"Dad! Kita keliling kota yuk?"Ivy menarik tangan Ayahnya hendak diajak keliling kota. Sudah cukup lama tidak diajak jalan-jalan jauh, membuat anak itu ingin kembali menikmati suasana kota yang indah dipenuhi oleh lampu hias."Ngapain harus keliling kota Ivy, ini kan sudah malam, besok lagi ya?"Dengan sabar Alvaro memberikan pengertian pada putrinya. Alvaro masih bisa bersikap lembut pada putrinya karena tidak terlalu banyak memberontak, sangat berbeda sekali dengan anak laki-lakinya yang selalu bersikap tegas karena Kenzo sendiri sangat nakal."Besok lagi besok lagi, terus sampai kapan besoknya? Daddy selalu gitu kalau diajak jalan-jalan nggak pernah mau. Aku pengen melihat lampu mainan di kota yang banyak. Kalau di rumah kan nggak ada lampu mainan," gerutu Ivy dengan mencebikkan bibirnya."Daddy itu suka bohong dek. Banyak alasannya doang tapi nggak pernah ditepatin janjinya. Katanya kemarin kalau udah liburan mau diajak jalan-jalan ke mall eh pas weekend malah diajak menginap di ru
Setibanya di rumah, Calista langsung menemui mertuanya yang tengah menonton televisi di ruang keluarga. Setelah mendengar ocehan dari anak laki-lakinya yang mengetahui bahwa suaminya tengah bercanda tawa bersama seorang wanita di cafe, membuatnya kesal dan dia berinisiatif untuk menanyakan langsung kepada mertuanya."Mama aku mau tanya dan jawab dengan jujur. Apa benar tadi Mama sama Kenzo melihat suamiku ada di cafe bersama dengan cewek?"Riana menautkan kedua alisnya saat ditanya oleh menantunya. Ia bahkan hampir melupakan kejadian itu dan kini diingatkan kembali oleh menantunya."Oh iya, Mama hampir lupa mau cerita sama kamu terus ngomong-ngomong kamu dikasih tahu sama siapa kok tahu kalau Alvaro tadi bersama dengan cewek di cafe?" Riana malah bertanya balik pada Calista."Jadi benar, kalau suamiku sudah bermain-main di luar dengan seorang perempuan? Sedangkan aku di rumah mengurus kedua anaknya?"Calista benar-benar kecewa pada suaminya dan juga mertuanya yang sudah sekongkol untu
"Kamu seriusan mau ikut ke kantor yang?" tanya Alvaro menatap Calista yang tengah merias diri di depan cermin riasnya."Ya, iyalah. Aku sekarang mau ikut ke kantor. Aku tadi udah bilang sama Mama sama Papa kalau hari ini aku nggak pergi ke toko," jawab Calista dengan tatapan sinis.Karena perdebatannya malam itu, membuat Calista tidak bisa tenang. Bahkan dia tidak bisa tidur sama sekali, membayangkan suaminya dekat dengan perempuan lain, atau bahkan sampai melakukan hal-hal yang tidak diduganya."Terus bagaimana dengan anak-anak? Apa kita tinggalkan di rumah sama Omanya?"Bukannya ia tidak suka Calista ikut bersamanya ke kantor, tapi masalahnya merawat dua anaknya saja sudah ruwet. Apalagi kalau di kantor bisa acak-acakan kantor karena ulah anak laki-lakinya yang suka membuat keonaran."Ya diajak lah. Ngapain ditinggalin sama Omanya. Apa gunanya mereka punya orang tua, kalau nggak bisa rawat sendiri, selalu ngandelin Omanya terus," bantah Calista.Tidak mau berdebat kembali, Alvaro ha
"Wah! Ternyata kantor Daddy bagus juga ya? Kirain kantornya Daddy kecil kayak rumahnya keong." Kenzo mulai mengoceh saat tiba di lobby kantor.Baru pertama kalinya Alvaro mengajak anak-anaknya datang ke kantor, dan kini mereka menjadi pusat perhatian para pegawainya."Apa kau bilang tadi? Kantornya Daddy mirip rumahnya keong? Kamu itu keongnya. Kecil-kecil cabe rawit," seru Alvaro dengan menyentil hidung anak laki-lakinya.Mereka berempat memasuki lobby dan mendapatkan sambutan hangat dari para karyawan yang ada di dalam kantor itu."Selamat pagi Pak, Bu," ucap beberapa karyawan yang ada di lobby kantor."Pagi," jawab Alvaro dan juga Calista dengan mengulas senyuman tipis."Selamat pagi semuanya, tampan cantik," jawab kenzo dengan selorohnya.Semua karyawan tersenyum dengan menatap gemas anak kecil itu."Astaga, anakmu ini ya? Kenapa bisa jadi seperti ini bibitku," gerutunya. "Sebenarnya unggul nggak sih?" Alvaro bergumam dengan berjalan pelan menatap Kenzo yang melambai-lambaikan ta
"Permisi Pak," ucap seorang perempuan mengetuk pintu ruangan Alvaro.Alvaro menoleh sekilas ke arah pintu, dan beralih menoleh pada istrinya yang duduk di sofa sembari menatap laptopnya yang menyala."Ya, silakan masuk," jawab Alvaro dengan tegas.Seorang wanita muda masuk ke ruangan itu berjalan dengan sopan, dan berakhir berdiri di depan meja kerja Alvaro."Maaf Pak, di luar ada tamu yang ingin bertemu dengan Bapak," ucap wanita itu."Siapa?" tanya Alvaro dengan menautkan kedua alisnya."Kalau itu saya kurang tahu Pak, dia hanya mengatakan kalau sudah mengenali Bapak, dan sedang menjalin kerja sama dengan Bapak. Dia tidak pernah datang kemari Pak, tapi sudah bertemu dengan Bapak sebelumnya," ucap Angeline, sekretaris Alvaro.Alvaro bahkan tidak sedang berjanjian dengan siapapun untuk bertemu. Sedangkan rekan kerjanya tidak hanya satu orang, tapi banyak orang, bahkan dari luar daerah."Baiklah, saya akan temui dia. Suruh tunggu sebentar. Jangan biarkan dia masuk ke sini. Saya tidak
"Ada yang bisa dibantu mbak?" tanya Calista dengan berjalan mendekati seorang wanita yang duduk di ruang tunggu.Wanita itu menoleh dengan kedua alisnya tertaut. "Anda siapa ya mbak? Di mana atasan anda? Saya ingin bertemu dengan atasan anda.""Saya sendiri atasannya, memangnya anda perlu apa dengan saya? Sepertinya saya belum pernah bertemu dengan anda sebelumnya, kenapa anda tiba-tiba saja datang kemari?" tanya Calista membuat wanita yang bernama Vera itu seketika seperti orang cengo'"Apakah mbak serius? Pemilik perusahaan ini? Bukannya ini perusahaan Pak Alvaro?"Agak kecewa saat datang bukan Alvaro yang menyambutnya, tapi perempuan lain."Pak Alvaro itu kan suami saya, jadi intinya saya juga atasan di sini. Ada perlu apa anda mencari suami saya? Apakah suami saya sudah membuat janji dengan anda?" Kembali Calista bertanya dengan tatapan dingin. Dia sangat yakin kalau perempuan itu, memiliki rencana tidak baik untuk keluarganya.Tidak mendapatkan jawaban dari Vera, Calista pun lan
"Puas kamu! Itulah kalau kamu ceroboh suka deketin cewek. Lagian, kamu itu udah tua masih juga kegenitan, mau jadi apa kamu! Belum puas juga sama satu wanita? Nggak malu kamu sama anak kamu? Awas aja kalau sampai aku tahu kamu main-main, jangan panggil aku Calista lagi, aku tidak sudi lagi bareng sama kamu, dan aku, akan meninggalkanmu."Karena geramnya, Calista memberikan ancaman pada suaminya. Selama hampir tiga tahun menemani dalam biduk rumah tangga, kini ada duri duri yang bermunculan di rumah tangga mereka. Calista akan membuang dan membakar duri-duri itu agar tidak menyakitinya. Dia tidak ingin rumah tangganya hancur karena kebodohan saja."Siapa juga yang main-main sama cewek sih, yang! Aku itu nggak pernah main-main sama cewek lain, cuman sama kamu doang waktu itu. Kalau kamu nggak nganterin diri kamu ke aku, aku juga nggak bakalan ngelakuin itu sama kamu. Kamu mabuk, dianterin pulang juga nggak tahu rumahnya, kan waktu itu." Alvaro mengingatkan Calista kembali pada kejadian
"Vera! Ngapain kamu ada di sini?" Alvaro dikejutkan oleh keberadaan Vera yang tiba-tiba saja ada di cafe tempatnya bertemu dengan seorang klien yang dia sendiri belum pernah bertemu sebelumnya. Dia mendapatkan pesan dari sekertarisnya, kalau dirinya diminta untuk datang ke sebuah cafe untuk menemui seseorang yang katanya dari salah satu perusahaan yang tengah bekerja sama dengan perusahaannya. Tidak pernah terlintas di pikirannya kalau dirinya ternyata dikibuli oleh seorang wanita yang sebelumnya diancam oleh Calista."Iya, memang aku yang datang kemari. Aku datang ke sini karena diutus oleh Pak Prayogo untuk mewakili meneruskan kerjasama antar perusahaan kita. Jadi di sini intinya aku datang kemari untuk alasan yang pertama, ingin melanjutkan kerjasama dengan kamu, dan yang kedua Aku ingin bertemu dengan kamu secara pribadi."Tanpa merasa malu, Vera langsung menyatakan bahwa dirinya ingin menemui Alvaro secara pribadi dan itu membuat Alvaro tersenyum iris."Hah! Apa kau bilang? Kamu