" Papi tidak mengatakan apa pun tentang Kakek karena memang tidak penting untuk dibahas. Aku tidak tahu jika Kakek tidak di sana lagi, mungkin pengurus di sana kewalahan menghadapi watak keras dan egoisnya Kakek. Papi pasti memindahkan Kakek ketempat lain. Ah, sudahlah, Marc, untuk apa membahas Kakek, toh selama ini dia juga tidak pernah menanyakan cucu-cucunya."Marco mencerna semua kata yang diucapkan Roni, seingatnya dulu kakeknya orang yang lembut, juga sangat sayang padanya. Marco masih terlalu kanak-kanak saat bersama si kakek, dan itu pun cuma berapa tahun karena dia harus ikut keluarganya pindah ke negara Hongkong. Jadi dia tidak mengetahui watak asli kakeknya yang keras dan egois, seperti yang di tuturkan oleh Roni kepadanya." Marc, aku pergi dulu. Aku ada janji ketemu klien kita di luar," ucap Roni lalu menunjukan sebuah berkas untuk ditanda tangani oleh Marco." Iya, Ron. Bentar lagi, aku juga mau pergi." Marco merapikan semua berkas di atas mejanya, dan menandatangi berkas
Marco masuk ke dalam restoran, suasana di restoran itu sepi tidak ada yang datang. Berbeda dengan hari itu, semua mata pengunjung mengarah kepadanya." Mungkin karena sudah malam jadi sepi tidak ada tamu yang datang untuk makan," gumamnya dalam hati.Marco yang melihat-lihat tempat duduk dengan matanya yang awas seperti mencari sesuatu, dari belakang suara wanita menyapanya." Maaf, Tuan. Restoran kami sudah tutup."" Apa Baru jam 10: 30 restoran ini sudah tutup."" Ya, Tuan. Restoran kami buka jam 9 : 00 pagi, jam 7 atau 8 malam kami sudah tutup. Biasanya jika pengunjungnya banyak, Bos kami akan meminta sebagian dari kita untuk lembur. Hari ini pengunjungnya lumayan banyak makanya kami baru saja tutup," jelas wanita itu.Marco yang mendengar penjelasan dari salah satu wanita yang tugasnya sebagai cleaning servis di restoran itu, hanya bisa mengangguk kecil. Dia menanyakan salah satu pramusaji yang bekerja di sana." Oh, Sinta, sudah pulang dari tadi Tuan, dia sekarang jarang mengambil
Nina menunjuk salah seorang tamu yang sedang duduk sendiri melihat-lihat menu makanan." Dia lagi ..."" Tuh, kan. Kamu kenal pria itu. Sint, kamu kenal dia di mana, siapa nama si tampan itu?"Astaga pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari mulut si Nina itu sungguh tidak penting bagi Sinta.Gadis itu malah yakin dengan dugaan sebelumnya, jika pemuda itu adalah sosok pria yang mengikutinya, dia menaruh kecurigaan terhadap pemuda itu bukan tanpa alasan. " Sinta, kamu ternyata di sini, tamu yang itu cariin kamu."Sinta hanya menjawab dengan anggukan kecil, dia berjalan menghampiri pemuda yang dianggapnya sangat egois dan menyebalkan.Pemuda itu yang tak lain Marco menatap Sinta heran, gadis itu menatapnya penuh rasa ketidaksukaan terhadapnya. Marco berusaha ramah dengan menanyakan kabar Sinta, tapi yang ditanya malah memintanya untuk berbicara empat mata di luar." Mau Tuan apa? Kenapa terus mencari ku? Sinta bertanya kesal kepada pemuda yang ada dihadapannya." Apa kamu sudah lupa? Untuk
Senja yang indah serta angin yang berhembus sepoi-sepoi membuat pepohonan melambai-lambai kesana-kemari, bergoyang indah mengikuti arah angin yang membawanya.Sinta dan Peter sedang duduk di pinggir pantai menikmati pemandangan senja yang indah, sekaligus menghilangkan rasa penat karena bekerja seharian.Setelah laporannya dicatat oleh petugas polisi dan pihak polisi mengatakan akan segera menangani kasus tersebut membuat Sinta sedikit lega." Aku suka melihat pantai, indah dan menyejukkan hati. Bagaimana denganmu, Sint?" tanya Peter seraya melihat sekeliling pantai yang sunyi." Hmmm, Aku juga suka dengan suasana pantai yang tenang seperti ini, rasanya semua keindahan dan kedamaian menjadi satu. Peter coba kamu rasakan." Sinta berdiri dia memejamkan mata, dan merentangkan kedua tangannya lalu menarik nafasnya dalam.Peter mengikuti seperti yang Sinta lakukan, dia merasakan kedamaian dan ketenangan hatinya ketika dia menarik nafasnya yang disertai hembusan angin membuatnya berada di at
Kesunyian kembali menemani kedua Insan itu. senja pun telah pergi ...berganti dengan gelapnya malam.Peter memakai kacamatanya lalu mengajakku Sinta pergi meninggalkan tempat itu.Derrrrtt....Derrrrtt .....Derrrrrrtt ....Suara getaran ponsel yang terus bergetar kencang itu telah membangunkan sepasang insan yang sedang tertidur pulas. Suara panggilan telepon yang di setting agar terdengar suara getaran itu memang di sengaja, supaya tidak mengganggu istirahat si pemilik ponsel.Marco mengucek- ngucek matanya yang masih terasa mengantuk, di sampingnya seorang wanita masih tertidur di atas dadanya yang bidang." Sayang, siapa pagi-pagi sudah mengganggu." Suara manja layaknya anak kecil sedang merajut itu semakin memeluk Marco dengan erat.Pemuda itu tidak menjawabnya dia segera mengambil ponselnya yang berada di samping tempat tidurnya. Marco melihat begitu banyak pesan W******p dan panggilan masuk di ponselnya beberapa di antaranya panggilan dari ayahnya.Semalam dia begitu menikmati
Astaga, Kamu lagi. Dunia ini begitu sempit ya! sampai-sampai harus bertemu dengan mu lagi," ucap Marco yang seolah-oleh dia tidak sengaja berada di sana.Marco tersenyum sendiri membayangkan ketika mengatakan kalimat itu, dia bisa menebak ekspresi gadis tersebut yang akan membuatnya tersenyum geli.Hayalannya itu segera memudar saat dirinya sudah melihat gadis itu keluar dari toko pengadaian, dia semakin cepat melangkahkan kakinya agar dia terlihat seperti orang yang buru-buru dan berpura-pura tidak sengaja bertemu dengan si gadis. Marco juga sudah mempersiapkan semua jawaban jika gadis itu membantah semua ucapannya. Namun, niatnya itu dibatalkannya tak kala dia melihat sosok pria sedang menghampiri gadis itu." Sinta, ternyata kamu di sini. Aku kira kamu pergi kemana, kamu tahu,'kan polisi belum berhasil menangkap sosok penguntit itu, jadi jangan pergi sendirian? tanyanya tampak cemas." Maaf, Peter. Tadi aku cari toilet malah nyasar," ucap Sinta penuh rasa menyesal." Ya sudah, tida
" Aku takut dia menolak perasaan ku, dan ...,yang paling aku takutkan dia tidak mau lagi menjalin pertemanan dengan ku. Aku benar-benar takut kehilangan kedua-duanya, cinta sekaligus teman."Luna yang mendengar itu hanya bisa memeluk Sinta dan memberikan dukungan penuh apa pun pilihan Sinta.Sebagai sahabat, Luna sangat berharap Peter akan memiliki perasaan yang sama dengan Sinta karena menurutnya Peter orang yang tepat bersama Sinta. Beberapa menit berlalu kedua gadis itu menyudahi keharuan atas kegusaran hati Sinta. Terlihat, seseorang sedang berlari kecil menghampiri kedua gadis itu yang baru saja berdiri dari tempat duduknya. " Luna, handphone mu ketinggalan di meja kasir, aku lihat ada yang menelepon mu. Sepertinya itu telepon penting karena berulang kali nomor itu menelepon mu," ucap salah satu teman pramusaji mereka." Astaga, aku lupa membawa handphone ku," jawab Luna yang merogok saku celananya." Ya sudah, Lun. Cepat ambil handphone mu kali saja itu telepon penting. Lis, ka
Aldi si penguntit itu tersenyum puas karena Sinta sudah ada dalam genggamannya, tapi senyuman itu berubah menjadi kepanikan di wajahnya ketika dia mendengar suaranya sendiri.Ya, sebuah pengakuan kejahatan yang barusan dia ucapkan kepada Sinta. Aldi mencari sumber suara rekaman itu, lalu seorang pria keluar dari balik dinding di tangannya memegang ponselnya yang masih mendengarkan suara rekaman pembicaraan Aldi dan Sinta.FlashbackSetelah selesai makan siang bersama Peter, Sinta meminta Peter menunggunya karena dia ingin ke toilet. Peter hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan kecil, tapi yang tidak dia ketahui oleh Peter sebenarnya Sinta ingin pergi ke toko tempat pengadaian perhiasan.Dari sana, Sinta sudah bisa merasakan jika ada seseorang yang sedang mengikutinya, memperhatikan gerak-geriknya dari tempatnya bekerja sampai mengikutinya sampai sejauh ini.Setelah mengambil uang hasil mengadaikan kalungnya, Sinta ingin cepat-cepat pergi menemui Peter. Dan, ternyata Peter telah lebi
" Kalau tidak salah, bukannya kamu ya, yang mendapatkan buket bunga tadi?" tanya Anna kepada Sinta.Sinta tidak menyangka jika Anna masih mengenali wajahnya, padahal Anna hanya melihat dirinya sekilas. Lalu, dia pergi meninggalkan panggung tempat mereka melemparkan buket bunga dengan mengandeng mesra tangan suaminya.Sinta mendapatkan buket bunga itu secara tak sengaja, banyaknya para tamu khususnya para wanita yang berdesak-desakan untuk mendapatkan bunga itu, membuat tubuh Sinta ikut terbawa kesana-kemari. Akan tetapi, keberuntungan sedang menghampiri Sinta, buket bunga yang direbutkan itu tiba-tiba jatuh ke tangannya.Gadis itu pun berjalan keluar, dia berniat kembali ke tempat di mana orang-orang yang membawa Kakek Lau memintanya untuk menunggu mereka.Dengan membawa buket bunga di tangannya, pikirannya berkecamuk dengan peristiwa-peristiwa yang baru dialaminya.Dia tidak pernah menduga jika dirinya akan melihat pernikahan Marco, pemuda yang selama ini selalu membuatnya jengkel s
" Marc, kamu sudah pernah melihat mereka, 'kan? Salah satu di antara mereka akan menjadi adik iparmu. Coba kamu tebak yang mana!"Mendengar permintaan Roni yang menyuruhnya menebak yang mana di antara kedua gadis itu yang merupakan kekasih Roni, Marco pura-pura tidak tahu dan dia meminta Roni untuk langsung menunjukkan yang mana calon adik iparnya.Dari jarak kurang dari dua meter, segerombolan wanita yang sedang berbincang dengan pengantin wanita, mereka melihat kearah Marco yang sedang berbicara dengan Roni serta kedua gadis yang tampak asing di mata Anna." Ann, suamimu sedang berbicara dengan siapa?" tanya seorang teman Anna. Seketika itu juga Anna langsung menoleh kearah Marco." Yang pria itu, Roni, adik sepupu Marco. Tapi, aku tidak kenal dengan kedua gadis itu."" Kamu harus ke sana, Anna. Mereka sepertinya sudah saling kenal, lihat saja mereka berbicara dengan begitu akrab," ucap teman Anna yang lain.Anna dengan dua orang temannya berjalan mendekati Marco yang sedang berbica
Anna dan Marco akan melempar bunga buket tersebut kepada tamu undangan dengan posisi membelakangi para tamu. Lalu dengan beberapa hitungan, buket bunga itu pun akan menjadi rebutan para tamu undangan.Satu, dua, tiga..Sorak para tamu yang menginginkan buket bunga itu jatuh ke tangan mereka terdengar riuh, dan menggema. Lalu, semua mata tamu undangan melihat kearah sosok yang mendapatkan buket bunga itu.Tak terkecuali sepasang pengantin yang baru mengikrarkan janji suci pernikahan mereka, buket bunga yang jadi rebutan itu jatuh ke tangan seorang wanita." Kamu beruntung bisa mendapatkan buket bunga ini, selamat ya!" ucap salah seorang tamu wanita yang juga berharap buket bunga itu jatuh ke tangannya." Selamat ya, semoga kamu cepat segera menyusul," ucap Anna yang tersenyum kearah wanita yang mendapatkan buket bunganya.Anna mengandeng erat tangan Marco, dia ingin memperlihatkan kepada orang-orang betapa beruntung dan bahagia dirinya.Sementara Marco, dia memandang wanita itu tanpa b
Luna bukannya tidak mengizinkan Sinta bekerja sesuai dengan pengalamannya, tapi dia tahu tidak mudah mendapatkan pekerjaan baru.Dan, Luna sangat paham watak ayahnya, jika pegawainya sudah memilih untuk keluar dari restoran mereka, ayahnya tidak akan pernah mau menerima pegawainya itu kembali bekerja dengannya.Tapi, Sinta yang sudah bulat dengan keputusan yakin tidak akan menyesali keputusannya tersebut." Aku pasti akan mendapat pekerjaan di tempat lain," gumam Sinta.Di sebuah ruangan, tepatnya sebuah kamar di rumah sakit, seorang pria yang sudah lanjut usia sedang duduk di tempat tidurnya, matanya menatap kesebuah layar televisi.Pria itu menatap ke layar televisi dengan sekali-kali bergumam sendiri, di sampingnya berdiri seorang pria lainnya. Pria itu terlihat lebih muda, mungkin umurnya berkisaran lima puluhan keatas, dia terlihat rapi dengan setelan jasnya." Mereka mau menikahkan anaknya tanpa peduli orang tuanya ada di mana," gumamnya lagi." Pak Alex, apa benar katamu tadi,
Kedua pemuda itu saling berjabat tangan. Ini kali pertama Peter melihat laki-laki yang dipilih dan dicintai oleh wanita yang dicintainya, Anna. Peter bisa merasakan jika Anna sangat mencintai Marco, sementara Marco terlihat biasa-biasa saja. Tapi, Peter tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa mendoakan Anna akan bahagia bersama pria yang dicintainya dan berharap Marco akan mencintai Anna dengan sepenuh hatinya.Peter memperhatikan Marco dengan seksama, dia pun merasa tidak asing dengan calon suami Anna tersebut." Sepertinya kita pernah bertemu," ucap Peter." Oh ya, di mana? aku lupa," jawab Marco pura-pura lupa." Di kantor polisi."" Sayang, kenapa kamu ke kantor polisi? tanya Anna yang penasaran." Anna, mungkin aku salah orang. Hmm, karena Marco sudah ada di sini, aku pulang dulu ya, Anna."" Kenapa harus buru-buru, tidak apa-apa. Kalian bisa melanjutkan obrolan kalian. Lagi pula, aku harus pergi masih ada pekerjaan yang harus aku kerjakan," ucap Marco." Anna, sudah lama men
Senja kala itu sudah menampakkan warna kemerah-merahan, sungguh indah di pandang mata. Sinta terus memandang kearah senja yang indah, dia menikmati keindahan yang diciptakan oleh sang Maha Agung.Sementara itu Marco yang melihat Sinta begitu menikmati senja yang terlihat jelas nan indah, dia pun ikut memandang detik-detik senja yang sebentar lagi akan hilang.Sekali-kali pemuda itu menoleh kearah Sinta, dia menatap lekat kearah gadis itu. Dia yakin jika dugaannya selama ini salah, Sinta bukan wanita jahat yang ingin memanfaatkan para pria kaya." Sint, kamu sudah yakin untuk menarik membatalkan laporan mu tentang penguntitan yang dilakukan oleh temanmu itu?" tanya Marco." Iya, Tuan, aku sudah yakin. Aku memberinya kesempatan untuk memperbaiki dirinya, lagi pula jika Aldi di dalam sel penjara siapa yang akan merawat orang tuanya serta membantu biasa sekolah adiknya. Dia sudah minta maaf dan dia sudah berjanji akan mencari pekerjaan di kota lain." Aku harap dia menepati janjinya kepad
Di saat Peter datang menghampirinya, dan meminta maaf karena dia tidak bisa pergi bersama Sinta. Di saat itulah, rasa cemburu, marah, dan kecewa merasuk ke dalam hati gadis itu. Dia ingin mengatakan isi hatinya, tapi saat itu mulut Sinta terkunci yang ada hanya rona wajahnya memerah.Gadis itu tidak bisa memungkiri hatinya merasa sakit dan kecewa di saat Peter selalu meninggalkannya hanya demi Anna. Dia ingin melarang Peter untuk tetap bersamanya, tapi dia tidak punya hak melakukan itu karena status mereka sebatas teman biasa." Aku tahu, kamu lebih lama mengenal Anna. Tapi, apa posisi Anna di hatimu tidak bisa digantikan oleh orang lain?" gumam Sinta.Ting ...Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Sinta, dia pun mengambil ponselnya yang ditaruhnya di dalam tasnya. Sebuah pesan dari nomor yang belum di save nya ke dalam kontak ponselnya, pesan itu bisa dibacanya dari layar atas ponselnya.Sinta yang penasaran dengan isi keseluruhan pesan dari nomor tanpa nama, dia pun membuka dan membaca
Sinta yang baru masuk ke dalam kamar 028, dia melihat si kakek menatapnya tajam. Tatapan itu sendiri menunjukkan jika dia tidak menyukai melihat sosok gadis yang berdiri tepat di hadapannya saat ini. Gadis itu berdiri dengan memegang tampan yang berisi makanan, dia meletakkan nampan itu ke atas meja lalu dia menaruh tas selempangnya di atas sofa yang berada di kamar VIV itu." Kamu siapa? Kenapa kamu yang membawa makanan itu lagi?" tanya si kakek." Namaku Sinta, Kek. Aku yang bertugas menghantarkan makanan ini untuk Kakek," ucap Sinta lalu meletakkan nasi serta lauknya di atas meja kecil yang ditaruh di ranjang pasien." Kakek katamu? Siapa kamu yang beraninya memanggil aku dengan sebutan Kakek. Kamu tidak tahu siapa aku, Hah!"" Aku Sinta, Kek. Kakek Lau lupa ya dengan nama itu," ucap Sinta dengan tenang." Itu bukan namaku. Aku juga tidak mengenal kamu, jangan sekali-kali memanggil ku dengan sebutan Kakek Lau. Panggil aku dengan sebutan Tuan Besar Chan," ucapnya dengan nada tegas d
Melihat Sinta yang begitu keras kepala, akhirnya Luna mengalah. Luna tidak akan pergi menjenguk si kakek di jam kerjanya, tapi dia akan mengantar Sinta ke rumah sakit setelah itu dia kembali ke restorannya.Selama di perjalanan menuju rumah sakit kedua gadis itu tidak bicara satu sama lain, Luna fokus menyetir mobilnya sementara Sinta membuka pesan-pesan yang belum sempat dibacanya.Sesampainya di rumah sakit, Sinta langsung berjalan menuju kamar yang dihuni oleh Kakek Lau. Sementara Luna berangkat kerja seperti yang dikehendaki oleh Sinta, dia pun melaju dengan cepat meninggalkan rumah sakit itu.Sinta heran melihat kamar yang dihuni oleh Kakek Lau telah di tempati oleh orang lain, dia pun bertanya kepada salah seorang Suster yang pernah merawat Kakek bersama Dokter Peter." Kakek itu! Nona bukannya yang membawa Beliau pertama kali ke rumah sakit ini, kan? Hmm, kemarin sore Beliau dipindahkan keruang VIV. Beliau memaksa untuk ditempatkan diruang yang paling bagus di rumah sakit ini,