Elvan bergerak dalam tidurnya dengan perlahan ia kemudian membuka matanya, dan menemukan jika matahari sudah tinggi. Dan Aya tampak masih tidur dalam pelukannya di bawah selimut yang sama.Awalnya Elvan tak ingin membangunkan Aya, tapi rupanya gerakannya membuat Aya bergerak dan dengan perlahan membuka matanya.“Ini sudah pagi?” tanya Aya dengan suara seraknya, dan terlihat jelas jika Aya sangat kelelahan. Rambut panjangnya tampak begitu acak-acakan.Jelas saja Aya lelah, karena mereka selesai saat menjelang dini hari. Elvan tersenyum lembut kemudian mempererat pelukannya pada Aya, Aya seakan tak bertenaga hingga ia tidak bisa menolak pelukan Elvan. Tubuhnya terasa begitu remuk redam karena sudah di serang semalaman oleh Elvan. “Hmm… aku mau mandi dan turun ke bawah, apa kau mau ikut?” bisik Elvan di telinga Aya.“Mau… kalau aku gak ikut malu…” balas Aya dengan parau.“Mandi bareng yuk…” ajak Elvan.Aya sedikit memundurkan kepalanya agar bisa melihat Elvan. “Mandi aja tapi… gak malu
Hampir 22 jam lamanya Elvan dan Aya berada di dalam pesawat hingga akhirnya mereka mendarat di Rabat, Maroko. Elvan memang membawa Aya ke Maroko untuk bulan madu mereka. Elvan sengaja tidak memilih tempat yang biasa di kunjungi oleh pasangan pengantin baru lainnya untuk berbulan madu.Sebenarnya tujuan utama Elvan bukanlah ke Rabat yang merupakan ibu kota dari Maroko, tapi ia ingin ke Marrakesh, hanya saja setidaknya ia ingin menikmati kota Rabat 1-2 hari kemudian baru bertandang ke Marrakesh.Maroko begitu eksotis, karena memiliki perpaduan bangunan kuno dan modern yang mengagumkan. Perpaduan Afrika, Arab dan Perancis, membuat Elvan memutuskan untuk datang ke sini membawa Aya.Aya kaget bukan main, ia mengira Elvan akan membawanya ke negara-negara di Eropa, tapi rupanya tidak. Aya tidak kecewa tapi justru ia senang. “Ya ampunnn… aku pernah membaca beberapa artikel tentang Maroko, dan mereka menyebutnya dengan Land Of God, dan aku gak sangka kamu akan membawa aku ke sini!” seru Aya d
Dari Rabat mereka menuju Marrakesh, kemudian pergi ke tempat lainnya. Tak lupa Elvan dan Aya membeli beberapa oleh-oleh untuk keluarga dan teman mereka di Jakarta. Bahkan Aya menyempatkan diri untuk membelikan oleh-oleh untuk Ega dan akan mengirimkannya ke tempat Ega nanti. Setelah melalui 10 hari yang sangat menyenangkan, akhirnya mereka harus kembali ke Jakarta. Perjalanan kembali ke Jakarta tidak sebentar, tapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Hingga akhirnya pesawat yang mereka tumpangi mendarat juga.“Hmm… aku ingin bertanya padamu, tapi belum sempat…” ujar Aya ketika mereka beada di dalam mobil.“Apa?” tanya Elvan.“Setelah ini kita tinggal di mana? Apa di rumah orang tuamu?” tanya Aya.Elvan tersenyum, kemudian menggeleng. “Tidak, kita akan menempati apartement untuk sementara selama aku mencari rumah untuk kita tempati nantinya. Tadinya aku mau langsung mencari rumah saja, tapi ku urungkan…” jelas Elvan.“Kenapa?” tanya Aya.“Aku takut kau tidak suka dengan rumahnya, jadi
Hampir sebulan Aya dan Elvan menikah, kehidupan mereka sangatlah bahagia. Perubahan yang sangat drastis bagi keduanya dan mereka sangat menikmatinya. Bahkan keluarga Sanjaya tidak terdengar lagi, mereka sendiripun tidak memperdulikan apa yang akan di lakukan pada keluarga mereka. Yang jelas Elvan sendiri tidak akan membiarkan siapapun mengganggu keluarganya.Beberapa jam lagi Elvan akan pulang dari kantor, jadi setidaknya Aya harus bersiap-siap untuk menyiapkan makan malam bagi suaminya tersebut. Tapi tiba-tiba saja ia merasa pusing, kepalanya terasa sangat berat. Bahkan ia harus berpegangan pada dinding saat ia akan berjalan menuju dapur.“Aduhhh kepalaku tiba-tiba aja sakit…” lirih Aya seraya menyentuh kepalanya dan menahan dirinya di dinding agar tidak jatuh.“Tadi aku baik-baik aja deh…” gumamnya sambil meringis.Aya ingat jika di kotak obat ada obat untuk meredakan sakit kepala. Aya mencoba berjalan dengan perlahan dan hati-hati agar tidak terjatuh. Rasanya sungguh aneh, sejak pa
Dini hari Aya terbangun karena perutnya merasa tidak enak, ia merasa sangat mual hingga ingin mengeluarkan isi perutnya. Saat ini Elvan masih tampak terlelap dalam tidurnya, dengan perlahan Aya turun dari atas tempat tidur agar tidak membangunkan Elvan. Dengan cepat ia menuju kamar mandi karena sudah merasa tidak tahan.Tak lupa Aya menyalakan air untuk menyamarkan suaranya.‘Apa ini yang di rasakan oleh hampir semua wanita yang sedang hamil muda?’ tanya Aya dalam dirinya. Tapi masih ada perasaan skeptis yang ia rasakan, mungkin saja ini hanya terbawa suasana.Rasanya ia begitu lemas setelah mengeluarkan semua isi perutnya. Aya mencuci wajahnya agar tidak ada bau-bau tidak sedap tertinggal di tubuhnya. Bahkan ia menggosok giginya, agar Elvan tidak curiga.Aya kembali ke atas tempat tidur mencoba untuk melanjutkan tidurnya. Tapi sayangnya ia tidak bisa kembali terlelap. Banyak pikiran berkecamuk di kepalanya saat ini.
Selama perjalanan Elvan ke rumah orang tuanya, Elvan terus menggenggam tangan Aya, tapi sesaat ia melepaskan tangannya untuk menghubungi ibunya.“Mih di mana?” tanya Elvan begitu panggilannya di angkat oleh ibunya.Aya hanya diam di samping Elvan dan memperhatikan Elvan, saat ini sedang macet hingga tidak terlalu bahaya untuk Elvan menghubungi ibunya di sambil menyetir, ia juga menggunakan airpod hingga tidak kesulitan.“Di rumah, Mamih lagi nunggu Mama Hilda kita ada kumpulan bentar lagi. Kenapa?” tanya Mamih Soraya.Elvan tersnyum lebar, “Elvan sama Aya lagi otw ke sana, tungguin ya jangan dulu pergi,” ujar Elvan.“Hmm, ada apa sih? Kok ngedadak gitu?” tanya Soraya bingung karena ini masih jam kerja.“Nanti aja, pokoknya tungguin aja.”“Iya iya, awas kalau gak penting Mamih jewer kamu!” ancam Soraya.“Dihh, Ma
Baik Mahanta maupun Aji, keduanya sangat bahagia begitu mendengar kabar kehamilan Aya. Terutama Aji yang memang sempat mempercayai tuduhan Aya mandul. Ia baru tahu sebenarnya setelah kasus KDRT dan gugatan Aya mencuat di media, dan dari mulut Aya sendiri. Aji merasa sakit hati atas pelakuan dan hinaan dari keluarga Sanjaya pada putrinya itu, dan juga pada keluarganya.Sama seperti Hilda--istrinya, Aji sempat tak percaya jika Aya--putrinya memang tidak dapat hamil, tapi kini ia merasa sangat senang. Karena hanya berselang satu bulan saja pernikahan Aya dan Elvan, kini Aya sudah mengandung cucunya. Cucu pertamanya dan ini lah yang sangat dinanti-nanti olehnya. Hingga tanpa memikirkan apapun Aji meninggalkan kantornya dan meminta wakilnya untuk mengerjakan semua pekerjaannya, dan ia segera pergi ke kediaman keluarga Dewangga--besannya.Pelukan haru namun bahagia terjadi tatkala Aji memeluk Aya, bahkan matanya berkaca-kaca. Sungguh ia merasa sangat bahagia, dan
Tiba-tiba saja Aya terbangun di malam hari, saat ia melirik jam rupanya masih menunjukkan pukul 00.17.“Aduhhh masih malam rupanya…” gumam Aya sangat pelan karena takut membangunkan Elvan yang masih terlelap di sampingnya.Aya kembali mencoba untuk tidur, tapi rasanya sulit. Bukan hanya itu, ia juga merasa sedikit aneh pada dirinya. Tiba-tiba saja ia menginginkan sebuah makanan.“Hmm… besok pagi aja deh nyarinya…” bisik Aya sangat pelan.Aya kembali memejamkan matanya. Tapi semakin ia lupakan ia semakin menginginkan makanan itu.‘Ini aneh, aku gak kaya biasanya kaya gini… apa ini namanya ngidam itu?’ tanya Aya pada dirinya.Ia ingin membangunkan Elvan, hanya saja ia merasa sungkan. Besok pagi Elvan harus bekerja dan ia tidak mau merepotkan suaminya.Tapi sekitar setengah jam lamanya Aya merasa sangat gelisah. Ia bergerak-gerak mencari posisi yang nyaman untuk membaringkan tubuhnya.Hingga tidak sengaja Elvan terbangun dari tidur, "Kamu kenapa? Susah tidur?" tanya Elvan dengan suara se
Andrew menitikkan air mata untuk pertama kalinya dalam hidupnya yang bisa ia ingat, saat ia mendengar suara tangisan putrinya yang baru saja lahir ke dunia ini.Kini ia resmi menyandang status sebagai seorang ayah.Ya, anaknya adalah seorang perempuan, sesuai dengan hasil pemeriksaan USG beberapa bulan yang lalu. Hingga dirinya dan Metta menyiapkan segala kebutuhan untuk putri mereka.Baik Andrew ataupun Metta tidak mempermasalahkan apakah mereka akan memiliki seorang putra ataupun putri. Semua anak sama saja, dan mereka akan mencintainya dengan setulus hati. Saat mereka memberitahu hasil USG pada Peter beberapa bulan yang lalu, ia menyambut dengan sangat gembira. Peter dulu sangat menginginkan anak perempuan yang menurutnya sangat menggemaskan jika memakai baju anak yang lucu-lucu tapi istrinya tidak bisa hamil lagi karena ada kanker di rahimnya hingga akhirnya merenggut nyawanya. Peter juga sudah diberitahu perkiraan hari kelahiran cucu perempuannya dan ia akan mengajukan cuti jauh
Selama seminggu ini Andrew berusaha untuk menjadi suami siaga, karena menurut perkiraan Metta akan melahirkan minggu ini. Elvan sendiri memberikan keringanan untuknya agar tidak terlalu lama berada di kantor ataupun datang ke kantor. Andrew hanya datang ke kantor sesekali saja, ia lebih banyak bekerja di apartement dan mengirimkan laporan via email pada Elvan.Bahkan pekerjaan keluar kota ataupun yang agak jauh dari Jakarta, semua di handle oleh Elvan.Seperti biasanya, Andrew saat ini berada di ruang keluarga. Ia menyalakan laptop miliknya dan bekerja di sana. Sesekali ia melakukan panggilan video dengan Elvan atau sekretarisnya, membicarakan pekerjaan mereka.Sedangkan Metta menemani Andrew dengan duduk di sofa, ia menselonjorkan kakinya ke atas sofa yang mulai terasa pegal. Bahkan kakinya tampak sedikit membengkak. Metta sudah tidak bisa banyak bergerak dengan perutnya yang besar, seakan hendak meledak.Metta sedikit meringis, saat ia bergerak untuk mencari posisi yang nyaman untu
Andrew langsung meraih tangan Metta dan menghadangnya, “Mau kemana? Udah duduk aja di sini, kenapa?” seru Andrew pada istrinya.“Aku mau turun, Kak!” seru Metta.Kening Andrew berkerut, “Ke lintasan?” tanyanya hampir tak percaya. Saat ini mereka berdua sedang berada di sirkuit. Karena Metta yang memaksa Andrew untuk menonton balapan yang ada di sirkuit hari ini. Dari pada membuat istrinya kembali sedih seperti beberapa bulan yang lalu, Andrew memilih untuk mengabulkan permintaan istrinya ini.Metta mengangguk antusias, “Iya dong, biar aku bisa liat dengan jelas motor mereka!” ujar Metta seraya menunjuk ke arah seorang pembalap yang masih berdiri di samping motornya dengan seorang mekanik. Pembalap itu tampak membicarakan sesuatu.“Aduhhhh! Itu terlalu dekat, kalau Sayangnya aku keserempet gimana? Aduhhh…” seru Andrew. “Ya gak dong, Kak. Aku kan di pinggir bukan ke tengah lintasan!” ujar Metta.“Gak boleh pokoknya gak boleh! Udah duduk manis aja di sini ya, ini udah keliatan jelas lo
Saat Andrew pulang ke apartement, ia merasa ada yang berbeda dengan istrinya tersebut. Metta menyambut kepulangannya dengan lembut dan seperti biasanya. Tapi, Andrew merasa jika senyuman Metta tampak hambar, bahkan tatapannya tampak kosong.Awalnya Andrew mengira mungkin Metta hanya kelelahan saja. Sejak Metta hamil, Andrew memang terbiasa membawa makan malam dari luar jika ibu mertuanya tidak datang menemani Metta. Karena Mama Hilda yang akan menyiapkan makanan, ia hanya tinggal menghangatkannya saja.Saat makan malampun, Metta masih menjawab setiap pertanyaannya dengan baik. Berbincang seperti biasanya, hanya saja Andrew masih merasa sedikit aneh dengan istrinya tersebut.Hingga sebelum waktu tidur, Andrew membuatkan susu untuk Metta. “Mau tidur sekarang?” tanya Andrew setelah menyimpan gelas bekas minum susu di meja.Metta mengangguk, “Iya, Kak. Aku mau tidur aja, agak ngantuk,” jawab Metta.Andrew mengangguki ucapan Metta, kemudian membantu menyelimuti tubuh Metta. Agar istri dan
Satu bulan berlalu, seharusnya di mana Metta sudah masuk kuliah di semester yang baru. Kini ia hanya bisa diam di dalam apartement. Bahkan hanya untuk keluar apartement dengan berjalan kaki menikmati fasilitas yang ada di gedung ini atau ke pertokoan dan mini market yang ada di sekitar apartement, ia harus lebih dahulu memberitahukan pada Andrew yang berada di kantor. Jika sudah sampai apartement lagi, Andrew pasti akan menghubunginya.Sejak hamil, Andrew juga melarang Metta untuk datang ke cafe Aya kecuali bersama dirinya. Ia tidak mau Metta kelelahan atau terpeleset saat membantu kesibukan di cafe. Andrew memang lebih protektif pada Metta demi kebaikan Metta dan kandungannya.Metta membaringkan tubuhnya di sofa sambil menatap ke arah jendela, ia menghembuskan napas panjangnya dengan tangan yang mulai membelai lembut perutnya. Perutnya masih terlihat rata, tapi beberapa celana mulai terasa sesak ketika di gunakan. Metta sendiri sudah tidak menggunakan celana jeans karena sudah mulai
“Gue hebat, kan? Tiga minggu-an udah jadi!” bangga Andrew pada Elvan, kini mereka berdua berada di taman belakang. Sedangkan yang lainnya menemani Metta di dalam dan mengobrol mengenai kehamilannya. Metta masih sangat muda dan tomboy sehingga Aya, Hilda dan Soraya memberikan ekstra perhatian dan wejangannya. Sementara Aji dan Mahanta ngobrol di ruangan kerja.“Bangga Lu? Gue juga gak lama kali!” dengus Elvan.“Iya emang gak lama, tapi cepetan gue kan?” Andrew masih begitu bangga, “Tokcer banget kan?”“Dih dasar, bukan itu yang harus Lu perhatiin sekarang, tapi kondisi istri Lu sama calon anak Lu!” seru Elvan mengingatkan.“Iyalahh, kalau itu gue dah paham bangettt! Tadi aja abis dari rumah sakit gue udah borong susu hamil banyak-banyak!” seru Andrew.“Bukan cuma itu! Tapi mulai sekarang Lu perhatiin Metta baik-baik, kebutuhan dia juga perhatian dia, biar anak kalian tumbuh dengan baik. Selalu anter Metta juga kalau mau periksa ke dokter,” ujar Elvan.“Gua paham!” seru Andrew.Elvan j
Dokter hanya bisa tersenyum kemudian menggeleng kecil, ia tak mengerti kenapa suami pasiennya tampak sangat kebingungan seperti saat ini dan memberikan pertanyaan konyol.“Tentu saja istri Anda yang hamil, Pak.” tanya dokter pria berusia sekitar 40 tahunan tersebut.“Saya akan memberikan rujukan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan saat ini juga agar di berikan vitamin untuk kehamilan,” lanjut dokter tersebut seraya mulai menuliskan sesuatu di atas kertas.Andrew hanya bisa terbengong-bengong, begitu juga dengan Metta. Tapi Metta sudah mengerti sejak awal, hanya saja mulutnya tampak kaku dan terkunci rapat hingga tak bisa mengucapkan sepatah katapun.Beberapa detik kemudian Andrew seperti sadar dari pikiran kosongnya. “Jadi maksud dokter istri saya hamil? Gitu?” tanya Andrew tak percaya dan sedikit heboh.“Betul, Pak. Yang hamil, gak mungkin saya juga, kan?” tanya balik dokter tersebut.Kebahagiaan tak bisa dibendung lagi oleh Andrew, jika bisa berteriak ia sudah pasti bert
“Kamu ini gimana sih, Ndrew?! Istri sakit bukannya di perhatiin?!” tegur Soraya begitu Andrew masuk ke dalam ruang kerja milik Aya. Di mana saat ini Metta sedang duduk di sofa, seraya menghirup minyak angin dengan aroma theraphy, agar rasa pusing di kepalanya mereda. Bahkan Metta juga merasa mual.“Pagi tadi baik-baik aja, Mih,” ujar Andrew seraya menghampiri Metta dan duduk di sampingnya kemudian memeriksa keadaan Metta.“Sayangnya aku kenapa? Yuk ke dokter,” ajak Andrew panik melihat raut wajah Metta yang tampak amat lesu dan pucat.“Masuk angin tuh kayanya!” dengus Soraya kesal, “Kamu ajak Metta ngapain sih sampe kaya gitu?!”“Duh, Mih. Masa Andrew ceritain sih!” sahut Andrew. Soraya hanya bisa mendengus seraya memutar bola matanya jengah. “Dasar anak muda, kalau apa-apa tuh gak pake aturan! Maen trabas aja sih! Pake kira-kira dong, udah gini kan orang tua juga ikut khawatir!” desis Soraya.“Iya iya, Mih. Pokoknya Andrew mau bawa Metta dulu ke rumah sakit!” sahut Andrew.Metta men
Beberapa menit yang lalu Soraya datang ke cafe milik menantunya, dengan membawa Arka--cucunya yang digendong oleh pengasuhnya. Awalnya Soraya memang baru saja pulang dari rumah temannya, di mana anaknya baru saja pulang dari rumah sakit setelah melahirkan cucu teman Soraya.Soraya sengaja membawa Arka, karena ia menengoknya di rumah bukan rumah sakit. Jika masih di rumh sakit Soraya tak akan mengajak Arka. Lagipula Soraya tidak bisa meninggalkan Arksa sendirian dengan pengasuh saja, di mana ibunya saat ini sedang sibuk di cafe. Jadi Soraya membawa Arka.Maka dari itu Soraya mampir dan ingin melihat langsung cafe milik menantunya ini. Cafe ini sudah berjalan 3 bulan lamanya sejak pembukaan. Setelah pembukaan hanya sesekali Soraya datang. Karena ia fokus untuk ikut mengasuh dan mengawasi Arka di bawah asuhan pengasuhnya selama Aya fokus merintis cafe barunya ini.Soraya sendiri sudah mendengar mimpi Aya, baik dari Elvan atau Aya secara langsung. Jadi selama dua bulan ke belakang memang