Keesokan harinya saat Leonhard bangun, dia tidak menemukan Nova di sampingnya.Entah jam berapa wanita itu pergi, sebetulnya ada poin dalam perjanjian sebelum mereka menikah kalau satu sama lain tidak perlu memberi kabar atau meminta ijin hendak pergi ke mana tapi Leonhard terkadang memberi tahu keberadaannya karena menganggap Nova adalah istrinya.Dia merasa kalau Nova berhak tahu di mana keberadaannya dan hal tersebut diikuti Nova meski jarang mengabarkan keberadaannya.Leonhard bangun dengan kepala pening, di atas nakas telah tersedia satu gelas air dan obat yang pastinya untuk meredakan sakit di kepala, Leonhard segera meminum obat tersebut.Setelahnya bergegas mandi dan bersiap pergi ke kantor karena banyak sekali yang harus dia kerjakan termasuk melakukan pipeline yang telah dia buat untuk mencapai target dari kakek.“Tadi Nyonya berangkat pukul lima pagi, Tuan … katanya akan ke Bandung dulu sebelum nanti naik pesawat ke Surabaya ….” Pak Teguh memberit
Aruna mendelik manja pada dua asistennya saat keluar dari ruangan diikuti Leonhard.Pantas saja senyum mereka lebar sekali karena ternyata ada Leonhard di dalam sana.“Aku ke pabrik ya, kirim kerjaan aku ke iPad… jangan lupa kasih tahu pak Kurniawan kalau kami mau ke sana.” Aruna berpesan.“Baik, Bu!” Tasya dan Tezaar kompak berseru.Aruna melanjutkan langkah dibarengi Leonhard di sampingnya, mereka berdua menuju area lift.“Pakai mobil saya aja,” kata Leonhard saat mereka sudah berada di dalam lift.“Oh … Oke ….” Aruna setuju.Jadi ketika sampai di lobby, mereka berdua langsung masuk ke mobil Leonhard yang telah menunggu di sana.Selama beberapa menit hening, tidak ada yang bersuara atau membuat topik pembicaraan meski duduk saling bersisian.Mereka berdua terlihat canggung, tapi sesekali memberanikan diri melirik dan tatkala tatapan tidak sengaja bertemu—hanya senyum saling dilempar oleh satu sama lain.“Bagaimana—““Kemarin aku—“Leonhard dan Aruna sama-sama bersuara ke
“Aku enggak apa-apa.” Leonhard menangkan Aruna dan sungguh dia merasa terharu karena Aruna mengkhawatirkannya.“Kayanya karena luka di kepala deh … separah apa sih lukanya?” Aruna menerka-nerka.“Iya … harusnya aku minum obat pereda nyeri, tapi aku lupa bawa … it’s oke, aku minum obatnya setelah sampai di rumah nanti.” Aruna merasa tidak puas dengan apa yang diucapkan Leonhard, gadis itu menghentikan makannya malah menatap Leonhard dengan tampang cemas.“Hey … kenapa berhenti makannya?” tegur Leonhard lembut.Aruna kemudian melanjutkan makan siangnya, menguasai diri agar tidak tampak berlebihan mengkhawatirkan Leonhard.Usai makan siang, pak Kurniawan kembali dan melanjutkan tour serta memberikan penjelasan lebih rinci.Namun tampaknya kesehatan Leonhard sedang tidak fit jadi pak Kurniawan lolos tanpa cecaran pertanyaan.“Leon … perban kamu berdarah …,” kata Aruna saat mereka sudah berdiri di depan pintu pabrik menunggu mobil menjemput.“Oh ya?” Leonhard mengusap kepala bagi
Kelopak mata Leonhard perlahan terbuka ketika Aruna meletakan handuk dingin di kening pria itu.“Aruna ….” Pria itu melirih.“Jangan banyak gerak dulu, kamu lagi demam tinggi … ini aku kompres ya.” Selama beberapa saat tatap mata sayu Leonhard terpaku pada Aruna yang duduk di tepi ranjang menghadapnya.“Aku pulang ya ….” Detik berikutnya Leonhard mencengkram pelan pergelangan tangan Aruna yang hendak pergi.Aruna menatap tangannya yang dicengkeram Leonhard.“Tunggu sebentar, nanti aku antar pulang.” Aruna tertawa. “Lagi sakit gini sok-sokan mau antar aku.”Leonhard pun mendengkus pelan menertawakan dirinya yang lemah.“Permisi ….” Seorang asisten rumah tangga membawa minuman dan camilan untuk Aruna.Leonhard menjauhkan tangannya dari tangan Aruna.“Terimakasih,” kata Aruna sebelum wanita asisten rumah tangga itu pergi.Gelagatnya yang aneh, terus menundukan pandangan tidak berani menatap Leonhard tidak sampai membua
“Apa semua klien-kamu perlakukan seperti ini?” Pertanyaan Leonhard itu membuat Aruna mengerjapkan mata dengan sering karena gugup menyerang.“Enggak lah ….” Aruna mengalihkan tatap memindai sekitar.“Jadi untuk apa ini semua?” cecar Leonhard menuntut penjelasan.Aruna mengembalikan tatap pada pria itu dan menjawab dengan senyuman.“Aku Pu—“ Kalimat pamit Aruna terjeda karena terkejut, mata gadis itu membelalak saat merasakan pinggangnya direngkuh oleh Leonhard membuat dada mereka merapat lalu pria itu mencium bibirnya.Leonhard berhasil mencuri ciuman pertama Aruna dengan cara paling lembut dan penuh gairah.Ini adalah yang Aruna harapkan tapi karena belum berpengalaman jadi bingung bagaimana harus membalas.Perlahan Aruna membuka mulutnya memudahkan Leonhard melesakan lidah untuk bisa membelainya lebih dalam.Selama beberapa lama Leonhard tidak sadar kalau Aruna belum melakukan balasan lantaran pria itu mencium Aruna seperti hendak memakannya hidup-hidup, sangat brutal.Arun
Sementara itu di kamarnya, Leonhard kedatangan pak Teguh sambil membawa obat pereda nyeri.“Saya tahu mungkin Anda tidak butuh ini lagi tapi … minumlah Tuan.” Pak Teguh menyimpan obat di nakas samping tempat tidur.Leonhard terkekeh. “Dia hanya klien ….” Leonhard mencoba menjelaskan agar segala prasangka buruk di benak pak Teguh enyah.“Saya percaya Tuan.” Pak Teguh memberikan gelas berisi air kepada Leonhard saat pria itu telah memasukan obat ke dalam mulutnya.“Tolong kondisikan pekerja lain, jangan sampai ada yang mengadu ke Nova,” pinta Leonhard sembari bangkit dari atas ranjang.“Baik, Tuan.” Pak Teguh membereskan piring dan mangkuk kotor untuk dia bawa ke dapur.Seulas senyum terbit di bibir pak Teguh saat langkahnya menderap di lorong.Sekalipun benar Aruna adalah kekasih gelap Leonhard, dia akan mendukung penuh hubungan tersebut.Pak Teguh tahu percis perusahaan AG Group jadi beliau berpikir kalau Aruna memang tulus mencintai Leonhard
“Hallo Leon.”“Hallo Pa ….” Leonhard langsung menyapa begitu mendengar suara sang papa mertua di ujung panggilan sana.“Maaf, kayanya saya enggak bisa datang di acara pernikahan—“ Kalimat Leon terhenti.“Enggak apa-apa Leon, kemarin Papa ngobrol dalam sambungan telepon dengan pak David … beliau cerita mengenai target yang diberikan kakekmu … tenang saja Leon, Papa akan bantu apapun yang kamu butuhkan … Papa mengerti kalau kamu enggak bisa menghadiri pernikahan Soraya, pekerjaan lebih penting apalagi kamu sedang menjalin bisnis dengan AG Group ‘kan? Itu perusahaan besar di Negara ini … kamu akan mendapat keuntungan besar dari proyek tersebut dan semoga bisa membantu mencapai target dari kakek kamu … semangat ya Leon.” Papa Erawan Handoko yang tidak lain adalah ayah mertuanya memang ramah dan bijaksana.“Tadinya saya akan datang saat acara inti saja, Pa ….” Leonhard menyesal mengatakan hal tersebut.Dia terlalu menghormati pak Handoko jadi keceplosan mengataka
Leonhard yang tengah berkutat dengan angka dan huruf di ruangannya menoleh saat mendengar ponselnya bergetar.Selama beberapa saat dia mengabaikannya tapi kemudian meraih benda tersebut lantara teringat Aruna.Bisa jadi gadis pujaan hatinya yang mengirim pesan.Leonhard mengotak-ngatik ponselnya membuka aplikasi pesan lalu membaca satu pesan yang masuk.Nova : Leon, aku minta maaf. Apa lukamu sudah sembuh?Leonhard mendengkus membaca pesan dari istrinya.Setelah satu minggu wanita yang katanya istrinya itu baru bertanya kabar, terkadang Leonhard merasa tidak memiliki istri selain karena mereka harus LDR tapi sesungguhnya Nova memang tidak pernah peduli.Leonhard tersenyum miris, dalam perjanjian yang mereka sepakati sebelum menikah tidak ada poin yang mengharuskan mereka untuk saling perhatian, saling menyayangi apalagi mencintai jadi dia semestinya tidak usah heran.Demi untuk membuat wanita itu berhenti mengirim pesan apalagi datang ke Jakarta maka Leonhard membalas pesan No
Leonhard : Kamu di apartemen?Aruna mengerucutkan wajah membaca pesan Leonhard.Aruna : Aku di rumah, mami sama papi enggak mengijinkan aku tinggal di apartemen lagi.Leonhard tersenyum membaca pesan Aruna, membayangkan wajah cantik itu mengerucut menggemaskan.Leonhard : Apa besok siang kita bisa ketemu?Aruna : Bisa.“Aku usahain.” Tapi dia bergumam demikian.Semenjak hubungannya dengan Leonhard terbongkar, Aruna jadi sulit bertemu Leonhard.Gerak-gerik Aruna terus dipantau papi dan keempat kakak laki-lakinya.Leonhard : See u tomorrow, Miss u.Aruna menghela nafas panjang lalu menyimpan ponsel di atas sofa, gerak-geriknya tertangkap oleh Narashima yang juga sedang duduk di sofa lain living room.“Kenapa?” tanya pria muda itu penuh selidik.“Susah banget sekarang ingin ketemu Leon, selalu dikintilin papi … tadi aja papi ngajak pulang bareng tahunya cuma anter Aruna ke rumah udah gitu jemput mami untuk makan malam di luar.
Leonhard masuk ke dalam sebuah butik milik istrinya.Banyak karyawan muda menatap pria itu penuh minat, mereka tidak tahu kalau Leonhard adalah suami dari pemilik butik karena memang Leonhard jarang sekali terlihat apalagi mengunjungi tempat itu.“Nova ada?” Leonhard bertanya kepada Manager toko yang mengenalnya.“Ada Pak, ibu sedang beristirahat di dalam.” Tanti menjawab.Leonhard langsung masuk ke bagian belakang area butik, dia tentu mengetahui denah butik tersebut karena dirinya yang mewujudkan butik semegah ini sebagai hadiah pernikahan untuk Nova setelah perusahaan kedua orang tua mereka bersatu dan Leonhard yang mengelolanya sendiri.Tidak perlu mengetuk pintu, Leonhard langsung membuka pintu ruangan Nova.Di dalam sana Nova yang tengah berbaring di sofa langsung terhenyak menatap terkejut ke arah pintu.“Leon ….” Dia mendesah lega.“Kenapa? Kamu lagi menghindari siapa?” Leonhard bertanya usai melihat ekspresi tidak biasa di wajah Nova.Pria itu duduk di sofa panjang d
“Maaaaa,” teriak Arumi dari dalam kamarnya.“Iyaaaa, kenapa?” Mama yang kebetulan baru keluar dari kamar hendak pergi ke dapur untuk memasak makan malam usai mengganti pakaian dengan pakaian rumahan segera saja menghampiri sang putri guna memeriksa keadaannya yang terdengar panik.“Ini apa?” Arumi menunjuk kumpulan buket bunga yang memenuhi sebagian kamar dengan luas delapan kali empat belas meter.“Itu bunga.” Mama menjawab polos.“Arumi tahu itu bunga, tapi maksud Arumi kenapa ada banyak bunga di kamar Arumi?” Arumi kesal sekali.“Dibaca donk dari siapa, jangan main nyolot aja.” Mama Zhafira lantas melengos pergi meninggalkan sang putri di kamarnya.“Itu dari Enzo, kalau kak Arumi enggak mau buat Gaya aja ya bunganya.” Tiba-tiba Gayatri muncul dan masuk ke dalam kamar.Dalam sekejap saja gadis muda itu berhasil memeluk banyak buket kemudian pergi.Arumi mengembuskan nafas panjang sembari menoleh saat sosok Gayatri kembali muncul.“Kak … kalau enggak mau sama Enzo enggak apa
Leonhard : Sayang, aku jemput ya?Rasa bahagia menggelitik hati Aruna membuat sistem otak bekerja maksimal mengirim sinyal pada syaraf bibir untuk membentuk sebuah lengkung senyum.Aruna : Oke sayang.Tanpa Aruna ketahui, Leonhard juga tersenyum tapi kemudian menyimpan ponselnya di atas meja dan kembali melanjutkan pekerjaanya.Duh, Aruna jadi tidak sabar menunggu sore hari tiba karena dia akan bertemu Leonhard dan mungkin kekasih gelapnya itu akan menginap di apartemen.Aruna segera menyelesaikan pekerjaan hingga akhirnya waktu masuk ke jam pulang kerja.Dia nyaris menyelesaikan pekerjaannya sebelum bersiap-siap memoles kembali bibir menggunakan lipstik karena harus tampil menawan di depan Leonhard.“Sayang?” Suara papi terdengar saat Aruna sedang berada di dalam toilet.“Papi? Ada apa Pi?” Aruna berteriak disusul sosoknya keluar dari toilet.“Yuk, pulang bareng! Kerjaan kamu udah selesai ‘kan?” ajak papi Arkana tidak biasanya.“Heu? Itu ….” Aruna melirik komputernya yang s
“Bro! Kenapa muka lo?” Reynaldi yang bertemu Leonhard di lobby kantor Asia Sinergy pagi ini bertanya keheranan.Masih banyak memar di wajah Leonhard, dia tidak tahu bagaimana cara menghilangkannya hanya tahu cara mengobati dan salep yang diresepkan dokter malah membuat warna memar semakin kentara.Tapi kebetulan dia ketemu Reynaldi lobby karena sejak bertolak dari Jerman pulang ke Indonesia, kepalan tangannya berkedut terus ingin segera menghajar Reynaldi.Jadi tanpa aba-aba, Leonhard langsung melayangkan tinjunya.Bugh!Sekali pukulan saja berhasil membuat Reynaldi mundur tiga langkah kemudian tersungkur ke belakang.Jangan lupakan kalau Leonhard jago bela diri, dia masih menahan tenaga dalamnya karena belum puas menghajar Reynaldi sebab apabila menggunakan seluruh tenaganya bisa dipastikan kalau Reynaldi langsung pingsan.“Bro! Apa-apaan ini!” seru Reynaldi di antara sakit di rahang dan bokong.Leonhard memburu Reynaldi, menarik kerah kemeja pria itu menggunakan kedua tangan
“Mentang-mentang udah punya cowok jadi ngejauh dari aku … padahal dulu kamu sering minta anter jemput,” sindir Tezaar sesaat setelah Ricko yang mengantar Tasya membawa motornya menjauh dari lobby AG Group.“Looooh, tumben enggak bawa motor.” Alih-alih menjawab, Tasya malah membahas hal lain membuat Tezaar merotasi bola matanya.“Motornya dijual buat bantuin Marisa bayar sewa apartemen.” Tezaar menjawab membuat Tasya mengerutkan kening.“Loh, memangnya kossannya kenapa?” Tasya seperti tidak terima.Kini mereka berdua sudah berada di depan lift.“Kossan yang dulu enggak nyaman, katanya.” Tezaar menjawab lagi dengan ekspresi wajah murung yang kentara.“Kamu lagi dimanfaatin Marisa itu, Tezaar … lagian bego banget sih mau aja dimanfaatin.” Dengan santai Tasya melontarkan tuduhan tersebut.“Kamu tuh, enggak bisa ngasih solusi banget sih … udah mah menjauh sekarang nyalah-nyalahin.” Tezaar menggerutu.“Ya kamunya ‘kan punya pacar, masa aku mau kaya dulu … deket-deket sama kamu, mint
“Arumi … aku minta maaf ya Arumi.” Aruna mengerutkan wajahnya.Dia baru sempat meminta maaf sekarang saat kembali ke pavilliun setelah seharian mengikuti jalannya pesta pernikahan sang kakak sepupu.“Enggak apa-apa.” Arumi bergumam tanpa menatap Aruna, sibuk menanggalkan pakaiannya.“Tadi kamu dimarahin papa mama kamu ya?” Aruna bertanya lagi.Arumi mengembuskan nafas panjang, tampak malas menjelaskan. “Papa sama mama enggak marah kok, kayanya dia lebih kesel ke Enzo.”“Terus gimana akhirnya tadi?” Aruna mendekat, menyeret Arumi yang hendak ke kamar mandi malah duduk di sofa untuk menceritakan hasil persidangan dilewatinya barusan.“Akhirnya gantung karena aku tiba-tiba pergi waktu Enzo ngajak pacaran.” “Hah? Enzo ngajak pacaran?” Aruna tidak percaya tapi bibirnya tersenyum.“Iya … gila ‘kan dia!” Arumi mengumpat.“Enggak donk … terus kenapa kamu malah pergi?” Aruna jadi gemas sendiri.“Ya pergi lah, ngapain juga ngebahas hal kaya gitu? Dia tinggal minta maaf sama papa dan
Aruna menceritakan apa yang Leonhard sampaikan tadi malam juga rencana Leonhard untuk menjadikannya istri.Tapi sebagai seorang pria, keempat kakak laki-laki Leonhard tidak mempercayainya mengingat baru mereka ketahui kalau ternyata penyebab sang adik selama beberapa waktu terakhir selalu terlihat bersedih dan bermuram durja adalah karena ulah Leonhard.Papi sendiri yang sudah kadung mengatakan kalau Leonhard bisa mengalahkannya dalam berduel dengan tangan kosong bisa memiliki Aruna hanya diam, melipat kedua tangan di depan dada.“Pokoknya Abang enggak setuju ya, Dek … walaupun dia klien AG Group tapi Abang enggak akan biarin kamu terluka hatinya sama dia!” Ghazanvar mengarahkan telunjuk ke depan wajah Leonhard.“Maaf nih ya, Pak Leon … Pak Leon itu bisa melamar Aruna kalau sudah bercerai dengan istri Pak Leon … kalau baru rencana mau cerai tapi sudah mengikat Aruna dengan cincin, enggak benar ini!” Reyzio memprotes.“Tadinya seperti itu, saya akan melamar Aruna setelah bercerai
Pagi sekali seluruh isi Mansion tampaknya berpindah ke area kolam renang tepatnya mengerumuni sebuah daybed di mana Arumi dan Enzo tengah berpelukan sambil tertidur.Mereka begitu lelap, tampak begitu akrab jika dilihat dari tanpa adanya jarak di antara keduanya.Om Kaivan dan tante Zhafira berdiri paling depan menatap putrinya tenggelam dalam pelukan pria bule yang merupakan klien bisnis mereka. Arumi dan Enzo sama sekali tidak terusik meski terdengar gumaman dan cekikikan dari sepupu Arumi yang lain, mereka terlalu dalam memasuki alam mimpi mungkin karena merasakan kehangatan dan kenyamanan dalam pelukan satu sama lain.“Arumi! Bangun Arumi!” Om Kaivan-sang ayah tidak mampu membiarkan putrinya lebih lama lagi dipeluk seorang pria dewasa meski pria tersebut adalah pria yang dia kenal dengan baik.Suara sang papa masuk melalui indra pendengaran Arumi memberi sinyal kepada otaknya kalau dia tidak sedang bermimpi.Arumi langsung terhenyak lalu bangkit melepaskan pelukan.“Papa …