Aku duduk sambil menekuk kaki di pinggiran tempat tidur, menjadikan lututku sebagai sandaran daguku. Huh, masih pagi-pagi begini dia sudah marah-marah seperti itu, lagipula aku tidak salahkan kalau mengatainya om-om tua. Aku menangis tadi itu hanya akting agar dia tidak bersikap kasar seperti itu lagi. Dasar tua.
Baru tinggal sebentar dengannya aku sudah tau kalau dia itu memiliki tempramen yang buruk. Dan lagi yang membuatku sangat kesal dengannya ialah wajah datarnya dan sikap anehnya itu.
Tok tok tok.
Aku melihat ke arah pintu yang di ketuk. Mau apa dia? Apa dia akan memarahiku lagi? Apa tidak puas tadi dia melihatku ketakutan?
Tok tok tok
Ketukan itu tidak berhenti, malah terdengar semakin brutal. Aku berjalan gontai menuju pintu. Menyiapkan diri untuk hal buruk yang akan terjadi.
Cklek. Dengan sangat pelan aku membuka pintu, menatapnya takut-takut.
Dia langsung nyelonong masuk begitu pintu kubuka. Mataku mengikutinya yang kini sudah berjalan menuju ruang ganti baju. "Kau!" panggilnya datar tanpa melihatku.
"Iya om." Aku mencicit pelan.
"Maaf yang tadi!" Aku melongo mendengar ucapannya, serius dia bilang maaf tadi? Aku langsung berjalan cepat menghampirinya.
"Aku juga minta maaf!" Aku tersenyum manis di depannya, mencari pencitraan. "Kalau bukan karena aku-"
"Kau benar, aku ini hanya pria tua yang ke geeran, iya kau benar. Jadi tidak perlu meminta maaf padaku," dia langsung masuk ke kamar mandi.
Apa ini? Dadaku terasa sesak, dan kenapa aku jadi merasa sangat bersalah padanya. Ya tuhan, apa perkataanku tadi sangat menyinggung hatinya?
Pikiranku jadi galau sekarang, bagaimana ini. Aku mondar-mandir gak jelas di dalam kamar. Sesekali merutuki mulutku yang asal ceplas-ceplos ini. Bagaimana kalau nanti dia melaporkannya pada mama dan papa, bisa habis aku.
Aku melihatnya yang baru keluar dari kamar mandi, dia hanya memakai sebuah handuk yang melilit di pinggang. Dan lagi mataku kenapa mengarah ke perut nya yang kotak-kotak itu, ya ampun kenapa dia kelihatan hot sekali sekarang. Pikiranku langsung berkeliaran entah kemana-mana.
Enyahlah kau pikiran kotor!
"Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya dingin.
"Eh?" Aku langsung menutup mataku dengan kedua tanganku. "Aku tidak lihat apapun, sumpah aku tidak lihat," bisa malu setengah mati kalau dia tahu apa yang aku pikirkan tadi.
"Ck," dia langsung masuk ke ruang ganti.
Aku berjalan cepat ke arah tempat tidur, dan menenggelamkan wajahku di bantal. Kenapa pikiran-pikiran kotor ini tidak mau pergi juga, aku terus membayangkan tubuhnya dan hal-hal aneh. Ini pasti karena aku sering menonton film-film tidak senonoh itu. Hais, aku bisa gila sekarang.
"Kau tidur?" Aku bisa mendengar kalau ia sedang berjalan ke arahku. Dan aku langsung memejamkan mataku, pura-pura tidur.
"Hey kau tidur lagi?" dia mengguncang pelan tubuhku. Kenapa dia sok perhatian seperti ini? Mau mencari perhatianku ya? Hehehe aku tahu itu, dia pasti sudah menaruh rasa padaku.
"Hey!" langgilnya lagi. "Aku tahu kau pura-pura tidur," yah, kok tau sih.
Aku langsung membuka mata, menatapnya sambil tersenyum sumringah. Dia membalasku dengan wajah datar nya, tidak tersenyum sama sekali.
"Mandilah! Kau sangat bau," dia menutup hidungnya. Aku langsung berdiri menghadapnya.
"Enak sekali kau mengataiku bau." Aku menatapnya sinis, sementang dia sudah mandi jadi bisa seenaknya menghinaku.
Dia mengedikkan bahunya, mungkin malas mendengarku mengoceh tidak jelas. Lalu dia berjalan santai menuju balkon kamar dengan handuk kecil yang masih melingkar di lehernya.
"Aku ingin mandi, tapi tidak ada baju." Aku berteriak kesal padanya.
Dia diam, tidak berkata apa-apa lagi setelah itu. Tapi tiba-tiba dia kembali mendekatiku. Aku sangat gugup sekarang, jujur aku tidak bisa mengalihkan pandangan ku dari mata hitamnya itu. Astaga, kenapa sekarang dia semakin mendekati, aku jadi gugup. Aku mendongak agar bisa melihat wajahnya.
Dia mengalihkan pandangan dariku dan mengambil sesuatu di meja dekat samping tempat tidur, aku tidak tahu apa yang di ambilnya, karena sekarang fokusku hanya pada wajahnya. Aku seperti terhipnotis melihat janggutnya yang terlihat menawan?
Apa yang kau pikirkan Yar, Bukankah kau tidak suka dengan janggutnya itu? Kenapa sekarang kau jadi mengaguminya.
"Hey," dia berteriak sedikit kuat.
"Tidak usah teriak-teriak!" balasku, aku sempat terkejut tadi.
"Aku memanggilmu dari tadi, tapi kau malah bengong begitu," cibirnya. Kenapa sekarang aku merasa kalau dia jadi cerewet?
Dia menyodorkan sebuah kunci padaku. Aku hanya melihatnya, malas ngambilnya. Untuk apa dia memberiku kunci?
"Kalau kau tidak mau pakai bajumu ya sudah," dia memasukkan kunci itu ke dalam kantung celananya.
"Hah? Bajuku? Maksudnya?" ayolah otak, berfikir lebih keras.
"Ibu baru menelponku, dan ya ibu memang menyembunyikan bajumu di kamar depan," jawabnya sambil menunjuk ke arah pintu, aku tahu maksudnya, yang dia tunjuk itu ialah kamar yang satu lagi? Aku sudah yakin akan perbuatan ibu yang seenaknya sendiri itu.
"Yaudah sini! Aku mau ambil baju." Aku mengadahkan tangan, meminta kunci kamar sebelah.
"Tadi kau tidak mau," jawabnya angkuh, hey tadi aku kan tidak tahu.
"Aku gak tau tadi." Aku tersenyum manis padanya, berharap kalau dia akan luluh dan segera memberikan kunci itu padaku.
Lagi-lagi dia hanya mengedikkan bahu, sok sekali dia ini.
"Aku mohon om!" dengan cepat tanganku meraih kantung celananya. Tapi, dia langsung menahannya.
"Aku akan laporkan pada mama Dela kalau kau itu sangat menyebalkan." Aku mengusir rasa takutnya dan langsung mencubit pahanya pelan.
"Hey apa yang kau lakukan padaku!" dia berteriak kuat saat aku memaksa mengambil kunci itu. Ya jujur aku memang meraba-raba pahanya. Hahahaha, dasar cari kesempatan dalam kesempitan.
"Dapat." Aku tersenyum puas sambil menunjukkan kunci di depan wajahnya yang sudah merah padam.
"Kau," dia mencengkram bahuku, tidak kuat tapi tetap saja terasa sakit.
"Apa?"
Dia hanya diam. "Mandi! Hidungku sakit mencium bau ilermu," dengan entengnya dia langsung pergi setelah mengatakan itu. Dasar tidak sopan, aku ingin sekali menarik rambutnya.
"Aku tidak ileran," dia tidak mengubrisku.
Sudahlah, lebih baik aku mandi. Setelah mengambil baju yang di sembunyikan oleh mama di kamar sebelah, aku langsung cus mandi. Awas aja kalau nanti udah sipa mandi, dia tetap ngatain aku bau iler.
***
"Om!" dengan sedikit berlari aku menghampirinya yang tengah membereskan hiasan-hiasan kamar yang dia copot semalam.
Dia tidak menjawab ataupun menoleh padaku, dan masih sibuk dengan kegiatannya. "Om!" panggilku lagi.
"Mmmm," dia bergumam pelan.
"Lihat sekarang aku udah mandi, udah gak bau lagi dan udah cantik," dengan percaya diri aku mengibaskan rambutku yang masih sedikit basah.
"Terus?" dia memandangku heran.
Aku langsung diam, iya juga, kenapa aku harus mengatakan itu padanya. Aku kenapa sih?
"Aneh," dia mengalihkan pandangan dariku.
"Aku tidak aneh," baru kali ini ada orang yang mengataiku aneh, aku tidak terima itu.
"Pegang ini!" dia menyodorkan keranjang sampah padaku.
"Gak mau."
"Pegang!" tatapannya itu, ingin sekali aku mencoloknya dengan pulpen. Dengan malas aku menerima keranjang sampah berisi bunga-bunga mawar itu.
Diam, aku diam dan dia juga diam. Tidak ada yang berbicara sama sekali, bahkan aku bisa mendengar suara nafasnya sekarang. Aku benci suasana diam seperti ini. Tadi dia sok-sok perhatian padaku, tapi kenapa kembali jadi mengesalkan begini. Kalau memang tidak suka jangan di nampakan kali dong! Membuatku semakin canggung saja padanya.
"Apa yang kau pikirkan?" pertanyaan nya membuyarkan lamunanku.
"Gak usah sok ramah," apa yang kau ucapkan Yar, tadi kan kau yang meminta agar dia tidak diam. Mulut ini, selalu saja mengatakan hal-hal yang buruk.
"Oh," kan dia jadi dingin lagi.
Aku mengikutinya sambil membawa beberapa tangkai bunga mawar, sedangkan dia membawa keranjang sampah tadi.Sesampainya di depan rumah, dia langsung meletakkan keranjang sampah itu di pinggiran pagar rumah, agar nanti petugas pengangkut sampah bisa langsung mengambilnya."Nah!" Aku memberikan beberapa tangkai mawar yang kupegang tadi padanya."Buang sendiri!" katanya singkat."Tanganku bisa kotor nanti om, aku kan sudah mandi." Aku membuat wajah seimut-imut mungkin di hadapanya."Wah lihat itu! Bukankah mereka tetangga yang baru pindah kemarin?""Mereka pengantin baru ya?""Aish, aku jadi baper sendiri melihat wanita itu memberikan mawar pada suaminya.""Aku jadi teringat saat pertama kali menikah dulu dengan suamiku.""Manis sekali mereka."Apa itu? Kenapa mereka berbisik-bisik seperti itu? Tunggu-tunggu! Aku tidak salah dengarkan tadi 'Aku memberi mawar pada suamiku' Aku baru sadar kalau tingkahku sek
Aku duduk sambil menyantap makanan yang di bawa Nadia tadi, sesekali memikirkan perkataan om itu."Belum saatnya kau tahu," kalimat itu terus-terusan berputar di otak kecilku. Belum saatnya aku tahu? Emangnya apaan sih? Jangan-jangan tebakanku itu benar, kalau dia itu menikahiku karena memang tak ada yang mau padanya. Jadinya saat mendengar perjodohan ini ia langsung menerimanya. Dasar, pria tua, harusnya kan dia mencari wanita yang seumuran dengannya. Bukannya denganku.Apa yang harus aku lakukan sekarang, beberapa minggu lagi aku akan menjadi mahasiswa di salah satu kampus di kota ini. Ada kemungkinan juga teman-teman satu SMA ku juga masuk di sana. Setahu aku sih teman-teman seletingku belum ada yang menikah, baru aku saja.Ya sudahlah sudah terjadi, yang harus aku lakukan sekarang adalah menutup mulut rapat-rapat agar tidak ada yang tahu tentang statusku.Sedikit merasa bosan aku menghidupkan HP dan membuka grup chatku di salah satu aplika
Kami kembali ke rumah saat hari sudah mulai gelap, jujur aku sudah sangat lelah karena lebih dari dua jam aku berjalan terus. Aku baru tahu ternyata om Aska itu bisa memasak, makannya dia lebih memilih masakan sendiri untuk tetangga yang bakalan datang nanti malam.Aku sudah siap-siap sekarang, dengan pakaian rumahan yang terlihat sopan. Aku melihatnya yang sedari tadi sibuk memasak, sedikit kasian sih kalau melihat wajahnya yang tampak kelelahan itu. Tapi mau bagaimana lagi, aku kan tidak pintar memasak. Maaf sekali ya om.Aku berjalan menuju kulkas, mengambil beberapa buah-buahan dan cake yang kami beli tadi saat perjalanan pulang.Dia bernafas lega saat masakan buatannya sudah terhidang rapih di atas meja. Lalu terduduk lelah di kursi, sesekali menyeka keringat yang terus-teruss mengalir di bagian kening dan leher."Sebaiknya kau mandi dulu om." Aku mendekatinya sambil menaruh buah dan cake yang ku ambil tadi di atas meja. "Keringatmu bau sekali.
"Terima kasih atas jamuannya, kami pulang dulu. Kalau ada waktu mainlah juga ke rumah kami" Bu Indri bersamamu pada om Aska setelah itu bergantian padaku. Aku tersenyum kikuk."Iya, nanti kami sempatkan datang ke rumah kakak" Om Aska tersenyum lebar, sungguh munafik. Lihat saja kalau setelah ini kau tidak mau tersenyum padaku, akan ku tarik bibirnya itu. Lihat saja, aku tidak akan main-main dengan kata-kataku.Setelah itu mereka langsung pergi dari rumah kami, rasanya sekarang aku lega. Lagipula aku juga sudah sangat mengantuk.Aku langsung naik ke atas, tapi sebelum itu aku mengambil bingkisan yang tadi di berikan oleh ibu-ibu itu. Sepertinya isinya makanan, kareanaaku bisa mencium aroma coklat dari dalam sana."Om aku naik duluan ya sudah ngantuk" Aku langsung meningggalkannya tanpa menunggunya menjawab perkataanku.Sesampainya di kamar aku langsung merebahkan diriku di atas kasur, rasanya nyaman sekali. Pokoknya malam ini aku akan tidur ny
Aku bangun lama hari ini, mungkin efek karena tadi malam aku bergadang hampir semalaman. Ternyata menggangu om Aska itu sangat menyenangkan ya, hehehe. Lain kali aku coba lagi deh mengganggunya.Dengan sedikit tergesa-gesa aku menuruni anak tangga, tujuanku sekarang adalah dapur. Aku sangat lapar sekarang, dasar pria tua kenapa dia tidak membangunkanku dari tadi sih.Aku melihat ke arah lemari makanan, bersyukur karena dia menyisakan sepiring nasi goreng di sana. Mungkin ini untukku karena tidak ada orang lainkan di rumah ini.Dengan lahap aku makan nasi goreng itu, terasa sangat enak begitu suapan pertama masuk ke dalam mulutku. Sepertinya nanti aku harus belajar masak padanya. Aku juga ingin pintar memasak, karena selama ini aku hanya bisa menggoreng telur ceplok dan masak mie instan, sangat tak pantas untuk di banggakan.Akhirnya aku siap dengan sarapanku yang sedikit terlambat ini. Setelah siap mencuci piring bekas makanku, aku mengambil b
Beberapa minggu sudah terlewat, kini hubunganku dengan om Aska semakin membaik. Dan dia juga mulai membuka diri padaku.Tidak banyak yang ku lakukan bersamanya, lggipula dia juga setiap harinya kerja di perusahaan milik papanya, yang sekarang juga sudah jadi papaku.Setiap hari sambil menunggunya pulang aku hanya bisa menonton film di laptop milikku sendiri.Aku ingat waktu itu aku datang ke rumah masih dengan perasaan kesal, merasa kalau mama dan papa itu egois, tidak memikirkan perasaanku.Walau sekarang aku juga masih kesal aku juga tidak bisa berbuat apa-apa. Mungkin ini sudah takdir dari yang kuasa, aku juga bisa apa?Sekarang aku mulai menerima pernikahan ini dengan lapang hati, tapi aku tidak tahu kalau dengan om Aska. Walaupun hubungan kami sudah membaik dia juga sepertinya tidak tertarik padaku. Itu merupakan keuntungan bagiku, karena akan merepotkan kalau sampai dia suka padaku.Kalau seandainya aku ya
Hari ini adalah hari minggu, hore aku bisa berteriak senang hari ini. Aku menyibak gorden kamarku, seketika cahaya-cahaya lembut dari matahari pagi langsung menerobos masuk ke dalam kamar. Udara segar langsung kuhirup dalam-dalam begitu jendelanya ku buka. Ah, hari ini sangat cerah sekali.Setelah membereskan tempat tidur aku langsung bergegas mandi. Kalian harus tahu, aku sangat tidak suka menunda-nunda waktu mandi. Tidak butuh waktu yang lama bagiku untuk mandi. Ini masih pagi, kalau aku mandi lama-lama bisa mati karena kedinginan nanti. Wkwkwk.Siap berpakaian, hari ini aku memakai setelan training hitam dan t-shirt berwarna abu-abu, rencananya sih aku ingin mengajak om Aska joging bareng, ya walaupun udah agak siangan gak apa deh. Daripada di rumah terus aku bosen, kebetulan hari ini kan om Aska kan libur juga, iya kali dia hari minggu pergi ngantor.Ok, setelah berpakaian aku langsung turun ke bawah, perutku sudah minta jatah dari tadi. Sesampai
Dengan tergesa aku mengambil HP ku yang berbunyi, aku tahu ini. Ini pasti bunyi alarm yang sudah ku setel tadi malam. Dengan cepat ku matikan alarm itu, sangat berisik.Aku duduk sambil menyandar di kepala tempat tidur, mengumpulkan nyawaku yang masih setengah tersadar.Mataku mengarah ke seluruh sudut ruangan, tidak ada. Si pria tua itu sudah tidak ada di dalam kamar. Ah, mungkin dia sudah bangun duluan.Setelah kurasa tubuhku sudah mendingan di ajak utntuk beraktifitas akupun langsung beranjak ke kamar mandi.Hah, rasanya sangat segar mandi pagi-pagi begini. Siap dengan acara mandi pagi aku langsung mengenakan pakaian yang sudah di tentukan untuk mengikuti OSPEK di kampus.Baju kemeja putih, rok hitam panjang selutut. Hah aku bersyukur tidak di suruh pakai yang aneh-aneh seperti masa-masa MOS di SMA dulu.Aku masih berdiri di depan cermin, sedikit mengernyitkan dahi. Merasa ada yang kurang dari apaa yang ku pakai. Tapi apa? Aku
Dinginnya malam seakan menusuk jauh ke dalam tubuhku, menjalar cepat seperti aliran darah ke seluruh tubuh. Membawa tanganku yang tadinya berpegang erat pada pinggiran pagar balkon ke arah perutku, memeluknya dengan erat.Jalanan kompleks yang biasanya tidak terlalu ramai, kini di padati para pengendara motor yang sibuk berlalu lalang. Aku bisa memakluminya karena besok adalah hari minggu.Ku alihkan fokusku ke arah samping kanan rumah dan langsung mendapati pekarangan rumah Bu Ayu yang memang bersebelahan dengan rumah kami. Di sebelah rumahnya bu Ayu ada rumahnya Bu Indri. Kalau di samping kiri ku ada rumah Bu Uci, ah di antara yang lainnya dia memang yang paling cocok untuk di panggil kakak. Umurnya juga belum terlalu tua mungkin baru menginjak ujung dua puluhan atau mungkin awal tiga puluhan kayaknya. Dan dari yang ku dengar-dengar juga, katanya Bu Uci juga belum terlalu lama tinggal di sini. Berbeda jauh dengan Bu Ayu dan Bu Indri yang sudah menempati perumahan ini lebih dari sep
Hawa panas mulai menyerang pertahanan tubuh kami. Bahkan sudah terdengar dari tadi beberapa orang yang mengeluhkan rasa tidak nyamannya.Sama seperti hari kemarin, hari ini setelah perkenalan yang terkesan boring itu Dosen pun keluar, setelah sebelumnya mengatakan bahwa mulai minggu depan kami sudah bisa memulai kuliah dengan normal.Ya baiklah, itu terserah mereka saja.Para pelajar yang baru saja menyandang status sebagai Mahasiswa, sudah bersiap-siap dengan barang-barang bawaan mereka. Begitu di lihat Dosen benar-benar menghilang dari ambang pintu merekapun langsung bangkit dari kursinya. Beberapa terlihat meregangkan tubuh mereka dengan cara memutar-mutar pelan pinggang mereka atau melakukan peregangan ringan pada leher.Terlihat lebay karena pada dasarnya kami tidaklah melakukan kegiatan yang begitu melelahkan dan menguras tenang. Lagak mereka sudah mirip para Petapa yang duduk selama berhari-hari tanpa makan dan minum."Kok gerah banget ya ini ruangan? AC nya hidup gak sih tu? P
Pada akhirnya aku hanya bisa terus berpura-pura tidak terjadi apa-apa antara aku dan dia malam itu. Bukan karena aku sok kuat atau apapun itu, tapi biarlah hal ini berjalan dengan seiringnya waktu. Rasa kantukku semakin menjadi, akibat rasa pusing yang mendadak datang karena terus-menerus memikirkan hal itu. Aku tersentak kuat saat menyadari sesuatu yang sudah berbeda di sekitar ku.Suasana kelas yang tadinya anteng ayem kayak di hutan kini berubah menjadi ribut begitu beberapa orang masuk ke dalam. Terhitung ada tiga orang cewek dan dua orang cowok, salah satu cowok itu adalah yang kemarin tidak sengaja bertatap muka denganku.Hal yang sama juga tidak di rasakan saja olehku, beberapa yang lainnya juga melihat ke arah mereka. Mungkin merasa terganggu karena suara-suara teriakan heboh yang mereka keluarkan. Semangat sekali mereka, maklum sih ini masih pagi. Berbanding terbalik denganku yang merasa sangat tidak bertenaga sama sekali.Mereka yang menjadi pusat perhatian karena beberapa
Tatapanku dan dia saling beradu, suasana di sekitar kami kini menjadi sunyi dan senyap. Hanya nafas kami yang saling bersaut-sautan mengisi rasa ke gugupan yang sudah mendatagiku sejak tadi.Dia memajukan wajahnya, membuatku semakin was-was dan perlahan memundurkan tubuhku. Menjauhinya.Alisnya terangkat sebelah seolah sedang bertanya sekaligus menggodaku. "Apa?" tanyaku sewot mengalihkan rasa gugupku.Dia tertawa pelan, terdengar aneh, membuat wajah tampannya tampak jadi mneyeramkan. Aku tahu ekspresi wajah ini.Aku melihat ke bawah, ke arah kursi yang ku duduki, kalau aku mundur lagi maka aku akan jatuh. Dan aku tidak suka dia menertawaiku nantinya.Saat ku rasakan deru nafasnya sudah menerpa wajahku, hal yang aku lakukan selanjutnya hanyalah memejamkam mataku. Tanganku di genggam olehnya. Aku pasrah kalau dia akan berbuat apapun padaku. Ya, pikiranku sudah mulai di penuhi dengan pikiran kotor lagi.Beberapa detik terlewat tidak terjadi apapun. Karena penasaran aku membuka satu mata
"Siapa ini?" jantungku berpacu cepat begitu terdengar seruan dari arah belakang.Tubuhku bergerak kaku dan terkesan patah-patah saat berbalik tubuh. Ku dongakkan sedikit kepalaku agar bisa melihat dengan jelas orang yang tengah menatap tajam padaku, tatapannya seperti ingin membunuh.Dengan susah payah aku menelan ludah sampai akhirnya aku mulai mengerakkan mulutku."Ah i-itu dia tem-""Malam bang!" belum siap aku berbicara walaupun tergagap, Dion memotong pembicaraanku dan dengan santainya menyapa pria tua di depanku ini dengan senyuman manis dan ia menyempatkan untuk menunduk tanda hormatmatnya.Aku mempelototi Dion tak percaya dengan apa yang ia lakukan barusa. Tidak ada yang salah di sini, kalau yang ia tegur itu bukanlah pria ini. Hei apa yang kau pikirkan Yara? Tidak ada masalah yang terjadi nanti, jadi kenapa kau jadi secemas ini. Bukankah Om Aska selalu ramah pada tamu yang datang ke rumah mereka ini. Lantas apa yang kau takutkan.Ya itu benar. Aku mulai menegakkan tubuhku,
Bi Inah yang tadi bersembunyi ke arah dapur kini sudah kembali lagi saat di dengarnya suara mobil milik Om Aska. Wajahnya di penuhuni dengan tanda tanya saat melihatku yang wajahnya sudah makin manyun dari pada yang tadi.Sekilas ku lihat Bi Inah melirik ke arah kamar di atas, dimana Om Aska baru saja masuk ke dalam kamarnya. Lalu dia berjalan ke arahku dengan sedikit tergesa-gesa. HP nya sudah tidak ada lagi di tangannya, mungkin ia menyembunyikan dariku."Kenapa non?" tanyanya begitu sudah berada di dekatku, dia memilih berdiri dan tidak duduk seperti tadi.Masih dengan wajah yang sama aku melihatnya. "Yara kenapa emangnya? Kok bibik nanyak nya gitu?" "Itu non, saya lihat wajah non kok kayaknya makin murung aja. Padahal kan tuan Aska udah pulang, kok masih cemberut sih?" "Karena dia pulanglah Yara jadi makin gak mood gini. Rasanya tuh pas lihat mukanya pingin banget di cakar-cakar biar jadi gak berbentuk sekalian. Kesel banget ah," cibirku asal-asal. Jelas -jelas tadi aku sempat m
Waktu sudah menunjukkan pukul enam lewat beberapa menit dan matahari baru saja benar-benar lenyap dari langit. Aku menutup jendela kamar, menguncinya lalu turun ke lantai bawah. Merasa bosan karena tidak ada orang yang bisa di ajak bicara aku berencana menemui Bi Inah yang sekarang entah di mana ke beradaannya.Padahal aku sudah mencarinya di mana-mana termasuk di dapur dan di halaman belakang biasa tempat aku dan Bi Inah mengobrol bareng. Tapi tidak ada. Mmm. Di kamar mungkin kali ya?Aku menyegerakan diri menuju kamarnya, dan langsung mengetuk pintu. "Bi!" panggilku sedikit kuat sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar. Lama tidak ada jawaban, akhirnya Bi Inah keluar setelah panggilanku yang ke sekian kalinya dengan wajah sedikit merasa bersalah. "Maaf ya non, saya tadi gak denger soalnya lagi telponan sama anak saya di rumah," ujarnya sambil menundukkan kepalanya. Aku yang melihatnya jadi tidak enak. "Ah bibik, biasa aja kali gak usah ngerasa bersalah gitu! Kayak sama siapa aja." Ak
Aku mengetuk-ngetuk pelan mejaku, menunggu giliranku untuk memperkenalkan diri. Gak perlu pakai perkenalan aku yakin nanti juga bakalan kenal, mana ni kelas ramai lagi. Buat jantung deg-deg an aja.Dion menyenggolku pelan saat tiba giliranku. Aku langsung berdiri dan menyebutkan nama, alamat, asal sekolah dan hal-hal lainnya yang sering di tanyakan saat perkenalan diri.Sedikit gugup sih, karena wajah-wajah orang di sekitarku lumayan menyeramkan sih menurutku. Bukan, mereka bukan buruk rupa, tapi beberapa di antaranya menunjukkan wajah dingin dan masam. Hah, sepertinya mereka punya beban yang lebih berat daripada yang aku tanggung.Aku duduk kembali setelah siap memperkenalkan diri. Dan di lanjutkan oleh Fanie yang duduk di samping kananku. Jadi posisinya aku ada ditengah-tengah Dion dan Fanie. Mereka ini tadi sempat berebut aku akan duduk di samping siapa. Karena gak mau jadi bahan perbincangan orang-orang karena ini masih hari pertama masuk kuliah aku memutuskan untuk duduk di antar
"Yaraaa!" teriakan kuat bin heboh langsung menerjang indra pendengarku dengan begitu lantangnya. Aku memutar cepat ke arah belakang dan mendapati Emma yang tengah berlari tergopoh-gopoh ke arahku. Tidak lupa dengan senyuman aneh di wajahnya yang sudah lumayan lama tidak ku lihat lagi. Tak kalah hebohnya aku juga ikut-ikutan berlari cepat ke arah Emma samb merrntangkan tanganku. Bersiap-siap memeluknya, padahal antara jarakku dan dia masih terbilang tidak dekat. "Aaaaa," kami semakin teriak kayak orang ke surupan begitu saling berpelukan. "Kangen ah aku sama kamu, kalau gak di chat luan pasti gak bakalan chat," celutuknya di sela pelukan kami. Ah, rasanya dia seperti tidak bertemu berabad-abad dengan ku, terasa dengan begitu jelas dari pelukan eratnya. Ah, anak ini lebay banget sih. Pelukan kami terlepas saat Nadia dengan paksa melepasnya. Dengan wajah di tekuk dia ngomel. "Malu-maluin banget sih kalian! Di lihatin orang-orang tahu." Aku dan Emma yang cengengesan menanggapinya.