Author POV
Liana sudah sempurna, dia hanya akan membawa Azfer makan ke restoran indonesia, Liana kenal orang yang punya restaurant, dia sering ke KBRI Istanbul. Liana Duduk santai sambil mengutak atik ponselnya. Dia lirik jam tanganku sudah pukul 09.00 pm,Liana segera mengambil ponselnya, dia mengirim massage pada Azfer, dia ketik tapi dia sedikit berhenti, lalu dia menghempaskan pantatnya disofa, Liana tidak ingin terjadi sesuatu sampai membuat Azfer tidak konsen nyetir tiga puluh menit kemudian, akhirnya dia berpikiran untuk kesana dulu, lalu dia keluar untuk memesan taxi, taxi kuning melaju cepat ke arah utara.
Liana melangkahkah kakinya ke pintu restaurant itu, dia memandang berkeliling restoran tersebut, hari cukup ramai sepertinya sehingga semua tempat hampir penuh.
"Haiiii Lian!!!" Teriak seseo
Love
Author POV "Hai?" Sapa Ipek didepan Azfer. Mereka sudah disebuah cafe di pinggiran selat Bosporus, mata Azfer mengerjap beberapa kali, dalam gengaman wanita cantik asli Turki ini adalah seorang pria kecil berusia sekitar dua tahun. Azfer kemudian tersenyum pada Ipek dan ia melirik pada laki-laki kecil yang Azfer tebak adalah anak ipek. "Hai ganteng?" Sapa Azfer ramah dengan senyuman lebarnya. Ipek tersenyum sekilas mendapati respone Azfer terhadap Arion. Anak hasil dari pernikahan Ipek dengan pengusaha asal Yunani. "Ayo beri salam untuk paman" kata Ipek sedikit berjongkok disamping Arion. "Senang bertemu denganmu paman" katanya dengan terbata, anak itu kemudian mencium kedua pipi Azfer, Azfer sendiri s
Ana pov Sudah berapa lama aku tidak melihat banyak tanaman hijau dan sawah membentang luas? rasanya sudah lama sekali. Padahal aku meninggalkan bogor dua setengah tahun yang lalu, padi-padi menghijau dikejauhan sana, lalu banyak burung yang terbang dilangit. Aku rindu tanah airku. Aku rindu dengan rumah, terutama ibu, akh iya, aku membelikanya oleh oleh foto Egin, hadeh ibuku satu itu, memang luar biasa. Aku membelikanya kaset film Turki, biar ibu bisa menonton puas-puas wajah Egin. Aku mengeleng mengingat perkataan ibu, tiba tiba sekilas bayangan, membuatku teringat pada Azfer. bagaimana pemuda itu? apakah cinta ini berakhir sekarang? Aku tak tau. Jujur rasanya memang sangat sulit mengapainya. Keluarganya memang sangat welcome tapi , akh sudahlah, membahas Azfer tidak akan pernah habis. Jika memang dia adalah jodohku, aku yakin bagaimanapun Allah akan memperte
Ana POV Hari ini aku diantarkan pak Sukri ke Sukabumi. Aku akan ikut adekku untuk sementara di kosnya, perjalanan dari Bogor tidak jau. Hanya memakan satu jam perjalanan saja itu kalau tidak macet, entah kenapa saat ini aku jadi merindukan pria itu, tapi apakah dia merindukanku? seharusnya memang benar keputusanku untuk melupakanya saja. Bagaimana mungkin dia dapat jatuh cinta denganku, yang nota bane nya jauh dari status sosialnya. Kenapa hatiku tiba-tiba sedih, selama ini memang aku tidak pernah jatuh cinta. Belum ada pria yang membuat hatiku berdebar-debar ketika menemuinya, tapi Azfer mematahkan semua itu. Sekelebat bayanganya saja bisa membuatku penasaran, senyumanya sulit untuk ku lupakan. Tuhan kenapa kau dekatkan kami, jika berakhir seperti ini, pikiranku menerawang jauh. "Nduk?" Aku tergagap mendengar panggikan dari pak Sukri.
Ana pov Bagaimana dia bisa sampai disini? setelah semua selesai. Aku langsung saja berjalan ke arahnya, seperti kakiku ada yang mengerakkanya. Seperti jalan didepan sangat lurus untukku, bukan bukan diriku, yang menginginkanya tapi hatiku, membuat nyawaku dan tubuhku ikut berjalan, menghampiri orang tampan itu. Apakah seperti ini mengerikanya jatuh cinta? Jawabanya adalah aku tak tahu. Aku baru pertama kali merasakan ini, pikiran hati dan langkahku tak sejalan. "Azfer" dia tersenyum. Senyuman yang bisa membuat duniaku runtuh saat itu juga, entah reaksi semua mahasiswa itu aku tidak peduli. "Hai" aku hanya memandanginya membeku, otakku berkata aku tidak boleh memeluknya sekarang, meskipun aku ingin. Ada ribuan pasang mata melihat aku sekarang dan ada ratusan ma
Liana POV Muka tampan itu terlihat sedang menikmati pemandangan di depanya dihalaman rumah kontrakan ini, hatiku bergetar. Seperti biasanya dia melompat lompat tak tentu arah. Rasanya sedikit saja wajah itu membuat aku ingin hidup terus disampingnya. Beginikah rasanya orang jatuh cinta? hem pantas saja banyak orang takut jika dia kecewa karena cintanya, tampa sadar cinta itu menuntut sendiri. "Kak itu teman kakak?" Tanya Sari padaku, dia sudah waras sekarang. "He um kenapa?" Tanyaku. "Suruh sering sering kesini aja kak, biar mata ini seger" aku langsung menampol kepalanya pelan. "Dia orang Turki" "Hah!!!" Sari menutup mulutnya
Ana POV "Kita makan?" Ajakku pada Azfer. "Ayo" jawabnya langsung meletakkan ponselnya di meja nakas, dia menghampiriku dan merangkulku untuk kemaja makan. "Kau suka makanan indonesia?" Tanyaku pada Azfer. Dia sudah memandangi berbagai menu dalam meja. "Suka, semuanya berbeda-beda cita rasanya" jawabnya lalu mengeret kursi duduk. "Kau harus mencoba kebab ala Indonesia" celotehku tersenyum padanya, dia juga tersenyum, siapa wanita yang tidak akan takluk pada orang ini? Aku mengeleng pelan. "Emang ada disini kebab indonesia?" aku lalu mengambil beberapa makanan. "Ada rasanya enak, lebih enak dari asli"
Azver pov Aku sedang memikirkan kejadian beberapa jam yang lalu antara aku dan Liana, aku memang lebih dewasa dari Liana, aku juga paham bahwa Liana tidak pernah begini, dia wanita baik baik, ku yakin aku adalah pria pertama yang menyentuhnya seperti ini, aku benar benar lupa logikaku dimana beberapa jam yang lalu, aku ingat ketika Ana memegang tanganku ketika aku sudah ingin, benar benar diriku sudah menjadi setan yang sebenarnya, logikaku hilang, semua janji yang ku sanggupi padanya pun ku lupakan entah, hanya satu rasa yang dominan kala itu, aku menginginkan dia, menginginkan kepuasan. Melebihi siapapun tubuh Ana adalah yang terindah, bibir Ana lembut dan membuatku ingin terus menikmatinya dan "shit!" Lidahnya yang lancip membuatku terus menginginkan hisapanya. Pikiranku kotor sekarang.
Ana pov "Assalamu'alaikum" "W*'alaikum salam" jawab Sari yang masih didepan TV "Kakak cantik banget, habis pesta ya" ia memandangku meneliti dari atas ke bawah. Jujur aku agak risih sama pangandangan mengoda adekku ini, bukan karena apa, dia pasti lagi mikirkan yang bukan-bukan tentang aku dan Azfer. "Mana mas mas gantengnya?" Tanyanya spontan membuat kecurigaanku dibenarkan ka ini, dia celingak celinguk melihat arah pintu. "Langsung pulang" ketusku "Ealah, aku sudah pengen foto dia, pasti ganteng" aku memutar bola mataku malas, Sari malah sudah tersenyum senyum jahil padaku, dasar Sari. "Kakak istirahat dulu"
Author POV Azfer telah bersiap untuk pulang hari ini, dia tersenyum lembut ke Istrinya-Liana, wanita yang sedang membereskan semua barang itu terlihat sangat sibuk, beberapa kali dia mondar mandir untuk mengecek barang-barangnya. "sayang..." Azfer memangil dengan suara yang lembut sekali. Liana menoleh dalam mode pelan, matanya mengerjap beberapa kali ketika bertemu dengan manik mata suaminya. "ada apa sayang?" tanyanya, dia sedang serius dan berkonsentrasi penuh. Azfer tersenyum sekilas lalu mengeleng pelan. "kamu jangan terlalu capek" ucapnya, Liana kemudian tersenyum dan menghampiri suaminya itu. Liana tentu saja tidak memperbolehkan Azfer untuk ikut serta membereskan semua barang-barang, kesehatanya belum sepenuhnya pulih. "aku kayak De-javu ya, kayak adengannya kebalik gitu" Liana lalu tertawa berderai, Azfer ikut tersenyum lebar mendapati tawa istrinya yang renyah itu. "dulu kamu yang kayak gini di Ista
Liana POVaku tidak pernah menyangka akan melibatkan diriku pada urusan yang sangat pelik ini, ku pikir semuanya akan terkendali. nyatanya tidak satupun yang dapat ku kendalikan.Suamiku terbujur dengan peralatan medis di sekujur tubuhnya, bahkan tadi aku bergetar hebat ketika menelephone ibuku dan mama Dilara, entahlah apa yang akan mereka katakan padaku nanti, Mama bahkan menangis hebat dan langsung memesan penerbangan ke Indonesia malam ini juga, tapi jarak istanbul-Indonesia yang mencapai hampir delapan jam perjalanan udara.dokter sudah memeriksa Azfer tadi dan melakukan tindakan operasi cepat, kalau Azfer dapat melewati masa kritisnya dalam waktu kurang dari 24 jam kemungkinan dia akan sembuh lebih besar, tapi lain lagi jika ia tidak dapat melewati masa kritis, mungkin aku harus bersiap dengan kemungkinan terparah.aku menekan-nekan ponselku sebentar aku menghubungi Ismet, mukanya langsung muncul dalam layar ponselku ketika panggilanku dijawab
Author Pov Mobil metalik hitam jenis sedan keluaran terbaru itu, memasuki area istana gubernur Jawa barat, lebih tepatnya di kota kembang Bandung. Seorang dengan pakaian formal berwarna merah berkelas menuruni mobil tersebut, lalu mobil dibelakangnya juga mengikuti, seorang berwajah sangat rupawan di ikuti seorang pria paruh baya keluar dari mobilnya. "Ibu Liana" panggil Sancar "Iya pak" wanita itu menjawab dengan santai, siapa lagi kalau bukan Liana. "Bagaimana persiapan untuk presentasinya?" "Sudah saya siapkan pak" katanya mantap, kedua laki-laki itu saling pandang dan mangut-mangut sekilas, kemudian mereka berjalan memasuki gedung besar itu di ikuti Liana dibelakang mereka. -- Pertemuan itu berjalan dengan sangat baik, bahkan tidak ada kendala yang berarti bagi pihak AHA, sumber daya manusia indonesia yang mengelola pertanian sangat besar apalagi dijawa barat, gubernur sangat senang atas inve
Author POV Lampu merah itu terjadi sangat lama dipertengahan jalan, kini mobil sudah sampai pada jalan palgura mobil mengerem mendadak, membuat Xavi hampir tersungkur kedepan. "Akhh.... " ucapan Xavi terputus setelah beberapa orang berkaos hitam mengendor pintu mereka. Ada empat orang sekarang yang mengerumuni mobil mereka. "Buka pintunya!!!" teriaknya lantang, sebuah pistol sudah ditodongkan tepat disamping kaca, memaksa ujang langsung tiarap. "Buka sebelum semua orang berkerumun Nona!!!" Teriak yang disamping Xavi, dengan cepat Ujang membuka kunci pintu mobil, dan dengan cepat orang-orang itu membuka mobil dan memaksa Xavi keluar. "Ikut kami baik baik nona" kata mereka dengan halus Xavi yang tidak mengerti bahasa
Author POV Dipulau Bali, Xavi terlihat berjalan santai didekat pantai Kuta, ia sering menikmati matahari dipantai cantik itu, tidak sulit untuk menginjakkan kaki setiap hari dipantai itu, karena jarak rumah yang dibangun Liana dikuta tidak jauh dari pusat gemerlap pantai kuta. Langkah kakinya berjalan telanjang menyusuri pantai yang penuh dengan turis dari berbagai negara itu, dia senang karena tidak perlu bersapa atau ramah pada orang-orang itu karena toh orang-orang itu juga tidak mengenalnya, dia juga tidak ingin mengenalkan dirinya ke semua orang, anggap saja, dia ingin melarikan diri dari kenyataaan bahwa orang yang telah mengisi hatinya bukan orang yang pantas untuk dia temani. Lalu Xavi duduk pada pasir putih, setelah matahari terbit dari arah barat dia beranjak dari tempat duduknya, dia berniat ingin kembali ke rumah, mungki n asisten rumahnya yang di
Author POV Welcome Soekarno-Hatta Akhirnya Arslan, Azfer dan Liana tiba dibandara Soekarno-Hatta, ibu Liana-Sumarni terlihat menunggu di penjemputan bandara bersama Sari, wajah mereka terlihat berbinar binar, Liana dan Azfer menggeret koper mereka, sedangkan Assisten mereka dan Arslan sedang berjalan kedepan. "Itu mereka Sari" kata Sumarni pada Sari, mata Sari langsung memandang ke arah kedatangan dan benar saja Azfer dan Liana terlihat tersenyum manis dari kejauhan, dengan cepat Sumarni menghampiri ke empatnya. "Sayang" Liana langsung memeluk ibunya begitu dekat, Azfer memeluk sari sekilas, merek bergantian berpelukan. "Ibu kangen nak" katanya disertai lelehan air mata dari sudut matanya.
Liana POV Deru mobil Azfer terdengar memasuki lobi, kantor ini tidak besar dan pegawaiku juga tidak banyak, jadi ada tamu yang masuk hanya mampir saja kami akan langsung tau, Azfer seperti biasa dengan ramahnya dia menyapa pegawai lalu gagang pintu terbuka lebar "Tünaydın sweety" "Tünaydın sweet heart" aku langsung memeluknya, senyumanya merekah dan indah "Bagaimana tadi pertemuanya" "Duduklah dulu, teh kopi?" Tawarku "Kopi saja" lalu duduk disofa tamu Aku beranjak ke mesin coffe untuk membuatkaanya moccacino, setelah selesai aku segera menghampirinya dan meletakkan moccacino nya d
Liana PoV Bagaimana dia bisa mengenalku? Tanyaku pada diri sendiri, aku mencoba tersenyum untuk orang satu ini. "Iya saya, ada yang bisa saya bantu Sancar bey?" Tanyaku pada orang yang baru saja memangil namaku. "Anda lawyer AHA?" Dia tersenyum ramah padaku, jelas dia bukan orang yang bisa ramah kepada siapapun, cenderung wajah yang dingin, tapi kenapa dia bisa sangat ramah dan tau namaku?. "Iya benar pak" kataku, Oemar didisampingku hanya diam memperhatikam kami, sekilas dia melirikku dari sudut matanya, Sancar mendekat. "Saya permisi dulu ibu Liana" kata Oemar dia memang agak gelisah sejak Sancar memangilku baru saja. "Oh, iya pak Oemar terima kasih, nanti s
Liana POV "Selamat siang... " aku berdiri didepan seorang resepsionist. "Selamat siang ibu Liana, rapatnya sudah dimulai, ada di lantai Lima" sebegitu seringnya aku kesini sampai-sampai resepsionist itu mengenal wajahku. "Terima kasih" jawabku tersenyum "Ibu Liana..." seseorang memanggilku dari belakang, aku menoleh rasanya tidak asing dengan suara itu, seorang laki laki tampan bertubuh tegap tersenyum padaku. "Oemar" kataku lalu mengulurkan tangan, dia tersenyum manis. "Bagaimana kabarmu?" lanjutku "Baik baik" jawabnya tersenyum lalu pintu lift membuka, kami langsung masuk