, Sayang! Percintaan kita yang panas di kamar hotel gue dulu ... ah, seharusnya kan sangat berkesan buat lo! Lo pasti belum pernah merasakan sentuhan dari tangan lelaki sampai sejauh itu kan, perawan?” Pria itu menyeringai, seolah menertawakan, sambil tangannya mengelus bagian dalam paha Tabitha. Tabitha langsung terlonjak kaget. "Nggaak...! Tolong! Hmmph...!" Pria itu langsung membekap mulut Tabitha lagi. "Ssshhtt ... tenang dong! Jangan berteriak!" bisik pria itu di telinga Tabitha. Suaranya nyaris terdengar bagai hukuman yang tidak berkesu

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 45

    Terdengar suara deru mesin mobil di halaman depan rumah Sandra. Untuk sekian detik hati Tabitha melonjak senang. Dia teringat kebiasaan Adriano yang tanpa bertanya akan langsung datang menjemputnya Tapi, nggak mungkin itu dia! pikir Tabitha, sedih. Sudah beberapa minggu mereka memang tidak saling memberi kabar. Dan .... Betul kan! Memang bukan dia! Tabitha menutup lagi gorden jendela ruang tamu di rumah Sandra dengan wajah muram. “Eh, ada si Neng Tabitha!” tegur Andre, yang kemudian muncul dari balik pintu utama dan mendapati Tabitha sedang duduk di sofa ruang tamunya. “Tahu aja sih kalau malam ini aku bakalan pulang sambil bawa Sate Padang!” Andre tertawa lebar. Tabitha tersenyum kecil. “Nih, makanan kesukaan kamu!” ujar Andre, sambil meletakkan plastik berisi tiga bungkus Sate Padang di hadapan Tabitha. “Waah ... terimakasih, Mas! Wangi bumbunya bikin aku lapar aja!” ujar Tabitha, mulai sumringah. “Pastilah! Aku beli di tukang Sate Padang langgananku! Dari jaman a

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 44

    Ternyata memang sulit untuk menjauhkan diri dari yang namanya Cinta. Ketika kita mencintai seseorang dan kerinduan datang mendera, yang diinginkan hanya satu, selalu berada di dekatnya. Tidak perduli seberapa banyak rintangan yang harus dilewati, atau seberapa besar resiko yang harus dihadapi, semua akan terlihat kecil di depan mata ... kalau mau dihadapi bersama-sama. ~ Lady Rose ~ Tidak tahu apa yang harus dilakukan, juga tidak tahu apa yang harus dikatakan. Kangen. Cuma kata itu yang sepertinya pantas untuk melukiskan rasa yang sedang Tabitha alami saat ini. Kangen yang masih bercampur dengan marah. Entah perasaan yang mana yang lebih mendominasi. Ingin bertemu dan bercanda berdua, atau ingin bertemu dan memaki? Tabitha termenung sendiri sambil menatap ke luar dari balik jendela di kamar bayi Vanya. “Kangen ya?” tanya Sandra, yang kemudian masuk lalu meraih bayi Vanya yang sudah terlelap dari pelukan Tabitha. Dengan hati-hati, Sandra membaringkan tubuh mungil putri

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 43

    Kita hanya bisa menemukan kedamaian di kehidupan yang fana ini dengan menerima kehendak alam semesta. ~Pet Sematary, Stephen King~ “Mau ke mana?” tanya Adriano. Berdiri di ambang pintu kamar Tabitha. “Pulang.” jawab gadis itu, singkat, sambil mengeluarkan pakaiannya yang terakhir dari dalam lemari, lalu memindahkannya ke dalam koper besar miliknya. “Ke mana?” “Ya ke rumah kosku! Mau pulang ke mana lagi memangnya? Nggak mungkin kan kalau aku mau pulang ke kampung halaman sekarang?” sahut gadis itu. Adriano menghela nafasnya. “Bitha, please ....” “Kamu nggak usah kawatir, Adrian! Aku nggak akan bunuh diri lagi kok!” potong gadis itu, dengan nada sedikit marah. “Kamu, Sandra, juga Mas Andre, sudah nggak perlu mengawasi aku lagi! Aku masih mau hidup. Masalahku masih banyak. Kalau aku bunuh diri, bisa jadi arwah penasaran nanti! Aku nggak mau!” ujarnya lagi. Adriano memandang gadis itu. Gadisnya yang keras kepala, yang kalau sudah mengambil keputusan sudah susah untuk d

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 42

    “Sedang melamun di sini rupanya!” Seorang pria tiba-tiba duduk di samping Tabitha. Tabitha yang memang sedang melamun spontan terkejut. Dia lalu menoleh ke arah pria itu, dan langsung terperangah. “Loh, Bapak?” "Jangan panggil saya 'Bapak'! Saya belum tua!" ujarnya. Tabitha memperhatikan wajah pria itu sekali lagi dengan lebih teliti. “Iya, tapi ... Bapak kan yang waktu itu ... di resort itu kan?” tanyanya. Pria itu tertawa terkekeh. “Iya, itu memang saya! Perkenalkan, Ferdinan Matteo! Kamu boleh panggil saya Ferdinan, boleh juga panggil saya Matteo! Terserah mau yang mana!" ujarnya, sambil mengulurkan tangan dan tersenyum. "Eh?" Tabitha menatapnya, heran. " Yaa ... dulu kan kita belum kenalan secara pribadi seperti ini! Iya kan?” ujar pria itu, sambil masih mengulurkan tangannya. Tabitha pun menyambut uluran tangan itu, dan balas tersenyum juga. “Iya juga sih, Pak!" ujarnya. "Tabitha.” "Yup! Sudah tahu!” “Eh? Iya kah?" Tabitha melirik pria itu, setengah tid

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 41

    Beberapa jam sebelumnya. Tubuh telanjang bulat milik seorang gadis sedang berdiri di bawah pancuran air di dalam kamar mandi di dekat kolam renang. Sejak tadi gadis itu sibuk menggosok-gosok kulit di sekujur tubuhnya dengan kasar. Seolah ingin membersihkan “kotoran” yang tidak pernah dia inginkan, yang tidak kunjung hilang, dan yang dia pikir masih “melekat” di seluruh tubuhnya. Dia tidak rela kulit tubuhnya “ternoda”. Dia tidak ikhlas tubuhnya "kotor" dan "tercemar” oleh tangan-tangan para lelaki yang tidak punya hak untuk menyentuh dia. Dan, gadis itu menangis tersedu-sedu ketika akhirnya dia menyadari bahwa “kotoran” itu memang tidak akan bisa hilang. “Kotoran” itu memang tidak kasat mata. Bahkan, tidak ada seorang pun yang bisa melihatnya. Tetapi, “kotoran” itu terus menghantui dirinya. Membuat dia merasa buruk. Merasa kotor. Merasa ternoda. Merasa tidak layak. Merasa terhina. Merasa tidak berharga. Seorang psikolog menamakan “kotoran” itu sebagai “Trauma”. Hasil dari sebuah k

  • Cinta untuk Tabitha   BAB 40

    Gadis itu terbaring di ranjang rumah sakit. Kondisinya sudah lebih baik, walau masih terlihat lemah dan tidak berdaya. Tidak ada yang mengira bahwa dia mampu bertahan hidup setelah mengalami kecelakaan fatal seperti itu. Ketika tubuhnya sudah tidak bergerak, semua berpikir gadis itu sudah mati. Pengemudi mobil yang menabraknya pun berpikiran sama. Tetapi, dugaan mereka semua salah. Tuhan memberi gadis itu kesempatan hidup kedua. Entah untuk apa. Ketika petugas aparat membawa tubuh yang mereka pikir sebentar lagi akan menjadi mayat, pengemudi mobil yang menabraknya pun langsung tertangkap. Tetapi sayang, belum sempat mereka interogasi, para petugas itu sudah kecolongan. Mereka hanya lengah sebentar, tetapi nyawa pengemudi yang ternyata seorang pria berbadan besar sudah terlanjur melayang. Pria itu bunuh diri. Menelan pil racun yang langsung menghancurkan lambungnya dalam seketika. Tidak ada surat-surat. Tidak ada tanda pengenal. Sidik jari dan DNA pengemudi itu bahkan tidak terdaf

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status