selalu ikuti cerita ini yah,,, Salam Cinta, ❤️❤️
21+Arvan menyeret Amanda untuk mengikutinya ke sebuah kamar hotel yang akan menjadi kamar pengantin mereka. Dia masih kesal karena Amanda tidak mengenali Harris Jayadi sedangkan Harris sebaliknya. Apa sebenarnya yang tidak diketahuinya dari hubungan antara tunangannya atau lebih tepatnya istrinya dengan rivalnya itu. Arvan harus menemukan jawabannya malam ini. Mungkin dengan sedikit bersenang-senang.Arvan menarik Amanda masuk ke kamar mereka dan mengunci pintu kamar hotel tersebut lalu mendorong Amanda ke tembok menyudutkannya dan memperkecil jarak diantara mereka."Jelaskan,, bagaimana bisa kau melupakan wajah orang yang sudah membayarmu," tanya Arvan kesal.Amanda yang masih menggunakan gaun pernikahan mereka terkejut dengan perlakuan kasar Arvan. "Aku sungguh tidak mengerti Arvan," balas Amanda.Arvan menghela nafasnya kasar. "Jujurlah padaku.. kalau bukan Harris Jayadi, siapa orang yang berhasil membelimu tiga tahun yang lalu," ucap Arvan sambil menahan emosinya. Dipandanginya Am
Arvan sedang duduk di sofa hotel dengan dua cangkir berisi kopi hitam dan sepiring roti bakar yang dia pesan lewat layanan hotel. Dia tidak berhenti menatap Amanda yang sedang tidur dengan lelap dan hanya ditutupi selimut. Perasaannya masih tidak karuan bila kembali mengingat kejadian yang mereka lalui semalam.Bukan hal baru bagi Arvan meniduri seorang wanita, dia cukup berpengalaman dalam hal itu. Tapi semalam dia meniduri seorang gadis. Gadis yang melepaskan keperawanannya karena sebuah kontrak yang dia buat. Gadis yang entah masih memiliki perasaan padanya atau tidak. Dan gadis itu adalah gadis sama yang menghancurkan mimpi dan kepercayaannya.Arvan mengepalkan tangannya erat. Sejujurnya dia tidak tahan melihat Amanda yang tidur terlelap begitu. Ingin rasanya dia menyibakkan selimut yang menutupi tubuh indah Amanda dan membuat Amanda meneriakkan kembali namanya seperti semalam. Dia berusaha keras menahan keinginannya untuk menyentuh Amanda.Tadi pagi ketika Arvan bangun dan menemuk
Amanda memperhatikan isi lemari pendingon di apartemen Arvan dengan seksama. Dia sedang bingung memutuskan akan memasak apa. Setelah lama memperhatikan isi lemari pendingin itu dia akhirnya mengambil beberapa jenis sayuran. Sepertinya dia akan membuat tumis dan menggoreng beberapa lauk saja. Dia ingat ketika pertama kali tinggal di apartemen ini dan membuka kulkas dia tidak menemukan apapun yang bisa dimasak. Hanya ada air mineral dan beberapa botol suplemen badan. Amanda sampai geleng kepala melihatnya. Tapi semenjak dia mengeluh akan kondisi itu yang akhirnya membuat Arvan menyempatkan diri untuk berbelanja, lemari pendingin itu mulai sedikit terisi. setidaknya dia tidak akan mati kelaparan bila Arvan bekerja hingga larut. Mengingat hal itu membuat Amanda tersenyum.Hari sudah menjelang malam, Arvan sudah meninggalkan apartemen sejak siang tadi. Dia benar-benar hanya mengantar Amanda ke apartemen kemudian mengambil beberapa barang di kamarnya dan keluar. Sepertinya pertemuan dengan
“kau sudah pulang mas, mau mandi setelah itu kita makan malam," ucap Amanda dengan tersenyum sambil mengambil tas yang ada di tangan Arvan.Arvan terkejut mendengar Amanda memanggilnya dengan sebutan “Mas”. Ini pertama kalinya arvan mendengar panggilan itu, biasanya Amanda hanya akan memanggil namanya. Panggilan yang membuat hatinya sedikit terlonjak senang. Walaupun berusaha dipungkirinya. Dia melepaskan sepatunya dan menatap Amanda yang saat itu hanya mengenakan baju kaos dan celana panjang dengan rambut yang dibiarkan tergerai. Arvan melonggarkan dasi yang dia kenakan dengan kasar. “Aku hanya akan mandi dan tidur. Kamu makanlah sendiri”, ucap Arvan sambil berlalu meninggalkan Amanda menuju kamarnya.“kamu tidak akan makan bersamaku?” Tanya Amanda membuat langkah Arvan terhenti.Arvan memicingkan mata. Memangnya dia pernah berjanji mereka akan makan bersama setelah resmi menikah. Bukankah selama ini juga Amanda terbiasa makan tanpa dirinya. Meskipun lelah, Arvan berusaha tidak terpa
Arvan sedang duduk santai di depan televisi, akan ada pertandingan bola dari tim kebanggaannya malam ini Inggris melawan Jerman. Tentu saja dia menjagokan Inggris. Arvan sudah menunggu Pertandingan ini dengan penuh semangat. Sedangkan Amanda sedang mencuci piring dari makan malam mereka tadi. Tidak banyak yang mereka bicarakan selama makan malam. Arvan ingin menyinggung mengenai kejadian tiga tahun lalu tetapi dia tidak ingin merusak suasana sedangkan Amanda yang penasaran dengan kegiatan Arvan seharian ini. Sempat mengajukan beberapa pertanyaan yang menurut pendengaran Arvan menandakan kesan cemburu. Dan itu membuat Arvan senang.“mau kemana,” Tanya Arvan ketika Amanda hendak melewatinya. Dia segera melompat dari duduknya dan menghalangi Amanda yang akan menuju kamar tidurnya."Tidur. Mas akan begadang? Apa ada sesuatu yang dibutuhkan untuk menemanimu menonton?” Tanya Amanda berusaha biasa saja walaupun masih canggung. Dia menghindari menatap Arvan. Perasaannya masih canggung bila m
Arvan keluar dari kamar mandi dan merasa segar setelah dia membersihkan tubuhnya dan bersiap untuk melakukan rutinitas pagi seperti biasa. Dia mulai menjelajahi isi lemarinya dan memilih baju yang akan dikenakan pagi ini. Sebagai seorang bos dia harus selalu menjaga penampilan agar terlihat rapi namun tidak monoton.Arvan sedang mengenakan pakaiannya sambil melihat pantulan dirinya di cermin saat tanpa sengaja matanya melihat ke arah nakas yang ada di sebelah tempat tidurnya tepat di belakangnya. Di atas nakas terdapat sebuah lampu tidur, sebuah buku catatan dan bingkai foto yang dibiarkan terbalik. Arvan termenung sesaat melihat nakas itu. Matanya tertuju pada bingkai foto yang memang sengaja dibiarkan terbalik.Ada perasaan bimbang bercampur marah yang tiba-tiba muncul. Bingkai itu adalah memori dari kenangannya bersama Amanda yang coba dia singkirkan namun sulit. Hingga akhirnya dia memilih untuk membiarkannya disana namun tidak ingin melihatnya. Entah mengapa dia merindukan kenang
Arvan berjalan menuju ruang kerjanya sambil bersiul. Sesekali dia akan tersenyum pada staf yang dia lewati. Arvan tampak mengernyitkan keningnya ketika tiba di meja sekretarisnya dan dia tidak menemukan Siska di sana. Arvan melihat sekelilingnya sebentar. 'Apa dia tidak masuk? Mungkin Siska mencoba mengabari semalam untuk memberitahukan hal itu? Mungkin dia sedang tidak enak badan,' pikir Arvan kemudian dia membuka pintu ruang kerjanya dan menutupnya.bukannya langsung masuk ke ruangannya. Arvan terdiam dibalik pintu. Tidak dapat berkata ketika melihat Siska sudah duduk santai di sofa sambil melepaskan hampir semua kancing di pakaiannya membuat kedua gunung kembarnya yang hanya ditutupi bra terlihat menyembul. Arvan berusaha menelan salivanya kuat."Apa yang kau lakukan Siska?? Bagaimana jika bukan aku yang masuk?" ucap arvan yang langsung menutup pintu ruangannya. "kamu sudah gila? bagaimana bila orang lain melihatnya," lanjut Arvan terlihat gugup sambil memperhatikan lewat jendela m
Arvan sedang mengadakan meeting bersama para manajer membahas mengenai kinerja bulanan para karyawan. Siska mendampinginya sebagai sekretaris yang mencatat hasil dari rapat itu. Beberapa kali Arvan memergoki Siska tengah menatapnya dengan tatapan menggoda. Arvan berusaha menghindari bertatapan dengan Siska sebisa mungkin. Arvan paham mengapa beberapa perusahaan menerapkan larangan memiliki hubungan lebih dengan rekan kerja karena akan sangat merepotkan bila ada masalah.Rapat berjalan hingga hampir jam makan siang, setelah para manajer mulai meninggalkan ruang rapat satu persatu, dari ujung matanya Arvan dapat melihat Siska tengah memperhatikannya mengharapkan Arvan akan memandangnya."Van,,, kita bisa bicara sebentar. Ada hal penting yang ingin gue bahas," ucap Johan sambil menghampiri Arvan.Arvan menatap Johan dengan sumringah. "Tentu saja. Kita bisa membahasnya sambil makan siang?" ucap Arvan. "Thank's bro.. you save my life," lanjut Arvan lirih sambil menepuk pundak Johan. Johan h