" Nama aslinya, Ricard Brayen, dia seorang pengawal pribadi."
" Pak Lucas, jika dia seorang pengawal pribadi kenapa dia selalu menjemput Louisa? Apa jangan-jangan Louisa sengaja ingin ada seoran pengawal," ucap Marco yang penasaran.
" Ricard Brayen bekerja dengan seseorang bernama Arthur Barnet, dia seorang konglomerat," jawab Detective Lucas.
" Jadi Ricard di tugaskan oleh bosnya Arthur Barnet, untuk menjadi pengawal Nona Louisa," ucap rekan Detective Lucas.
" Ricard Brayen bekerja dengan seseorang bernama Arthur Barnet, dia seorang konglomerat," jawab salah satu Detective.
" Kalau begitu, kenapa Ricard harus menggunakan nama Robert, jika dia bekerja dengan seorang konglomerat?" Pertanyaan Roni itu membuat kedua Detective terus saling lirik.
Detective itu mengatakan mereka tidak tahu pasti alasan Ricard menggunakan nama Robert, mereka hanya menebak hal itu dilakukannya, mungkin Ricard tidak ingin ada yang tahu dengan masa lalunya.
Du
Bab 24. Sebuah Ilusi Marco menarik kera baju Roni, dalam hitungan detik pemuda itu mendaratkan pukulannnya ke muka Roni. Buuukkkk.. Pukulan itu terasa begitu nyata yang membuat Roni menaruh kedua tangan di pipinya, dia menelan ludahnya berkali-kali yang membuat suara dentuman dari tenggorokannya terdengar begitu keras. Marco heran melihat tingkah Roni yang aneh, dia memanggil nama Roni sambil menepuk-nepuk bahu sepupunya itu. Suara Marco yang masuk kegendang telinganya membuatnya terbangun dari khayalannya, ternyata pukulan dari Marco itu hanya sebuah ilusi semata. Roni yang tahu suasana hati Marco yang buruk, serta ekspresi mukanya yang sangat dingin telah membuat Roni membayangkan sesuatu yang buruk akan terjadi padanya jika dia berbicara yang dapat memancing amarah sepupunya itu. Jika itu terjadi bukan tidak mungkin Marco akan memukulnya, seperti di malam dia berkelahi dengan orang yang bernama Robert. Padahal Marco belum tahu wajah
Sinta yang mendengar penjelasan Peter mengenai si kakek yang mengalami amnesia, dia berpikir kalau itu adalah cara Tuhan untuk memberinya seorang kakek.Sinta sejak kecil tidak pernah mengetahui atau merasakan kasih sayang dari seorang kakek, dan sekarang dia bisa melihat sosok seorang kakek meskipun bukan kakek kandungnya gadis itu merasa sangat bahagia." Aku tidak akan meninggalkan kakek ini sendirian," gumamnya dalam hati.Sinta berpikir dimana dia akan merawat si kakek jika si kakek sudah keluar dari rumah sakit, bibinya pasti tidak akan mengizinkan kakek itu tinggal bersama mereka.Belum lagi Sinta harus mencari uang lebih untuk membayar biaya si kakek selama dirawat di rumah sakit, gadis itu juga mencari kerja di tempat lain agar dia mendapat uang tambahan." Sin, kira-kira kakek ini kita panggil nama apa ya?" ucap Peter setelah memeriksa keadaan si kakek.Suara Peter seketika membangunkan Sinta dari lamunannya, dia tidak mendengar ap
Sinta hanya memaku memandang kepergian Peter yang sangat terburu-buru, Dokter muda itu bahkan tidak menoleh dirinya. Sinta berjalan keluar dari area restoran itu, dia memperhatikan ternyata restoran itu terletak cukup jauh dari rumahnya.Gadis itu berjalan menyeberangi jalan melewati keramaian yang lalu lalang di depannya, dia mengambil ponselnya yang dari tadi terus bergetar.Sebuah panggilan masuk dari Aldi, teman Sinta yang satu ini terus memberikan perhatian kepada Sinta. Tapi, Sinta yang merasa sikap Aldi sebagai teman terlalu berlebihan.Gadis itu memutuskan untuk mengabaikan telepon dari Aldi, dia bisa menebak jika Aldi akan menawarkan dirinya untuk mengantar Sinta pulang kerumah. Sinta ingin menaruh kembali ponselnya ke dalam tas, namun sebuah pesan masuk.Ting ...{ Sint, besok kan restoran kita tutup. Kita ketemuan di tempat biasa ya😬.}{ Besok aku harus nemenin kakek di rumah sakit, Luna.🙏}{ Nemenin kak
" What?"" Dia tidak pernah menanyakan, Lun. Dan, aku malu untuk meminta nomor ponselnya."Luna hampir tidak percaya mendengar perkataan Sinta jika mereka berdua tidak mengetahui nomor masing-masing. Selama ini Luna sering melihat Sinta sering menerima telepon dari seseorang, dia beranggapan pasti Peter yang menelepon Sinta." Sebenarnya, Lun. Aku tidak yakin kalau dia ingin menyatakan perasaannya padaku." Sinta menghela napasnya." Kalau begitu kamu yang harus menyatakan perasaan kamu padanya," ucap Luna sambil memegang tangan Sinta." Tidak ah, Lun. Mana ada cewek duluan yang mengungkapkan perasaannya. Lun, bagaimana kalau ini hanya cinta sepihakku saja," lanjut Sinta lagi." Jangan begitu, Sint, kita belum tahu. Lagi pula ini sudah abad ke 21, Sint. Cewek atau cowok duluan menyatakan cinta itu sama aja, Peter juga lama di luar negeri dia pasti biasa mendengar para wanita duluan yang menyatakan cintanya."Sinta tidak menanggap
Lalu, siapa yang menelepon Peter kemarin malam. Pikiran Sinta tak menentu dia cemas dan khawatir jika telah terjadi sesuatu hal yang buruk menimpa Peter.Sinta terus memikirkan Peter dia ingin tahu keadaan Peter, tapi bagaimana caranya dia sendiri tidak tahu nomor rumah atau ponsel Dokter muda itu." Bodoh, bodoh, kenapa aku tidak pernah menanyakan nomor handphonenya," gumamnya dalam hati.Lamunannya segera memudar ketika Luna memanggil namanya, sahabatnya itu memberitahu Sinta jika si kakek sudah selesai makan siangnya." Sint, bentar lagi suster kesini ngecek kesehatan kakek, kita makan di restoran yang tidak jauh dari rumah sakit ini." Sahabatnya itu mengelus-elus perutnya yang sudah berbunyi.Sinta melihat jam di dinding ruang itu yang telah menunjukkan jam dua siang. Meski pun, Sinta tidak berselira makan tapi melihat Luna yang telah lapar dia pun mengiyakan ajakan sahabatnya itu.Tidak berapa lama, seorang suster datang men
Sinta mencari kartu identitas laki-laki itu tidak butuh waktu yang lama dia menemukan apa yang dia cari."Roni Wilantara Chan." Sinta menyebutkan nama yang tertera di kartu nama yang ditemukannya.Sinta menunjukkan sebuah kartu nama dari perusahaan King Mansion Grup atas nama Roni Wilantara Chan kepada Luna, dia menyuruh Luna untuk segera menghubungi nomor yang tertera di kartu nama itu.Luna mengamati kartu nama perusahaan itu, dia sepertinya sudah tidak asing mendengar nama perusahaan King Mansion Grup.Beberapa menit kemudian dia ingat nama perusahaan itu, sebuah perusahaan yang selalu menjadi tranding pertama di majalah sebagai perusahaan terbesar edisi tahun ini yang memiliki cabang di luar negeri." Luna, cepat telep
Siang itu sang mentari tampak cemberut, bermuram durja. Sang mentari yang tadinya tampil gagah perkasa, pelan-pelan bersembunyi di balik awan yang mulai berubah menjadi gelap.Hujan pun turun lebat, tak terelakkan. Membasahi bumi yang tampak gersang seperti bunga yang tak terawat, dibiarkan mengering begitu saja.Di dalam restoran, Sinta dan Luna serta rekan-rekan kerjanya masih sibuk melayani pengunjung yang datang. Hujan yang deras membuat para pengunjung makin betah berlama-lamaan menikmati menu makanan mereka, rasanya mereka enggan beranjak dari tempat duduknya." Lun, sepertinya pengunjungnya makin rame mungkin hari ini kita tidak bisa datang ke rumah sakit," ucap Sinta setengah berbisik kepada Luna." Iya, Sint. Tumben ya hari ini pengunjung restoran kita terus berdatangan, tapi nanti aku coba izin sama Ayah."Sinta hanya mengangguk pelan, lalu dia berlalu dari hadapan Luna. Mereka berdua melanjutkan pekerjaan masing-masing, yang mana Luna be
Marco hanya tertunduk mendengar kata-kata Roni itu, dia beranjak dari tempat duduknya. Pemuda itu melihat keluar gedung rumah sakit dengan pandangan yang hampa.
" Kalau tidak salah, bukannya kamu ya, yang mendapatkan buket bunga tadi?" tanya Anna kepada Sinta.Sinta tidak menyangka jika Anna masih mengenali wajahnya, padahal Anna hanya melihat dirinya sekilas. Lalu, dia pergi meninggalkan panggung tempat mereka melemparkan buket bunga dengan mengandeng mesra tangan suaminya.Sinta mendapatkan buket bunga itu secara tak sengaja, banyaknya para tamu khususnya para wanita yang berdesak-desakan untuk mendapatkan bunga itu, membuat tubuh Sinta ikut terbawa kesana-kemari. Akan tetapi, keberuntungan sedang menghampiri Sinta, buket bunga yang direbutkan itu tiba-tiba jatuh ke tangannya.Gadis itu pun berjalan keluar, dia berniat kembali ke tempat di mana orang-orang yang membawa Kakek Lau memintanya untuk menunggu mereka.Dengan membawa buket bunga di tangannya, pikirannya berkecamuk dengan peristiwa-peristiwa yang baru dialaminya.Dia tidak pernah menduga jika dirinya akan melihat pernikahan Marco, pemuda yang selama ini selalu membuatnya jengkel s
" Marc, kamu sudah pernah melihat mereka, 'kan? Salah satu di antara mereka akan menjadi adik iparmu. Coba kamu tebak yang mana!"Mendengar permintaan Roni yang menyuruhnya menebak yang mana di antara kedua gadis itu yang merupakan kekasih Roni, Marco pura-pura tidak tahu dan dia meminta Roni untuk langsung menunjukkan yang mana calon adik iparnya.Dari jarak kurang dari dua meter, segerombolan wanita yang sedang berbincang dengan pengantin wanita, mereka melihat kearah Marco yang sedang berbicara dengan Roni serta kedua gadis yang tampak asing di mata Anna." Ann, suamimu sedang berbicara dengan siapa?" tanya seorang teman Anna. Seketika itu juga Anna langsung menoleh kearah Marco." Yang pria itu, Roni, adik sepupu Marco. Tapi, aku tidak kenal dengan kedua gadis itu."" Kamu harus ke sana, Anna. Mereka sepertinya sudah saling kenal, lihat saja mereka berbicara dengan begitu akrab," ucap teman Anna yang lain.Anna dengan dua orang temannya berjalan mendekati Marco yang sedang berbica
Anna dan Marco akan melempar bunga buket tersebut kepada tamu undangan dengan posisi membelakangi para tamu. Lalu dengan beberapa hitungan, buket bunga itu pun akan menjadi rebutan para tamu undangan.Satu, dua, tiga..Sorak para tamu yang menginginkan buket bunga itu jatuh ke tangan mereka terdengar riuh, dan menggema. Lalu, semua mata tamu undangan melihat kearah sosok yang mendapatkan buket bunga itu.Tak terkecuali sepasang pengantin yang baru mengikrarkan janji suci pernikahan mereka, buket bunga yang jadi rebutan itu jatuh ke tangan seorang wanita." Kamu beruntung bisa mendapatkan buket bunga ini, selamat ya!" ucap salah seorang tamu wanita yang juga berharap buket bunga itu jatuh ke tangannya." Selamat ya, semoga kamu cepat segera menyusul," ucap Anna yang tersenyum kearah wanita yang mendapatkan buket bunganya.Anna mengandeng erat tangan Marco, dia ingin memperlihatkan kepada orang-orang betapa beruntung dan bahagia dirinya.Sementara Marco, dia memandang wanita itu tanpa b
Luna bukannya tidak mengizinkan Sinta bekerja sesuai dengan pengalamannya, tapi dia tahu tidak mudah mendapatkan pekerjaan baru.Dan, Luna sangat paham watak ayahnya, jika pegawainya sudah memilih untuk keluar dari restoran mereka, ayahnya tidak akan pernah mau menerima pegawainya itu kembali bekerja dengannya.Tapi, Sinta yang sudah bulat dengan keputusan yakin tidak akan menyesali keputusannya tersebut." Aku pasti akan mendapat pekerjaan di tempat lain," gumam Sinta.Di sebuah ruangan, tepatnya sebuah kamar di rumah sakit, seorang pria yang sudah lanjut usia sedang duduk di tempat tidurnya, matanya menatap kesebuah layar televisi.Pria itu menatap ke layar televisi dengan sekali-kali bergumam sendiri, di sampingnya berdiri seorang pria lainnya. Pria itu terlihat lebih muda, mungkin umurnya berkisaran lima puluhan keatas, dia terlihat rapi dengan setelan jasnya." Mereka mau menikahkan anaknya tanpa peduli orang tuanya ada di mana," gumamnya lagi." Pak Alex, apa benar katamu tadi,
Kedua pemuda itu saling berjabat tangan. Ini kali pertama Peter melihat laki-laki yang dipilih dan dicintai oleh wanita yang dicintainya, Anna. Peter bisa merasakan jika Anna sangat mencintai Marco, sementara Marco terlihat biasa-biasa saja. Tapi, Peter tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa mendoakan Anna akan bahagia bersama pria yang dicintainya dan berharap Marco akan mencintai Anna dengan sepenuh hatinya.Peter memperhatikan Marco dengan seksama, dia pun merasa tidak asing dengan calon suami Anna tersebut." Sepertinya kita pernah bertemu," ucap Peter." Oh ya, di mana? aku lupa," jawab Marco pura-pura lupa." Di kantor polisi."" Sayang, kenapa kamu ke kantor polisi? tanya Anna yang penasaran." Anna, mungkin aku salah orang. Hmm, karena Marco sudah ada di sini, aku pulang dulu ya, Anna."" Kenapa harus buru-buru, tidak apa-apa. Kalian bisa melanjutkan obrolan kalian. Lagi pula, aku harus pergi masih ada pekerjaan yang harus aku kerjakan," ucap Marco." Anna, sudah lama men
Senja kala itu sudah menampakkan warna kemerah-merahan, sungguh indah di pandang mata. Sinta terus memandang kearah senja yang indah, dia menikmati keindahan yang diciptakan oleh sang Maha Agung.Sementara itu Marco yang melihat Sinta begitu menikmati senja yang terlihat jelas nan indah, dia pun ikut memandang detik-detik senja yang sebentar lagi akan hilang.Sekali-kali pemuda itu menoleh kearah Sinta, dia menatap lekat kearah gadis itu. Dia yakin jika dugaannya selama ini salah, Sinta bukan wanita jahat yang ingin memanfaatkan para pria kaya." Sint, kamu sudah yakin untuk menarik membatalkan laporan mu tentang penguntitan yang dilakukan oleh temanmu itu?" tanya Marco." Iya, Tuan, aku sudah yakin. Aku memberinya kesempatan untuk memperbaiki dirinya, lagi pula jika Aldi di dalam sel penjara siapa yang akan merawat orang tuanya serta membantu biasa sekolah adiknya. Dia sudah minta maaf dan dia sudah berjanji akan mencari pekerjaan di kota lain." Aku harap dia menepati janjinya kepad
Di saat Peter datang menghampirinya, dan meminta maaf karena dia tidak bisa pergi bersama Sinta. Di saat itulah, rasa cemburu, marah, dan kecewa merasuk ke dalam hati gadis itu. Dia ingin mengatakan isi hatinya, tapi saat itu mulut Sinta terkunci yang ada hanya rona wajahnya memerah.Gadis itu tidak bisa memungkiri hatinya merasa sakit dan kecewa di saat Peter selalu meninggalkannya hanya demi Anna. Dia ingin melarang Peter untuk tetap bersamanya, tapi dia tidak punya hak melakukan itu karena status mereka sebatas teman biasa." Aku tahu, kamu lebih lama mengenal Anna. Tapi, apa posisi Anna di hatimu tidak bisa digantikan oleh orang lain?" gumam Sinta.Ting ...Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Sinta, dia pun mengambil ponselnya yang ditaruhnya di dalam tasnya. Sebuah pesan dari nomor yang belum di save nya ke dalam kontak ponselnya, pesan itu bisa dibacanya dari layar atas ponselnya.Sinta yang penasaran dengan isi keseluruhan pesan dari nomor tanpa nama, dia pun membuka dan membaca
Sinta yang baru masuk ke dalam kamar 028, dia melihat si kakek menatapnya tajam. Tatapan itu sendiri menunjukkan jika dia tidak menyukai melihat sosok gadis yang berdiri tepat di hadapannya saat ini. Gadis itu berdiri dengan memegang tampan yang berisi makanan, dia meletakkan nampan itu ke atas meja lalu dia menaruh tas selempangnya di atas sofa yang berada di kamar VIV itu." Kamu siapa? Kenapa kamu yang membawa makanan itu lagi?" tanya si kakek." Namaku Sinta, Kek. Aku yang bertugas menghantarkan makanan ini untuk Kakek," ucap Sinta lalu meletakkan nasi serta lauknya di atas meja kecil yang ditaruh di ranjang pasien." Kakek katamu? Siapa kamu yang beraninya memanggil aku dengan sebutan Kakek. Kamu tidak tahu siapa aku, Hah!"" Aku Sinta, Kek. Kakek Lau lupa ya dengan nama itu," ucap Sinta dengan tenang." Itu bukan namaku. Aku juga tidak mengenal kamu, jangan sekali-kali memanggil ku dengan sebutan Kakek Lau. Panggil aku dengan sebutan Tuan Besar Chan," ucapnya dengan nada tegas d
Melihat Sinta yang begitu keras kepala, akhirnya Luna mengalah. Luna tidak akan pergi menjenguk si kakek di jam kerjanya, tapi dia akan mengantar Sinta ke rumah sakit setelah itu dia kembali ke restorannya.Selama di perjalanan menuju rumah sakit kedua gadis itu tidak bicara satu sama lain, Luna fokus menyetir mobilnya sementara Sinta membuka pesan-pesan yang belum sempat dibacanya.Sesampainya di rumah sakit, Sinta langsung berjalan menuju kamar yang dihuni oleh Kakek Lau. Sementara Luna berangkat kerja seperti yang dikehendaki oleh Sinta, dia pun melaju dengan cepat meninggalkan rumah sakit itu.Sinta heran melihat kamar yang dihuni oleh Kakek Lau telah di tempati oleh orang lain, dia pun bertanya kepada salah seorang Suster yang pernah merawat Kakek bersama Dokter Peter." Kakek itu! Nona bukannya yang membawa Beliau pertama kali ke rumah sakit ini, kan? Hmm, kemarin sore Beliau dipindahkan keruang VIV. Beliau memaksa untuk ditempatkan diruang yang paling bagus di rumah sakit ini,