Lalu, siapa yang menelepon Peter kemarin malam. Pikiran Sinta tak menentu dia cemas dan khawatir jika telah terjadi sesuatu hal yang buruk menimpa Peter.
Sinta terus memikirkan Peter dia ingin tahu keadaan Peter, tapi bagaimana caranya dia sendiri tidak tahu nomor rumah atau ponsel Dokter muda itu." Bodoh, bodoh, kenapa aku tidak pernah menanyakan nomor handphonenya," gumamnya dalam hati.
Lamunannya segera memudar ketika Luna memanggil namanya, sahabatnya itu memberitahu Sinta jika si kakek sudah selesai makan siangnya.
" Sint, bentar lagi suster kesini ngecek kesehatan kakek, kita makan di restoran yang tidak jauh dari rumah sakit ini." Sahabatnya itu mengelus-elus perutnya yang sudah berbunyi.
Sinta melihat jam di dinding ruang itu yang telah menunjukkan jam dua siang. Meski pun, Sinta tidak berselira makan tapi melihat Luna yang telah lapar dia pun mengiyakan ajakan sahabatnya itu.
Tidak berapa lama, seorang suster datang men
Sinta mencari kartu identitas laki-laki itu tidak butuh waktu yang lama dia menemukan apa yang dia cari."Roni Wilantara Chan." Sinta menyebutkan nama yang tertera di kartu nama yang ditemukannya.Sinta menunjukkan sebuah kartu nama dari perusahaan King Mansion Grup atas nama Roni Wilantara Chan kepada Luna, dia menyuruh Luna untuk segera menghubungi nomor yang tertera di kartu nama itu.Luna mengamati kartu nama perusahaan itu, dia sepertinya sudah tidak asing mendengar nama perusahaan King Mansion Grup.Beberapa menit kemudian dia ingat nama perusahaan itu, sebuah perusahaan yang selalu menjadi tranding pertama di majalah sebagai perusahaan terbesar edisi tahun ini yang memiliki cabang di luar negeri." Luna, cepat telep
Siang itu sang mentari tampak cemberut, bermuram durja. Sang mentari yang tadinya tampil gagah perkasa, pelan-pelan bersembunyi di balik awan yang mulai berubah menjadi gelap.Hujan pun turun lebat, tak terelakkan. Membasahi bumi yang tampak gersang seperti bunga yang tak terawat, dibiarkan mengering begitu saja.Di dalam restoran, Sinta dan Luna serta rekan-rekan kerjanya masih sibuk melayani pengunjung yang datang. Hujan yang deras membuat para pengunjung makin betah berlama-lamaan menikmati menu makanan mereka, rasanya mereka enggan beranjak dari tempat duduknya." Lun, sepertinya pengunjungnya makin rame mungkin hari ini kita tidak bisa datang ke rumah sakit," ucap Sinta setengah berbisik kepada Luna." Iya, Sint. Tumben ya hari ini pengunjung restoran kita terus berdatangan, tapi nanti aku coba izin sama Ayah."Sinta hanya mengangguk pelan, lalu dia berlalu dari hadapan Luna. Mereka berdua melanjutkan pekerjaan masing-masing, yang mana Luna be
Marco hanya tertunduk mendengar kata-kata Roni itu, dia beranjak dari tempat duduknya. Pemuda itu melihat keluar gedung rumah sakit dengan pandangan yang hampa.
Marco meminta maaf atas tindakan cerobohnya kepada Detektive Lucas, sang detektive pun memaklumi tindakan Marco tersebut.Mereka berempat mengatur sebuah strategi yang jitu agar rencana mereka berhasil, dengan menggabungkan hasil diskusi sebelumnya mereka pun sepakat untuk tidak menunda rencana tersebut.Sesuai dengan rencana yang telah mereka susun agar Marco bisa berbicara dengan Louisa tanpa diketahui oleh siapa pun, maka Roni dan Jons akan berus
Roni dan adik Maggie yang akan memperhatikan Ricard, sementara tugas Maggie mengajak Louisa ke suatu tempat yang mana Marco menunggu kedatangannya.Maggie setuju dengan rencana Detective Lucas dia dengan senang hati membantu Marco agar bisa bertemu lagi dengan Louisa. Tentu saja, Maggie bahagia jika kedua sahabatnya itu bisa kembali bersama seperti dulu.Maggie mengatakan syarat yang diharuskan tamu yang datang ke resepsi pernikahan, yaitu menggunakan setelan jas, dia melirik Roni yang kalah itu hanya memakai kaos.Detective Lucas yang mengerti maksud Maggie dengan cepat dia melepas jas yang dipakainya, lalu menyuruh Roni untuk memakainya." Lebih baik kita segera masuk, acaranya akan segera dimulai," ucapnya melihat jam di ponselnya." Let's go," ucap Roni yang telah memakai jas Detective Lucas yang pas di badannya.Mereka pun masuk ke gedung resepsi itu tanpa mengalami hambatan, sementara kedua detective itu akan menunggu di dalam mo
" Louisa, ini aku." Louisa terdiam mendengar suara itu, suara yang sungguh familiar di telinganya. Suara yang selalu menyapa di pagi harinya, suara yang dirindukannya. Jantungnya berdetak kencang, aliran darahnya mengalir deras menjalar di setiap nadi-nadinya. Louisa membalikkan badannya, matanya menatap sesosok tubuh kekar dengan rupa yang rupawan. " Marco ..." ucapnya lirih. " Iya Louisa, lama tidak berjumpa" Keempat mata itu saling menatap satu sama lain, tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut mereka. Tatapan itu seolah-olah telah menyampaikan segala ungkapan yang ada di hati mereka, Marco berjalan lebih dekat lagi dengan Louisa. Pemuda itu memeluk tubuh Louisa dalam dekapan tubuhnya yang berotot, gadis itu tak kuasa untuk menolak pelukan hangat darinya. " Aku sangat merindukanmu, Louisa." Bisiknya di daun telinga gadis itu. Marco secara pelan-pelan melonggarkan pelukannya, dia menatap Louisa da
" Louisa, batalkan pernikahan itu dan menikahlah dengan-ku?"Louisa menatap Marco dengan butiran bening yang mengenang di matanya, dia melepaskan tangan Marco yang sedari tadi terus menggenggam erat tangannya.Louisa mengatakan jika dia tidak bisa membatalkan pernikahan dengan Arthur, kalimat penolakan itu seperti sebuah belati tajam yang mengiris-iris hati pemuda itu.Louisa mengerti apa yang dirasakan oleh Marco karena itu dia menjelaskan alasannya yang tidak bisa membatalkan pernikahannya dengan Arthur Barnet." Keluargaku berhutang budi dengannya."" Apa yang telah dia lakukan sehingga kamu dan keluargamu berhutang budi dengannya."Louisa memalingkan mukanya, hatinya sungguh tak sanggup melihat kesedihan yang terpancar di mata orang yang dikasihinya itu.Dia menjelaskan lebih lanjut, ketika Marco mengajaknya ikut bersamanya ke Indonesia untuk mengelola perusahaan keluarganya.Kala itu Louisa setuju ikut bersamanya, ta
Arthur pun segera pergi setelah melamar Louisa kepada orang tuanya, dia sudah tahu jawaban yang akan diterimanya nanti. Arthur seseorang yang sangat percaya diri dan penuh pertimbangan, dia yang telah banyak membantu keluarga Harshel tentu saja keluarga itu akan merasa berhutang budi kepadanya.Lagi pula, Ibu Louisa sangat senang ketika Arthur melamar putrinya. Bagi sang ibu, selain Arthur orang yang kaya raya, dia juga merupakan anak dari sahabat baiknya." Orang tua mana yang tidak menginginkan menantu seperti Arthur, dia sudah tampan, cerdas dan seorang konglomerat," ucap ibu Louisa yang membanggakan Arthur dih
" Kalau tidak salah, bukannya kamu ya, yang mendapatkan buket bunga tadi?" tanya Anna kepada Sinta.Sinta tidak menyangka jika Anna masih mengenali wajahnya, padahal Anna hanya melihat dirinya sekilas. Lalu, dia pergi meninggalkan panggung tempat mereka melemparkan buket bunga dengan mengandeng mesra tangan suaminya.Sinta mendapatkan buket bunga itu secara tak sengaja, banyaknya para tamu khususnya para wanita yang berdesak-desakan untuk mendapatkan bunga itu, membuat tubuh Sinta ikut terbawa kesana-kemari. Akan tetapi, keberuntungan sedang menghampiri Sinta, buket bunga yang direbutkan itu tiba-tiba jatuh ke tangannya.Gadis itu pun berjalan keluar, dia berniat kembali ke tempat di mana orang-orang yang membawa Kakek Lau memintanya untuk menunggu mereka.Dengan membawa buket bunga di tangannya, pikirannya berkecamuk dengan peristiwa-peristiwa yang baru dialaminya.Dia tidak pernah menduga jika dirinya akan melihat pernikahan Marco, pemuda yang selama ini selalu membuatnya jengkel s
" Marc, kamu sudah pernah melihat mereka, 'kan? Salah satu di antara mereka akan menjadi adik iparmu. Coba kamu tebak yang mana!"Mendengar permintaan Roni yang menyuruhnya menebak yang mana di antara kedua gadis itu yang merupakan kekasih Roni, Marco pura-pura tidak tahu dan dia meminta Roni untuk langsung menunjukkan yang mana calon adik iparnya.Dari jarak kurang dari dua meter, segerombolan wanita yang sedang berbincang dengan pengantin wanita, mereka melihat kearah Marco yang sedang berbicara dengan Roni serta kedua gadis yang tampak asing di mata Anna." Ann, suamimu sedang berbicara dengan siapa?" tanya seorang teman Anna. Seketika itu juga Anna langsung menoleh kearah Marco." Yang pria itu, Roni, adik sepupu Marco. Tapi, aku tidak kenal dengan kedua gadis itu."" Kamu harus ke sana, Anna. Mereka sepertinya sudah saling kenal, lihat saja mereka berbicara dengan begitu akrab," ucap teman Anna yang lain.Anna dengan dua orang temannya berjalan mendekati Marco yang sedang berbica
Anna dan Marco akan melempar bunga buket tersebut kepada tamu undangan dengan posisi membelakangi para tamu. Lalu dengan beberapa hitungan, buket bunga itu pun akan menjadi rebutan para tamu undangan.Satu, dua, tiga..Sorak para tamu yang menginginkan buket bunga itu jatuh ke tangan mereka terdengar riuh, dan menggema. Lalu, semua mata tamu undangan melihat kearah sosok yang mendapatkan buket bunga itu.Tak terkecuali sepasang pengantin yang baru mengikrarkan janji suci pernikahan mereka, buket bunga yang jadi rebutan itu jatuh ke tangan seorang wanita." Kamu beruntung bisa mendapatkan buket bunga ini, selamat ya!" ucap salah seorang tamu wanita yang juga berharap buket bunga itu jatuh ke tangannya." Selamat ya, semoga kamu cepat segera menyusul," ucap Anna yang tersenyum kearah wanita yang mendapatkan buket bunganya.Anna mengandeng erat tangan Marco, dia ingin memperlihatkan kepada orang-orang betapa beruntung dan bahagia dirinya.Sementara Marco, dia memandang wanita itu tanpa b
Luna bukannya tidak mengizinkan Sinta bekerja sesuai dengan pengalamannya, tapi dia tahu tidak mudah mendapatkan pekerjaan baru.Dan, Luna sangat paham watak ayahnya, jika pegawainya sudah memilih untuk keluar dari restoran mereka, ayahnya tidak akan pernah mau menerima pegawainya itu kembali bekerja dengannya.Tapi, Sinta yang sudah bulat dengan keputusan yakin tidak akan menyesali keputusannya tersebut." Aku pasti akan mendapat pekerjaan di tempat lain," gumam Sinta.Di sebuah ruangan, tepatnya sebuah kamar di rumah sakit, seorang pria yang sudah lanjut usia sedang duduk di tempat tidurnya, matanya menatap kesebuah layar televisi.Pria itu menatap ke layar televisi dengan sekali-kali bergumam sendiri, di sampingnya berdiri seorang pria lainnya. Pria itu terlihat lebih muda, mungkin umurnya berkisaran lima puluhan keatas, dia terlihat rapi dengan setelan jasnya." Mereka mau menikahkan anaknya tanpa peduli orang tuanya ada di mana," gumamnya lagi." Pak Alex, apa benar katamu tadi,
Kedua pemuda itu saling berjabat tangan. Ini kali pertama Peter melihat laki-laki yang dipilih dan dicintai oleh wanita yang dicintainya, Anna. Peter bisa merasakan jika Anna sangat mencintai Marco, sementara Marco terlihat biasa-biasa saja. Tapi, Peter tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa mendoakan Anna akan bahagia bersama pria yang dicintainya dan berharap Marco akan mencintai Anna dengan sepenuh hatinya.Peter memperhatikan Marco dengan seksama, dia pun merasa tidak asing dengan calon suami Anna tersebut." Sepertinya kita pernah bertemu," ucap Peter." Oh ya, di mana? aku lupa," jawab Marco pura-pura lupa." Di kantor polisi."" Sayang, kenapa kamu ke kantor polisi? tanya Anna yang penasaran." Anna, mungkin aku salah orang. Hmm, karena Marco sudah ada di sini, aku pulang dulu ya, Anna."" Kenapa harus buru-buru, tidak apa-apa. Kalian bisa melanjutkan obrolan kalian. Lagi pula, aku harus pergi masih ada pekerjaan yang harus aku kerjakan," ucap Marco." Anna, sudah lama men
Senja kala itu sudah menampakkan warna kemerah-merahan, sungguh indah di pandang mata. Sinta terus memandang kearah senja yang indah, dia menikmati keindahan yang diciptakan oleh sang Maha Agung.Sementara itu Marco yang melihat Sinta begitu menikmati senja yang terlihat jelas nan indah, dia pun ikut memandang detik-detik senja yang sebentar lagi akan hilang.Sekali-kali pemuda itu menoleh kearah Sinta, dia menatap lekat kearah gadis itu. Dia yakin jika dugaannya selama ini salah, Sinta bukan wanita jahat yang ingin memanfaatkan para pria kaya." Sint, kamu sudah yakin untuk menarik membatalkan laporan mu tentang penguntitan yang dilakukan oleh temanmu itu?" tanya Marco." Iya, Tuan, aku sudah yakin. Aku memberinya kesempatan untuk memperbaiki dirinya, lagi pula jika Aldi di dalam sel penjara siapa yang akan merawat orang tuanya serta membantu biasa sekolah adiknya. Dia sudah minta maaf dan dia sudah berjanji akan mencari pekerjaan di kota lain." Aku harap dia menepati janjinya kepad
Di saat Peter datang menghampirinya, dan meminta maaf karena dia tidak bisa pergi bersama Sinta. Di saat itulah, rasa cemburu, marah, dan kecewa merasuk ke dalam hati gadis itu. Dia ingin mengatakan isi hatinya, tapi saat itu mulut Sinta terkunci yang ada hanya rona wajahnya memerah.Gadis itu tidak bisa memungkiri hatinya merasa sakit dan kecewa di saat Peter selalu meninggalkannya hanya demi Anna. Dia ingin melarang Peter untuk tetap bersamanya, tapi dia tidak punya hak melakukan itu karena status mereka sebatas teman biasa." Aku tahu, kamu lebih lama mengenal Anna. Tapi, apa posisi Anna di hatimu tidak bisa digantikan oleh orang lain?" gumam Sinta.Ting ...Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Sinta, dia pun mengambil ponselnya yang ditaruhnya di dalam tasnya. Sebuah pesan dari nomor yang belum di save nya ke dalam kontak ponselnya, pesan itu bisa dibacanya dari layar atas ponselnya.Sinta yang penasaran dengan isi keseluruhan pesan dari nomor tanpa nama, dia pun membuka dan membaca
Sinta yang baru masuk ke dalam kamar 028, dia melihat si kakek menatapnya tajam. Tatapan itu sendiri menunjukkan jika dia tidak menyukai melihat sosok gadis yang berdiri tepat di hadapannya saat ini. Gadis itu berdiri dengan memegang tampan yang berisi makanan, dia meletakkan nampan itu ke atas meja lalu dia menaruh tas selempangnya di atas sofa yang berada di kamar VIV itu." Kamu siapa? Kenapa kamu yang membawa makanan itu lagi?" tanya si kakek." Namaku Sinta, Kek. Aku yang bertugas menghantarkan makanan ini untuk Kakek," ucap Sinta lalu meletakkan nasi serta lauknya di atas meja kecil yang ditaruh di ranjang pasien." Kakek katamu? Siapa kamu yang beraninya memanggil aku dengan sebutan Kakek. Kamu tidak tahu siapa aku, Hah!"" Aku Sinta, Kek. Kakek Lau lupa ya dengan nama itu," ucap Sinta dengan tenang." Itu bukan namaku. Aku juga tidak mengenal kamu, jangan sekali-kali memanggil ku dengan sebutan Kakek Lau. Panggil aku dengan sebutan Tuan Besar Chan," ucapnya dengan nada tegas d
Melihat Sinta yang begitu keras kepala, akhirnya Luna mengalah. Luna tidak akan pergi menjenguk si kakek di jam kerjanya, tapi dia akan mengantar Sinta ke rumah sakit setelah itu dia kembali ke restorannya.Selama di perjalanan menuju rumah sakit kedua gadis itu tidak bicara satu sama lain, Luna fokus menyetir mobilnya sementara Sinta membuka pesan-pesan yang belum sempat dibacanya.Sesampainya di rumah sakit, Sinta langsung berjalan menuju kamar yang dihuni oleh Kakek Lau. Sementara Luna berangkat kerja seperti yang dikehendaki oleh Sinta, dia pun melaju dengan cepat meninggalkan rumah sakit itu.Sinta heran melihat kamar yang dihuni oleh Kakek Lau telah di tempati oleh orang lain, dia pun bertanya kepada salah seorang Suster yang pernah merawat Kakek bersama Dokter Peter." Kakek itu! Nona bukannya yang membawa Beliau pertama kali ke rumah sakit ini, kan? Hmm, kemarin sore Beliau dipindahkan keruang VIV. Beliau memaksa untuk ditempatkan diruang yang paling bagus di rumah sakit ini,