Di dalam kamar dengan kasur yang begitu empuk, membuat Sinta merasakan buaian yang indah dalam mimpinya. Dia lupa dengan kejadian semalam, kepalanya masih terasa berat. Pelan-pelan dia membuka matanya, dia merasa aneh dengan semua perlengkapan yang ada di kamar itu. Dia menepuk-nepuk wajahnya dan mencubit kulit tangannya yang terasa sakit, yang berarti dia tidak sedang bermimpi. Sinta mengingat kembali kejadian semalam, dia ingat Aldi membawanya di sebuah kamar di klub itu, dia sedang bersama Aldi dan yang terakhir saat Aldi sedang berada di atas tubuhnya sampai ... Sinta segera melihat dirinya yang masih memakai pakaian lengkap." Apa yang terjadi, dan sekarang aku berada dimana?"" Selamat pagi, Nona. Anda sudah bangun," ucap seorang pelayan." Iya, Selamat pagi. Kalian siapa dan ... aku berada di rumah siapa?" tanya Sinta." Kami pelayan di rumah ini, nanti Nona akan bertemu dengan pemilik rumah ini," ucap seorang pelayan lainnya." Nona, silahkan membersihkan diri kamar mandinya
" Tuan Marco, saya tahu Tuan tulus menolong orang yang sedang dalam kesulitan. Tapi, kenapa Tuan meminta Nona Sinta harus membalas kebaikan dengan melakukan dua hal untuk Tuan," tanya Pak Salim." Entahlah, Pak Salim. Tiba-tiba di kepalaku muncul ide seperti itu. Siapa tadi namanya?"" Namanya Sinta, Tuan," ucap Pak Salim.Marco hanya mengangguk dan mengingat nama itu, dia bersiap-siap untuk berangkat ke kantornya.Marco mendengar ponselnya yang terus berdering di atas meja, di lihatnya nama si penelepon yang sejak kemarin menelepon dan mengiriminya pesan.Walaupun, rasa kecewa dan sakit hatinya belum sembuh atas kegagalan hubungannya dengan Louisa dia harus tetap menjalani kehidupannya.Pemuda itu sempat ragu di benaknya untuk mengangkat telepon tersebut tapi di sisi lain dia merasa menjadi seorang pecundang jika terus menghindar berbicara dengan si penelepon.Setelah mengangkat telepon itu, terdengar suara wanita yang manja nan lembut menyapa Marco dengan penuh kasih, tidak terdenga
Sinta mengiyakan ajakan Peter itu, mereka berdua berjalan keluar dari gedung rumah sakit. Mereka berdua mengobrol begitu akrabnya, tiba-tiba Sinta tidak melanjutkan kata-katanya dia melihat sosok wanita yang masuk kedalam mobil." Luna," ucap Sinta lirih." Ada apa, Sint?" tanya Peter heran." Tidak apa-apa, Peter. Aku melihat teman aku barusan dari tempat ini, tapi ah sudahlah mungkin salah orang."Peter hanya tersenyum ramah mendengarnya, dokter muda itu mengajak Sinta masuk kedalam mobilnya. Sinta ingat terakhir kali dia bertemu dengan Peter yang pergi meninggalkannya dengan wajah yang begitu khawatir, gadis itu ingin bertanya tapi niat itu diurungkannya." Isshh, untuk apa tanya segala, aku juga bukan siapa-siapanya!" gumamnya dalam hati. Suasana di dalam mobil itu terasa sunyi, Peter tampak fokus mengendarai mobilnya.Sementara gadis yang duduk di sebelahnya terlihat sibuk dengan ponselnya. Sinta membalas pesan Luna yang belum sempat dibalasnya, dia mengatakan jika baru pulang d
Maklumlah, Marco merupakan pelanggan yang paling royal di klub itu, dia tak segan memberikan uang tips dengan jumlah yang lumayan besar jika pelayan-pelayan itu memperlakukan dirinya dengan baik.Di meja lain tidak jauh dari tempat Marco duduk, ada seorang wanita yang terus memperhatikan pemuda itu. Para pelayan dan orang-orang yang sering berkunjung di klub itu sering melihat si wanita karena dia merupakan salah satu wanita malam yang mencari pelanggan di tempat itu.Tiba-tiba mata Marco tidak sengaja menangkap mata si wanita yang terus menatap kearahnya, kedua pasang mata itu saling bertatapan satu sama lain yang memberikan isyarat khusus.Wanita itu berjalan mendekati Marco yang sudah mabok berat, dia mengambil botol bir di atas meja menuangkan minuman itu kedalam gelas lalu meminumnya . Dia tahu pemuda dihadapannya dalam pengaruh minuman beralkohol, makanya dia sengaja tidak memperkenalkan dirinya.Dia mulai menggoda Marco dengan sengaja memperlihatkan belahan dadanya yang seksi, M
Siang itu begitu cerah, Sinta masuk kerja seperti biasanya dia begitu bersemangat dan wajahnya terlihat ceria dengan rona merah yang terpancar indah disertai dengan senyum yang memperlihatkan lesung pipinya di wajahnya.Ya seperti wanita pada umumnya ketika mereka sedang jatuh cinta dunia terasa begitu indah dan penuh warna, dan itulah yang dirasakan oleh gadis itu.Pagi ini Sinta mendapatkan pesan dari Peter, dokter muda itu mengajak Sinta untuk bertemu karena ada hal yang penting harus di bicarakan dengannya. Sinta teringat waktu itu Peter juga ingin mengatakan sesuatu padanya, jantung Sinta berdetak kencang hatinya juga berbunga-bunga saat membayangkan dokter muda nan tampan itu.Gadis itu ingin cepat-cepat pekerjaannya selesai agar dirinya segera bertemu dengan Peter." Tapi tunggu dulu, jam segini kenapa Luna belum juga datang," tanyanya dalam hati. Sinta merasa Luna beberapa hari terakhir terlihat begitu aneh, sahabatnya itu sering datang terlambat, dan selalu pulang lebih awal
" Peter, kenapa kamu tidak memberitahuku jika kamu telah membayar semua biaya kakek Lau selama dirawat di rumah sakit?" Maaf Sint, bukannya aku tidak ingin memberitahumu. Sebenarnya, waktu itu aku sudah ingin memberitahumu tapi karena Anna sakit membuatku harus merawatnya beberapa hari. Dan hari ini sebelum aku memberitahumu, kamu sudah tahu duluan dari pihak administrasi," jelas Peter panjang lebar." Jadi, sebenarnya yang ingin kamu bicarakan padaku itu tentang masalah ini?" tanya Sinta lemas.Peter mengangguk dia menjelaskan alasannya membayar semua biaya itu karena dia tahu kakek Lau bukan siapa-siapa Sinta, terlebih Peter mengetahui jika gadis itu tidak mempunyai uang yang cukup untuk membayarnya.Peter mengagumi ketulusan Sinta yang ingin membantu si kakek, melihat itu hati nuraninya terketuk. Peter merasa dia sebagai seorang dokter mempunyai kewajiban untuk membantu meringankan beban pasiennya. " Aku tahu aku belum mempunyai uang itu tapi kakek Lau adalah tanggung jawabku. Ji
" Oh begitu, ya udah di buang aja. Kamu kan mau pulang masa di bawa pulang."Marco yang hendak membuang bunga itu ke tempat sampah langsung dicegah oleh Roni, dia beralasan bunga itu baru semalam dibawah oleh temannya dan Roni berniat membawanya pulang ke rumahnya.Walaupun Roni berdalih bunga itu bukan dari orang spesial tapi dari sikapnya Marco sudah bisa menebak jika Roni sedang menyembunyikan perasaannya.Mereka pun pergi meninggalkan rumah sakit itu, Roni yang sedang duduk di samping Marco memperhatikan saudara sepupunya itu tampak gelisah." Marc, kamu ingin membahas sesuatu,'kan?"" Iya, Ron. Ini tentang Anna, dia sedang hamil dan dia memintaku untuk bertanggungjawab."" Tapi ..." Nada suara Marco sedikit berat. " Kami melakukan itu hanya satu kali, apa mungkin itu anak-ku," lanjutnya lagi.HeningRoni tidak menimpalinya, rawat wajah Roni berubah serius ketika mendengarkan kalimat yang Marco ucapkan.Roni mengingatkan Marco jika Anna berasal dari keluarga terpandang, mereka tid
Luna menahan tangan Sinta, dia menunjuk kearah pramusaji yang perlahan menjauh dari hadapan pemuda itu. Dalam hitungan detik mereka dapat melihat sosok yang membuat gempar restoran itu." Dia tampan dan seksi," ucap Luna terkesima. Berbeda dengan Luna, Sinta hanya mematung mulutnya terkunci dia tak percaya dengan apa yang di lihatnya." Dia lagi. Kenapa dia bisa ada di sini," ucap Sinta panik." Sinta, Apa maksud ucapanmu itu?"" Luna, itu dia orangnya yang aku ceritain tempo hari."" Hah, dia orangnya!"" Iya, Lun, dia orangnya."" Tapi, dari mana dia tahu kamu bekerja di sini, Apa dia cuma kebetulan mampir ke restoran ini?" Aku tidak tahu, Lun. Atau jangan-jangan dia selama ini mengikutiku."Hening ...Kepanikan Sinta itu semakin menjadi tak kala pramusaji yang mengantarkan pesanan Marco, datang menghampirinya dan mengatakan jika Marco ingin dilayani oleh pramusaji bernama Sinta.Kedua gadis itu saling menatap satu sama lain, mereka mulai menyakini perkiraan Sinta jika selama ini
" Kalau tidak salah, bukannya kamu ya, yang mendapatkan buket bunga tadi?" tanya Anna kepada Sinta.Sinta tidak menyangka jika Anna masih mengenali wajahnya, padahal Anna hanya melihat dirinya sekilas. Lalu, dia pergi meninggalkan panggung tempat mereka melemparkan buket bunga dengan mengandeng mesra tangan suaminya.Sinta mendapatkan buket bunga itu secara tak sengaja, banyaknya para tamu khususnya para wanita yang berdesak-desakan untuk mendapatkan bunga itu, membuat tubuh Sinta ikut terbawa kesana-kemari. Akan tetapi, keberuntungan sedang menghampiri Sinta, buket bunga yang direbutkan itu tiba-tiba jatuh ke tangannya.Gadis itu pun berjalan keluar, dia berniat kembali ke tempat di mana orang-orang yang membawa Kakek Lau memintanya untuk menunggu mereka.Dengan membawa buket bunga di tangannya, pikirannya berkecamuk dengan peristiwa-peristiwa yang baru dialaminya.Dia tidak pernah menduga jika dirinya akan melihat pernikahan Marco, pemuda yang selama ini selalu membuatnya jengkel s
" Marc, kamu sudah pernah melihat mereka, 'kan? Salah satu di antara mereka akan menjadi adik iparmu. Coba kamu tebak yang mana!"Mendengar permintaan Roni yang menyuruhnya menebak yang mana di antara kedua gadis itu yang merupakan kekasih Roni, Marco pura-pura tidak tahu dan dia meminta Roni untuk langsung menunjukkan yang mana calon adik iparnya.Dari jarak kurang dari dua meter, segerombolan wanita yang sedang berbincang dengan pengantin wanita, mereka melihat kearah Marco yang sedang berbicara dengan Roni serta kedua gadis yang tampak asing di mata Anna." Ann, suamimu sedang berbicara dengan siapa?" tanya seorang teman Anna. Seketika itu juga Anna langsung menoleh kearah Marco." Yang pria itu, Roni, adik sepupu Marco. Tapi, aku tidak kenal dengan kedua gadis itu."" Kamu harus ke sana, Anna. Mereka sepertinya sudah saling kenal, lihat saja mereka berbicara dengan begitu akrab," ucap teman Anna yang lain.Anna dengan dua orang temannya berjalan mendekati Marco yang sedang berbica
Anna dan Marco akan melempar bunga buket tersebut kepada tamu undangan dengan posisi membelakangi para tamu. Lalu dengan beberapa hitungan, buket bunga itu pun akan menjadi rebutan para tamu undangan.Satu, dua, tiga..Sorak para tamu yang menginginkan buket bunga itu jatuh ke tangan mereka terdengar riuh, dan menggema. Lalu, semua mata tamu undangan melihat kearah sosok yang mendapatkan buket bunga itu.Tak terkecuali sepasang pengantin yang baru mengikrarkan janji suci pernikahan mereka, buket bunga yang jadi rebutan itu jatuh ke tangan seorang wanita." Kamu beruntung bisa mendapatkan buket bunga ini, selamat ya!" ucap salah seorang tamu wanita yang juga berharap buket bunga itu jatuh ke tangannya." Selamat ya, semoga kamu cepat segera menyusul," ucap Anna yang tersenyum kearah wanita yang mendapatkan buket bunganya.Anna mengandeng erat tangan Marco, dia ingin memperlihatkan kepada orang-orang betapa beruntung dan bahagia dirinya.Sementara Marco, dia memandang wanita itu tanpa b
Luna bukannya tidak mengizinkan Sinta bekerja sesuai dengan pengalamannya, tapi dia tahu tidak mudah mendapatkan pekerjaan baru.Dan, Luna sangat paham watak ayahnya, jika pegawainya sudah memilih untuk keluar dari restoran mereka, ayahnya tidak akan pernah mau menerima pegawainya itu kembali bekerja dengannya.Tapi, Sinta yang sudah bulat dengan keputusan yakin tidak akan menyesali keputusannya tersebut." Aku pasti akan mendapat pekerjaan di tempat lain," gumam Sinta.Di sebuah ruangan, tepatnya sebuah kamar di rumah sakit, seorang pria yang sudah lanjut usia sedang duduk di tempat tidurnya, matanya menatap kesebuah layar televisi.Pria itu menatap ke layar televisi dengan sekali-kali bergumam sendiri, di sampingnya berdiri seorang pria lainnya. Pria itu terlihat lebih muda, mungkin umurnya berkisaran lima puluhan keatas, dia terlihat rapi dengan setelan jasnya." Mereka mau menikahkan anaknya tanpa peduli orang tuanya ada di mana," gumamnya lagi." Pak Alex, apa benar katamu tadi,
Kedua pemuda itu saling berjabat tangan. Ini kali pertama Peter melihat laki-laki yang dipilih dan dicintai oleh wanita yang dicintainya, Anna. Peter bisa merasakan jika Anna sangat mencintai Marco, sementara Marco terlihat biasa-biasa saja. Tapi, Peter tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa mendoakan Anna akan bahagia bersama pria yang dicintainya dan berharap Marco akan mencintai Anna dengan sepenuh hatinya.Peter memperhatikan Marco dengan seksama, dia pun merasa tidak asing dengan calon suami Anna tersebut." Sepertinya kita pernah bertemu," ucap Peter." Oh ya, di mana? aku lupa," jawab Marco pura-pura lupa." Di kantor polisi."" Sayang, kenapa kamu ke kantor polisi? tanya Anna yang penasaran." Anna, mungkin aku salah orang. Hmm, karena Marco sudah ada di sini, aku pulang dulu ya, Anna."" Kenapa harus buru-buru, tidak apa-apa. Kalian bisa melanjutkan obrolan kalian. Lagi pula, aku harus pergi masih ada pekerjaan yang harus aku kerjakan," ucap Marco." Anna, sudah lama men
Senja kala itu sudah menampakkan warna kemerah-merahan, sungguh indah di pandang mata. Sinta terus memandang kearah senja yang indah, dia menikmati keindahan yang diciptakan oleh sang Maha Agung.Sementara itu Marco yang melihat Sinta begitu menikmati senja yang terlihat jelas nan indah, dia pun ikut memandang detik-detik senja yang sebentar lagi akan hilang.Sekali-kali pemuda itu menoleh kearah Sinta, dia menatap lekat kearah gadis itu. Dia yakin jika dugaannya selama ini salah, Sinta bukan wanita jahat yang ingin memanfaatkan para pria kaya." Sint, kamu sudah yakin untuk menarik membatalkan laporan mu tentang penguntitan yang dilakukan oleh temanmu itu?" tanya Marco." Iya, Tuan, aku sudah yakin. Aku memberinya kesempatan untuk memperbaiki dirinya, lagi pula jika Aldi di dalam sel penjara siapa yang akan merawat orang tuanya serta membantu biasa sekolah adiknya. Dia sudah minta maaf dan dia sudah berjanji akan mencari pekerjaan di kota lain." Aku harap dia menepati janjinya kepad
Di saat Peter datang menghampirinya, dan meminta maaf karena dia tidak bisa pergi bersama Sinta. Di saat itulah, rasa cemburu, marah, dan kecewa merasuk ke dalam hati gadis itu. Dia ingin mengatakan isi hatinya, tapi saat itu mulut Sinta terkunci yang ada hanya rona wajahnya memerah.Gadis itu tidak bisa memungkiri hatinya merasa sakit dan kecewa di saat Peter selalu meninggalkannya hanya demi Anna. Dia ingin melarang Peter untuk tetap bersamanya, tapi dia tidak punya hak melakukan itu karena status mereka sebatas teman biasa." Aku tahu, kamu lebih lama mengenal Anna. Tapi, apa posisi Anna di hatimu tidak bisa digantikan oleh orang lain?" gumam Sinta.Ting ...Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Sinta, dia pun mengambil ponselnya yang ditaruhnya di dalam tasnya. Sebuah pesan dari nomor yang belum di save nya ke dalam kontak ponselnya, pesan itu bisa dibacanya dari layar atas ponselnya.Sinta yang penasaran dengan isi keseluruhan pesan dari nomor tanpa nama, dia pun membuka dan membaca
Sinta yang baru masuk ke dalam kamar 028, dia melihat si kakek menatapnya tajam. Tatapan itu sendiri menunjukkan jika dia tidak menyukai melihat sosok gadis yang berdiri tepat di hadapannya saat ini. Gadis itu berdiri dengan memegang tampan yang berisi makanan, dia meletakkan nampan itu ke atas meja lalu dia menaruh tas selempangnya di atas sofa yang berada di kamar VIV itu." Kamu siapa? Kenapa kamu yang membawa makanan itu lagi?" tanya si kakek." Namaku Sinta, Kek. Aku yang bertugas menghantarkan makanan ini untuk Kakek," ucap Sinta lalu meletakkan nasi serta lauknya di atas meja kecil yang ditaruh di ranjang pasien." Kakek katamu? Siapa kamu yang beraninya memanggil aku dengan sebutan Kakek. Kamu tidak tahu siapa aku, Hah!"" Aku Sinta, Kek. Kakek Lau lupa ya dengan nama itu," ucap Sinta dengan tenang." Itu bukan namaku. Aku juga tidak mengenal kamu, jangan sekali-kali memanggil ku dengan sebutan Kakek Lau. Panggil aku dengan sebutan Tuan Besar Chan," ucapnya dengan nada tegas d
Melihat Sinta yang begitu keras kepala, akhirnya Luna mengalah. Luna tidak akan pergi menjenguk si kakek di jam kerjanya, tapi dia akan mengantar Sinta ke rumah sakit setelah itu dia kembali ke restorannya.Selama di perjalanan menuju rumah sakit kedua gadis itu tidak bicara satu sama lain, Luna fokus menyetir mobilnya sementara Sinta membuka pesan-pesan yang belum sempat dibacanya.Sesampainya di rumah sakit, Sinta langsung berjalan menuju kamar yang dihuni oleh Kakek Lau. Sementara Luna berangkat kerja seperti yang dikehendaki oleh Sinta, dia pun melaju dengan cepat meninggalkan rumah sakit itu.Sinta heran melihat kamar yang dihuni oleh Kakek Lau telah di tempati oleh orang lain, dia pun bertanya kepada salah seorang Suster yang pernah merawat Kakek bersama Dokter Peter." Kakek itu! Nona bukannya yang membawa Beliau pertama kali ke rumah sakit ini, kan? Hmm, kemarin sore Beliau dipindahkan keruang VIV. Beliau memaksa untuk ditempatkan diruang yang paling bagus di rumah sakit ini,