Marco menunjukkan isi pesan itu kepada Roni, sepupunya itu membacanya. Di saat bersamaan sebuah pesan masuk lagi dari Detective Lucas.
" Marc, pesan dari Detective Lucas, dia mengatakan jika Arthur telah berada di London satu hari yang lalu." Roni memperlihatkan pesan itu kepada Marco.
" Jelas sudah, Ron. Arthur Barnet dalang semua ini, dia pasti menyuruh Ricard untuk memaksa Louisa mengirimkan pesan ini kepadaku."
" Marc, coba lihat. Kenapa banyak orang yang datang ke rumah, Louisa?"
Marco melihat kearah yang ditunjuk oleh Roni, dia juga heran kenapa tadi rumah yang seperti tidak ada penghuni bahkan tertutup rapat, kini pintu gerbang itu terbuka lebar.
Kedua pemuda itu melihat beberapa orang yang masuk ke dalam rumah keluarga Harshel itu, sebagian dari mereka membawa bingkisan serta pakaian mereka seperti orang yang akan menghadiri sebuah pesta.
Deg ...
Tiba-tiba Marco merasa sakit di hatinya, detakan jantung pemuda itu berger
Marco masuk ke dalam kamar yang tidak terkunci itu, sementara Roni akan berjaga di luar. Marco mendapati Louisa yang sedang berada di teras kamarnya, gadis itu mendengar pintu kamarnya dibuka dia segera menoleh kearah pintu. " Mar ... Kenapa kamu ada di sini?" " Aku ingin penjelasan, ya, jelaskan kepadaku Louisa. Kenapa kamu tidak datang? Apa Arthur mengancammu?" Marco berjalan mendekati Louisa dia menatap lekat gadis yang disayanginya itu, lalu dia bertanya lagi dengan pertanyaan yang sama kepada Louisa.Gadis itu mengatakan alasannya tidak datang menemui Marco karena dia yakin untuk menikah dengan Arthur Barnet yang telah menjadi pahlawan untuknya dan keluarganya." Bukannya, aku sudah mengatakan ini lewat pesan yang aku kirim kepadamu!"" Tadinya, aku kira kamu dalam tekanan Arthur Barnet yang memaksamu melakukan itu, aku tidak percaya pesan itu kamu yang mengirimnya." Pemuda itu mengungkapkan kalimatnya dengan menahan
" Aku sengaja melakukan itu agar kamu bisa merasakan, seperti apa rasanya menunggu seseorang yang kita harapkan."Marco terduduk lemas mendengarnya, harapannya untuk hidup bersama kekasih yang dicintainya kini benar-benar pupus.Kalimat-kalimat Louisa yang dilontarkan oleh Louisa seperti belati yang sangat tajam, menggores luka hatinya sangat dalam yang tidak tahu apakah Luka itu akan bisa sembuh atau tidak. " Seperti itu Ron, dia hanya ingin membalaskan rasa sakit hatinya padaku," jelas Marco mengakhiri ceritanya." Aku tahu seperti apa perasaanmu saat ini, tapi kamu harus bangkit dari keterpurukan kamu, Marc. Masa depanmu masih panjang, banyak hal yang bisa kamu lakukan selain kamu menumpahkan rasa sakitmu dengan minum - minuman keras," ucap Roni memberi saran dengan panjang lebarnya." Kamu belum tahu, Ron. Bagaimana rasanya sakit hati kehilangan orang yang benar-benar kita cintai." Marco menarik nafasnya dalam kemudian mengeluar
" Sudah selesaikan? Kalian boleh pulang, lagian ini bukan jam berkunjung lagi." Roni menunjuk jam yang ada di dinding yang menunjukkan pukul 08.30 WiB.Kedua gadis itu menoleh kearah jam yang ditunjuk oleh Roni, mereka sedikit kikuk karena secara tak langsung si penghuni ruang 360 itu mengusir mereka secara halus.Sinta menyenggol lengan Luna agar mereka segera pamit pulang, Luna mengerti walaupun di mukanya tampak kecewa dia meminta maaf sekaligus pamit pulang pada Roni.Kedua gadis itu melangkahkan kaki mereka berniat segera pergi dari ruangan itu, tiba-tiba langkah mereka berhenti, ketika mereka mendengar Roni menanyakan nama mereka berdua.Roni menunjuk Sinta untuk memperkenalkan dirinya, namun Luna yang wajahnya sudah berubah berseri-seri langsung memperkenalkan namanya terlebih dahulu." Namaku Luna, dan ini Sinta sahabatku," ucap Luna semeringgah." Ya, Kalian boleh panggil aku Roni," jawabnya.Sinta hanya tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu, sementara Roni mencoba menahan
Sebuah pesan masuk di ponsel Sinta, gadis itu segera membuka pesan yang dikirim oleh Aldi. Aldi merasa Sinta menjauhinya karena beberapa kali dia menelpon gadis itu tidak pernah mengangkatnya, bahkan untuk membalas pesannya saja Aldi harus menunggu sampai berjam-jam. Dalam pesan itu Aldi meminta Sinta menemuinya untuk terakhir kali, dia mengatakan jika dia akan pindah bekerja di kota lain. Sinta pun setuju, dia akan menemui Aldi di tempat yang telah di kirim oleh Aldi lewat chat WhatsApp.Sore itu Sinta yang telah memasuki beberapa rumah kontrakan, tapi belum ada yang cocok. Alasannya berbagai macam, ada yang harganya mahal perbulan, ada yang murah tapi letaknya jauh dan sebagainya.Sebenarnya, Sinta tertarik dengan satu rumah kontrakan yang ukurannya tidak terlalu besar, cukuplah buat dihuni oleh dua orang. Selain itu harga sewa perbulan tidak cukup mahal, tapi pemilik rumah ingin Sinta membayar sewa untuk enam bulan sekaligus.Sementara, Sinta tidak mempunyai uang sebanyak itu. Dia
Aldi tidak menggubris pertanyaan Sinta, dia mulai menjalankan aksinya. Aldi yang sudah tidak sabar ingin menikmati keperawanan Sinta, tidak peduli jika obat perangsang yang diberikannya kepada Sinta belum beriaksi. " Jangan sentuh aku, tolong ...,tolong.." jeritnya." Di tempat ini tidak akan ada yang menolongmu, lebih baik kita sama-sama menikmatinya. Aku mencintaimu dan aku akan bertanggung jawab."Aldi melepas bajunya dan mulai menjelajahi tubuh indah di hadapannya.Sinta terus menjerit, dia tahu tubuhnya sudah mulai tidak bisa dikendalikannya lagi. Obat perangsang itu sudah mulai beriaksi di dalam tubuhnya, dia menitiskan air matanya ketika Aldi dengan beringasnya melepaskan pakaian yang dipakai oleh gadis malang itu.Sinta ingin menjerit sejadi-jadinya tapi suaranya tidak mampu keluar yang terdengar hanya suara nafas Aldi dan nafasnya yang saling berburu satu sama lain.Sinta yang masih setengah sadar berharap keajaiban akan melepaskannya dari jerat nafsu bejat lelaki yang sedan
Di dalam kamar dengan kasur yang begitu empuk, membuat Sinta merasakan buaian yang indah dalam mimpinya. Dia lupa dengan kejadian semalam, kepalanya masih terasa berat. Pelan-pelan dia membuka matanya, dia merasa aneh dengan semua perlengkapan yang ada di kamar itu. Dia menepuk-nepuk wajahnya dan mencubit kulit tangannya yang terasa sakit, yang berarti dia tidak sedang bermimpi. Sinta mengingat kembali kejadian semalam, dia ingat Aldi membawanya di sebuah kamar di klub itu, dia sedang bersama Aldi dan yang terakhir saat Aldi sedang berada di atas tubuhnya sampai ... Sinta segera melihat dirinya yang masih memakai pakaian lengkap." Apa yang terjadi, dan sekarang aku berada dimana?"" Selamat pagi, Nona. Anda sudah bangun," ucap seorang pelayan." Iya, Selamat pagi. Kalian siapa dan ... aku berada di rumah siapa?" tanya Sinta." Kami pelayan di rumah ini, nanti Nona akan bertemu dengan pemilik rumah ini," ucap seorang pelayan lainnya." Nona, silahkan membersihkan diri kamar mandinya
" Tuan Marco, saya tahu Tuan tulus menolong orang yang sedang dalam kesulitan. Tapi, kenapa Tuan meminta Nona Sinta harus membalas kebaikan dengan melakukan dua hal untuk Tuan," tanya Pak Salim." Entahlah, Pak Salim. Tiba-tiba di kepalaku muncul ide seperti itu. Siapa tadi namanya?"" Namanya Sinta, Tuan," ucap Pak Salim.Marco hanya mengangguk dan mengingat nama itu, dia bersiap-siap untuk berangkat ke kantornya.Marco mendengar ponselnya yang terus berdering di atas meja, di lihatnya nama si penelepon yang sejak kemarin menelepon dan mengiriminya pesan.Walaupun, rasa kecewa dan sakit hatinya belum sembuh atas kegagalan hubungannya dengan Louisa dia harus tetap menjalani kehidupannya.Pemuda itu sempat ragu di benaknya untuk mengangkat telepon tersebut tapi di sisi lain dia merasa menjadi seorang pecundang jika terus menghindar berbicara dengan si penelepon.Setelah mengangkat telepon itu, terdengar suara wanita yang manja nan lembut menyapa Marco dengan penuh kasih, tidak terdenga
Sinta mengiyakan ajakan Peter itu, mereka berdua berjalan keluar dari gedung rumah sakit. Mereka berdua mengobrol begitu akrabnya, tiba-tiba Sinta tidak melanjutkan kata-katanya dia melihat sosok wanita yang masuk kedalam mobil." Luna," ucap Sinta lirih." Ada apa, Sint?" tanya Peter heran." Tidak apa-apa, Peter. Aku melihat teman aku barusan dari tempat ini, tapi ah sudahlah mungkin salah orang."Peter hanya tersenyum ramah mendengarnya, dokter muda itu mengajak Sinta masuk kedalam mobilnya. Sinta ingat terakhir kali dia bertemu dengan Peter yang pergi meninggalkannya dengan wajah yang begitu khawatir, gadis itu ingin bertanya tapi niat itu diurungkannya." Isshh, untuk apa tanya segala, aku juga bukan siapa-siapanya!" gumamnya dalam hati. Suasana di dalam mobil itu terasa sunyi, Peter tampak fokus mengendarai mobilnya.Sementara gadis yang duduk di sebelahnya terlihat sibuk dengan ponselnya. Sinta membalas pesan Luna yang belum sempat dibalasnya, dia mengatakan jika baru pulang d