Pintu itu tertahan oleh seseorang ketika Lian ingin menutup pintu. Lian mendongak untuk mengetahui apa yang terjadi. Ternyata di luar dugaan, seseorang yang menahan pintunya adalah Mahesa. Bagaimana bisa ia ada di hadapannya saat ini? Apakah ia sudah membututinya dari sepulang kerja tadi?
"Mahesa, apa yang kamu lakukan di sini?"
"Bisakah sopan sedikit pada tamu? Hm? Aku tamu yang datang ke unitmu. Jangan bertanya seperti itu seolah-olah aku tidak diharapkan. Oh ya jangan lupakan kita sudah tidak bertemu lama sekali. Kamu tidak memberiku ucapan salam pertemuan?"
"Aku ..."
Mahesa mendorong pintu itu untuk terbuka lebar dan tangan Lian yang menahannya agar tidak terbuka, percuma saja. Tenaganya tidak cukup kuat untuk itu. Yang bisa Lian lakukan hanyalah mendesah pasrah. Ia memberi jalan agar Mahesa masuk dan seperti dugaannya, Mahesa masuk tanpa Lian inginkan. Ia mengamati bagaimana tempat tinggal kecil Lian lalu duduk di sova ruang keluarga yang berdekatan
"Aku sudah memberi apa yang kamu inginkan silahkan pergi dari sini."Minuman yang di suguhkan sudah Mahesa teguk habis dan ia ingin ia pergi dari sini. Tapi kenapa ia tidak kunjung pergi juga?Mahesa malah terkekeh dan itu membuat Lian geram. Perutnya sudah ingin makan tapi melihat Mahesa mengejeknya ia jadi tidak peduli.Lian berdiri dan tangannya malah di genggam Mahesa. Ia melihat tangan itu dengan wajah terlihat kesal dan mungkin wajahnya sekarang memperlihatkan jangan usik aku lagi. Lian menunggu Mahesa mau bicara apa tapi ia tidak kunjung bicara segera menepis tangan itu."Aku lapar jika kamu tidak butuh apa-apa lagi. Aku mohon dengan sangat pergilah dari sini.""Mahesa tidak bisa di usir begitu.""Terserah."Lian merasa kesal kenapa Mahesa sulit sekali di atur. Lian kira setelah menyunguhkan minuman yang Mahesa inginkan ia akan langsung pergi meninggalkannya tapi kenapa ia malah keras kepala."Hm wangimu masi
Mahesa menaruh kantong yang ia pegang di dapur. Ia sudah tahu dimana dapur unit Lian. Seperti di dalam rumahnya sendiri. Ia melangkah dengan santainya ke arah dapur dan menaruh semua yang ia beli di atas meja makan."Aku masih ingat kamu itu suka bubur ayam, aku belikan bubur ayam yang kamu suka. Kamu ingat kedai bubur yang sering kita datangi buat sarapan bersama? Nah aku ke sana dan belikan bubur itu buat kamu. Aku harap rasanya tidak akan berubah.""Mahesa, aku kira kamu tidak akan datang lagi tapi kenapa kamu mendatangiku lagi? Jika Alex tahu dia pasti akan melarangmu untuk mendekatiku.""Oh ya, aku harap kita akan bersaing secara sehat. Ah sudahlah. Kalau dia melarangku untuk menemuimu. Maaf, aku bukan laki-laki yang patuh-patuh saja menerima permintaan dia. Aku harus melakukannya sampai detik akhir.""Apa maksudmu?" Lian memincingkan matanya menatap Mahesa yang terlihat sangat santai. Harapannya pupus karna Lian kira setelah berbicara begitu M
Lian sedang membereskan buku yang sudah di pakai oleh pengunjung perpus dengan troli ke rak yang sudah di tandai satu persatu namun sebuah suara menghentikan gerakannya. Ia tidak jadi mengambil satu buku untuk di taruh di rak."Aku butuh sebuah buku tentang sejarah, bisakah kamu mencarikannya untukku." Mahesa berdiri di belakangnya dengan tiba-tiba dan suaranya persis di telinga Lian, berbisik yang membuat sekujur tubuhnya merinding dan ngeri. Ia terkurung dan tidak bisa bergerak."Mahesa ini di ruang publik. Jangan membuatku malu akan perilakumu yang sangat keterlaluan itu," geram Lian padanya meskipun mustahil Mahesa akan menjauh tapi Lian berusaha untuk mencobanya. Tingkah laki-laki selalu bikin geram saja.Mahesa terkekeh tanpa tahu malu lalu menjauh dan berdiri di sampingnya sedangkan Lian mengusap keringat yang terlihat di dahinya. Hawanya menjadi panas gara-gara kelakuan Mahesa padahal suhu pendingin di ruang ini cukup dingin."Kamu tak
"Kamu."Desya tersenyum dan tak lama ia mendesah."Aku pikir kamu akan terkejut melihat penampilanku yang berbeda tapi aku merasa cara pandangmu itu biasa saja.""Siapa yang mendadanimu?""Aku sendiri. Memangnya siapa yang mau mengerjakannya kalau bukan aku sendiri.""Masuk dan bersihkan muka topengmu itu. Aku bukannya bermaksud sadis tapi melihat wajahmu seperti itu lebih baik kamu menghapusnya. Natural lebih baik atau kamu mau, pakai saja bedak dan lipstik berwarna nude agar wajahmu tidak terlalu pucat. Aku punya di dalam jika kamu mau.""Baguslah. Aku suka penawaranmu. Mungkin sebaiknya aku gunakan itu saja ya setiap hari agar tidak terlihat buruk.""Kamu tahu sepertinya mempunyai pasangan tidak selalu membuatmu bahagia."Kami sudah duduk di sova dan Lian mulai mengingat akan foto Alex yang masuk sepintas dalam kepalanya."Kamu bilang apa barusan? Ada apa dengan pasanganmu. Tunanganmu membuat kamu sedih?"
Tatapan itu setajam elang. Matanya mengarah satu sosok yang sedari tadi ia amati sejak meninggalkan unit apartemennya. Ia tidak mau beranjak kemana pun, hanya satu yang ia inginkan, mengetahui apa yang ia kerjakan. Semestinya ia tidak harus mempedulikan. Terserah saja. Toh ia juga bersama dengan teman wanitanya yang ia kenali teman itu juga merupakan teman kerjanya. Mereka terlihat bersenang-senang dan menikmati malam minggu itu. Tapi entah kenapa pikirannya masih tidak tentu dan ia mau tahu Lian baik-baik saja. Ia juga tidak terlalu serius. Malam itu juga sembari melihat Lian, ia juga sedikit bersantai dengan melihat semua hiburan yang ada di sana sampai seorang anak kecil berdiri di hadapannya lalu mendongakkan kepala. Anak kecil itu tidak takut, ia hanya mengamatinya dalam diam. Keningnya berkerut dan sepertinya ia sedang berpikir. Mahesa tidak tahu apa yang anak kecil itu pikirkan. Kalau di lihat dari rambut yang ia punya sepertinya anak kecil ini ada
Ini tak main-main, pertarungan hidup mati berada di tangannya. Lian berada di tengah-tengah laut dan ia sedang berjuang di sana untuk meminta pertolongan siapa pun yang bisa menolongnya namun sampai tangan itu tidak terlihat. Tidak ada satu orang pun yang mau menolongnya karna mereka semua tahu ada ombak yang lumayan besar yang bisa menelan siapa saja yang mendekatinya.Semua orang tidak mau peduli hanya bisa melihat tanpa ada rasa kasihan sama sekali dan Mahesa tak mau menunggu. Meskipun ada rasa cemas bisakah ia menolongnya tapi ia menguatkan diri dan mempertaruhkan hidup semuanya akan baik-baik saja.Mahesa bersiap lalu masuk dan berenang ke dalam laut. Menggerakkan tubuhnya untuk menolong. Matanya memandang awas satu titik dimana Lian tadi ada di tempat itu. Air yang bergelombang membuatnya sulit untuk mencarinya. Terkadang ia terbawa tapi ia tetap bertahan di jalurnya.Hatinya serta pikirannya memanggil nama Lian berkali-kali berharap ia akan ketemu d
Bau aroma makanan membuat Lian terbangun dari tidurnya. Ia tidak tahu ini jam berapa. Seingat dia, rasa lemas tubuhnya membuatnya ingin tidur cukup lama.Lian menggerakkan tubuhnya untuk duduk lalu beranjak dari tempat tidurnya. Aromanya membuat perutnya berbunyi. Hanya dua orang yang punya kunci akses unitnya, kalau tidak dia sendiri yang memegangnya ya Raisa. Adiknya itu yang terkadang datang mengunjunginya hanya sekedar ingin tahu bagaimana keadaan Lian.Apa mungkin yang memasak itu adalah Raisa?Lian penasaran dan ia buru-buru melangkah ingin melihat betapa adiknya itu sangat perhatian.Lian berhenti begitu yang memasak bukanlah sosok yang ada dalam pikirannya melainkan Mahesa yang sedang menumis entah apa di sana."Kamu sudah bangun?"Lian mengangguk dan duduk di kursi. Ia tidak mengira Mahesa masih ada di sini. Lian kira ia sudah pulang begitu Lian memilih untuk tidur."Kamu nginep di sini? Jika Raisa tah
Sebuah tangan menarik Lian yang baru saja mau ingin masuk ke dalam perpus. Mau tidak mau, Lian harus mengikuti langkahnya dan sekarang mereka berada di lorong yang sepi. Dari tingkahnya Lian tahu pasti Desya ingin menanyakan sesuatu padanya. Lian tahu Desya suka dengan Mahesa dan tak di sangka mereka bertemu dengan kejadian tak terduga di pantai itu. Desya pasti ingin tahu bagaimana Mahesa berada di sana dan menolongnya."Aku mau bicara sama kamu mengenai ..."Desya berhenti dan ia binggung harus bicara darimana."Mengenai apa? Tentang kecelakaan itu? Itu semua bukan salahmu. Itu semua terjadi karna kecelakaan. Jadi jangan merasa bersalah.""Aku minta maaf telah mendesakmu waktu itu dan aku tahu aku bersalah tapi aku juga ingin tahu tentang laki-laki itu. Dia yang ku temui sewaktu di sini. Di perpus ini. Dia laki-laki yang mempunyai senyum menawan dan dia juga yang membawamu malam itu. Jadi aku ingin tahu kelanjutan cerita kalian.""Tidak ada yang
Pernikahan yang telah di tunggu-tunggu itu pun akhirnya terjadi dan terlaksana. Setelah sekian lama kami merajut suatu hubungan, kami memutuskan untuk melanjutkan kepada hubungan serius apalagi kalau bukan menikah.Tentu saja semua yang terjadi membuatku bahagia. Tidak ada rasa sedih sama sekali. Aku bahagia. Ku pikir yang tadinya aku merasa ragu dengan kenyataan. Nyatanya tidak begitu. Pertanyaan demi pertanyaan masuk ke dalam hati. Haruskah aku menikah dengan Alex. Apakah bisa aku menjalaninya bersama dia? Apakah hubungan kami akan baik-baik saja nantinya? Apakah kami akan bersama tanpa ada permasalahan yang timbul. Semua pertanyaan itu selalu saja ada selama waktu menunggu pernikahan itu terjadi.Tapi segera aku tepis ketika Alex dengan lantangnya mengucapkan janjinya pada penghulu. Memberikanku keyakinan kalau dia memang yang terbaik untukku.Dengan sorot mata tegas dia berikrar akan menjalani pernikahan bersamaku. Detik itu juga ada rasa lega da
Setelah taksi itu berhenti tepat di depan rumah Mahesa. Raisa dengan semangat turun dari taksi lalu melangkah masuk ke dalam rumah Mahesa. Pintu gerbang tak di kunci jadi dia langsung masuk dan mengentuk pintu depannya. Raisa menunggu dengan sabar sampai sepuluh menit kemudian Mahesa membuka pintu dengan penampilan yang sudah terlihat rapi. Pakaian yang biasa di pakai tidak seperti ini. Sekarang dia sudah menggunakan jaket yang menutupi tubuh atletisnya."Kak aku datang untuk menemuimu dan juga aku ingin kita pergi bersama. Aku sudah membuatkan bekal untuk kita berdua. Kita akan berpiknik dan mengunjungi satu tempat. Gimana? Kak Mahesa nggak sibuk kan? Ayolah kita pergi, lihat di luar sana. Hari ini terlihat begitu cerah jadi kita jangan membuang-buang waktu tanpa berpergian.""Hm ... aku tidak bisa. Aku harus melakukan sesuatu hari ini dan ... masuklah dulu, kita sebaiknya bicara di dalam. Aku akan memberitahu sesuatu untukmu."Raisa menelan salivanya karna uca
Raisa menatap penampilannya yang sudah rapi itu pada sebuah kaca yang di letakkan tak jauh dari tempat tidurnya. Dia mengamati penampilannya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk keluar dari kamarnya.Sebelumnya dia merasa frustasi dengan gaun apa yang dirasa cocok untuk dia gunakan. Dia sudah berkali-kali memakai gaun yang dinilainya sempurna untuk bertemu seseorang tapi setelah dipakai kenyataannya tak terlihat cocok untuk dia pakai. Raisa menggerutu karna rasanya tak ada gaun yang menarik minatnya. Tapi saat melihat salah satu gaun tersisa yang belum dia coba, Raisa mencobanya dan sangat pas untuk tubuhnya. Akhirnya pilihan terakhir adalah gaun yang dia pakai ini. Bermotif bunga kecil berwarna kuning cerah.Merasa sudah baik semua, Raisa mengambil tas slempangnya dan keluar dari kamar. Langkahnya menuju ke dapur dimana dia sudah mempersiapkan sesuatu untuk Mahesa. Sesuatu yang akan membuatnya melupakan perasaannya pada Lian.Setelah Raisa tahu kalau Alex t
Lian membuka mata dan langsung menatap langit-langit kamar yang tak pernah berubah sedikit pun. Rasa pusing menyerang kepalanya. Namun dia abaikan. Semua itu penyebabnya adalah rasa lelah yang dia derita dan airmata yang ia tumpahkan sejak semalam. Pertemuannya dengan Mahesa menyisakan sebuah pertanyaan dan duka yang masih ada, dia tidak bisa menjawabnya tapi rasanya ia yakin kalau memang itu yang terbaik untuk mereka berdua.Tatapan terakhir dari sorot matanya itu mengisyaratkan betapa dia sangat mencintainya. Sungguh, hatiku berkata demikian. Tak mungkin kalau hanya sekedarnya saja dan bodohnya lagi, sentuhan yang diberi olehnya juga tak bisa membuat tubuhku menolak sedikit pun. Sangat memalukan. Jelas-jelas aku menerimanya dan tak berdusta ketika aku juga menginginkan hal yang sama.Tapi lagi-lagi aku berpikir, aku tak mau jatuh ke titik yang sama seperti dulu meskipun dengan satu alasan yang sama, Mahesa mencintaiku, aku tidak berbalik arah.Aku
Malam itu Raisa ingin memberi kejutan pada Mahesa. Dia sudah membuat sebuah coklat spesial untuknya. Mahesa pasti suka dengan coklat buatannya. Dulu dia bilang rasa coklat yang Raisa buat tergolong unik dan enak. Mahesa menyukainya dan sekarang Raisa akan memberinya lagi untuknya dengan tujuan supaya dia bisa lebih dekat dengan laki-laki itu.Raisa tak sabar ingin mengetahui bagaimana reaksinya saat Raisa membawakan coklat ini untuknya. Raisa tersenyum begitu mengingat wajah Mahesa yang tampak terkejut mengetahui Raisa yang begitu perhatian.Taksi pun berhenti di depan rumah Mahesa dan tanpa ragu kakinya melangkah mendekati rumah Mahesa membuka pintu gerbang yang tidak terkunci lalu mengetuk pelan pintu depan rumahnya.Tak lama kemudian pintu itu pun terbuka dengan penampilan Mahesa yang sedikit berantakan. Raisa mengernyit memandang laki-laki itu yang tidak rapi seperti biasanya. Namun berbeda dengan Mahesa. Dia malah tampak terkejut mendapati Raisa berdiri di
Merasa istirahatku sudah cukup, aku pun membuka mata dan merenggangkan tanganku. Setelah tidur panjang dan meminum obat yang di beri Lian, pusingku sudah menghilang. Aku melihat ke sekeliling dan sempat merasa tak sadar aku dimana. Kini aku mendapati aku berada di dalam kosong dan tak berpenghuni.Aku beranjak ke kamar mandi untuk membasuh mukaku lalu keluar untuk mengganti pakaianku yang terasa lembab dan sudah berbau keringat. Pendingin ruangan yang menyala tidak membuat suhu tubuhku menjadi dingin malah membuatku berkeringat. Mungkin efek dari aku meminum obat itu yang membuat aku merasakan sedikit lebih berkeringat.Kakiku melangkah keluar dan mencari dimana keberadaan Lian. Dia berjanji menungguku dan ku pastikan dia masih berada di rumah ini.Ternyata Lian sedang memasak sesuatu di dapur. Baunya harum dan sepertinya dia lumayan jago memasak. Mahesa berdeham dan Lian pun menoleh untuk melihat. Mahesa berdiri di depan pintu su
"Aku tahu kamu semalam sama siapa Mahesa."Lian pagi itu datang ke rumah Mahesa dengan sengaja karna dia tahu harus melakukan sesuatu. Lian butuh penjelasan dan Mahesa harus memberitahunya kalau tidak dia harus melakukan sesuatu menekannya agar menjauh dari hidup mereka."Masuk!" Mahesa berucap tegas dan memerintah. Mahesa menyingkir memberi jalan untuk Lian masuk ke dalamnya."Aku tidak mau berlama-lama di sini Mahesa. Aku harus kerja dan aku butuh penjelasanmu sekarang. Aku tidak mau berbohong jawablah jujur dan aku segera pergi.""Aku salah apalagi?""Kamu yang mengantar Raisa tadi malam? Mama khawatir saat tahu Raisa tidak ada di rumah tadi malam. Dia meneleponku dan menanyakan apakah Raisa ada di tempatku atau tidak dan jawabannya siapa lagi kalau bukan ada di rumahmu. Kamu menyuruhnya untuk ke rumahmu? Malam-malam begitu?""Duduk lah aku sedang pusing terlalu banyak alkohol yang ku minum semalam."Lian tetap berdiri di san
Aku merasa sedang bermimpi saat ini. Sesuatu yang mustahil aku lakukan dan itu demi satu nama Mahesa. Ya karna dia aku berada di sini. Di suatu club yang tidak pernah aku injak dimana pun itu.Suara alunan musik terdengar begitu keras dari luar dan itu membuat telinga yang tidak terbiasa mendengar suara musik ini ingin menutup telinga namun rasanya sangat bodoh, orang lain terbiasa lalu mengapa aku harus menutup telinga demi semua itu. Aku biarkan semua itu dan bersikap sewajarnya.Seperti dugaanku tidak hanya musik yang mengalun begitu keras aroma pekat dari alkohol bercampur dengan nikotin tercium ke dalam indera penciumanku."Oh yang benar saja, aku tak menyukai bau ini, mengapa dia membiarkanku masuk dan mencium aroma ini," gerutuku dalam hati.Mahesa meneleponku dan aku terpaksa menemuinya karna ku tahu dari suaranya dia terdengar sangat membutuhkanku. Nekat aku pun datang ke sini untuk mencarinya.Begitu berada di dalam aku
Bugg ...Satu pukulan mengenai mata Mahesa, Alex ingin memukulnya kembali namun langsung di tangkis oleh Mahesa. Mahesa waspada dan tak lupa menahan diri agar tak tersulut emosi. Tadinya dia tidak tahu kalau Alex akan memukulnya. Setelah pukulan menyentuh wajahnya baru dia sadar kalau dia dalam bahaya.Mahesa menyeringai, memandang satu arah dimana lawannya saat ini sedang berdiri tegak memandang sengit ke arahnya.Mahesa memang tak belajar beladiri tapi dia tahu harus bertindak bagaimana saat ini. Mengalah tak akan pernah membuat lawannya tahu kalau yang sebenarnya dari satu pukulan itu tidak akan baik untuk ke depannya. Memukul memang tidak sulit tapi tak kan bisa menyelesaikan masalah. Itu yang sebenarnya dia inginkan untuk Alex sendiri. Kalau dia suka memukul pasti ke depannya juga sikapnya tak jauh berbeda. Bagaimana dengan Lian nantinya kalau mereka bersama?Mahesa mengusap hidungnya dengan cepat lalu memasang kuda-kuda dan segera