" Louisa, ini aku."
Louisa terdiam mendengar suara itu, suara yang sungguh familiar di telinganya. Suara yang selalu menyapa di pagi harinya, suara yang dirindukannya.
Jantungnya berdetak kencang, aliran darahnya mengalir deras menjalar di setiap nadi-nadinya. Louisa membalikkan badannya, matanya menatap sesosok tubuh kekar dengan rupa yang rupawan.
" Marco ..." ucapnya lirih.
" Iya Louisa, lama tidak berjumpa"
Keempat mata itu saling menatap satu sama lain, tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut mereka.
Tatapan itu seolah-olah telah menyampaikan segala ungkapan yang ada di hati mereka, Marco berjalan lebih dekat lagi dengan Louisa.
Pemuda itu memeluk tubuh Louisa dalam dekapan tubuhnya yang berotot, gadis itu tak kuasa untuk menolak pelukan hangat darinya.
" Aku sangat merindukanmu, Louisa." Bisiknya di daun telinga gadis itu.
Marco secara pelan-pelan melonggarkan pelukannya, dia menatap Louisa da
" Louisa, batalkan pernikahan itu dan menikahlah dengan-ku?"Louisa menatap Marco dengan butiran bening yang mengenang di matanya, dia melepaskan tangan Marco yang sedari tadi terus menggenggam erat tangannya.Louisa mengatakan jika dia tidak bisa membatalkan pernikahan dengan Arthur, kalimat penolakan itu seperti sebuah belati tajam yang mengiris-iris hati pemuda itu.Louisa mengerti apa yang dirasakan oleh Marco karena itu dia menjelaskan alasannya yang tidak bisa membatalkan pernikahannya dengan Arthur Barnet." Keluargaku berhutang budi dengannya."" Apa yang telah dia lakukan sehingga kamu dan keluargamu berhutang budi dengannya."Louisa memalingkan mukanya, hatinya sungguh tak sanggup melihat kesedihan yang terpancar di mata orang yang dikasihinya itu.Dia menjelaskan lebih lanjut, ketika Marco mengajaknya ikut bersamanya ke Indonesia untuk mengelola perusahaan keluarganya.Kala itu Louisa setuju ikut bersamanya, ta
Arthur pun segera pergi setelah melamar Louisa kepada orang tuanya, dia sudah tahu jawaban yang akan diterimanya nanti. Arthur seseorang yang sangat percaya diri dan penuh pertimbangan, dia yang telah banyak membantu keluarga Harshel tentu saja keluarga itu akan merasa berhutang budi kepadanya.Lagi pula, Ibu Louisa sangat senang ketika Arthur melamar putrinya. Bagi sang ibu, selain Arthur orang yang kaya raya, dia juga merupakan anak dari sahabat baiknya." Orang tua mana yang tidak menginginkan menantu seperti Arthur, dia sudah tampan, cerdas dan seorang konglomerat," ucap ibu Louisa yang membanggakan Arthur dih
Tiba-tiba langit yang tadinya cerah mulai berubah gelap, selang beberapa menit hujan turun begitu lebatnya.Suasana kapal yang sepi nan dingin, disertai hujan deras yang seolah-olah mewakili perasaan semua insan yang berduka pada hari itu sehingga hujan itu terasa enggan untuk berhenti.Pemuda itu masih berdiri di atas kapal, sendiri ditengah gelapnya malam serta derasnya air hujan yang terus membasahi tubuhnya.Keinginan pemuda itu untuk berlayar berdua dengan sang kekasih pupus sudah, hatinya menjadi gunda-gulana.Di tangannya masih menggenggam erat sebuah kotak cincin, tadinya dia berniat melamar Louisa ketika kapal telah berlayar di lautan.Dia telah mempersiapkan sebuah makan malam romantis, serta dia akan menyanyikan sebuah lagu yang akan dipersembahkan untuk meminta Louisa agar mau hidup bersamanya.Marco bertanya-tanya apa yang membuat Louisa tidak da
Marco menunjukkan isi pesan itu kepada Roni, sepupunya itu membacanya. Di saat bersamaan sebuah pesan masuk lagi dari Detective Lucas. " Marc, pesan dari Detective Lucas, dia mengatakan jika Arthur telah berada di London satu hari yang lalu." Roni memperlihatkan pesan itu kepada Marco. " Jelas sudah, Ron. Arthur Barnet dalang semua ini, dia pasti menyuruh Ricard untuk memaksa Louisa mengirimkan pesan ini kepadaku." " Marc, coba lihat. Kenapa banyak orang yang datang ke rumah, Louisa?" Marco melihat kearah yang ditunjuk oleh Roni, dia juga heran kenapa tadi rumah yang seperti tidak ada penghuni bahkan tertutup rapat, kini pintu gerbang itu terbuka lebar. Kedua pemuda itu melihat beberapa orang yang masuk ke dalam rumah keluarga Harshel itu, sebagian dari mereka membawa bingkisan serta pakaian mereka seperti orang yang akan menghadiri sebuah pesta. Deg ... Tiba-tiba Marco merasa sakit di hatinya, detakan jantung pemuda itu berger
Marco masuk ke dalam kamar yang tidak terkunci itu, sementara Roni akan berjaga di luar. Marco mendapati Louisa yang sedang berada di teras kamarnya, gadis itu mendengar pintu kamarnya dibuka dia segera menoleh kearah pintu. " Mar ... Kenapa kamu ada di sini?" " Aku ingin penjelasan, ya, jelaskan kepadaku Louisa. Kenapa kamu tidak datang? Apa Arthur mengancammu?" Marco berjalan mendekati Louisa dia menatap lekat gadis yang disayanginya itu, lalu dia bertanya lagi dengan pertanyaan yang sama kepada Louisa.Gadis itu mengatakan alasannya tidak datang menemui Marco karena dia yakin untuk menikah dengan Arthur Barnet yang telah menjadi pahlawan untuknya dan keluarganya." Bukannya, aku sudah mengatakan ini lewat pesan yang aku kirim kepadamu!"" Tadinya, aku kira kamu dalam tekanan Arthur Barnet yang memaksamu melakukan itu, aku tidak percaya pesan itu kamu yang mengirimnya." Pemuda itu mengungkapkan kalimatnya dengan menahan
" Aku sengaja melakukan itu agar kamu bisa merasakan, seperti apa rasanya menunggu seseorang yang kita harapkan."Marco terduduk lemas mendengarnya, harapannya untuk hidup bersama kekasih yang dicintainya kini benar-benar pupus.Kalimat-kalimat Louisa yang dilontarkan oleh Louisa seperti belati yang sangat tajam, menggores luka hatinya sangat dalam yang tidak tahu apakah Luka itu akan bisa sembuh atau tidak. " Seperti itu Ron, dia hanya ingin membalaskan rasa sakit hatinya padaku," jelas Marco mengakhiri ceritanya." Aku tahu seperti apa perasaanmu saat ini, tapi kamu harus bangkit dari keterpurukan kamu, Marc. Masa depanmu masih panjang, banyak hal yang bisa kamu lakukan selain kamu menumpahkan rasa sakitmu dengan minum - minuman keras," ucap Roni memberi saran dengan panjang lebarnya." Kamu belum tahu, Ron. Bagaimana rasanya sakit hati kehilangan orang yang benar-benar kita cintai." Marco menarik nafasnya dalam kemudian mengeluar
" Sudah selesaikan? Kalian boleh pulang, lagian ini bukan jam berkunjung lagi." Roni menunjuk jam yang ada di dinding yang menunjukkan pukul 08.30 WiB.Kedua gadis itu menoleh kearah jam yang ditunjuk oleh Roni, mereka sedikit kikuk karena secara tak langsung si penghuni ruang 360 itu mengusir mereka secara halus.Sinta menyenggol lengan Luna agar mereka segera pamit pulang, Luna mengerti walaupun di mukanya tampak kecewa dia meminta maaf sekaligus pamit pulang pada Roni.Kedua gadis itu melangkahkan kaki mereka berniat segera pergi dari ruangan itu, tiba-tiba langkah mereka berhenti, ketika mereka mendengar Roni menanyakan nama mereka berdua.Roni menunjuk Sinta untuk memperkenalkan dirinya, namun Luna yang wajahnya sudah berubah berseri-seri langsung memperkenalkan namanya terlebih dahulu." Namaku Luna, dan ini Sinta sahabatku," ucap Luna semeringgah." Ya, Kalian boleh panggil aku Roni," jawabnya.Sinta hanya tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu, sementara Roni mencoba menahan
Sebuah pesan masuk di ponsel Sinta, gadis itu segera membuka pesan yang dikirim oleh Aldi. Aldi merasa Sinta menjauhinya karena beberapa kali dia menelpon gadis itu tidak pernah mengangkatnya, bahkan untuk membalas pesannya saja Aldi harus menunggu sampai berjam-jam. Dalam pesan itu Aldi meminta Sinta menemuinya untuk terakhir kali, dia mengatakan jika dia akan pindah bekerja di kota lain. Sinta pun setuju, dia akan menemui Aldi di tempat yang telah di kirim oleh Aldi lewat chat WhatsApp.Sore itu Sinta yang telah memasuki beberapa rumah kontrakan, tapi belum ada yang cocok. Alasannya berbagai macam, ada yang harganya mahal perbulan, ada yang murah tapi letaknya jauh dan sebagainya.Sebenarnya, Sinta tertarik dengan satu rumah kontrakan yang ukurannya tidak terlalu besar, cukuplah buat dihuni oleh dua orang. Selain itu harga sewa perbulan tidak cukup mahal, tapi pemilik rumah ingin Sinta membayar sewa untuk enam bulan sekaligus.Sementara, Sinta tidak mempunyai uang sebanyak itu. Dia