Dua hari berlalu, dan kemarin adalah hari terakhir Metta menjalani test akhir semesternya. Dan seperti janjinya sebelumnya, Andrew di hari Sabtu ini akan menemani Metta seharian. Ia sudah menjemput Metta di pagi hari, kemudian mengantarnya untuk latihan di sasana. Sedangkan dirinya untuk kali ini tidak mengikuti latihan, dan Metta pun tidak memaksanya.Latihan baru saja usai, dan Andrew sedang menunggu Metta yang sedang membersihkan dirinya di ruang ganti sasana.“Mau langsung makan siang?” tanya Andrew begitu Metta kembali menghampirinya yang baru saja kembali dari ruang ganti dengan ransel di punggungnya. Dan rambut Metta tampak masih basah karena ia membasuh rambutnya yang sudah sangat berkeringat.“Aku ikut Kakak aja,” sahut Metta seraya memberikan tas ranselnya pada Andrew, karena Andrew memintanya agar ia bisa membawakannya.“Yakin mau ikut aku aja?” tanya Andrew seraya mengerlingkan matanya pada Metta dengan wajah yang menggoda Metta.Metta sempat mengerutkan keningnya tapi kem
Perut Metta terasa sangat kenyang setelah ia mencoba menghabiskan semua makanannya bersama Andrew. Saat makan, Andrew kembali bersikap manja minta untuk disuapi dan ia pun menyuapi Metta."Kok aku disuapi makanan dengan sendok punya kakak sih?" tanya Metta saat Andrew menyodorkan makanannya dengan memakai sendok miliknya.Ini adalah yang ke empat kalinya Andrew meminta disuapi oleh Metta yang kemudian Andrew menyuapinya balik tapi hanya kentang atau snack lainnya. Tapi kini Andrew menyuapkan nasi dan daging bestik dengan memakai sendok miliknya."Emang kenapa? Kamu jijik bekas kena liurku?""Ya bukannya gitu. Tapi kan..." Metta tidak bisa melanjutkan perkataannya.Seketika Andrew berdecak, "Ck! Jangan suka protes ah. Kita kan pacaran dan udah sering ciuma--""Aaghhh..." pekik Metta seraya menggelengkan kepalanya memotong perkataan Andrew."Napa?!!" Andrew sedikit terkejut."Ga usah dibahas ihh..!!"Andrew terkikik geli. Tiba-tiba saja jiwa isengnya muncul ingin lebih menggoda kekasihn
Sikap Metta yang malu-malu dan kaku, membuat hasratnya semakin memuncak. Berbeda dengan kebanyakan wanita yang pernah jatuh dalam pelukannya selama ini, di mana mereka sama menginginkan hal yang sama dengannya. Andrew sudah terbiasa dengan hal tersebut, tapi saat dengan Metta saat ini sangat lah berbeda.Tanpa sadar Andrew kembali mengecup bibir Metta dan menyentuhnya dengan sangat lembut. Metta merangkulkan tangannya di leher Andrew kali ini lebih erat dari sebelumnya. Hingga Andrew tak punya pilihan lain, tanpa sadar pun ia beranjak dari duduknya dengan Metta di gendongannya, dan membawanya menuju kamar tidurnya.Tindakan ini membuat hasratnya kembali menderanya dan semakin membuncah hebat. Tapi ada perasaan aneh yang kini muncul dalam dirinya. Di mana biasanya dalam posisi ini, wanita-wanita lain tidak akan malu-malu menatapnya penuh gairah menggoda seraya melucuti semua pakaiannya sendiri dan tangan yang satunya akan menjalari seluruh tubuh Andrew.Jauh berbeda dengan Metta yang k
Kejadian lusa lalu membuat Andrew terus berpikir, ia hampir saja tidak dapat mengendalikan hasratnya saat bersama Metta. Selama dua hari ini terus berpikir, bagaimana jika ia menikahi Metta. Andrew masih sedikit ragu dengan hal ini.Saat Metta bangun dan keluar kamar, Andrew terlihat sedikit canggung dan tidak berani menjahili Metta seperti biasanya. Demikian juga dengan Metta. Ia tidak terlalu banyak bicara. Mereka hanya membicarakan hal ringan saja.Saat sore hari Andrew langsung mengantarkan Metta agar tidak menimbulkan prasangka buruk pada orang tua Metta yang telah begitu percaya kepadanya. Dan yang lebih penting adalah agar ia bisa menghindari Metta sejenak agar tidak terulang kembali hal tersebut karena sejujurnya hasratnya belum sepenuhnya padam.Keesokan harinya pun Andrew tidak menemui Metta, mereka hanya mengobrol melalui panggilan video saja.Andrew sudah menahan diri untuk bertukar pikiran dengan Elvan, ia sengaja menunggu hari Senin untuk langsung bicara dengan Elvan dan
Obrolannya sore ini dengan Daddy Mahanta dan Mamih Soraya membuka pikiran Andrew. Dengan detail mereka memberitahu jika pernikahan tidak selalu berjalan mulus meski pasangan yang menjalaninya saling mencintai. Akan ada satu masa di mana salah satunya memiliki ego yang tinggi, dan sebagai pasangan harus mengalah, begitu juga sebaliknya.Keterbukaan, saling percaya dan saling menghargailah yang menjadi kunci utama untuk mempertahankan keharmonisan dalam rumah tangga.Dan banyak lagi yang Daddy dan Mamih katakan pada Andrew. Hanya ada mereka bertiga di dalam ruang kerja Daddy, tanpa ada Elvan dan yang lainnya. Ini untuk membuat Andrew lebih rileks dan santai mencerna semua ucapan Daddy dan Mamih.Daddy dan Mamih merasa sangat senang karena Ansrew akhirnya kini lebih mau terbuka pada mereka dan memiliki rencana yang serius untuk masa depannya.“Jadi pastikan dulu hatimu, dan juga Metta. Jika kalian berdua sudah bulat, Daddy yang akan menemui Aji mengingat Metta memang masih sangat muda,”
Setelah obrolannya dengan Andrew selesai, seharusnya Metta bisa tidur dengan tenang. Obrolan tadi bisa di katakan Andrew sudah melamarnya secara tidak langsung. “Emang begitu ya namanya di lamar? Tapi kok kaya obrolan biasa aja ya…” gumam Metta pelan.Tapi mengingat apa yang mereka obrolkan tadi, mampu membuat pipinya kini kembali merona. Rasanya darahnya melesat begitu saja menjalari di seluruh pembuluh darahnya dan berpusat ke pipinya.“Usia Kak Andrew selisih jauh denganku dan secara ekonomi, dia sudah mapan. Wajar jika ingin segera nikah seperti perkataan Alina.”“Hamil… Astaga… aku masih belum bisa membayangkan bagaimana nantinya…” ujar Metta dengan tangan yang menyentuh dada kirinya, ia mampu merasakan detak jantung sendiri yang terasa begitu kencang.“Tapi gimana sama kuliahku? Mama? Apalagi Papa… Apa Papa bakal ngijinin ini?” lirihnya.Metta berharap jika hubungannya dengan Andrew mampu mendapatkan restu dari kedua orang tuanya, ia sendiri sudah menerima ajakan Andrew. Tapi di
"Kamu sudah mandi?" tanya Aji membuka pembicaraan dengan putri keduanya.Metta mengangguk."Papa boleh masuk?"Kembali Metta mengangguk dan membuka pintu kamarnya lebih lebar.Aji langsung masuk begitu saja ke dalam kamar putrinya, ia bisa melihat wajah Metta yang tampak begitu kaget melihat dirinya. Seperti kata istrinya, ia harus belajar dari kesalahan sebelumnya. Lagipula Andrew yang kini sedang menjalin hubungan dengan putrinya ini adalah pria yang baik. Ia bisa melihat keperdulian dan perhatian Andrew pads putrinya. Saat berbincang santai dengan Andrew sambil bermain catur, Aji bisa menilai Andrew memiliki wawasan yang tinggi mengenai bisnis hingga layak dipercaya menjabat sebagai wakil direktur di perusahaan milik besannya tersebut. Meski bukan dari keluarga Dewangga, tapi Andrew sudah dianggap seperti anggota keluarga mereka sendiri, mendapat perhatian langsung dan bimbingan dari besannya tersebut.Aji langsung mengambil kursi yang ada di kamar Metta, menariknya hingga ke deka
Arka terlihat merengek resah dalam gendongan baby sitter yang tadi ikut diajak ke rumah Aji. Aya segera mengambil alih Arka agar baby sitternya bisa menyiapkan keperluan Arka tidur dan membuatkan susu. "Keliatannya Arka capek dan ini emang sudah jam-nya Arka tidur. Aya urusin Arka dulu ya," pamit Aya beberapa menit setelah menghabiskan makanan yang ada di piringnya dan langsung di angguki oleh semua orang yang ada di meja makan."Bentar lagi aku susul," ucap Elvan.Aya mengangguk lalu ia menggendong Arka naik ke lantai dua di mana kamarnya berada. Ia segera melepas baju dan diaper yang dipakai oleh Arka kemudian menggantikannya dengan diaper baru yang sudah di keluarkan suster dari dalam tas bayi yang selalu dibawanya ke mana-pun Arka pergi. "Sabar, Sayang. Mami tau kamu ngantuk. Tapi ganti baju dulu supaya bobonya enak. Suster sedang bikinin susu kok. Bentar lagi siap." Aya berusaha membujuk Arka yang sedang tengkurap sambil merengek karena sudah mengantuk. Dengan cekatan, Aya me
Andrew menitikkan air mata untuk pertama kalinya dalam hidupnya yang bisa ia ingat, saat ia mendengar suara tangisan putrinya yang baru saja lahir ke dunia ini.Kini ia resmi menyandang status sebagai seorang ayah.Ya, anaknya adalah seorang perempuan, sesuai dengan hasil pemeriksaan USG beberapa bulan yang lalu. Hingga dirinya dan Metta menyiapkan segala kebutuhan untuk putri mereka.Baik Andrew ataupun Metta tidak mempermasalahkan apakah mereka akan memiliki seorang putra ataupun putri. Semua anak sama saja, dan mereka akan mencintainya dengan setulus hati. Saat mereka memberitahu hasil USG pada Peter beberapa bulan yang lalu, ia menyambut dengan sangat gembira. Peter dulu sangat menginginkan anak perempuan yang menurutnya sangat menggemaskan jika memakai baju anak yang lucu-lucu tapi istrinya tidak bisa hamil lagi karena ada kanker di rahimnya hingga akhirnya merenggut nyawanya. Peter juga sudah diberitahu perkiraan hari kelahiran cucu perempuannya dan ia akan mengajukan cuti jauh
Selama seminggu ini Andrew berusaha untuk menjadi suami siaga, karena menurut perkiraan Metta akan melahirkan minggu ini. Elvan sendiri memberikan keringanan untuknya agar tidak terlalu lama berada di kantor ataupun datang ke kantor. Andrew hanya datang ke kantor sesekali saja, ia lebih banyak bekerja di apartement dan mengirimkan laporan via email pada Elvan.Bahkan pekerjaan keluar kota ataupun yang agak jauh dari Jakarta, semua di handle oleh Elvan.Seperti biasanya, Andrew saat ini berada di ruang keluarga. Ia menyalakan laptop miliknya dan bekerja di sana. Sesekali ia melakukan panggilan video dengan Elvan atau sekretarisnya, membicarakan pekerjaan mereka.Sedangkan Metta menemani Andrew dengan duduk di sofa, ia menselonjorkan kakinya ke atas sofa yang mulai terasa pegal. Bahkan kakinya tampak sedikit membengkak. Metta sudah tidak bisa banyak bergerak dengan perutnya yang besar, seakan hendak meledak.Metta sedikit meringis, saat ia bergerak untuk mencari posisi yang nyaman untu
Andrew langsung meraih tangan Metta dan menghadangnya, “Mau kemana? Udah duduk aja di sini, kenapa?” seru Andrew pada istrinya.“Aku mau turun, Kak!” seru Metta.Kening Andrew berkerut, “Ke lintasan?” tanyanya hampir tak percaya. Saat ini mereka berdua sedang berada di sirkuit. Karena Metta yang memaksa Andrew untuk menonton balapan yang ada di sirkuit hari ini. Dari pada membuat istrinya kembali sedih seperti beberapa bulan yang lalu, Andrew memilih untuk mengabulkan permintaan istrinya ini.Metta mengangguk antusias, “Iya dong, biar aku bisa liat dengan jelas motor mereka!” ujar Metta seraya menunjuk ke arah seorang pembalap yang masih berdiri di samping motornya dengan seorang mekanik. Pembalap itu tampak membicarakan sesuatu.“Aduhhhh! Itu terlalu dekat, kalau Sayangnya aku keserempet gimana? Aduhhh…” seru Andrew. “Ya gak dong, Kak. Aku kan di pinggir bukan ke tengah lintasan!” ujar Metta.“Gak boleh pokoknya gak boleh! Udah duduk manis aja di sini ya, ini udah keliatan jelas lo
Saat Andrew pulang ke apartement, ia merasa ada yang berbeda dengan istrinya tersebut. Metta menyambut kepulangannya dengan lembut dan seperti biasanya. Tapi, Andrew merasa jika senyuman Metta tampak hambar, bahkan tatapannya tampak kosong.Awalnya Andrew mengira mungkin Metta hanya kelelahan saja. Sejak Metta hamil, Andrew memang terbiasa membawa makan malam dari luar jika ibu mertuanya tidak datang menemani Metta. Karena Mama Hilda yang akan menyiapkan makanan, ia hanya tinggal menghangatkannya saja.Saat makan malampun, Metta masih menjawab setiap pertanyaannya dengan baik. Berbincang seperti biasanya, hanya saja Andrew masih merasa sedikit aneh dengan istrinya tersebut.Hingga sebelum waktu tidur, Andrew membuatkan susu untuk Metta. “Mau tidur sekarang?” tanya Andrew setelah menyimpan gelas bekas minum susu di meja.Metta mengangguk, “Iya, Kak. Aku mau tidur aja, agak ngantuk,” jawab Metta.Andrew mengangguki ucapan Metta, kemudian membantu menyelimuti tubuh Metta. Agar istri dan
Satu bulan berlalu, seharusnya di mana Metta sudah masuk kuliah di semester yang baru. Kini ia hanya bisa diam di dalam apartement. Bahkan hanya untuk keluar apartement dengan berjalan kaki menikmati fasilitas yang ada di gedung ini atau ke pertokoan dan mini market yang ada di sekitar apartement, ia harus lebih dahulu memberitahukan pada Andrew yang berada di kantor. Jika sudah sampai apartement lagi, Andrew pasti akan menghubunginya.Sejak hamil, Andrew juga melarang Metta untuk datang ke cafe Aya kecuali bersama dirinya. Ia tidak mau Metta kelelahan atau terpeleset saat membantu kesibukan di cafe. Andrew memang lebih protektif pada Metta demi kebaikan Metta dan kandungannya.Metta membaringkan tubuhnya di sofa sambil menatap ke arah jendela, ia menghembuskan napas panjangnya dengan tangan yang mulai membelai lembut perutnya. Perutnya masih terlihat rata, tapi beberapa celana mulai terasa sesak ketika di gunakan. Metta sendiri sudah tidak menggunakan celana jeans karena sudah mulai
“Gue hebat, kan? Tiga minggu-an udah jadi!” bangga Andrew pada Elvan, kini mereka berdua berada di taman belakang. Sedangkan yang lainnya menemani Metta di dalam dan mengobrol mengenai kehamilannya. Metta masih sangat muda dan tomboy sehingga Aya, Hilda dan Soraya memberikan ekstra perhatian dan wejangannya. Sementara Aji dan Mahanta ngobrol di ruangan kerja.“Bangga Lu? Gue juga gak lama kali!” dengus Elvan.“Iya emang gak lama, tapi cepetan gue kan?” Andrew masih begitu bangga, “Tokcer banget kan?”“Dih dasar, bukan itu yang harus Lu perhatiin sekarang, tapi kondisi istri Lu sama calon anak Lu!” seru Elvan mengingatkan.“Iyalahh, kalau itu gue dah paham bangettt! Tadi aja abis dari rumah sakit gue udah borong susu hamil banyak-banyak!” seru Andrew.“Bukan cuma itu! Tapi mulai sekarang Lu perhatiin Metta baik-baik, kebutuhan dia juga perhatian dia, biar anak kalian tumbuh dengan baik. Selalu anter Metta juga kalau mau periksa ke dokter,” ujar Elvan.“Gua paham!” seru Andrew.Elvan j
Dokter hanya bisa tersenyum kemudian menggeleng kecil, ia tak mengerti kenapa suami pasiennya tampak sangat kebingungan seperti saat ini dan memberikan pertanyaan konyol.“Tentu saja istri Anda yang hamil, Pak.” tanya dokter pria berusia sekitar 40 tahunan tersebut.“Saya akan memberikan rujukan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan saat ini juga agar di berikan vitamin untuk kehamilan,” lanjut dokter tersebut seraya mulai menuliskan sesuatu di atas kertas.Andrew hanya bisa terbengong-bengong, begitu juga dengan Metta. Tapi Metta sudah mengerti sejak awal, hanya saja mulutnya tampak kaku dan terkunci rapat hingga tak bisa mengucapkan sepatah katapun.Beberapa detik kemudian Andrew seperti sadar dari pikiran kosongnya. “Jadi maksud dokter istri saya hamil? Gitu?” tanya Andrew tak percaya dan sedikit heboh.“Betul, Pak. Yang hamil, gak mungkin saya juga, kan?” tanya balik dokter tersebut.Kebahagiaan tak bisa dibendung lagi oleh Andrew, jika bisa berteriak ia sudah pasti bert
“Kamu ini gimana sih, Ndrew?! Istri sakit bukannya di perhatiin?!” tegur Soraya begitu Andrew masuk ke dalam ruang kerja milik Aya. Di mana saat ini Metta sedang duduk di sofa, seraya menghirup minyak angin dengan aroma theraphy, agar rasa pusing di kepalanya mereda. Bahkan Metta juga merasa mual.“Pagi tadi baik-baik aja, Mih,” ujar Andrew seraya menghampiri Metta dan duduk di sampingnya kemudian memeriksa keadaan Metta.“Sayangnya aku kenapa? Yuk ke dokter,” ajak Andrew panik melihat raut wajah Metta yang tampak amat lesu dan pucat.“Masuk angin tuh kayanya!” dengus Soraya kesal, “Kamu ajak Metta ngapain sih sampe kaya gitu?!”“Duh, Mih. Masa Andrew ceritain sih!” sahut Andrew. Soraya hanya bisa mendengus seraya memutar bola matanya jengah. “Dasar anak muda, kalau apa-apa tuh gak pake aturan! Maen trabas aja sih! Pake kira-kira dong, udah gini kan orang tua juga ikut khawatir!” desis Soraya.“Iya iya, Mih. Pokoknya Andrew mau bawa Metta dulu ke rumah sakit!” sahut Andrew.Metta men
Beberapa menit yang lalu Soraya datang ke cafe milik menantunya, dengan membawa Arka--cucunya yang digendong oleh pengasuhnya. Awalnya Soraya memang baru saja pulang dari rumah temannya, di mana anaknya baru saja pulang dari rumah sakit setelah melahirkan cucu teman Soraya.Soraya sengaja membawa Arka, karena ia menengoknya di rumah bukan rumah sakit. Jika masih di rumh sakit Soraya tak akan mengajak Arka. Lagipula Soraya tidak bisa meninggalkan Arksa sendirian dengan pengasuh saja, di mana ibunya saat ini sedang sibuk di cafe. Jadi Soraya membawa Arka.Maka dari itu Soraya mampir dan ingin melihat langsung cafe milik menantunya ini. Cafe ini sudah berjalan 3 bulan lamanya sejak pembukaan. Setelah pembukaan hanya sesekali Soraya datang. Karena ia fokus untuk ikut mengasuh dan mengawasi Arka di bawah asuhan pengasuhnya selama Aya fokus merintis cafe barunya ini.Soraya sendiri sudah mendengar mimpi Aya, baik dari Elvan atau Aya secara langsung. Jadi selama dua bulan ke belakang memang