Azril masih asyik dengan Kang Abduh yang mengajaknya keliling pesantren. Dirinya juga sudah memilih kamar.“Kang, apa takzirannya bila melakukan kesalahan di pesantren ini?” tanyanya.“Takzirannya bermacam, Gus. Ada yang rambutnya di cukur gundul, ada yang disuruh berlari keliling pesantren sampai 100 kali, ada yang di suruh menyapu halaman depan dan belakang selama 3 hari, ada yang disuruh membersihkan toilet selama satu minggu dan ada yang sampai dikeluarkan secara tidak terhormat dari pesantren dan beberapa kasus yang cukup berat Kiyai Bisri sendiri yang mentakzirnya.” terang Kang Abduh.“wuih, sedikit menakutkan dong kalau gitu, tapi bisa dicoba,” ucapnya membuat Kang Abduh terbelalak heran. Dirinya sudah banyak menjumpai putra Kiyai yang badung selama menjadi asisten Kiyai Bisri dan menjadi ketua pengurus putra.“Dilihat dari tindak tanduknya cukup sopan, tapi tidak bisa diremehkan kayaknya Gus yang satu ini,” batin Kang Abduh.“Jenangan jangan pernah mencoba melanggar, Gus. Tak
Azril terbangun setelah pengurus keamanan membangunkannya untuk mengajaknya sholat asar berjamaah. Ia segera bangun dan mengambil peralatan mandinya. Azril segera membersihkan tubuhnya, kebetulan kamar mandi ada di setiap kamar. Seperti halnya pesantren milik keluarganya.Setelah mandi ia bersiap untuk segera sholat. Teman sekamarnya sudah menunggunya dan meminta berkenalan dengannya.Azril tersenyum dan memperkenalkan dirinya dengan ramah pada teman-teman sekamarnya.Terlepas dari sifat konyol, nyeleneh, jahil, seenaknya sendiri dan bertindak semaunya saja, Azril adalah anak yang ceria dan mudah beradaptasi. Ia tidak pernah memilih dalam bergaul, tak pernah membedakan teman dan ramah pada setiap orang.Setelah berkenalan dengan santri lain yang satu kamar dengannya. Ia pun bersama santri lain menuju masjid pesantren untuk sholat berjamaah.Setelah sholat ashar semua santri sudah bersiap dengan kitabnya masing-masing sedangkan Azril lupa tidak membawa kitab. Untuk kembali lagi ke k
Malam ini setelah mengaji malam Azril dipanggil pengurus keamanan dan pengurus pendidikan.“Kamu tahu kenapa kami panggil di sini?” tanya Kang Khaidir.Azril menggeleng. “Saya tidak tahu.”“Karena kamu melakukan kesalahan.”“Aku merasa tidak melakukan kesalahan. Memangnya menurut Akang-akang ini aku melakukan kesalahan apa?”“Hehehe, kamu itu bodoh apa pura-pura bodoh ya?” ujarnya sambil tertawa mengejek.“Lha, aku memang enggak merasa melakukan kesalahan kok harus dipaksa mengakui kesalahan,” ujarnya santai. Sebenarnya dirinya sudah mulai kesal apalagi dikatai bodoh.“Baiklah, kesalahanmu itu tidur ... santri dilarang tidur saat mengaji. Sepertinya kamu nyenyak sekali ya, sampai adzan maghrib baru bangun,” ujarnya mengejek.“Tidur bukan kesalahan, jadi menurutku aku tidak salah, permisi Akang-akang yang gantengnya enggak ketulungan,” ucapnya sambil berdiri meninggalkan ruangan itu, tapi belum sampai menggapai pintu kamar itu Kang Fajar selaku pengurus keamanan mencegahnya.“Enak sa
Kiyai Bisri menyuruh Kang Khaidir dan Kang Fajar untuk tetap di tempat.Saat ini Kiyai Bisri sendiri yang memberi nasihat pada dua pengurus pembikin ulah itu, setelah kepergian Kang Abduh dan Azril dari tempat itu.“Kang Khaidir, Kang Fajar. Bisa-bisanya kalian memperlakukan santri baru seperti itu to, Le.”“Hal ini bisa merusak citra pesantren ini. Kalau tingkah kalian semena-mena pada santri baru. Santri batu itu butuh dirangkul supaya mereka itu kerasan, tidak malah ditakuti dan dijahili.” Kiyai Bisri terlihat marah. Namun, masih bisa mengontrolnya. Kang Khaidir dan Kang Fajar hanya tertunduk malu, tidak berani mengangkat kepalanya. Mereka berdua hanya mendengarkan sang Kiyai yang sedang dukani mereka.“Kalian juga sudah dewasa, bisa-bisanya melakukan hal yang sangat tak pantas ini. Apa memang kalian berniat menjatuhkan nama baik pesantren dengan membikin ulah seperti ini pada santri baru.”Mereka berdua serentak menggeleng. “Mohon maaf Kiyai, kami sama sekali tidak berniat mengh
Setelah selesai menebus obat. Kang Abduh mengajak Azril kembali ke pesantren. Karena sebentar lagi ada kegiatan tadarrus Alquran dan dirinyalah yang bertugas menjadi pendamping para santri.Mereka berdua kembali melewati pondok putri. Kehebohan terjadi lagi, meskipun mereka tak berteriak-teriak. Namun, mereka berhamburan berdiri di balkon kamar untuk melihat Azril dari kejauhan. Apalagi di jalan ada Neng Naima, adik Neng Najma yang sedang membawa beberapa barang untuk buka bersama nanti, sehingga mau tak mau Kang Abduh menawarkan diri untuk membantu. Tiga anak Kiyai Bisri dan Ummi Roudhoh memang tidak tinggal bersama di sini, mereka ikut berdakwah dengan mengembangkan pesantren ini di cabang- lainnya. Sama halnya pesantren Kiyai Laqief yang memiliki beberapa cabang, pesantren ini juga memiliki beberapa cabang yang di pangku langsung anak dan menantunya. Berbeda dengan Kiyai Laqief yang menyuruh santri-santri yang terpilih memimpin pesantren cabang, sedangkan Afnan di minta memangku pe
Permata sejati adalah agama. Hiasan hakiki adalah akhlak dan harta yang sebenarnya adalah etika. Hal itu yang ditanamkan Arni dan Afnan sejak kecil pada ketiga buah hatinya dan Azril sangat mengingat itu. Di atas langit masih ada langit dan kesombongan hanya akan merendahkanmu saja.(Azril – Gus Badung (Ramadhon di Penjara suci)***Azril dan Kang Abduh baru sampai di pondok putra. Azril segera masuk ke dalam kamarnya setelah Kang Abduh menyerahkan kantong plastik bisa obat dan salep.“Obatnya jangan lupa diminum ya, Gus! Supaya cepat sembuh.”“Terima kasih, Kang.”“Bagaimana keadaanmu, Ril? Dokter mengatakan apa?” tanya Arsya perhatian.“Alhamdulillah, Cuma alergi, sudah diberi obat dan salep kok,” jawabnya santai.“Ayo bersiap ikut tadarrus Alquran!” ajak Arsya, Azril tidak menanggapi ucapan Arsya dan tetap melanjutkan berbaring.“Azril ... nanti kamu kena takzir kalau enggak mengikuti kegiatan,” bujuk Arsya.“Aku capek mau tidur, jangan ganggu aku, ya,” ujarnya santai. Membuat Arsy
Mutia tidak menyangka ternyata putra Arni dimasukkan di pesantren ini. Pesantren milik mertuanya.“Aku belum pernah bertemu dengan Gus Afnan karena kebetulan aku kuliahnya di Yaman saat itu. Namun, aku tidak menampik saat Kak Naima dan yang lain menceritakan kepintaran dan kecerdasannya dalam mengisi seminar dan menjadi dosen pembimbing bagi mahasiswa yang akan skripsi. Aku tidak pernah bertatap muka langsung dengannya, tapi Kak Naima selalu menceritakan keseruannya dengan dua sahabat laki-lakinya itu, Gus Afnan putra Kiyai Laqief dan Mas Azzam adiknya Mas Haikal, “ ucap Rosyad menerawang.Setelah mengobrol cukup lama, Mutia dan Rosyad pamit.“O iya, Kak. Ini nanti kasihkan ke adik kamu. Ummi dan Abi masih ada urusan, makanya enggak bisa lama, sampaikan maaf Ummi dan Abi padanya karena kami enggak bisa nunggu sampai selesai kegiatan. Kami juga tidak mampir ke ndalem karena sebelum ke sini tadi Ummi menelepon dulu dan Eyang kamu bilang kalau masih ada di luar.”Azril duduk sedikit me
Azril dan Arsya keluar dari aula pondok putri dan kembali ke pondok putra, sebentar lagi masuk ashar, setelah sholat ashar mereka harus kembali mengikuti kegiatan.Sejak kembali dari aula putri, Azril sibuk dengan pemikirannya sendiri. Arsya pun merasakan keanehan itu. Namun, ia berusaha tidak bertanya. Ia hanya bisa menyembunyikan senyumnya. Arsya berharap ada perasaan antara Azril dan sang adik kembarnya. Dia memang sengaja mempertemukan keduanya. Ia ingin sekali mengetahui reaksi keduanya, sehingga dirinya bisa mengambil sikap selanjutnya yang akan dirinya lakukan pada Arsyi dan Azril. Ia paham masa depan Azril dan sang adik masih panjang, tapi ia hanya berharap pertemuan pertama mereka berkesan dan tak terlupakan sampai kapan pun sehingga menimbulkan desir diantara keduanya yang akan sedikit demi sedikit tumbuh menjadi cinta. Cinta yang didasari karena Allah dan akan berlanjut hingga pernikahan yang diridhoi.Niat Arsya cukup baik. Ia tidak mau sang adik menautkan hatinya pada pem
Bersabarlah dalam segala hal, tetapi yang terpenting adalah bersabar dengan emosi yang ada di dalam dirimu sendiri. Karena Meskipun seribu orang memilih untuk mencemooh dan meremehkanmu. Maka hal terbaik adalah menjadikan cemoohan mereka menjadi penyemangat dalam mengarungi hidupmu. (Fathiyah) *** “Mohon maaf, Mas tampan. Aku mau ambil motorku,” ucapnya yang berhasil membuat dua laki-laki tampan dan satu wanita cantik menoleh ke arahnya sambil memindai penampilan lusuh Fathiyah. Polisi wanita berparas cantik itu langsung menertawakan Fathiyah dengan senyuman yang terkesan mengejek. “Ternyata Briptu Arza ada penggemar baru ya?” ucap polisi wanita berparas cantik yang tertulis di tag namenya bernama Luna itu, terlihat jelas ia mengejek Fathiyah sambil masih melihat penampilan lusuh gadis itu. “Ternyata Briptu Arza yang tampan bukan saja menjadi idola anak pejabat, dan anak kaum borjuis ternyata anak pank seperti dia juga mengidolakannya,” ucapnya lagi semak
Dengan tersenyum bukan berarti kita bahagia, terkadang semua itu hanya sampul untuk menyembunyikan kesedihan karena kesedihan tidak perlu dipamerkan atau pun diperlihatkan sedangkan kebaikan tidak perlu disombongkan. (Fathiyah) *** Setelah diterima bekerja, Fathiyah kembali pulang dan mengabarkan berita gembira itu pada sang bibi. “Assalamualaikum, Bik,” sapanya dengan riang. “Kenapa sudah pulang? Apa kamu tuli? Aku sudah bilang kamu enggak boleh pulang sebelum mendapatkan pekerjaan!” sengitnya tanpa menjawab salam dari Fathiyah. Fathiyah tersenyum menanggapi omelan sang Bibi. “Diajak ngomong malah senyam-senyum kagak jelas, cepat cari kerja yang benar!” ucapnya kesal. “Alhamdulillah, Bik. Aku sudah diterima kerja di kafe dan Resto yang instagramable, tempatnya bagus, Bik.” “Beneran kamu sudah diterima kerja? Kamu enggak lagi halu ‘kan? Awas saja kalau bohong!” ucapnya. “Enggak bohong! Aku beneran diterima, Bik.” “Ya sudah aku senang mendengarnya,” ketusnya sambil kembali k
Sebuah harapan akan tercapai dengan adanya semangat yang tak pernah pudar. Dengan keyakinan dan sebuah kesabaran pasti akan berbuah indah saat waktunya tiba. (Fathiyah) *** Fathiyah sudah meletakkan lamaran kerja di beberapa toko, kafe dan restoran. Namun, hingga kini ia belum dapat panggilan. Dirinya sadar kalau hanya lulusan SMA, bahkan ia belum punya pengalaman kerja. Hanya berbekal ijazah SMA dan keahlian memasak yang diajarkan oleh sang ibu dulu semasa hidup, ia pun melamar pekerjaan ke kafe dan restoran sebagai koki. Kebetulan sang ibu dulu adalah seorang koki di rumah makan mewah. Dua tahun sudah Kedua orang tuanya meninggal dunia. Saat itu juga sang bibi dan sang paman memutuskan tinggal di rumah Fathiyah, karena rumah yang disewa mereka sudah habis masa kontraknya. Rika, sang bibi selalu memperlakukan Fathiyah seperti pembantu di rumahnya sendiri, semua pekerjaan rumah di kerjakan gadis itu. Bahkan tak jarang Fathiyah harus rela kelaparan karena sang bibi tidak memberi
Tiga bulan sudah Arza pulang ke rumah kedua orang tuanya, di pesantren. Meskipun ia harus berangkat pagi sekali. Namun, di sini hatinya sedikit tenang karena di sini dirinya banyak teman dan bisa berkumpul dengan kedua adiknya yang selalu ada saja tingkah kocaknya, sehingga bisa membuatnya terhibur.“Bang, kenalin aku sama Kak Luna dong,” ucap Azril yang saat ini berada di kamar sang abang.“Apaan sih, Dek. Enggak enak ngomongin Luna, nanti Bunda dan Abi dengar tau,” ucapnya berbisik.“Terus kenapa kalau Bunda dan Abi tau? Abang ‘kan bisa langsung mengkhitbahnya? Secara Abang ‘kan sudah mengenalnya sejak lama. Jadi enggak usah pakai proses taaruf.”“Enggak semudah itu, Dek.”“Kenapa emangnya?”“Luna belum mau berhijab, menurut pandangannya, orang berhijab itu ribet. Apalagi kalau ada yang berhijab panjang dan lebar, pasti dia enggak suka.”“Astaghfirullahal Adziim ... terus Abang kok bisa suka perempuan yang berpikiran sempit seperti itu sih?” ucap Azril tidak suka. Padahal tadi diri
Putra sulung Arni dan almarhum Azzam bernama Arza sudah menjadi seorang perwira polisi. Abdi negara seperti apa yang diamanahkan oleh Azzam. Afnan sudah memberi peluang itu pada putra sambungnya. Ia mengarahkan semua tanpa harus memaksa, meskipun itu adalah sebuah amanah. Sebagai ayah sambung, Afnan tidak hanya menyayangi dan mengayomi Arza dan Azril. Ia sudah berperan lebih dari seorang ayah sambung. Afnan bahagia bila Arza berhasil memenuhi amanah almarhum Azzam menjadi seorang polisi yang jujur dan tetap mengedepankan norma agama *** Setelah pulang dari tempatnya bekerja siang ini, Arza pamit pada Hambali dan Yulia untuk pulang ke rumah kedua orang tuanya. Bahkan Arza izin pada komandannya untuk tidak mengikuti apel besok pagi. Setelah berkendara cukup jauh Arza pun sampai di pesantren milik sang abi. Ia segera masuk ke ndalem mencari keberadaan kedua orang tuanya. Arza segera menemui sang bunda dan sang abi yang berada di kebun belakang. Arni dan Afnan sering menghabiskan wak
Dengan senang hati Azril melakukan tugasnya, setiap harinya ia lewati dengan senyuman. Bahkan dirinya bisa istiqomah menjalankan sholat berjamaah, yang paling dirinya banggakan ia bisa mengerjakan sholat malam bersama Kiyai Bisri dengan khusyuk. Kiyai Bisri selalu membangunkannya sebelum sahur tiba. Ia juga ikut berbuka dan sahur bersama Kiyai Bisri dan Ummi Roudhoh. Awalnya dirinya menolak dengan lembut. Namun, Ummi Roudhoh dan Kiyai Bisri sedikit memaksa. Ummi Roudhoh juga sudah sedikit akrab dengan pemuda tampan itu, beliau sering menceritakan cucu-cucunya pada AzrilKecerdasan yang dimiliki Azril membuat pemuda tampan itu dengan mudah menyerap ilmu yang dirinya peroleh. Bahkan di luar batas kemampuannya.Pernah Kiyai Bisri mencoba mengetes ilmu pemuda tampan itu dengan menanyakan beberapa hadits yang dirinya ajarkan pada Azril di perpustakaan pribadinya dan Azril dengan mudah menjawab, bahkan dengan cepat beserta penjabarannya dan penjelasannya. Kiyai Bisri sampai geleng kepala.P
Kang Abduh mulai mencurigai Kang Fajar dan Kang Khaidir setelah ada gelagat berbeda yang ditunjukkan keduanya. Ia harus bisa memecahkan masalah ini dan mencari bukti supaya nama baik Neng Arsyi dan juga Gus Azril tidak jelek di mata santri lain, meskipun mereka berdua ada perasaan, tapi tidak begini caranya. Apalagi mereka calon pewaris pesantren.“Gus Azril bisa membuktikan kalau ini benar-benar fitnah?” tanya Kang Abduh.“Insya Allah aku bisa membuktikannya. Aku tau mereka tidak menyukaiku. Itu tidak masalah buatku, tapi ini tidak menyangkut diriku saja karena Neng Arsyi diikut campurkan dan aku tidak mau itu terjadi,” ujar Azril yakin. Meskipun Arsya kecewa pada keduanya, tapi melihat kesungguhan Azril yang membela sang adik membuat dirinya tersenyum tipis.“Halah, paling memang ini disengaja. Azril saja yang memang tidak bisa menahan diri dan tidak bisa menjaga kehormatan pesantren dengan mengajak ketemuan Neng Arsyi, dasar biang kerok. Sejak dia datang kan selalu ada saja tingkah
Azril mengantar kepulangan keluarganya di pintu aula. Setelah beberapa wejangan diberikan oleh Abi, Bunda dan Neneknya.Azril ingin di sisa waktunya di pesantren ini bisa lebih dekat dengan Kiyai Bisri. Menyerap ilmu beliau lebih sempurna, dan mungkin dengan melakukan beberapa kesalahan akan membuatnya di takzir dan di serahkan langsung pada Abah Yai, itu pemikirannya.Azril kembali ke kamarnya dan membawa beberapa bingkisan yang dibawakan sang bunda tadi. Ia langsung membagikan beberapa makanan untuk santri lain termasuk Arsya.“Sesuai janjiku padamu dulu, Sya. Aku habis disambang keluargaku. Ini, aku kasih bolu kelapa kesukaanku khusus buat kamu, semoga kita satu selera dan kamu juga menyukainya,” ujarnya.Arsya sangat senang dan langsung menerima bolu kelapa dan ayam geprek kesukaan Azril.“Makasih banyak ya, Ril. Aku juga pasti menyukainya. Makanan ini pasti juga enak banget,” ujarnya.Azril tersenyum menanggapinya. Memang bagi Azril masakan sang bunda paling enak, tiada tandingan
Hubungan Arsya dan Azril sedikit merenggang, tidak lagi seperti dulu. Azril lebih menghindari Arsya. Meskipun Arsya ingin selalu dekat dengan Azril seperti yang dulu. Namun, Azril membatasinya. Sungguh suasana seperti ini Arsya tidak menyukainya.Sudah 17 hari Azril berada di pesantren itu. Banyak pelajaran yang ia dapatkan, mulai dari persahabatan yang ia dapatkan dari Arsya dan beberapa teman yang lainnya, desir aneh yang ia rasakan pada Arsyi, saudara kembar Arsya. Sikap tak bersahabat yang ditunjukkan oleh Kang Khaidir dan Kang Fajar yang semakin membencinya, serta kajian kitab kuning dan penjelasan dari Abah Yai yang selalu membekas di hatinya. Bahkan dirinya sangat mrn8kmsti takziran yang diberikan oleh pengurus yang mengajarkan padanya sebuah tanggung jawab. Ada alasan lain yang membuat Azril bertindak semaunya sendiri. Alasan yang cukup aneh yaitu mengabdi secara langsung pada Abah Yai dan dengan melakukan kesalahan terus menerus dirinya yakin setelah ini hukumannya akan diam