Arvan mengemudikan mobilnya dengan tenang sedangkan Amanda duduk disampingnya. Sesuai rencana, jumat Siang keduanya meluncur menuju kediaman orang tua Arvan. Arvan masih merahasiakan kehamilan Amanda. Dia ingin mengatakannya langsung dan melihat reaksi kedua orang tuanya. Arvan yakin mereka pasti akan sangat gembira mendengarnya karena sebentar lagi mereka akan menjadi kakek dan nenek. Arvan yakin orangtuanya akan sangat bahagia mengetahui menantu mereka sedang berbadan dua. Walaupun perlakukan orang tuanya kepada Amanda tidak terlalu ramah. Tapi orang tua mana yang tidak bahagia mendengar kabar akan menjadi kakek dan nenek. Semoga dengan berita kehamilan Amanda perlakuan orang tuanya kepada istrinya perlahan akan membaik. "Ayo,,, mereka pasti sudah menunggu kita. Aku tidak sabar melihat reaksi orang tuaku," ucap Arvan dengan semangat setelah memarkirkan mobilnya. Arvan bahkan dengan sigap membukakan pintu untuk Amanda dan membantu Amanda turun, Amanda yang sebelumnya ingin menolak p
Ketiganya duduk dalam diam. Dibandingkan memberikan tatapan hangat dan bahagia setelah mendapat kabar kehamilannya, Cahyadi dan Sinta justru menatapnya dengan tatapan penuh marah yang meskipun mereka tutupi namun Amanda dapat merasakannya. Bagi Amanda kebencian yang diberikan Cahyadi dan Sinta padanya bukan hal baru. Mereka bahkan dengan jelas menentang hubungannya dengan Arvan. Meskipun saat di depan Arvan mereka akan bersikap sebaliknya. Tentu, karena Arvan anak mereka satu-satunya. Mereka menginginkan anaknya mendapatkan seseorang yang sempurna yang akan meneruskan citra dan nama baik keluarga mereka. Bukan perempuan biasa seperti dirinya. Mereka bahkan memata-matai Amanda tiga tahun lalu, hingga mereka mengetahui musibah yang menimpa dirinya. Tapi bukannya bersimpati dan bersedih akan kemalangan yang menimpa kekasih anaknya, mereka menggunakan kecelakaan yang menimpa mamanya sebagai cara untuk melenyapkannya dari kehidupan Arvan. Amanda yang saat itu membutuhkan uang tidak memilik
Arvan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang saat akan meninggalkan kawasan tempat tinggal mamanya, namun dia menghentikan laju mobilnya saat matanya menangkap ponsel tergeletak di kursi penumpang di sebelahnya.‘Astaga,, Amanda melupakan ponselnya,’ pikir Arvan sambil memutar balik tujuannya.ponsel itu harus diantarkannya pada Amanda. bukan tanpa alasan bila sewaktu-waktu dia ingin menghubungi istrinya tentunya akan lebih mudah bila Amanda memegang ponselnya sendiri. untung saja dia melihat ponsel itu ketika perjalanannya belum terlalu jauh.Arvan masuk ke pekarangan rumahnya dengan wajah sumringah karena memiliki alasan bertemu istrinya sebentar. Setelah memantapkan diri untuk mengakui bahwa dirinya sebenarnya masih memiliki perasaan pada Amanda, Arvan merasa hidupnya menjadi tenang. Dia tidak lagi memiliki pikiran negatif tentang Amanda ataupun hal yang mungkin direncanakan istrinya dibelakangnya. Justru dia selalu ingin berada di dekat istrinya.Arvan masuk kedalam rumah dan
Amanda bangun dan terkejut mendapati dirinya sedang tertidur dalam dekapan Arvan. Arvan bahkan memeluknya erat dan mencium keningnya. Amanda ingat terakhir kali dia ikut tertidur setelah mengganti pakaian Arvan dengan pakaian baru dan merendam baju arvan sebelumnya agar aroma minuman segera menghilang.Amanda ingin berlama lama dalam dekapan suaminya rasanya begitu nyaman dan tenang. Rasanya seperti tidak ingin melepaskan pelukan itu. Amanda bahkan menutup matanya merasakan pelukan yang sangat dirindukannya. Amanda membuka mata lagi, hari sudah pagi dan dia harus menyiapkan sarapan. Meskipun berat, dia berusaha melepaskan diri dari pelukan Arvan. Tetapi malah terhenti ketika Arvan semakin mempererat pelukannya.“Biarkan seperti ini dulu,” ucap Arvan dikening Amanda membuat Amanda berhenti bergerak.“Sudah merasa lebih baik?”, Tanya Amanda setelah cukup lama terdiam. Arvan menghela nafasnya panjang. Terdiam. “jangan terlalu marah pada mereka. Aku bisa mengerti tindakan mereka karen
Rencana Amanda untuk menginap dirumah mertuanya jelas gagal total. Arvan tidak mengizinkan Amanda untuk diam disana. setelah kebenaran yang akhirnya dia ketahui, Dia jelas semakin khawatir meninggalkan Amanda disana. banyak hal bisa terjadi dalam waktu dua hari dan Arvan tidak ingin mengambil resiko. Dia juga tidak mengizinkan Amanda tinggal sendirian di Apartemen. Karena kehidupan Apartemen yang sangat individual membuat mereka bahkan tidak mengenal tetangga disebelah unit tinggal mereka. bagaimana bila Amanda membutuhkan sesuatu. Siapa yang akan siaga dan menemani istrinya nanti.Arvan bahkan sempat berpikir untuk membatalkan kunjungannya ke Surabaya dengan mengutus staf lain untuk kesana, Namun Amanda bersikeras menyuruhnya pergi dan meyakinkan bahwa dia akan baik-baik saja. Tapi Arvan tetap pada pendiriannya.Setelah berunding dan sepakat, mereka lalu menghubungi dokter kandungan yang disarankan dokter sebelumnya. Setelah mendapatkan pemeriksaan dan memastikan kandungan Amanda seh
Tiba, di Surabaya, Arvan dan Amanda mencari penginapan yang tidak jauh dari lokasi kunjungan Arvan besok. Mereka menghabiskan satu hari di Surabaya dengan berjalan-jalan di seputar kota Surabaya. Mereka tidak bisa pergi lebih jauh karena Arvan masih harus melakukan pekerjaan besok. menjelang Sore mereka sudah kembali ke hotel dan memilih untuk beristirahat disana. Mereka memang memilih tidak berkeliling terlalu jauh untuk menjaga tubuh mereka tetap fit saat perjalanan besok harinya.Keesokan harinya, Arvan sudah terlihat rapi dengan kemeja dan celana chinonya. Dia sudah siap akan berangkat namun masih harus menunggu Amanda yang masih mandi. Arvan memilih duduk di sofa sambil melihat ponselnya. tidak beberapa lama Amanda keluar dengan mengenakan dress berbahan lace berwarna putih tulang. sangat cantik dan pas di tubuh Amanda. perutnya yang masih rata membuatnya tidak terlihat seperti wanita hamil. tidak lupa Amanda mengaplikasikan sedikit make up agar penampilannya terlihat segar.“aku
Arvan dan Amanda memilih penerbangan pagi karena perjalanan yang mereka tempuh untuk sampai ketempat tujuan masih cukup jauh. sekitar pukul 6 pagi pesawat yang membawa mereka terbang meninggalkan bandara internasional Juanda menuju bandara Internasional Lombok atau oleh warga sekitar dikenal sebagai Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid. Perjalanan menuju Lombok sekitar 1 jam. Namun karena perbedaan waktu antara Surabaya dan Lombok yang berselisih satu jam membuat mereka tiba di Lombok sekitar pukul 8 pagi. Perjalanan masih berlanjut. Mereka kembali harus menunggu untuk keberangkatan selanjutnya dengan tujuan Bandara Sultan Muhammad Kaharuddin III yang ada di Sumbawa. Sekitar 90 menit mereka menunggu untuk keberangkatan selanjutnya. Jadi Arvan memutuskan untuk mengelilingi Bandara sambil menunggu jadwal terbang mereka. Tawa dan senyuman tidak lepas dari mulut keduanya. Mereka yang terbiasa dengan hiruk pikuk Jakarta yang begitu padat dan sesak merasa takjub dengan suasana
Siska melangkahkan kakinya lebar-lebar melewati beberapa staf yang masih sibuk dengan pekerjaannya. Hari masih pagi namun wajah Siska tidak menampakkan senyuman sedikitpun. Siska bertemu dengan seorang wanita yang sedang duduk di mejanya berbincang sebentar sebelum akhirnya wanita itu berdiri dan mengantar Siska menuju pintu yang letaknya tidak jauh dari mejanya. “Permisi pak, Mbak Siska ingin menemui bapak,” ucap wanita itu setelah dia membuka pintu dan Johan terlihat tengah duduk di kursinya. Johan menghela nafas. “biarkan dia masuk,” ucap Johan. Tidak beberapa lama Siska masuk ke dalam ruangan Johan dengan sopan. Setelah sekretaris Johan mengundurkan diri, Siska lalu berjalan menuju meja Johan. “Maaf pak, apa Bapak mengetahui keberadaan Pak Arvan? saya tidak bisa menghubunginya pagi ini,” ucap Siska langsung pada intinya. Alasan dia bertemu Johan karena dia kesulitan menghubungi Arvan. Siska tidak tahu harus bertanya pada siapa lagi selain Johan karena dia sahabat satu-satunya
Keesokkan harinya,"Baiklah, ada dua tim yang akan mempresentasikan konsep 'taman impian" untuk kami, kami persilahkan kepada Bapak Arvan dan tim untuk melakukan presentasi," ucap Moderator mempersilahkan Arvan dan timnya maju.Arvan yang mengenakan jas berwarna biru gelap maju dengan penuh percaya diri. Dia sangat yakin akan memenangkan projek ini."Baiklah konsep taman impian kami adalah taman yang ramah bagi semua kalangan. Dengan harapan, taman ini akan menjadi tempat berkumpul keluarga baik anak, ibu, ayah bahkan kakek dan nenek mereka," arvan menjelaskan presentasinya dan audiensi mendengarkan."Karena itu kami berencana menciptakan sebuah lahan hijau yang cukup luas dan disekitarnya terdapat rute untuk pejalan kaki dan pesepeda. Setiap jarak tiga sampai empat meter akan disediakan kursi untuk beristirahat. Selain itu juga akan ada batu refleksi bagi pejalan kaki," arvan masih menjelaskan dan audiens masih memperhatikan."Lalu di sisi selatan akan dibangun sarana gym sederhana, b
Lima Tahun yang lalu“sabar,, sebentar lagi juga aku sampai, sayang,” ucap Amanda pada seseorang di seberang. dia sedang telponan dengan Arvan. Amanda sedikit berlari hingga tanpa sengaja dia menabrak seseorang yang baru keluar dari dalam taksi sambil membawa sebuah maket yang terbuat dari kertas. Mereka bertabrakan dan maket yang sudah disusun di atas sebuah benda bidang menyerupai miniatur sebuah tempat menjadi hancur berantakan."Yah.. Tuhan.. maafkan aku," ucap Amanda kaget.Amanda secara refleks memutus panggilannya dengan Arvan dan di layar handphonenya menampilkan gambar dirinya dan Arvan dalam pose konyol. Dengan segera Amanda membantu mengumpulkan maket yang berserakan di trotoar.Sedangkan pria yang membawa miniatur untuk bahan presentasinya itu hanya bisa menjambak rambutnya. Hancur sudah hasil lemburnya selama dua hari. Ternyata pria itu adalah Harris namun dengan tampilan yang sedikit berantakan."Aku sungguh minta maaf," ucap Amanda penuh penyesalan. "Yah.. tidak masal
Beberapa bulan kemudian,Arvan melajukan mobilnya melintasi padatnya jalanan ibu kota. Disebelahnya Amanda duduk dengan penuh senyuman sambil mengelus perutnya yang sudah mulai membesar. Perut dan tubuh Amanda terlihat semakin berisi semenjak hamil. Kandungan Amanda sudah menginjak usia delapan bulan dan sedang senang dengan pergerakan bayi di dalam perutnya. Amanda sempat mengeluh akan beratnya tapi Arvan malah memarahinya. Baginya Amanda semakin cantik dan seksi dengan tubuhnya sekarang.Arvan tersenyum sambil mengingat saat pertama kali Amanda merasakan gerakan di perutnya. Saat itu Arvan sedang tidur pulas. Amanda yang terbangun karena kaget langsung membangunkan Arvan dan mengatakan apa yang dirasakannya. Karena terlalu bahagia dan penasaran selama hampir dua jam Arvan menunggu pergerakan bayinya lagi dan menghalangi Amanda untuk tidur namun bayi didalam perut Amanda tidak mau bergerak. Amanda bahkan sedikit kesal karena tidak bisa tidur dengan nyenyak.Keesokkan harinya karena r
"Arvan Sialan,, pria brengsek,," teriakan Siska membuat langkah Arvan terhenti. Arvan membalikkan badannya mendapati Siska yang sedang dikawal beberapa orang pria dengan tangannya mengarah ke depan dan ditutupi sebuah jaket. Arvan menduga tangan Siska tengah di borgol. Entah apa yang dia lakukan sehingga polisi memasangkan borgol padanya. Arvan tidak menyangka akan melihat Siska setelah dengan sengaja Arvan menjauhi Siska. Beberapa kali Siska sempat menghubunginya setelah kejadian itu, tapi Arvan yang saat itu sedang fokus pada kesembuhan Amanda tidak menggubrisnya sedikitpun. Lagipula keputusan Arvan sudah final untuk membuat Siska jera dengan melaporkannya ke polisi. "Arvan,, bajingan,, dia yang seharusnya ditangkap pak polisi.. bukan aku. aku ini korbannya," teriak Siska meminta agar polisi menahan Arvan bukan dirinya. Arvan berusaha tidak mengubris perkataan Siska. "Pak polisi, pria itu penjahat kelamin. Dia menjerat wanita untuk menjadi budak seksnya. Dia meniduri wanita yang
Arvan menepati perkataannya. Setelah Amanda dinyatakan sehat dan boleh pulang, Arvan segera menghubungi pengacaranya. Menjelaskan secara detail kronologi kejadian di rumah Siska. Dia juga membeberkan alasannya hingga dia pergi ke rumah Siska dengan penuh amarah. Arvan membeberkannya dengan sangat detail. Tidak lupa juga dia menanyakan pada pengacaranya mengenai kemungkinan pengajuan perkara ke pengadilan dan seberapa besar kemungkinan dirinya akan menang dalam sidang. Pengacaranya mengatakan bahwa perkara tersebut dapat terkategori penguntitan hingga pembunuhan berencana dengan masa hukuman yang tidak sebentar. Mendengar hal itu Arvan merasa sedikit lega. Arvan sebenarnya enggan berurusan dengan polisi dan persidangan. Karena dia menyadari, akan butuh waktu beberapa bulan menjalani berbagai sidang sebelum akhirnya status tersangka bisa diberikan kepada Siska. Bila bukan karena masalah yang terjadi sudah mengancam keselamatan keluarga kecilnya, Arvan mungkin akan melupakannya. Namun k
"Permisi.. ibu Amanda?" Seorang perawat masuk membuat Amanda menghapus air matanya."Iya benar," ucap Arvan"Dokter akan melakukan pemeriksaan Bu," ucap perawat itu diikuti seorang dokter wanita yang menggunakan snelli dan stetoskop di lehernya ikut masuk bersamanya.Arvan melepas pelukannya dan duduk disamping istrinya.Pemeriksaan segera dilakukan. Perawat membantu memeriksa tekanan darah sedangkan dokter memberikan beberapa pertanyaan sambil memperhatikan lembaran berisi anamnesa. Tidak beberapa lama, perawat mengeluarkan sebuah alat dengan layar kecil dan benda pipih yang terhubung dengan kabel.Arvan memperhatikan dengan seksama saat perawat meletakkan gel pada benda pipih tersebut dan memberikannya kepada dokter wanita itu.“Bisa diangkat sedikit pakaiannya bu, kita akan melakukan pemeriksaan sebentar,” ucap dokter itu ramah.Dengan patuh Amanda mengangkat pakaiannya dan menampilkan kulit putih dari perut Amanda yang sedikit membuncit. Dokter meletakkan benda pipih itu dan mulai
Arvan sedang duduk termenung dengan kondisi yang sangat kacau. Rambutnya terlihat berantakan. Lengan bajunya dilumuri darah. Dia berada di sebuah tempat yang ramai dengan orang berlalu lalang. beberapa mengenakan baju putih khas rumah sakit. Dia memang sedang berada di unit Gawat Darurat sebuah rumah sakit. Arvan hanya bisa menerawang seakan pikirannya tersedot mundur beberapa jam yang lalu. Pikirannya seolah memutar dengan cepat kejadian yang terjadi di apartemen Siska beberapa jam yang lalu. Arvan dihinggapi perasaan bersalah. Dia tidak akan bisa memaafkan dirinya bila sesuatu hal buruk terjadi. Arvan hanya menatap kosong pada sebuah pintu. Teriakan dan isak tangis dari beberapa orang yang melewatinya sama sekali tidak menyadarkannya. Arvan seolah terhisap dalam pikirannya sendiri."Kerabat ibu Amanda," ucap seseorang menyebut nama Amanda.Saat itu juga Arvan seolah tersadar dan segera menghampiri sumber suara.“Bagaimana kondisi istri saya?” Tanya Arvan cepat."Bapak bisa ke loket
Siska sedang melakukan perawatan pada kuku kukunya. Hanya perawatan sederhana sebelum dia mengatur jadwal untuk melakukan treatment di salon kecantikan favoritnya. Dia hanya diam di apartemennya dengan menggunakan hot pants dan baju kaos longgar yang membuat salah satu pundaknya terlihat. Setelah hubungannya dengan Arvan berakhir, weekendnya menjadi membosankan. Dia benar-benar memanfaatkan weekend untuk beristirahat dan memanjakan tubuhnya karena selama weekday dia sungguh sangat sibuk.Bos barunya adalah seorang pria tua yang menyebalkan. Semua pekerjaan dilimpahkan pada dirinya. Dia hanya duduk santai. Sesekali memberikan tanda tangan bila diperlukan tapi pengecekan dan evaluasi laporan semua diserahkan pada Siska. Dia sampai seringkali telat makan siang karena pekerjaan yang menumpuk. Sangat bertolak belakang dengan Arvan yang tampan dan berotot juga berotak. Siska merindukan tangan kekar Arvan ketika memeluknya.Siska merasa hidupnya sungguh menyebalkan karena bila bersama Arvan
“Hari ini kita akan pulang, Berjanjilah untuk lebih berhati-hati mulai sekarang,” ucap Arvan saat mengemasi barang-barang Amanda di rumah sakit. Amanda memonyongkan bibirnya tidak terima disalahkan Arvan. Kemarin dia berkali-kali mengatakan tidak ingin dirawat, tapi Arvan bersikeras. Ternyata dia benar, Dokter mengatakan tidak ada masalah. Dirinya dan kandungannya baik-baik saja.“Aku sudah bilang baik-baik saja, Mas Arvan saja yang tidak percaya,” bela Amanda. Karena sejujurnya berada dirumah sakit juga membuatnya merasa sangat suntuk.“Kamu kemarin jatuh, dan itu berbahaya. tentu aku harus memastikannya dengan pemeriksaan dokter,” ucap Arvan tidak mau kalah.“Iya baiklah.. Aku akan berhati-hati mulai sekarang,” jawab Amanda akhirnya. tidak ingin memulai perkelahian di antara mereka hanya karena masalah kecil.Mereka lalu keluar dari kamar rawat inap setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Dua kali berada dalam klinik perawatan dalam satu minggu membuat Amanda berdoa da