Azril terbangun setelah pengurus keamanan membangunkannya untuk mengajaknya sholat asar berjamaah. Ia segera bangun dan mengambil peralatan mandinya. Azril segera membersihkan tubuhnya, kebetulan kamar mandi ada di setiap kamar. Seperti halnya pesantren milik keluarganya.Setelah mandi ia bersiap untuk segera sholat. Teman sekamarnya sudah menunggunya dan meminta berkenalan dengannya.Azril tersenyum dan memperkenalkan dirinya dengan ramah pada teman-teman sekamarnya.Terlepas dari sifat konyol, nyeleneh, jahil, seenaknya sendiri dan bertindak semaunya saja, Azril adalah anak yang ceria dan mudah beradaptasi. Ia tidak pernah memilih dalam bergaul, tak pernah membedakan teman dan ramah pada setiap orang.Setelah berkenalan dengan santri lain yang satu kamar dengannya. Ia pun bersama santri lain menuju masjid pesantren untuk sholat berjamaah.Setelah sholat ashar semua santri sudah bersiap dengan kitabnya masing-masing sedangkan Azril lupa tidak membawa kitab. Untuk kembali lagi ke k
Malam ini setelah mengaji malam Azril dipanggil pengurus keamanan dan pengurus pendidikan.“Kamu tahu kenapa kami panggil di sini?” tanya Kang Khaidir.Azril menggeleng. “Saya tidak tahu.”“Karena kamu melakukan kesalahan.”“Aku merasa tidak melakukan kesalahan. Memangnya menurut Akang-akang ini aku melakukan kesalahan apa?”“Hehehe, kamu itu bodoh apa pura-pura bodoh ya?” ujarnya sambil tertawa mengejek.“Lha, aku memang enggak merasa melakukan kesalahan kok harus dipaksa mengakui kesalahan,” ujarnya santai. Sebenarnya dirinya sudah mulai kesal apalagi dikatai bodoh.“Baiklah, kesalahanmu itu tidur ... santri dilarang tidur saat mengaji. Sepertinya kamu nyenyak sekali ya, sampai adzan maghrib baru bangun,” ujarnya mengejek.“Tidur bukan kesalahan, jadi menurutku aku tidak salah, permisi Akang-akang yang gantengnya enggak ketulungan,” ucapnya sambil berdiri meninggalkan ruangan itu, tapi belum sampai menggapai pintu kamar itu Kang Fajar selaku pengurus keamanan mencegahnya.“Enak sa
Kiyai Bisri menyuruh Kang Khaidir dan Kang Fajar untuk tetap di tempat.Saat ini Kiyai Bisri sendiri yang memberi nasihat pada dua pengurus pembikin ulah itu, setelah kepergian Kang Abduh dan Azril dari tempat itu.“Kang Khaidir, Kang Fajar. Bisa-bisanya kalian memperlakukan santri baru seperti itu to, Le.”“Hal ini bisa merusak citra pesantren ini. Kalau tingkah kalian semena-mena pada santri baru. Santri batu itu butuh dirangkul supaya mereka itu kerasan, tidak malah ditakuti dan dijahili.” Kiyai Bisri terlihat marah. Namun, masih bisa mengontrolnya. Kang Khaidir dan Kang Fajar hanya tertunduk malu, tidak berani mengangkat kepalanya. Mereka berdua hanya mendengarkan sang Kiyai yang sedang dukani mereka.“Kalian juga sudah dewasa, bisa-bisanya melakukan hal yang sangat tak pantas ini. Apa memang kalian berniat menjatuhkan nama baik pesantren dengan membikin ulah seperti ini pada santri baru.”Mereka berdua serentak menggeleng. “Mohon maaf Kiyai, kami sama sekali tidak berniat mengh
Setelah selesai menebus obat. Kang Abduh mengajak Azril kembali ke pesantren. Karena sebentar lagi ada kegiatan tadarrus Alquran dan dirinyalah yang bertugas menjadi pendamping para santri.Mereka berdua kembali melewati pondok putri. Kehebohan terjadi lagi, meskipun mereka tak berteriak-teriak. Namun, mereka berhamburan berdiri di balkon kamar untuk melihat Azril dari kejauhan. Apalagi di jalan ada Neng Naima, adik Neng Najma yang sedang membawa beberapa barang untuk buka bersama nanti, sehingga mau tak mau Kang Abduh menawarkan diri untuk membantu. Tiga anak Kiyai Bisri dan Ummi Roudhoh memang tidak tinggal bersama di sini, mereka ikut berdakwah dengan mengembangkan pesantren ini di cabang- lainnya. Sama halnya pesantren Kiyai Laqief yang memiliki beberapa cabang, pesantren ini juga memiliki beberapa cabang yang di pangku langsung anak dan menantunya. Berbeda dengan Kiyai Laqief yang menyuruh santri-santri yang terpilih memimpin pesantren cabang, sedangkan Afnan di minta memangku pe
Permata sejati adalah agama. Hiasan hakiki adalah akhlak dan harta yang sebenarnya adalah etika. Hal itu yang ditanamkan Arni dan Afnan sejak kecil pada ketiga buah hatinya dan Azril sangat mengingat itu. Di atas langit masih ada langit dan kesombongan hanya akan merendahkanmu saja.(Azril – Gus Badung (Ramadhon di Penjara suci)***Azril dan Kang Abduh baru sampai di pondok putra. Azril segera masuk ke dalam kamarnya setelah Kang Abduh menyerahkan kantong plastik bisa obat dan salep.“Obatnya jangan lupa diminum ya, Gus! Supaya cepat sembuh.”“Terima kasih, Kang.”“Bagaimana keadaanmu, Ril? Dokter mengatakan apa?” tanya Arsya perhatian.“Alhamdulillah, Cuma alergi, sudah diberi obat dan salep kok,” jawabnya santai.“Ayo bersiap ikut tadarrus Alquran!” ajak Arsya, Azril tidak menanggapi ucapan Arsya dan tetap melanjutkan berbaring.“Azril ... nanti kamu kena takzir kalau enggak mengikuti kegiatan,” bujuk Arsya.“Aku capek mau tidur, jangan ganggu aku, ya,” ujarnya santai. Membuat Arsy
Mutia tidak menyangka ternyata putra Arni dimasukkan di pesantren ini. Pesantren milik mertuanya.“Aku belum pernah bertemu dengan Gus Afnan karena kebetulan aku kuliahnya di Yaman saat itu. Namun, aku tidak menampik saat Kak Naima dan yang lain menceritakan kepintaran dan kecerdasannya dalam mengisi seminar dan menjadi dosen pembimbing bagi mahasiswa yang akan skripsi. Aku tidak pernah bertatap muka langsung dengannya, tapi Kak Naima selalu menceritakan keseruannya dengan dua sahabat laki-lakinya itu, Gus Afnan putra Kiyai Laqief dan Mas Azzam adiknya Mas Haikal, “ ucap Rosyad menerawang.Setelah mengobrol cukup lama, Mutia dan Rosyad pamit.“O iya, Kak. Ini nanti kasihkan ke adik kamu. Ummi dan Abi masih ada urusan, makanya enggak bisa lama, sampaikan maaf Ummi dan Abi padanya karena kami enggak bisa nunggu sampai selesai kegiatan. Kami juga tidak mampir ke ndalem karena sebelum ke sini tadi Ummi menelepon dulu dan Eyang kamu bilang kalau masih ada di luar.”Azril duduk sedikit me
Azril dan Arsya keluar dari aula pondok putri dan kembali ke pondok putra, sebentar lagi masuk ashar, setelah sholat ashar mereka harus kembali mengikuti kegiatan.Sejak kembali dari aula putri, Azril sibuk dengan pemikirannya sendiri. Arsya pun merasakan keanehan itu. Namun, ia berusaha tidak bertanya. Ia hanya bisa menyembunyikan senyumnya. Arsya berharap ada perasaan antara Azril dan sang adik kembarnya. Dia memang sengaja mempertemukan keduanya. Ia ingin sekali mengetahui reaksi keduanya, sehingga dirinya bisa mengambil sikap selanjutnya yang akan dirinya lakukan pada Arsyi dan Azril. Ia paham masa depan Azril dan sang adik masih panjang, tapi ia hanya berharap pertemuan pertama mereka berkesan dan tak terlupakan sampai kapan pun sehingga menimbulkan desir diantara keduanya yang akan sedikit demi sedikit tumbuh menjadi cinta. Cinta yang didasari karena Allah dan akan berlanjut hingga pernikahan yang diridhoi.Niat Arsya cukup baik. Ia tidak mau sang adik menautkan hatinya pada pem
Azril dengan legowo menerima takziran yang diberikan Kang Abduh padanya.Mulai besok dirinya harus siap menjalankannya. Dirinya tidak malu karena untuk apa mali. Toh, dirinya memang melanggar. Hal ini juga sudah biasa dirinya lakukan bila mendapat takziran sang abi.Sesuai keputusan Kang Abduh tadi malam. Hari ini selepas kajian kitab kuning bersama Abah Yai. Azril melaksanakan takziran pertamanya menyapu halaman pondok pesantren putra yang sangat luas itu sendirian. Panasnya mentari pukul 8 pagi tidak menyurutkan niatnya untuk melaksanakan takziran itu. Arsya yang melihatnya dari jauh merasa iba pada Azril, saat puasa pemuda itu harus menyapu halaman seluas itu. Berbeda dengan Kang Khaidir dan Kang Fajar yang sejak dulu tersenyum menyeringai melihat hal itu. Dengannya pada Azril sedikit terbalaskan. Meskipun mereka masih mencari kesalahan Azril terus dan semakin menjatuhkan Gus tampan itu.Keringat sudah membasahi tubuhnya. Pakaiannya sedikit basah. Arsya yang tidak tega mendekat ke