"Ayolah, kita pergi sebentar." Ajak Diandra. Lagi!
"Pergilah, lagi pula jam kerjamu memang sudah habis bukan?" titah pak Aldo pada Ratna yang saat itu langsung menatap meminta persetujuan melalui kontak mata.
"Iya, Pak." Ratna mengangguk.
"Nay, maaf ya," seru Ratna pada Nay yang berdiri di samping pak Aldo, yang juga mengangguk sambil tersenyum ke arahnya.
Sempat ada janji makan siang bersama tadi antara Nay dan Ratna. Namun, batal karena kehadiran Diandra.
Nay kembali mengangguk hormat pada pak Aldo, sambil tersenyum. Tangannya meraih tas dan mulai melangkah sambil mengenakan jaket untuk menutupi seragamnya.
"Diandra, jaga wanitaku, jangan kau kasari dia." Pak Aldo tampaknya mulai menyerang. Hingga membuat bola mata Ratna membesar karena kaget, walau dia paham pak Aldo hanya sekedar menggoda.
"Hei, cantik, jangan hanya jago di mulut saja, nikah kalau berani." Diandra membalas serangan pak Aldo dengan mengedipk
"Dari mana saja kamu, Mon? Aku sudah hampir lumutan yang nungguin di sini," tanya Rizal yang langsung berdiri, saat melihat Mona yang baru saja turun dari motornya."Dari salonlah, emangnya kamu mau kalau lihat aku berpenampilan kusut macam mantan istrimu, hah?!" sungut Mona yang langsung bergegas masuk ke dalam setelah membuka pintu dengan kunci yang ia bawa.Marah akibat di permalukan saat di salon tampak jelas saat ini di wajah Mona. Hingga tanpa sadar menjadikan Rizal sebagai tumpuan kekesalan nya."Lagian ada apa kamu ke sini, bukannya masih jam kerja?" tanyanya lagi tanpa menoleh ke arah lelaki yang menunggunya."Aku nggak enak badan, buatkan aku kopi dan cepatlah masak, aku lapar, tadi pagi lupa sarapan," pinta Rizal yang langsung tidur di sofa panjang."Mana uangnya? Aku nggak mau masak, mending beli aja, nggak baik orang hamil kalau terlalu capek." Mona datang dengan tangan menengadah."Uang? Bukannya aku sudah mem
"Zal, tadi pak Deni kesini, dia memintamu untuk segera menghadap pak Delon. Sepertinya kau akan menghadapi masalah besar."Rizal langsung mendengus kasar saat mendengar apa yang supervisornya katakan. Dengan tangan kanan meletakkan tas kerjanya kasar di atas meja."Rupanya ada kemajuan pesat dirimu, Zal! Sepagi ini sudah harus berurusan dengan CEO kita, sebutlah namaku kawan," seru Bahtiar, lelaki gempal yang duduk pas di depannya, hanya di batasi oleh dua meja saja.Rizal terdiam tak menjawab matanya berputar jengah karena merasa di goda. Menghempaskan pantatnya ke kursi yang hilang kenyamanan nya saat ini.Selang beberapa saat akhirnya dia berdiri dan melangkah gontai ke tempat pak CEO, lantai paling atas. Mau menghindar pun, sudah tak ada alasan lagi."Masuk!"Jantung Rizal seperti sedang berhenti berdetak, saat suara keras dari dalam ruangan yang pintunya tadi ia ketuk dengan perasaan ragu, terdengar.
"Jadi, apakah kau masih mau terus kerja di salon, Rat?" tanya Mila siang itu, saat mereka berempat, berkumpul di rumah Nay, sambil menikmati bakso yang tadi sempat di beli Ratna saat dalam perjalanan."Entah, aku pun masih tidak tahu," jawab Ratna dengan tangan meletakkan piringnya yang sudah kosong ke atas meja. Ternyata dia sudah menghabiskan bakso bagiannya."Ratna .... Aku, Mila dan Rafi mau mengucapkan terimakasih, atas hadiah yang di berikan Bundamu." Nay mewakili Mila dan Rafi, berkata dengan aura yang berbeda. Dan di sambut oleh picingan mata Ratna."Hadiah apa?""Itu!" Dengan isyarat mata, Nay menunjuk ke meja.Sontak Ratna menoleh ke arah meja, tampak di sana terlihat empat ponsel bercasing beda. Namun ber type sama.Dari awal datang dirinya memang tidak memperhatikan perubahan perubahan yang terjadi di diri tiga sahabatnya itu."Hei, kenapa ponsel kita bisa sama?" Ratna langsung terbeliak kaget, tangannya merengkuh semua po
"Ratna, bangun." Suara itu kini terdengar lebih jelas dari awalnya yang hanya sekedar sayup sayup. Bahkan kini badannya sedikit bergoyang karena goncangan tangan yang ada di bahunya."Mas ...." Ratna mengerjakan mata berulang kali saat melihat wajah mas Delon yang sudah berada di sampingnya."Kamu masih ingin mengambil barangmu di rumah itu, tidak?" tanya Delon yang masih berdiri menatap wajah sang adik yang tampak masih sangat mengantuk."Masih, Mas. Banyak naskah yang tersimpan di dalam ponselku yang lama." Ratna menjawab setelah sebelumnya menutup mulutnya yang menguap."Kalau begitu, ayo!" ajak Delon dengan tangan kanan mengacak lembut rambut Ratna, yang kemudian melangkah sedikit menjauh dan duduk di kursi kosong di samping Nay yang masih tersenyum melihat keakraban Ratna dan Delon."Mas kapan datang, terus yang lain pada ke mana, Nay? Kok sepi?" tanya Ratna yang mulai duduk dari rebahan. Matanya juga mulai menyapu setiap sudut rumah.&nb
"Mas Delon mau jadi mak comblangnya?" tanya Ratna yang memberi isyarat pada Delon dengan ujung matanya yang melirik ke arah Nay, yang tampak jengah, dan membuang muka ke arah luar rumah."Memangnya kamu mau?" tanya Delon yang menyipitkan matanya, tampak kalau Delon belum juga paham dengan kode yang Ratna berikan."Apa kata nasib deh, Mas. Tapi kalau untuk saat ini, aku nggak aja." Akhirnya Ratna memilih jawaban menggantung. Dia mulai berdiri, bersiap untuk pergi."Nay mau ikut nggak ke rumah mantan suaminya Ratna?" tanya mas Delon pada Nay yang masih memilih menatap ke luar rumah.Tampak Delon yang ikut berdiri saat melihat Ratna bangun dari duduknya."Nggak, Mas. Aku lagi ada yang harus di selesaikan malam ini." Dengan tersenyum yang di paksakan, Nay menolak halus ajakan Delon."Ya udah, kalau gitu" ujar Delon, kedua bahunya naik sesaat."Yuks! Kita berangkat sekarang ke rumahmu, mumpung belum terlalu sore," ajak De
"Alhamdulillah, sepi, Mas. Kalau banyak orang bikin keki, aku males yang mau basa basi," sahut Ratna yang melangkah mendekati Delon. Setelah memandangi sekitarnya."Hu um," ujar Delon yang kemudian melangkah sejajar dengan Ratna mendekati pagar rumah."Rizal tampaknya juga ada, tuh! Motornya sudah ada di teras." Ratna berucap setelah matanya melongok lewat celah celah pagar."Assalamualaikum!" Ratna dan Delon tanpa sadar mengucapkan salam bersamaan. Mereka pun saling pandang dan tersenyum bersama."Wa Alaikum salam."Ratna menggigit bibir bawahnya, saat melihat Rizal yang keluar dari rumah, dengan membawa kunci pagar di tangannya.Baju yang kusut dengan rambut acak acakan, Rizal mempersilahkan tamunya untuk masuk ke dalam rumah sesaat setelah pintu pagar di bukanya lebar- lebar.Ratna membuang nafas panjang, ternyata getaran itu masih ada, walau mungkin hanya sebesar biji jagung. Mau di bantah seperti apa pun mereka
"Ratna, ayo!" teriak Delon yang ternyata sudah menunggu di dalam mobil yang kini menepi di depan pagar rumah Rizal.Semua barang Ratna yang tadi Rizal letakkan di depan Ratna pun kini sudah tidak ada, di angkat Delon ke dalam mobil.Ratna terlonjak kaget dan memanjangkan badannya di bantu oleh kakinya yang jinjit untuk melihat mas Delon, dan menganggukkan kepala ke arah kakak lelakinya itu."Assalamualaikum!" salam Ratna yang kemudian bergegas menyusul Delon, tanpa lagi menoleh ke arah Rizal, tak terdengar olehnya jawaban salam dari lelaki yang pernah menjadi penguasa hatinya itu.Dulu, Ratna tak pernah keluar dari rumah sebelum mencium punggung tangan lelaki itu. Jadi terasa aneh, apalagi sepintas tadi terlihat olehnya, Rizal yang hendak mengulurkan tangannya. Namun, dirinya sudah berbalik arah."Kita langsung pulang atau bagaimana, Dik?" tanya Delon pada Ratna, saat mobil yang di kendarainya mulai berbelok arah.Ratna terdiam tak men
Delon tak menjawab, dia terus saja menikmati makanan seafood yang di pesannya. Malah kini menyuruh Ratna juga untuk tidak perduli dengan perkataan Aldo yang tadi sempat terlihat membuat mata cantiknya terbeliak sesaat."Ouy, Delon!" Setengah berteriak Aldo memanggil Delon dengan tatapan tak percaya kalau sahabatnya itu malah bersikap tak perduli."Buktikan, Aldo. Bukan hanya di mulut saja. Omongan tanpa bukti itu namanya hoak!" Dengan tangan meletakkan gelas kosong karena ia teguk di atas meja, Delon menjawab apa yang membuat Aldo penasaran."Aduh!" Delon mengadu saat pahanya terasa ada yang mencubit dari bawah meja."Apa sih, Dik?" tanya Delon dengan mata melotot ke arah Ratna yang kembali menundukkan wajahnya, yang mungkin kini sedang blushing. Dan menunjukkan wajah tak bersalah.Delon Kemudian melanjutkan makannya dengan sangat nikmat. Saat melihat Ratna hanya diam saja. Delon pun bersikap seolah tak perduli kalau di sekitarnya
"Sudah siap?" tanya Delon, pada Aldo yang memasukkan semua perlengkapan istri dan dirinya ke dalam tas ransel yang Mak bawa tadi dari rumah.Terlihat Aldo menganggukkan kepalanya sekilas. Menjawab pertanyaan Delon.Hari itu hari ke empat setelah Ratna bangun dari tidurnya, dan dokter yang menangani Ratna sudah memberikan izin untuk pulang."Pak Ri, yang tas itu, nanti tolong di bawa ke rumah, ya. Jadi kita cuma bawa tas yang ini aja."Aldo menunjuk tas yang lebih besar untuk di bawa pak Ri yang mengiyakan perintah majikannya, serta langsung membawa pergi setelah sebelumnya pamit lebih dulu pada Aldo dan Ratna."Nanti kau pakai saja mobilku, Do. Aku bisa pakai taxi online nanti."Delon menyodorkan tangannya yang sedang memegang kunci mobil."Terima kasih," ucap Aldo, tangannya ikut maju mengambil kunci yang disodorkan Delon."
Terlanjur, dokter Siska sudah memencet tombol di atas kepala Ratna, memberitahukan bahwa ada sesuatu yang terjadi pada pasien."Apa yang kau lakukan?" tanya Aldo yang masuk ke dalam ruangan dengan raut wajah marah. Tangannya mengepal menahan geram."A-aku ...." jawab Siska yang tergagap, kaget! Wajahnya pucat seketika."Bang ...."Seperti tak percaya Aldo mendengar Ratna memanggilnya, seketika itu juga ia menoleh ke arah istrinya dan baru menyadari kalau perempuan yang ia cintai sudah bangun dari tidur panjang."Yang ...."Aldo mendekat ke arah Ratna, menggenggam tangan istrinya erat, dan menciumi setiap inci wajah perempuan yang sangat ia cintai.Membuat dokter Siska seketika itu juga mundur perlahan menuju pintu.Hampir saja dirinya menabrak beberapa dokter dan perawat yang berdatangan mendekati Ratna, dan mem
"Mas, baju yang mau di bawa yang mana?" tanya Mak siang itu.Mak sengaja di antar pak Ri untuk mengantarkan baju bersih yang akan di pakai Aldo, di rumah sakit. dan membawa balik baju yang sudah kotor untuk Mak cuci di rumah.Tanpa bicara, Aldo yang dengan wajah sangat menampakkan kesedihan, memberikan baju yang sudah ia lipat dalan paperbag yang lumayan besar pada Mak."Mbak gimana, Mas?" tanya Mak, dengan tangan terulur menerima paper bag dari Aldo."Masih tidur, Mak. Tolong doain, ya. Biar bisa cepat pulang ke rumah." Aldo sedikit tersenyum, senyum yang terlihat terpaksa."Iya, Mas. Saya dan Mak selalu berdoa semoga Mbak dan si kembar cepat pulang, biar rumahnya ramai." Pak Ri yang tadinya hanya terdiam mendengarkan, kali ini ikut membuka suara.Sudah sebulan lebih pasca kecelakaan, Ratna tak sadarkan diri. Terbaring lemah dengan beberapa
"Apa tidak sebaiknya kalau kamu, aku antar saja, Yang?" usul Aldo saat melihat istrinya mengambil kunci mobil, pagi itu setelah sarapan bersama."Tidak usah, aku baik baik saja, kok!" jawab Ratna yang mendekat untuk mencium pipi, dan punggung tangan kanan suaminya."Tapi perutmu sudah tak memungkinkan untuk menyetir, Yang ...."Jelas saja Aldo sangat khawatir dengan kondisi Ratna, yang memaksa menyiapkan sendiri acara tujuh bulanan si kembar yang rencananya akan di laksanakan seminggu lagi."Perutku tidak masalah kok, Bang. Asalkan kau tidak lagi terlalu mempermasalahkan," ujar Ratna, yang terus melangkah melewati dapur menuju ruang garasi.Setelah sebelumnya meminta Mak untuk membuka pintu garasi dan juga pintu pagar.Sambil mengikuti istrinya dari belakang, Aldo hanya bisa mengambil nafas panjang dan mengembuskannya dengan kasar.&n
Ratna terus mengulang pertanyaan yang sama hingga membuat dokter Agni sedikit gemas."Hei! Saya serius, Bu! Anda hamil. Selamat ya ...."Masih banyak lagi pesan yang dikatakan oleh dokter di depannya yang sedang membersihkan perut Ratna dari gel tadi. Namun, Ratna hanya bisa menangis sambil terus memandangi layar."Sekarang anda boleh berbalik ke kanan, baru kemudian bangun dengan perlahan," suruh dokter Agni pada Ratna yang ia ikuti."Benarkan apa yang aku bilang." Siska tersenyum sambil terus memainkan ponselnya."Memangnya dokter Siska bilang apa!" tanya dokter Agni yang kemudian pindah ke kursi miliknya dan menuliskan sesuatu di sana."Cuman minta traktiran kalau mereka berdua terbukti hamil," jawab dokter Siska, yang kemudian tertawa terbahak."Ah dokter Siska, ada ada saja!" seru dokter Agni, yang kemudian memberikan amplop co
"Nay, kamu kenapa?" tanya Ratna, saat tangan membuka pintu di ruangannya.Ini hari pertama Ratna kembali ke kafe setelah dua hari menemani Aldo di rumah."Aku nggak tahu, mungkin masuk angin," jawab Nay, wajahnya basah, dan terlihat menahan sesuatu yang sepertinya akan keluar dari mulut Nay."Kamu periksa saja, Nay. Jangan jangan kamu hamil." Rafi yang datang di belakang Ratna tiba tiba ikut buka suara."Iya, Nay. Periksa aja deh!" Seru Ratna mendukung apa yang di katakan Rafi"Tapi–""Kalau kamu nggak periksa malah fatal, pengin sembuh, terus minum obat anti masuk angin. Eh ... ternyata hamil, gimana? Kan pasti ada resiko dari obat yang kamu minum, Nay." Rafi Langsung memotong pembelaan Nay.Ada iba menggelantung di dada Rafi, melihat kondisi Nay saat ini."Tapi–""P
"Kamu nggak makan? Serius?" tanya Aldo setelah selesai menelan makanan yang tadi di dalam mulutnya kemudian ia dorong dengan cara meminum air mineral, hingga terasa kerongkongannya yang lega."Kenapa?" tanya Ratna, bersuara pelan dengan penuh perhatian."Kalau aku saja yang makan, gimana? Bolehkan? Dari pada jadi mubasir kan sayang, Yang," rayu Aldo, sambil menaik turunkan kedua alisnya bersamaanRatna tersenyum, dan ia sudah menduga sebelumnya. Hanya saja yang masih tidak ia percayai betapa Aldo sudah membuang urat malunya dengan makan sembarangan di tempat umum."Boleh?" tanya Aldo, lagi!"Boleh, silahkan?!"Ratna mendekatkan mangkok yang seharusnya menjadi miliknya untuk lebih dekat lagi dengan Aldo."Makasih ya, Sayang," ucap Aldo yang langsung mengeksekusi mie di hadapannya."Habis ini kita jala
"Sudah datang, Yang?" tanya Aldo yang sedang duduk di depan tv, sambil memangku buku tebal di pahanya. Saat merasa ada seseorang yang tiba tiba sudah mencium pipinya dari belakang."Iya ...." jawab Ratna, yang kemudian melangkah di samping Aldo, setelah tadi mencium pipi dan kening lelaki tampan bermata tajam itu.Dia sengaja pulang awal karena Mak menghubunginya tadi dan mengatakan kalau Aldo sedang sakit."Tadi kata Mak, Abang belum makan apa pun ya, kenapa? Mau aku buatin sesuatu?" tanya Ratna yang sudah duduk di samping kaki Aldo yang sedang selonjoran, sambil mencium punggung tangan suaminya itu. Kemudian berpindah memijat betis Aldo.Selama hampir setahun menikah, baru kali ini Aldo sakit hingga membuat nafsu makannya hilang. Aldo terkenal sangat menjaga sekali kesehatan badannya, dan itu yang membuat Ratna heran."Tidak usah, aku sendiri bingung dengan sakitku. Setiap meli
Ratna terjaga dari tidurnya saat merasakan sentuhan sentuhan halus pada kulit tubuhnya, terutama di bagian dada, tangan itu terasa meremasnya lembut.Ratna menggelinjang kegelian, gelenyar gelenyar kenikmatan itu mulai datang.Posisi tidur Ratna yang miring ke kanan, benar benar membuat tangan milik Aldo itu bergerak sangat bebas dari belakang punggungnya.Pura pura tak ingin di ganggu, Ratna menahan tangan itu. Dan memeluk di dadanya.Tapi beberapa detik kemudian, dia kembali merasakan serangan benda basah dan kenyal itu di bagian leher belakang area telinga dan bahunya yang terbuka.Mengundang sengatan birahi yang lebih besar lagi.Dengan sedikit terpaksa Ratna membuka matanya dan mengerjapnya berulang kali. Dan melihat ke arah jam, masih menunjukkan jam empat pagi."Akhirnya kau bangun juga." Aldo bersuara dengan suar