Marco lagi-lagi menerima panggilan dari nomor yang tidak dikenalnya, dia yang merasa penasaran lalu mengangkat telepon itu.Dari seberang terdengar suara laki-laki, suaranya terdengar begitu berat di telinga. Walaupun, si penelepon ragu untuk menyampaikan informasi yang akan membuat Marco marah dia mencoba memberanikan dirinya.[{Tuan, Ini saya Berto, saya ganti nomor baru. Tuan, kami sudah mendatangi tempat itu, dan kami tidak menemukan Tuan Besar. Setelah kami selidiki, kami mendapat informasi dari staf yang bekerja di sana, Tuan Besar pergi dari tempat itu dan telah dinyatakan hilang."}][{ Hilang? Sudah berapa lama? }][{ Hmm, sudah dua bulan lebih, Tuan.}][{ Berto, cepat temukan keberadaan Tuan Besar. Ajak anggotamu untuk menyesiri penjuru kota ini."}][{ Baiklah, Tuan. }]Sambungan telepon itu terputus, Marco diam sejenak dia berpikir kenapa Pak Hans tidak memberitahunya bahkan seperti merahasiakan hal ini kepadanya.Waktu itu, ketika Marco ingin menemui Roni di rumah sakit dia
Tertawa ...Entahlah apa makna dari tawa Marco yang terdengar aneh, apa dia merasa beruntung karena menikahi seorang putri pengusaha kaya raya. Atau malah sebaliknya, sebuah kesialan baginya karena harus terikat simbol pernikahan tanpa ada perasaan cinta.Ting ...Marco menghentikan tawanya ketika dia melihat sebuah pesan masuk, dia membacanya lalu tersenyum penuh arti.[ Hon, kamu datang ke rumah, aku punya sesuatu yang bagus untukmu.]" Kebetulan sekali, apa dia bisa membaca pikiran ku," gumamnya dalam hati.Marco membalas pesannya lalu menyelesaikan semua pekerjaan. Dia pun memanggil supirnya dan memberikan sejumlah uang untuk ongkos si supir pulang ke rumah.Pemuda itu pergi mengendarai mobilnya, melesat cepat di jalanan tol menuju sebuah komplek apartemen yang berada cukup jauh dari kantornya.Ding Dong ...Suara bell rumah itu begitu keras sehingga bisa di dengar oleh Marco yang sedang berada di depan pintu.KriiikPintu dibuka oleh seorang wanita, Marco tersenyum melihat wanita
Minggu pagi itu cuaca begitu cerah Sinta bangun dari tidurnya membuka matanya perlahan, dia hari ini tidak buru-buru bangunnya karena minggu dengan cuaca yang sangat bersahabat ini akan digunakan untuk berlibur sekaligus menenangkan pikirannya.Sinta merapikan tempat tidurnya lalu bergegas membersihkan dirinya, dilihatnya si kakek masih tertidur dengan pulas di kamarnya. Sinta merasa bersyukur bertemu dengan kakek Lau, meskipun mereka tidak ada hubungan darah tapi mereka memiliki persamaan yaitu tidak ada anggota keluarga yang menginginkan mereka.Hal itu terbukti, kakek Lau sudah lama berada di rumah sakit tapi tidak ada berita tv atau pun koran yang memuat berita tentang keluarga yang kehilangan kakek atau ayah mereka.Begitu juga dengan dirinya, paman satu-satunya keluarga yang dimilikinya tidak pernah memintanya untuk pulang. Bahkan saat Sinta mengirim pesan kepada sang paman, yang mengatakan jika dia akan mulai hidup mandiri pamannya tidak pernah membalas pesannya.Terlebih lagi,
Sinta semakin kagum dengan kebaikan Peter, dia tidak menyangka jika Peter begitu peduli dengan si kakek. Dari merawat si kakek, biaya pengobatan dan hari mengajak kakek jalan-jalan serta membeli pakaian untuk kakek. " Tapi bagaimana Peter tahu, kalau aku belum sempat belanja pakaian untuk kakek," gumam Sinta." Sint, kakek mana? " Kakek lagi di ruang ganti baju, kakek pilih beberapa baju dan celana."" Kamu kok ga beli sich Sint. Atau ... ada barang lain yang ingin kamu beli?" tanya Peter begitu antusias." Tidak ada Peter, pakaian aku masih banyak. Peter, hmm maaf soal tempo hari mungkin sikapku telah membuatmu tidak nyaman. Aku seharusnya senang karena kamu telah bersedia membayar biaya tersebut, untuk itu aku ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepadamu."" Tidak apa-apa, Sint. Aku juga salah, seharusnya aku membicarakan hal itu terlebih dahulu kepadamu karena bagaimanapun juga kamu orang pertama yang berhak tahu tentang kondisi kakek.""Peter, andai saja kamu tahu, ak
" Kamu yang sabar ya, Sint. Suatu saat nanti Pamanmu akan mengetahui siapa yang sesungguhnya berbohong, kebenaran itu pasti akan terbongkar dengan jalannya sendiri."" Ya, Peter. Aku percaya akan hal itu. Peter, aku telah menceritakan semua tentang masa kecilku, bahkan tentang keluargaku yang tidak sempurna. Tapi, kamu belum pernah menceritakan tentang keluargamu padaku? Apa kamu enggan berbagi kisah tentang dirimu?"" Tentang keluarga-ku? Bukannya, sekilas orang-orang akan berpikir jika aku memiliki keluarga yang utuh dan harmonis. Akan tetapi, kenyataanya hidupku tidak sempurna yang mereka pikirkan. Papa dan Mama bercerai ketika aku berusia tujuh tahun, sejak itu aku tinggal bersama papa karena hak asuh jatuh ke tangan Papa. Setahun setelah perpisahan itu, Mama kembali ke negara asalnya. Sementara, Papa membawa-ku ke Swiss dan satu bulan tinggal di sana, papa menikah menikah lagi dengan teman lamanya. Kami tinggal di Swiss tidak lama, setelah Istri Papa melahirkan putra pertamanya. P
" Papi tidak mengatakan apa pun tentang Kakek karena memang tidak penting untuk dibahas. Aku tidak tahu jika Kakek tidak di sana lagi, mungkin pengurus di sana kewalahan menghadapi watak keras dan egoisnya Kakek. Papi pasti memindahkan Kakek ketempat lain. Ah, sudahlah, Marc, untuk apa membahas Kakek, toh selama ini dia juga tidak pernah menanyakan cucu-cucunya."Marco mencerna semua kata yang diucapkan Roni, seingatnya dulu kakeknya orang yang lembut, juga sangat sayang padanya. Marco masih terlalu kanak-kanak saat bersama si kakek, dan itu pun cuma berapa tahun karena dia harus ikut keluarganya pindah ke negara Hongkong. Jadi dia tidak mengetahui watak asli kakeknya yang keras dan egois, seperti yang di tuturkan oleh Roni kepadanya." Marc, aku pergi dulu. Aku ada janji ketemu klien kita di luar," ucap Roni lalu menunjukan sebuah berkas untuk ditanda tangani oleh Marco." Iya, Ron. Bentar lagi, aku juga mau pergi." Marco merapikan semua berkas di atas mejanya, dan menandatangi berkas
Marco masuk ke dalam restoran, suasana di restoran itu sepi tidak ada yang datang. Berbeda dengan hari itu, semua mata pengunjung mengarah kepadanya." Mungkin karena sudah malam jadi sepi tidak ada tamu yang datang untuk makan," gumamnya dalam hati.Marco yang melihat-lihat tempat duduk dengan matanya yang awas seperti mencari sesuatu, dari belakang suara wanita menyapanya." Maaf, Tuan. Restoran kami sudah tutup."" Apa Baru jam 10: 30 restoran ini sudah tutup."" Ya, Tuan. Restoran kami buka jam 9 : 00 pagi, jam 7 atau 8 malam kami sudah tutup. Biasanya jika pengunjungnya banyak, Bos kami akan meminta sebagian dari kita untuk lembur. Hari ini pengunjungnya lumayan banyak makanya kami baru saja tutup," jelas wanita itu.Marco yang mendengar penjelasan dari salah satu wanita yang tugasnya sebagai cleaning servis di restoran itu, hanya bisa mengangguk kecil. Dia menanyakan salah satu pramusaji yang bekerja di sana." Oh, Sinta, sudah pulang dari tadi Tuan, dia sekarang jarang mengambil
Nina menunjuk salah seorang tamu yang sedang duduk sendiri melihat-lihat menu makanan." Dia lagi ..."" Tuh, kan. Kamu kenal pria itu. Sint, kamu kenal dia di mana, siapa nama si tampan itu?"Astaga pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari mulut si Nina itu sungguh tidak penting bagi Sinta.Gadis itu malah yakin dengan dugaan sebelumnya, jika pemuda itu adalah sosok pria yang mengikutinya, dia menaruh kecurigaan terhadap pemuda itu bukan tanpa alasan. " Sinta, kamu ternyata di sini, tamu yang itu cariin kamu."Sinta hanya menjawab dengan anggukan kecil, dia berjalan menghampiri pemuda yang dianggapnya sangat egois dan menyebalkan.Pemuda itu yang tak lain Marco menatap Sinta heran, gadis itu menatapnya penuh rasa ketidaksukaan terhadapnya. Marco berusaha ramah dengan menanyakan kabar Sinta, tapi yang ditanya malah memintanya untuk berbicara empat mata di luar." Mau Tuan apa? Kenapa terus mencari ku? Sinta bertanya kesal kepada pemuda yang ada dihadapannya." Apa kamu sudah lupa? Untuk