Alma lalu pergi ke sekolahan Naomi, setelah itu dia ke rumah orang tuanya. Dia sengaja mengajukan cuti dua hari, tapi Firman taunya hanya satu hari saja.
"Loh Alma, Naomi kalian ke sini kok gak bilang? Mana Firman? Tumben gak antar kalian," ucap Ibu Alma.Alma langsung memeluk sang Ibu, Ibunya tahu Alma pasti dalam masalah. Jadi dia meminta Naomi untuk ke kamar lebih dahulu."Sebenarnya ada apa?" tanya Nina-- Ibu Alma.Sementara sang Bapak- Komar hanya menyimak saja."Bu, Pak maafkan Alma. Alma telah menyembunyikan semua dari kalian," ucap Alma. "Sebenarnya hubungan ku dengan Mas Firman tidak baik-baik saja," ucapnya sambil terisak."Bicaralah, kalau sambil nangis begini mana ibu faham," kata Nina."Mas Firman ketahuan selingkuh, Bu," kata Alma menjeda ucapannya. Orang tua Alma saling pandang. "Dia selingkuh dengan Sania, tetangga Alma. Ibu kenal dia, kan?" tanya Alma."Sejauh mana hubungan mereka?" tanya KomarBangun tidur, Alma membuka ponselnya. Dia melihat ada panggilan dan pesan dari Satria. Satria mengirim foto wajahnya yang lembam."Kalau ada masalah keluarga bicarakan dengan suamimu. Akibat kamu tak pulang, aku yang jadi sasaran," tulis Satria.Alma kesal melihat sikap Firman yang mudah emosi dan gegabah. Dia merasa malu atas sikap yang dilakukan Firman pada Satria."Maafkan aku, aku akan selesaikan semua," balas Alma.Setelah itu, Alma mengajak Naomi untuk bersiap ke sekolah. Setelah itu dia ingin pulang dan menyelesaikan semua.Setelah mengantar Naomi sekolah, Alma ke rumah. Dia melihat Firman belum berangkat bekerja karena ada Dewita di sana."Dari mana saja kamu semalam? Aku panik nyariin kamu tapi malah kamu gak ada kabar," kata Firman."Loh bukannya sekarang sudah ada Sania. Jadi aku gak diperlukan lagi, kan?" tanya Alma. "Oh ya, aku ke sini hanya mau ambil bajuku dan Naomi. Mulai sekarang aku akan tinggal di rum
Firman akhirnya memilih ikut pulang bersama ke dua orang tuanya. Dia gak mau di sana karena dia tak dianggap lagi."Firman, kamu memang bodoh. Sudah dapat istri sebaik Alma malah mencari yang kata Sania. Apa sih istimewanya Sania?" tanya Wibowo kesal."Betul, mama kira kamu kena peletnya Sania deh," sahut Dewita."Jangan tambah bikin aku pusing dong. Aku tahu aku salah, tapi aku gak bisa kalau Alma jauh dariku," kata Firman."Terlambat," ucap Dewita.Firman diantar pulang, Dewita dan Wibowo sudah malah meladeni Firman lagi. Dia sudah dibuat malu oleh kelakuan Firman.**Pagi itu, Alma berangkat ke kantor. Dia naik taxi, karena malas jika diantar Komar."Pagi, Pak Satria!" sapa Alma.Satria tak menjawab Alma, dia tampak diam saja. Bahkan dia malah fokus pada layar di leptopnya."Hari ini ada jadwal meeting jam 10, Pak," ucap Alma.Masih tak ada jawaban, Alma juga memilih untuk diam dan
"Tidak, Pak. Pak Satria salah dengar kali," ucap Desi tersenyum malu."Oh begitu ya, lain kali jangan bicarakan aku di tempat umum. Bisa aku pecat kalian," kata Satria lalu pergi dari cafe."Kalian jangan macam-macam, di pecat baru tahu rasa. Kalian gak tahu apa kalau dia sekarang kayak monster," kata Alma."Iya, hanya kamu yang bisa menaklukkannya," celetuk Inara.Alma melotot ke arah Inara sehingga membuat Inara nyengir.**Firman sedikit terlambat ke rumah sakit. Di sana sudah ada Sania, Kurnia dan Dewita."Dari mana saja sih kamu," kata Dewita."Aku jemput Alma, Ma," ucap Firman. "Aduh, Mas. Ngapain sih kamu nyamperin dia lagi. Dia kan gak mau lagi sama kamu, mendingan sekarang kamu ayo ikut aku temui dokter," kata Sania menarik tangan Firman.Kini mereka berada di ruangan dokter, dokter menyerahkan hasil tes DNA. Sania tak sabar, dia langsung membukanya di depan dokter.Sania ter
"Ngapain kamu di sini?" tanya Firman saat melihat Satria. "Kamu pasti tertawa melihat rumah tanggaku hancur," sambung Firman."Oh tentu, salah kamu sendiri. Sudah diberi istri yang cantik dan setia tapi masih cari yang lain. Itulah akibatnya kalau berani bermain api. Akhirnya kamu terbakar sendiri," ejek Satria.Firman emosi, dia menarik kerah kemeja Satria. Di tatapnya Satria penuh amarah."Mau marah? Silahkan! Jika itu membuat kamu puas. Tapi ingat aku bisa lakukan apa saja yang aku mau," kata Satria. "Pria pecundang seperti kamu tak ada apa-apanya bagiku, kamu faham kan?" tanya Satria.BugSatu pukulan mendarat di wajah Satria. Dia hanya tersenyum sini. Saat Firman hendak memukul Satria kembali, Wibowo mencegahnya."Firman, apa yang kamu lakukan? Apa kamu ingin membuat Alma malu?" tanya Wibowo menarik Firman agar menjauh."Dia mengejekku, Pa. Aku gak mau kalau sampai dia mengambil Alma," jawab Firman."Bukan
"Kamu jahat sekali," ucap Sania. "Pantas kalau Mas Firman berpaling darimu," sambung Sania.Alma tak menghiraukan ucapan Sania. Baginya apapun ucapan Sania adalah angin lalu baginya. Dia tak peduli dengan apa yang dikatakan Sania.Sania yang merasa dicuekin langsung saja marah. Dia merasa bahwa Alma sombong dan egois."Kamu ngapain sih di sini? Pergi sana!" Usir Komar.Sania langsung saja keluar dari rumah Komar. Dia malas jika harus meladeni Komar. Karena masalah tak akan mudah selesai. Sania memilih datang ke rumah Satria. Namun, Satria sedang tak ada di rumah. Dia malah memarahi satpam yang menunggui rumah Satria."Telfon Satria, bilang ada tamu," kata Sania. "Suruh cepat pulang!" teriak Sania kesal."Maaf, Mbak. Pak Satria sedang ada urusan penting, saya tidak berani mengganggu," ucap satpam tersebut."Bulshit! Pasti ini akal-akalan Satria saja," bantah Sania. "Dasar orang kaya, seenaknya sendiri," ucap San
"Perkenalkan, Mas! Dia Mas Ibnu, papanya Ibra," jawab Sania. "Mas Ibnu, kenalkan dia Mas Firman, calon suamiku," ucap Sania."Aku kira kamu sudah menikah," ucap Ibnu. Oh ya bagaimana kabar Ibra? Maaf ya, aku belum bisa menjumpai dia," ucap Ibra. "Nanti jika ada waktu aku akan temui dia," kata Ibra.Mantan suami Sania itu tampak menyesal karena sudah beberapa tahun tak memberikan nafkah untuk Ibra. Entah kemana saja dia pergi selama ini."Sania, kamu tampak gemukan," kata Ibnu. Apalagi dia melihat perut Sania yang sudah sedikit membuncit."Iya, aku lagi hamil," ucap Sania dengan percaya diri.Ibnu lalu pamit karena ada panggilan mendadak. Sementara mereka melanjutkan makan mereka."Apa pekerjaan mantan suami kamu?" tanya Firman setelah Ibnu pergi."Entah, aku juga tak tahu. Sepertinya bukan pengangguran lagi kalau dari penampilannya," jawab Sania."Apa kamu ada keinginan untuk rujuk dengan dia?" tanya Firman. Tib
"Ya terserah kamu saja," kata Firman.Firman mengizinkan Sania karena saat ini dia juga butuh uang. Dia tak mungkin meminta orang tuanya lagi.Sania senang idenya disetujui Firman. Dia akan memanfaatkan Ibnu untuk kepentingan pribadinya. Dia tak perlu lagi meminta uang pada Kurnia.Malam itu, Sania tidur di rumah Firman. Firman pun tak menolak meskipun mereka tidur dibeda kamar.Sementara itu Alma tengah tidur bersama Naomi. Dia tak ingin kehilangan momen bersama sang buah hati.Pagi sekali Alma mengantar Naomi ke sekolah. Setelah Alma pergi beberapa teman Naomi menghadang Naomi."Wah Naomi gak punya papa ya. Pantas gak diantar papanya. Dengar-dengar papa Naomi selingkuh hingga hamilin wanita lain," ucap Seorang murid. Dia merupakan teman sekelas Naomi sekaligus tetangganya. Pantas jika dia tahu soal keluarga Naomi.Naomi hanya diam saja, namun mereka masih saja mengejek Naomi. Merasa belum puas kalau Naomi tak berani be
"Ghea, Anin dan Sonita, Ma," jawab Naomi sambil menunduk."Tenang saja, mama akan buat mereka tak berani membully kamu lagi," kata Alma."Apa yang akan mama lakukan?" tanya Naomi."Mencari Keadailan, kamu itu punya papa. Bahkan papamu masih hidup, hanya saja kami tidak tinggal bersama lagi," jawab Alma.Malam harinya, Alma sengaja mendatangi rumah kepala sekolah Naomi. Dia menceritakan apa yang terjadi pada Naomi sebenarnya. "Saya harap Bapak bisa menindaki kasus ini. Dia melakukannya tidak hanya pada Naomi tapi anak lain juga," kata Alma. "Keadilan harus ditegakkan, Pak," sambung Alma."Baik, Bu. Kami akan memanggil orang tua mereka," kata Kepala sekolah.Kepala sekolah mengumpulkan bukti dari beberapa siswa yang merupakan korban bully Ghea dan gengnya. Setelah itu orang tua mereka di panggil.Siang itu, Alma juga di panggil untuk menjadi salah satu orang tua korban."Setelah kami selidiki, kamu meras