Permata sejati adalah agama. Hiasan hakiki adalah akhlak dan harta yang sebenarnya adalah etika. Hal itu yang ditanamkan Arni dan Afnan sejak kecil pada ketiga buah hatinya dan Azril sangat mengingat itu. Di atas langit masih ada langit dan kesombongan hanya akan merendahkanmu saja.(Azril – Gus Badung (Ramadhon di Penjara suci)***Azril dan Kang Abduh baru sampai di pondok putra. Azril segera masuk ke dalam kamarnya setelah Kang Abduh menyerahkan kantong plastik bisa obat dan salep.“Obatnya jangan lupa diminum ya, Gus! Supaya cepat sembuh.”“Terima kasih, Kang.”“Bagaimana keadaanmu, Ril? Dokter mengatakan apa?” tanya Arsya perhatian.“Alhamdulillah, Cuma alergi, sudah diberi obat dan salep kok,” jawabnya santai.“Ayo bersiap ikut tadarrus Alquran!” ajak Arsya, Azril tidak menanggapi ucapan Arsya dan tetap melanjutkan berbaring.“Azril ... nanti kamu kena takzir kalau enggak mengikuti kegiatan,” bujuk Arsya.“Aku capek mau tidur, jangan ganggu aku, ya,” ujarnya santai. Membuat Arsy
Mutia tidak menyangka ternyata putra Arni dimasukkan di pesantren ini. Pesantren milik mertuanya.“Aku belum pernah bertemu dengan Gus Afnan karena kebetulan aku kuliahnya di Yaman saat itu. Namun, aku tidak menampik saat Kak Naima dan yang lain menceritakan kepintaran dan kecerdasannya dalam mengisi seminar dan menjadi dosen pembimbing bagi mahasiswa yang akan skripsi. Aku tidak pernah bertatap muka langsung dengannya, tapi Kak Naima selalu menceritakan keseruannya dengan dua sahabat laki-lakinya itu, Gus Afnan putra Kiyai Laqief dan Mas Azzam adiknya Mas Haikal, “ ucap Rosyad menerawang.Setelah mengobrol cukup lama, Mutia dan Rosyad pamit.“O iya, Kak. Ini nanti kasihkan ke adik kamu. Ummi dan Abi masih ada urusan, makanya enggak bisa lama, sampaikan maaf Ummi dan Abi padanya karena kami enggak bisa nunggu sampai selesai kegiatan. Kami juga tidak mampir ke ndalem karena sebelum ke sini tadi Ummi menelepon dulu dan Eyang kamu bilang kalau masih ada di luar.”Azril duduk sedikit me
Azril dan Arsya keluar dari aula pondok putri dan kembali ke pondok putra, sebentar lagi masuk ashar, setelah sholat ashar mereka harus kembali mengikuti kegiatan.Sejak kembali dari aula putri, Azril sibuk dengan pemikirannya sendiri. Arsya pun merasakan keanehan itu. Namun, ia berusaha tidak bertanya. Ia hanya bisa menyembunyikan senyumnya. Arsya berharap ada perasaan antara Azril dan sang adik kembarnya. Dia memang sengaja mempertemukan keduanya. Ia ingin sekali mengetahui reaksi keduanya, sehingga dirinya bisa mengambil sikap selanjutnya yang akan dirinya lakukan pada Arsyi dan Azril. Ia paham masa depan Azril dan sang adik masih panjang, tapi ia hanya berharap pertemuan pertama mereka berkesan dan tak terlupakan sampai kapan pun sehingga menimbulkan desir diantara keduanya yang akan sedikit demi sedikit tumbuh menjadi cinta. Cinta yang didasari karena Allah dan akan berlanjut hingga pernikahan yang diridhoi.Niat Arsya cukup baik. Ia tidak mau sang adik menautkan hatinya pada pem
Azril dengan legowo menerima takziran yang diberikan Kang Abduh padanya.Mulai besok dirinya harus siap menjalankannya. Dirinya tidak malu karena untuk apa mali. Toh, dirinya memang melanggar. Hal ini juga sudah biasa dirinya lakukan bila mendapat takziran sang abi.Sesuai keputusan Kang Abduh tadi malam. Hari ini selepas kajian kitab kuning bersama Abah Yai. Azril melaksanakan takziran pertamanya menyapu halaman pondok pesantren putra yang sangat luas itu sendirian. Panasnya mentari pukul 8 pagi tidak menyurutkan niatnya untuk melaksanakan takziran itu. Arsya yang melihatnya dari jauh merasa iba pada Azril, saat puasa pemuda itu harus menyapu halaman seluas itu. Berbeda dengan Kang Khaidir dan Kang Fajar yang sejak dulu tersenyum menyeringai melihat hal itu. Dengannya pada Azril sedikit terbalaskan. Meskipun mereka masih mencari kesalahan Azril terus dan semakin menjatuhkan Gus tampan itu.Keringat sudah membasahi tubuhnya. Pakaiannya sedikit basah. Arsya yang tidak tega mendekat ke
Hubungan Arsya dan Azril sedikit merenggang, tidak lagi seperti dulu. Azril lebih menghindari Arsya. Meskipun Arsya ingin selalu dekat dengan Azril seperti yang dulu. Namun, Azril membatasinya. Sungguh suasana seperti ini Arsya tidak menyukainya.Sudah 17 hari Azril berada di pesantren itu. Banyak pelajaran yang ia dapatkan, mulai dari persahabatan yang ia dapatkan dari Arsya dan beberapa teman yang lainnya, desir aneh yang ia rasakan pada Arsyi, saudara kembar Arsya. Sikap tak bersahabat yang ditunjukkan oleh Kang Khaidir dan Kang Fajar yang semakin membencinya, serta kajian kitab kuning dan penjelasan dari Abah Yai yang selalu membekas di hatinya. Bahkan dirinya sangat mrn8kmsti takziran yang diberikan oleh pengurus yang mengajarkan padanya sebuah tanggung jawab. Ada alasan lain yang membuat Azril bertindak semaunya sendiri. Alasan yang cukup aneh yaitu mengabdi secara langsung pada Abah Yai dan dengan melakukan kesalahan terus menerus dirinya yakin setelah ini hukumannya akan diam
Azril mengantar kepulangan keluarganya di pintu aula. Setelah beberapa wejangan diberikan oleh Abi, Bunda dan Neneknya.Azril ingin di sisa waktunya di pesantren ini bisa lebih dekat dengan Kiyai Bisri. Menyerap ilmu beliau lebih sempurna, dan mungkin dengan melakukan beberapa kesalahan akan membuatnya di takzir dan di serahkan langsung pada Abah Yai, itu pemikirannya.Azril kembali ke kamarnya dan membawa beberapa bingkisan yang dibawakan sang bunda tadi. Ia langsung membagikan beberapa makanan untuk santri lain termasuk Arsya.“Sesuai janjiku padamu dulu, Sya. Aku habis disambang keluargaku. Ini, aku kasih bolu kelapa kesukaanku khusus buat kamu, semoga kita satu selera dan kamu juga menyukainya,” ujarnya.Arsya sangat senang dan langsung menerima bolu kelapa dan ayam geprek kesukaan Azril.“Makasih banyak ya, Ril. Aku juga pasti menyukainya. Makanan ini pasti juga enak banget,” ujarnya.Azril tersenyum menanggapinya. Memang bagi Azril masakan sang bunda paling enak, tiada tandingan
Kang Abduh mulai mencurigai Kang Fajar dan Kang Khaidir setelah ada gelagat berbeda yang ditunjukkan keduanya. Ia harus bisa memecahkan masalah ini dan mencari bukti supaya nama baik Neng Arsyi dan juga Gus Azril tidak jelek di mata santri lain, meskipun mereka berdua ada perasaan, tapi tidak begini caranya. Apalagi mereka calon pewaris pesantren.“Gus Azril bisa membuktikan kalau ini benar-benar fitnah?” tanya Kang Abduh.“Insya Allah aku bisa membuktikannya. Aku tau mereka tidak menyukaiku. Itu tidak masalah buatku, tapi ini tidak menyangkut diriku saja karena Neng Arsyi diikut campurkan dan aku tidak mau itu terjadi,” ujar Azril yakin. Meskipun Arsya kecewa pada keduanya, tapi melihat kesungguhan Azril yang membela sang adik membuat dirinya tersenyum tipis.“Halah, paling memang ini disengaja. Azril saja yang memang tidak bisa menahan diri dan tidak bisa menjaga kehormatan pesantren dengan mengajak ketemuan Neng Arsyi, dasar biang kerok. Sejak dia datang kan selalu ada saja tingkah
Dengan senang hati Azril melakukan tugasnya, setiap harinya ia lewati dengan senyuman. Bahkan dirinya bisa istiqomah menjalankan sholat berjamaah, yang paling dirinya banggakan ia bisa mengerjakan sholat malam bersama Kiyai Bisri dengan khusyuk. Kiyai Bisri selalu membangunkannya sebelum sahur tiba. Ia juga ikut berbuka dan sahur bersama Kiyai Bisri dan Ummi Roudhoh. Awalnya dirinya menolak dengan lembut. Namun, Ummi Roudhoh dan Kiyai Bisri sedikit memaksa. Ummi Roudhoh juga sudah sedikit akrab dengan pemuda tampan itu, beliau sering menceritakan cucu-cucunya pada AzrilKecerdasan yang dimiliki Azril membuat pemuda tampan itu dengan mudah menyerap ilmu yang dirinya peroleh. Bahkan di luar batas kemampuannya.Pernah Kiyai Bisri mencoba mengetes ilmu pemuda tampan itu dengan menanyakan beberapa hadits yang dirinya ajarkan pada Azril di perpustakaan pribadinya dan Azril dengan mudah menjawab, bahkan dengan cepat beserta penjabarannya dan penjelasannya. Kiyai Bisri sampai geleng kepala.P