"Aah, hanya dua pertanyaan untuk sesi wawancara hari ini!" Nayla menutup bibirnya dan tersenyum lebar."Baiklah, terima kasih atas waktunya, Nona Almira. Senang sekali hari ini saya dapat bertemu langsung dengan Anda. Saya pribadi bisa melihat dan percaya bahwa Anda pasti sangat cantik di balik topeng yang menyembunyikan identitas Anda.Nayla tersenyum lalu menganggukkan kepalanya, "terima kasih."Sesi wawancara berakhir, namun Zavier masih terpaku di tempat dalam ruang kantor yang terlihat mewah namun sepi tersebut."Kamu menambatkan hati kepada seseorang yang sudah meninggalkan sesuatu yang berharga untukmu. Itu adalah bayi dalam kandunganmu. Berarti pria yang beruntung itu adalah Michael," ucap Zavier dengan nada kecewa.Satu minggu kemudian, Zavier memutuskan untuk pergi melihat keadaan Nayla dengan diam-diam dan menyamar. Dia mengenakan pakaian sederhana, topi, dan kacamata hitam untuk menyembunyikan identitasnya. Dengan hati yang penuh harap dan cemas, Zavier mengendarai mobil t
Amnesia Selektif membuatnya merasa menderita. Zavier mencoba mengingat masa lalu mereka, tetapi ingatannya terasa kabur. Dia merasa ada sesuatu yang penting yang hilang dari ingatannya. Mengapa dia begitu marah pada Nayla? Apakah karena dia berselingkuh? Pikiran itu membuat hatinya semakin hancur, tetapi dia tidak bisa mengingat apa pun dengan jelas. Semua terasa seperti bayangan yang samar dan sulit dipahami.Kalau pun Nayla berselingkuh, dia merasa sangat ingin memaafkan kesalahan wanita itu dan meraihnya menjadi istrinya kembali.Zavier memperhatikan Nayla yang sedang membersihkan meja. Setiap gerakannya mengingatkannya pada masa-masa indah yang pernah mereka lalui bersama secara samar-samar. Namun, bayangan kebahagiaan itu selalu diiringi oleh perasaan sakit dan kesedihan yang tak terjelaskan. Dia merasa ada sesuatu yang salah, tetapi dia tidak bisa menemukan jawabannya.Nayla, meski sibuk dengan pekerjaannya, sesekali merasakan kehadiran seseorang yang mengawasinya. Dia merasa ad
Saat lagu berakhir, Nayla tersenyum menerima tepuk tangan riuh dan pujian dan para pengunjung yang sebelumnya terhipnotis dalam lagu syadu tersebut. Tanpa sengaja, Nayla menatap ke arah di mana Zavier duduk, meskipun dia tidak bisa melihatnya dengan jelas.Ada kilatan di mata Nayla, seolah-olah dia bisa merasakan air mata mengalir di wajah pria bertopi yang terlihat familiar."Z-Zavier?" tanya Nayla dalam hati dengan ragu.Zavier berdiri dengan hati yang berat, menyeka air matanya, dan memutuskan untuk pergi. Dia tahu bahwa kehadirannya mungkin lebih banyak membawa kesakitan daripada kebaikan saat ini. Namun, dia juga tahu bahwa dia tidak bisa menghindari kenyataan selamanya. Dia harus menemukan jawaban atas semua pertanyaannya dan mencoba memperbaiki hubungan mereka.Dengan air mata masih mengalir di pipinya, Zavier keluar dari kafe itu, bertekad untuk menenangkan diri dan memikirkan bagaimana dia bisa memperbaikinya. Dia merasakan cinta yang mendalam da
Nayla hanya tersenyum, mendengar ucapakan Pak Gibril yang bertaut beda usia sebanyak sepuluh tahun di atasnya. Dia lebih menganggap pria gempal itu sebagai seorang kakak baginya.Namun semua yang terjadi di dalam ruangan itu disaksikan oleh Zavier yang berdiri di balik pohon besar, dia mengamati Nayla dari kejauhan. Dia merasa perih di hatinya melihat wanita yang masih memenuhi pikirannya itu berada dalam posisi seperti ini.Darah Zavier kembali mendidih saat melihat Gibril menempatkan tangannya di atas perut wanita itu tanpa bisa mendengar apa yang mereka perbincangkan.Ingin rasanya ia mendekat dan memberi pelajaran kepada pria gempal itu lalu memeluk Nayla dan menunjukkan bahwa wanita itu adalah miliknya, tetapi ia tahu bahwa itu bukan keputusan yang bijak.Saat Zavier sedang asyik mengamati, seorang tetangga yang lewat menyapanya. "Apakah Anda mencari seseorang?" tanya tetangga itu dengan ramah.Zavier terkejut sejenak, tetapi kemudian tersenyu
Keesokan harinya, Sefia ditemani oleh dua pengawal setia Zavier berangkat ke toko-toko mewah di pusat kota. Meski dia tidak mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengan Kayla secara langsung, dia berusaha mencari cara lain untuk menghubunginya. Di salah satu toko bayi yang elegan, dia bertemu dengan seorang wanita tua yang ramah dan tampak mengenal semua orang.“Selamat pagi, nona. Apa yang bisa saya bantu?” tanya wanita tua itu dengan senyum hangat.Sefia memanfaatkan kesempatan ini. “Saya sedang mencari beberapa barang untuk bayi saya yang akan segera lahir. Bisakah Anda membantu saya memilih?”“Tentu saja, dengan senang hati,” jawab wanita tua itu sambil memimpin Sefia ke bagian pakaian bayi.Sambil memilih baju bayi yang lucu, Sefia mulai berbicara lebih banyak dengan wanita tua itu, memperkenalkan dirinya dan menceritakan sedikit tentang kehidupannya.“Saya tinggal di rumah besar di pinggiran kota. Su
Acara amal itu berakhir dengan sukses, dan Sefia pulang dengan perasaan yang jauh lebih baik. Walau Zavier hanya diam dan tatapannya tetap dingin, dia tidak peduli. Dia tahu bahwa masih ada banyak tantangan di depan, tetapi dia siap untuk menghadapi semuanya demi bayinya.Hari-hari berikutnya, Zavier tidak mengunjungi Nayla sama sekali, dia membiarkan bagaimana keputusan Nayla. Memberikan kebahagiaan yang dia inginkan.Zavier kembali sibuk dengan pekerjaannya sebagai sebuah pelarian atas kehidupan dan kerumitan masalah dalam hubungan pribadinya.Namun, lain halnya dengan Nayla, wanita itu masih juga tidak dapat melepas dirinya dari kedua wanita licik yang membencinya, yaitu Kayla dan Nayla.Minggu ini, kedua wanita itu berhasil mendapatkan kesempatan selama dua jam untuk berbelanja bersama setelah Sefia merenggek beberapa kali. Zavier luluh setelah menyaksikan sendiri keakraban yang kedua wanita itu tunjukkan pada saat acara amal kemarin.&nb
Setelah beberapa menit, Nayla kembali ke meja dengan pesanan mereka. Dia meletakkan piring-piring dan gelas-gelas dengan hati-hati, berusaha untuk tidak menunjukkan betapa terluka hatinya oleh perlakuan Kayla dan Sefia.Kayla dan Sefia saling bertukar pandang, mereka berusaha mencari kesalahan dalam makanan yang sudah disajikan."Gila, ini enak," seru Magareta secara tiba-tiba. Dia tidak mengenal Nayla sama sekali dan berseru hanya setelah menikmati makanan yang masih terasa hangat di lidah dan rasanya pas.Mendengar pujian itu, Kayla menatap Nayla dengan pandangan merendahkan dan segera mencoba makanan yang sudah disajikan. Kedua wanita licik itu kehilangan kata-kata pada saat lidah mereka mengecap makanan yang disajikan dan ternyata sangat pas rasanya di lidah.Tanpa mau mengaku rasa yang ada di lidahnya, Sefia berkata dengan suara datar, “pastikan minuman kami datang dengan cepat, dan jangan membuat kami menunggu terlalu lama.”Nayla
Sefia memegang perutnya dan merasa heran, "ya, memangnya kenapa?""Aahhh, gawat. Cepat panggil tim medis!" perintah kepala koki kepada pelayan kecil yang ikut menyaksikan keributan.Baru saja pelayan kecil itu mengangkat ponselnya, Sefia sudah memegang perutnya yang terasa panas."A-apa yang kamu masukkan dalam makanan kami?" tanyanya dengan suara bergetar, disusul oleh Kayla dan Magareta yang memegang perutnya sesaat kemudian."Aaahhh, ini sakit sekali. K-kamu meracuni kami, Nayla!" seru Kayla sambil mengarahkan telunjuknya yang bergetar karena menahan rasa panas di dalam perutnya.Nayla menatap mereka dengan aneh dan tidak mengerti. Sementara kepala koki segera berseru, "bukan dia. Nyonya kami tidak bersalah. Aku yang memasukkan gluten dengan susu dalam jumlah berlebihan untuk perut kalian, kalian hanya akan mengalami diare, bukan masalah besar ... kecuali dia."Kepala koki mengarahkan telunjuknya ke arah Sefia. "Kamu mungkin mengalami sed
***Akhir yang bahagia***Zavier tersenyum dingin, tatapannya penuh perhitungan. "Mereka bersekongkol," jawabnya dengan nada rendah namun tegas. "Mereka mencuri identitas Nayla dan membuat istriku menderita sampai lupa ingatan. Mereka mempermainkan hidupnya, menghapus kenangan berharga yang pernah kami miliki. Jika mereka pikir bisa lolos begitu saja, mereka salah besar."Asistennya tetap tenang di ujung telepon, menunggu instruksi lebih lanjut. "Apa rencana Anda, Tuan?"Zavier menatap jauh ke depan, matanya dipenuhi dengan tekad. "Rebut kembali wajahnya," katanya penuh arti, "dan biarkan dia yang palsu itu lupa ingatan. Buat dia merasakan apa yang dialami Nayla. Jika mereka berani mengambil hidup istriku, maka aku akan mengambil kembali apa yang mereka curi. Wajah yang mereka ciptakan, kenangan yang mereka bentuk... biarkan semuanya hancur dan musnah."Asistennya mengangguk di ujung telepon, memahami apa yang dimaksud oleh Zavier. "Baik, Tuan. Saya akan m
Sefia tersentak dan menoleh dengan cepat, matanya memperlihatkan keterkejutan yang jelas. "Oh, Zavier... Aku hanya... ada urusan mendadak," jawabnya tergagap. "Kamu tidak perlu khawatir. Ini hanya pertemuan singkat."Namun, Zavier tidak begitu saja percaya. Ada sesuatu dalam sikap wanita itu yang membuatnya curiga, dan keinginannya untuk mencari tahu lebih lanjut muncul dengan kuat.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, dia membiarkan Sefia pergi lebih dulu, tetapi tidak lama kemudian, Zavier masuk ke mobilnya dan mulai mengikuti dari belakang.Zavier menjaga jarak, memastikan bahwa Sefia tidak menyadari keberadaannya. Dia mengemudi perlahan, mengikuti mobil Sefia dengan hati-hati. Setiap belokan yang diambil wanita itu semakin mempertegas kecurigaan Zavier. "Apa yang sebenarnya dia sembunyikan?" gumamnya dalam hati."Dia memang tidak terlihat seperti Nayla yang menjadi milikku, matanya, suaranya berbeda, juga tingginya. Mengapa aku tidak pernah menyadarinya?" g
"Sara, a-aku akan memberimu bayaran tambahan... untuk... untuk apa yang terjadi tadi malam."Mendengar itu, kedua mata Sara membulat dan timbunan air mata mulai berkumpul dengan cepat.Kata-kata itu menusuk hati Sara. Seolah-olah semua yang terjadi di antara mereka hanyalah sebuah transaksi, bukan sesuatu yang memiliki makna.Wajahnya yang semula penuh cinta berubah menjadi kemarahan yang tak tertahankan. "Bayaran?" sergahnya dengan suara tajam, matanya menatap Bram dengan penuh kekecewaan."Jadi, menurutmu aku hanya seorang pelayan yang bisa dibeli? Apa yang terjadi semalam hanyalah sesuatu yang bisa kau bayar untuk menghapusnya?"Bram terdiam, tidak menyangka reaksi Sara akan sekeras itu. Ia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata untuk meredakan situasi, tetapi Sara melanjutkan sebelum dia sempat berbicara."Aku bukan barang yang bisa kau tawar, Tuan Bram yang terhormat! Apa pun yang terjadi semalam... itu bukan hanya tentang uang
Telinganya seolah tuli terhadap kata-kata yang dilontarkan Sara. Baginya, dalam kondisi mabuk itu, Sara adalah Nayla yang kembali kepadanya, dan ini adalah kesempatan untuk merengkuh wanita yang selama ini ia dambakan."Jangan pergi lagi, Nayla... kumohon..." bisiknya penuh keputusasaan, menahan tubuh Sara di atas ranjang. Merobek pakaian yang dia kenakan dan mulai menyesapi leher jenjang milik Sara.Sara berusaha mendorong Bram menjauh, mencoba menyadarkannya dari keadaan mabuknya. "Tuan Bram, ini bukan Nayla! Kamu mabuk! Lepaskan aku!" katanya dengan suara keras dan gemetar. Namun, usahanya tidak cukup kuat untuk membuat Bram sadar.Perasaan takut dan kebingungan bercampur dalam benak Sara. Ia tahu bahwa pria ini sangat terobsesi dengan Nayla, tetapi ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.Dalam upaya terakhir, ia mengumpulkan semua kekuatan yang ia punya dan berhasil melepaskan diri dari cengkeraman Bram, berguling dari ranjang
Wajah Nadia—atau Nayla, seperti yang sering terlintas di pikirannya—begitu mirip dengan sosok yang ia ingat sebagai istri yang ia cintai. Bukan hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari cara dia berbicara, senyuman lembutnya, dan caranya melihat ke arah Zavier seolah mengenali bagian terdalam jiwanya. Setiap tatapan mata, setiap gerakan tubuh, terasa seperti sebuah déjà vu yang tak dapat dijelaskan.Bibirnya dan ciumannya.Namun, wanita yang sekarang berada di rumahnya—yang selama ini ia yakini sebagai Nayla—terasa berbeda.Seolah-olah ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang tak terlihat namun bisa ia rasakan. Tatapan matanya kosong dan jauh, sentuhannya tidak lagi memberikan kehangatan yang dulu pernah mereka bagi."Apakah aku telah dibutakan oleh keputusasaanku untuk mendapatkan kembali istriku? Apakah wanita itu benar-benar Nayla?" pikir Zavier.Zavier menggenggam kepalanya dengan kedua tangan, berusa
Zavier segera menoleh ke arah Nayla, yang sekarang duduk tegak di sofa dengan rambut kusut dan matanya yang setengah terbuka. Ia tahu bahwa situasinya bisa menjadi buruk jika tidak segera mengendalikan keadaan."Nayla, tenang dulu," ujarnya dengan nada menenangkan di ponselnya. "Aku sedang membantu seseorang yang membutuhkan bantuan. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan."Namun, kata-kata itu tidak cukup untuk menenangkan Sefia. "Membantu seseorang? Di tengah malam seperti ini? Dan suara wanita itu, kenapa dia bersamamu?" Sefia semakin naik pitam, suaranya menggambarkan kemarahan dan rasa cemburu yang membara.Zavier menghela napas panjang, menyadari bahwa penjelasan sederhana tidak akan cukup untuk meredakan amarah wanita yang mengaku sebagai istrinya itu."Nadia sedang menghadapi situasi yang rumit, dan aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Percayalah, aku tidak melakukan hal yang salah," jawabnya dengan tenang, meskipun dalam hatinya dia tahu ba
Zavier menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba mencari jawaban di balik tatapan mata Nadia. "Mungkin ada sesuatu dalam dirimu yang lebih dari sekadar wajah yang mirip dengan Nayla. Mungkin, entah bagaimana, kita pernah memiliki hubungan yang lebih dari yang kita sadari.""atau... kamu adalah Nayla yang asli?" tanya Zavier, tetapi pertanyaan itu lebih kepada dirinya sendiri karena Nadia hanya menatapnya dengan wajah sendu.Mereka duduk dalam diam untuk sesaat, menikmati kehangatan yang masih tersisa dari momen itu. Meski ada banyak kebingungan dan pertanyaan yang masih menggantung di udara, keduanya merasakan ikatan yang aneh tapi nyata, seolah-olah takdir telah mempertemukan mereka kembali setelah waktu yang lama terpisah.Hujan mulai turun dengan deras di luar, butiran airnya membasahi jendela dan terdengar irama lembut yang menenangkan suasana.Zavier memandang keluar sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Nayla. Tanpa banyak bicara, ia menuntunnya ke r
Zavier kembali melangkah menuju Nayla dan berkata, "Kamu istirahat di dalam dan aku akan mengantar Joen pulang terlelbih dahulu. Setelah itu, aku akan datang dan membawa makanan untukmu, okey?"Nayla mengangguk dengan patuh dan memberikan senyuman yang hangat lalu melambaikan tangan kepada Joen.Mereka pun kembali masuk ke mobil, dan Zavier mengantarkan Joen pulang ke rumah.Sepanjang perjalanan, pikirannya berputar-putar, memikirkan langkah-langkah yang harus diambil. Siapa sebenarnya wanita yang ia bawa ke rumah kosong itu? Apakah dia benar-benar Nayla yang asli, atau hanya hasil dari obsesi gila Bram yang menciptakan tiruan?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, dan Zavier tahu, jawaban yang akan ia temukan mungkin akan mengubah segalanya.Setelah memastikan Joen kembali dengan aman, Zavier segera kembali ke rumah kosong tersebut. Ia harus berbicara dengan wanita itu, mencari tahu siapa sebenarnya dia, dan apa yang sebenarnya ter
Setelah kehabisan tenaga untuk melampiaskan amarahnya, Bram berjalan terseok-seok ke arah kamarnya. Pintu dibanting keras di belakangnya, menandakan bahwa ia tidak ingin diganggu.Sara berdiri di depan pintu, sementara beberapa pelayan mulai dia atur untuk membersihkan pecahan kaca yang berhamburan di ruangan tamu.Beberapa saat kemudian, terdengar suara botol dibuka dan bau alkohol menyebar dari balik pintu. Bram menenggak minuman keras dengan kasar, mencoba menghilangkan rasa frustrasi dan kehampaan yang begitu dalam.Dia merasa telah melakukan segalanya—mengubah Sefia menjadi mirip Nayla, dan berpikir bisa memiliki Nayla perlahan—namun kenyataannya, Nayla yang sesungguhnya masih tetap tidak dapat dia miliki.Dalam kamar yang gelap itu, Bram merasa benar-benar kalah. Tidak peduli seberapa banyak dia mencoba mengendalikan keadaan, kenyataan selalu membuatnya merasa seperti sedang mengejar bayangan yang tak pernah bisa ia raih.Pria itu