Arvan sedang duduk di sebuah cafe kecil yang tidak terlalu ramai. Dia sedang menyeruput kopinya. Dia menunggu seseorang. Setelah semua masalah pekerjaan selesai dia langsung memutuskan untuk kemari. Cukup lama dia menunggu namun dia akan bersabar untuk hal itu. Karena pertemuan kali ini sangat penting."Permisi.. Nak Arvan," ucap seorang wanita yang terlihat sudah memasuki kepala empat. Wanita dengan pakaian berwarna hijau dipadukan jeans pas body dengan rambut yang diikat tinggi. Penampilannya bisa dibilang trendy untuk usianya."Tante Ana," ucap Arvan ramah sambil menyalami Ana."Iya benar.. saya Ana. Tantenya Amanda," ucap tante Ana heboh di depan Arvan."Silahkan duduk tante. Saya senang bisa bertemu tante," ucap Arvan mempersilahkan tante Ana duduk dengan senyum yang mengambang di wakahnya.Tante Ana duduk di depan Arvan dengan senyum sumringah. "Tidak disangka Amanda menikahi pria luar biasa sepertimu, padahal tampangnya biasa saja," ucap Tante Ana tidak percaya."Sayalah yang b
Arvan kembali keesokan harinya setelah semua urusan di pati selesai. Dia bahkan meminta pengacaranya untuk datang mengurus semuanya. Sepertinya ancaman Arvan tidak main main kali ini. Dia sungguh akan membebaskan istrinya dari wanita pengganggu seperti tante Ana.Arvan sudah tiba di Jakarta dari pagi, Namun karena masih weekday dan dia meninggalkan banyak pekerjaan selama pergi. Arvan memilih langsung kembali ke kantor membereskan semuanya. dia tidak ingin dewan direksi kecewa bila dia tidak tepat waktu dalam menyelesaikan masalah yang ada di perusahaan. tidak masalah meninggalkan Amanda sedikit lebih lama. lagipula sore dia akan langsung pulang. itulah yang dipikirkan Arvan.Rencana Arvan untuk pulang sore hari gagal karena tumpukan dokumen yang menggunung di meja kerjanya. Dia melihat keluar gedung dan matahari sama sekali tidak terlihat. Sialan padahal aku hanya meninggalkan kantor selama dua hari. Dan dokumen yang harus diperiksa sebanyak ini. Runtuk Arvan kesal melihat dokumen di
Arvan tiba di apartemennya dengan langkah gontai dan perasaan kesal yang teramat sangat. Percakapan dengan Siska di kantor tadi sedikit banyak sudah mempengaruhi emosinya. Siska semakin menunjukkan sifat aslinya yang seakan memaksa Arvan untuk menjadi miliknya dan Arvan tidak menyukai hal itu.Perilaku Siska yang semakin temperamental dan egois membuat Arvan semakin yakin untuk mencari sekretaris baru. Persetan dengan kinerja Kerja Siska yang menurutnya sangat bagus dan cekatan bila hal itu hanya akan menjebaknya di kemudian hari.Arvan tiba di rumah menjelang malam. Dan menemukan apartemennya kosong dan gelap. Yah dia mengerti ini sudah pukul sebelas lewat. Amanda pasti sudah tidur. Sepertinya istrinya sama sekali tidak menantikannya pulang.Salah Arvan juga yang memutuskan untuk kembali ke kantor setelah tiba dari Pati. Seharusnya dia pulang sebentar atau mengabari Kepulangannya lewat telepon tapi tadi dia berpikir untuk memberikan sedikit kejutan pada Amanda. Selain itu, Arvan juga
Setelah mendapatkan kabar dari Arvan bahwa dia akan keluar kota selama dua hari. Amanda tiba tiba menjadi uring uringan. Dia mulai berpikir kalau itu hanya alasan yang diberikan Arvan agar bisa keluar dengan wanita lain. dan sialnya dia tidak memiliki hak untuk tahu kemana dan dengan siapa suaminya pergi. Lebih tepatnya dia malu menanyakan hal itu pada Arvan. Mengingat kebencian Arvan pada dirinya. Dia yang tadinya sudah bersemangat akan mengolah bahan yang ada di dapur lebih memilih mengurung diri di dalam kamar.Amanda tidak mengerti kenapa namun dia kesal dengan tindakan Arvan yang menghubunginya sesuka hati. Setidaknya Arvan bisa memberitahunya sebelum berangkat kerja tadi pagi. Bukan menelponnya saat sudah tiba di bandara. Dua hari bukan waktu yang singkat apalagi setelah lebih dari dua minggu mereka saling menghindari satu sama lain.Ada sesuatu yang Amanda sadari setelah saling menghindari satu sama lain dengan Arvan. Ternyata dia menikmati perannya sebagai ibu rumah tangga. Di
"Kamu baik baik saja?” Tanya Arvan terdengar cemasAmanda menengadahkan kepalanya menatap cermin dan menemukan Arvan berada tepat di belakangnya sambil menepuk punggungnya lembut.“ada apa? sebelah mana yang sakit," tanya Arvan memandangnya dari cermin di dinding wastafel."Mas Arvan sudah pulang," tanya Amanda."sebelah mana yang sakit, Amanda," tanya Arvan disaat bersamaan.Amanda tersenyum karena baginya terasa aneh namun menyenangkan saat Arvan terdengar mencemaskannya."Kenapa tidak membangunkan aku saat mas Arvan sampai tadi," tanya Amanda berusaha menyembunyikan rasa senangnya.Arvan menatap Amanda dengan melotot karena pertanyaannya tidak dijawab Amanda. Istrinya justru mempermasalahkan kenapa dia tidak dibangunkan."Sudah terlalu malam karena itu aku tidak ingin membangunkanmu, apa masih sakit? Apa perlu kita ke dokter," tanya Arvan lagi memastikan."Aku baik baik saja mas," tanya Amanda setelah membersihkan mulutnya.Ketika matanya bertemu dengan mata Arvan perasaan Amanda t
21+Amanda tersadar dari tidurnya saat dirasakannya sebuah tangan membelai lembut punggungnya. Gerakan tangan itu terasa lembut dan menenangkan. Tapi belaian itu juga menyadarkannya kalau dia sedang tidak sendiri.Amanda membuka matanya dan mendapati Arvan yang menatapnya tanpa berkedip. Netra pekat Arvan seakan menghipnotis Amanda membuat tubuhnya seakan membeku di luar namun terasa membakar di dalam. Sentuhan Arvan di punggungnya seakan membangkitkan sel-sel ditubuhnya.Amanda berusaha tetap tenang dan bernafas sewajarnya walaupun terasa sulit di bawah tatapan Arvan yang seakan sedang mengulitinya."Pagi," sapa Arvan tanpa berkedip.Rasanya Amanda kehilangan suaranya. Rasanya sudah lama sekali dirinya tidak sedekat ini dengan Arvan. Semoga saja suaminya itu tidak mendengar debaran jantungnya."Pagi, Mas Arvan sudah bangun," ucap Amanda dengan suara sedikit serak, khas seseorang yang baru bangun dari tidur."Yah begitulah, walaupun tidurku sedikit terganggu," ucap Arvan.Mendengar it
Amanda menatap gelisah benda kecil pipih yang sedang di genggamnya. Dia ragu akan mencobanya atau tidak tetapi bila dia tidak mencobanya sekarang dia tidak akan tahu penyebab tamu bulanannya datang terlambat. Meskipun sebelumnya dia meyakinkan dirinya bila ini hanya masalah menstruasinya yang tidak teratur karena mungkin dia sedang stres. Namun kenyataannya di memikirkan hal itu sejak pagi tadi.Karena itu begitu Arvan memilih berangkat kerja, Amanda segera meluncur menuju swalayan terdekat untuk membeli testpack.Setelah cukup lama Amanda terdiam dia membulatkan tekadnya. Dia tidak memiliki pilihan lain selain melakukan test. Dia harus melakukannya. Lebih cepat lebih baik. Dia akan memikirkan langkah selanjutnya setelah dia yakin dia sedang hamil atau tidak.Amanda membasuh wajahnya di wastafel. Dia menatap test pack yang tadi digenggamnya. Untung Arvan berangkat kerja setelah mendapat telepon dari Johan yang memintanya segera ke kantor. Walaupun enggan, Arvan tetap berangkat karena
Satu hari berlalu tapi Amanda masih belum memberitahukan Arvan mengenai hasil testpacknya. Selain karena masih ada keraguan dalam dirinya, hari itu Arvan juga terlihat sangat sibuk.Arvan pulang sedikit terlambat saat langit sudah mulai berwarna gelap. Walaupun sempat terjadi kecanggungan diantara mereka saat Arvan pulang tadi, Amanda dengan cepat memilih untuk menyibukkan dirinya di dapur. Dia tidak ingin Arvan melihat wajahnya memerah. Sejujurnya Amanda masih tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi di antara dirinya dan Arvan.Beberapa minggu yang lalu hubungannya dengan Arvan seakan tidak memiliki titik temu selain kebencian dan balas dendam, namun hanya dalam semalam, tingkah mereka berubah seperti pasangan pengantin baru yang masih canggung satu sama lain. Memikirkan apa yang sudah terjadi tadi pagi saja bisa membuat pipi Amanda langsung memerah karena malu.Amanda masih menyiapkan makan malam mereka, namun kegiatannya teralihkan oleh Arvan yang terlihat fokus di depan lapto