Malam yang panjang nan sunyi.diserta rasa takut yang mencekam telah berlalu.Berganti dengan, Sang Mentari yang telah kembali bersinar memancarkan cahayanya yang hangat.Sinta yang belum lama memejamkan matanya terbangun karena dia mengalami mimpi yang sangat buruk. Dia teringat kembali kejadian semalam, di mana Peter harus mengalami luka di lengannya hanya untuk melindungi dirinya dari serangan Aldi yang membabi buta.Tadi Malam, Luna yang mendapat kabar dari Sinta langsung menemui sahabatnya itu di rumah sakit. Luna menemani Sinta selama beberapa jam di rumah sakit, lalu dia mengajak Sinta pulang untuk beristirahat. Awalnya, Sinta tidak ingin pulang dia ingin menemani Peter yang kala itu sudah tertidur sangat pulas karena kelelahan.Tapi, Luna terus membujuknya dengan mengatakan jika kakek Lau akan panik bila mendapati Sinta tidak ada di rumah.Sinta yang mendengar perkataan Luna itu akhirnya bersedia untuk pulang karena dia juga tidak ingin kakek Lau khawatir akan dirinya. Lagi
" Anna, Apa menurutmu yang ku lakukan sejauh ini, hanya terlihat seperti perlakuan seorang kakak ke adiknya? Tidakkah kamu merasakan sedikit pun perhatian ku sebagai seorang laki-laki yang mencintai mu, Hah?"Deg ....Jantung Sinta yang mendengar percakapan itu berdetak kencang, deru nafasnya tak beraturan. Rasa sakit yang dirasakan oleh Sinta seperti sayatan belati yang menusuk-nusuk ke dalam hatinya. Sakit ... Luka yang di rasakannya tak sedikit pun mengeluarkan darah, akan tetapi rasa sakitnya tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.Sambil terus memegang dadanya, butiran air matanya yang sedari tadi ditahannya kini perlahan mulai sedikit demi sedikit membasahi pipinya.Luna yang hampir sampai di kamar Peter, dia merasa heran melihat Sinta yang masih berdiri di belakang pintu. Sinta yang melihat kedatangan Luna, dengan cepat Sinta menaruh jari telunjuk di bibirnya. Sebuah tanda agar sahabatnya itu tidak bertanya apa pun, Luna menganggukan kepalanya mengerti dia pun mendekati S
Sinta menjawabnya dengan sebuah anggukan kecil, kedua gadis itu pun pergi meninggalkan Peter yang masih tersenyum dengan kesenduan yang terpancar di matanya.Setelah meninggalkan rumah sakit, kedua gadis itu sedang berada di sebuah caffe shop yang berada di pusat kota. Kedua gadis itu hanya memesan minuman serta beberapa camilan ringan yang telah tersaji di atas meja mereka.Sejak keluar dari rumah sakit sampai tiba di caffe shop itu, mereka berdua tidak banyak bicara. Sinta terlihat sangat galau, raut wajahnya sulit untuk diartikan. Luna berusaha menghibur Sinta dengan bercerita banyak hal, tapi sahabatnya tidak meresponnya sama sekali.Tentunya sebagai sahabat yang baik, Luna tidak menyerah dia memberikan semangat supaya Sinta tetap tegar dan tidak putus asa." Sinta, Apa kamu tahu siapa wanita tadi? Hmmm, maksudku Peter pernah cerita sesuatu," tanya Luna ragu-ragu." Iya, Peter pernah bercerita sekilas tentang seorang wanita, tepatnya sahabat masa kecilnya. Tidak salah lagi mungki
" Hi, Kalian dari sini juga, Kalian masih kenal dengan aku,kan?" ucap Roni ramah.Kedua wanita itu yang tak lain Sinta dan sahabat baiknya Luna mengenali sosok pria yang menyapa mereka, pria yang waktu itu tertabrak oleh mobil Luna.Sinta teringat waktu pertama kali dia dan Luna menemui Roni untuk meminta maaf, pria itu terlihat acuh tak acuh serta tatapan matanya tak bersahabat sama sekali.Tapi sekarang sangat berbeda, pria itu terlihat sangat baik dan ramah, bahkan dia yang berpenampilan seperti pria kaya pada umumnya, tidak sungkan menyapa duluan kepada kedua gadis yang terlihat biasa-biasa saja." Apa kalian sudah tidak ingat dengan ku?" tanya Roni dengan pertanyaan yang sama." Masih ingat. Pak Roni, 'kan?" jawab Sinta gugup." Pak? Apa wajah ku sudah setua itu sehingga di panggil Bapak?"Roni memegang dagunya serta memutarnya wajahnya kekanan dan kekiri di sebuah pintu kaca di dekat mereka berdiri saat ini. Sementara, Luna yang sedari tadi menjaga sikapnya kini tersipu menahan
" By the way, Tadi aku lihat kamu begitu akrab dengan mereka berdua, sejak kapan kamu mengenal mereka?" Marco bertanya dengan rasa penasaran yang menggebu.Roni hanya tersenyum sekilas lalu dia menceritakan kepada Marco bagaimana dia bisa kenal dengan kedua gadis itu. Dia mengatakan jika mobil yang menabrak dirinya dulu dikemudikan oleh Luna. Sementara Sinta, hanya sebatas penumpang di mobi itu.Ketika Roni sedang mengingat kembali saat kedua gadis itu masuk ke dalam ruangannya, dia terus tersenyum ada momen lucu yang membuat dia ingin selalu tersenyum kala dia ingat saat itu.Marco yang sedari tadi memperhatikan sikap Roni yang begitu bersemangat menceritakan, awal perkenalannya dengan kedua gadis itu, dia menyimpulkan jika Roni menyukai Sinta. Pemuda itu menyimpulkan hal itu bukan tanpa alasan, dia melihat dengan jelas bagaimana Roni ingin mendapatkan perhatian dari Sinta waktu mereka sedang mengobrol di caffe shop tersebut." Marc, ini kebetulan yang sangat unik. Bayangkan saja, k
Sinta tersenyum lirih ketika melihat photo-photo Peter yang sedang makan masakannya, bahkan Dokter muda itu mengirim video singkat saat dia menghabiskan sisa-sisa makanan yang Sinta masak khusus untuknya.[ Sint, Terima kasih untuk makanannya. Masakan kamu benar-benar enak, aku sangat suka😋 ][ Syukurlah kalau kamu suka, Peter. Ya, sama-sama.☺️ ]Sinta membalas Pesan itu dengan singkat, di layar handphone gadis itu terlihat Peter sedang mengetik balasan pesannya, tapi gadis itu memilih untuk meletakkan handphone nya d atas meja. Sinta melanjutkan kerjaannya yang belum selesai tanpa membuka kembali pesan balasan dari Peter. Meskipun, beberapa kali terdengar suara pesan masuk di handphone-nya, gadis itu seolah ingin mengalihkan perhatiannya akan peristiwa tadi siang dengan mengabaikan pesan dari Peter.Setelah memberikan vitamin kepada sang kakek dan melihat kakek Lau sudah tertidur, serta memastikan pintu sudah terkunci rapat. Sinta pun masuk ke dalam kamar dan merebahkan badannya yan
" Andai aku punya pilihan lain, tentunya jalan hidup aku tidak akan begini," ucap Maya lalu mengambil tasnya hendak keluar dari kamarnya." Maya, kamu tahu aku bisa membantumu memberikan semua yang kamu inginkan asalkan kamu meninggalkan pekerjaan itu," ucap Marco menyakinkan Maya." Lantas, sebagai gantinya apa yang harus aku lakukan?" tanya Maya yang sebenarnya dia sudah bisa menebak jawaban apa yang akan diterimanya." Hanya menjadi wanitaku, dan tidak melayani pria manapun."" Mungkin lebih tepatnya menjadi wanita simpananmu, Tuan Marco. Yang tugasnya melayani dan siap menunggu kapan pun kamu bisa datang ke sini," ucap Maya." Tapi ini jauh lebih baik, Maya. Hidupmu terjamin, terutama kamu akan aman bersamaku. Bagaimana?"Maya menghentikan langkah kakinya sebentar, dia menoleh kearah Marco yang sedang menunggu keputusannya. Namun, wanita itu tidak memberikan keputusan apa pun, melainkan dia hanya ingin memberitahu Marco jika dari semalam Anna terus menelepon pemuda itu. " Sepertin
Sinta hanya mengangguk, dia berusaha menyembunyikan perasaan sedihnya, setelah mengetahui Peter sang pujaan hati telahmenaruh hatinya sejak lama pada teman masa kecilnya.Sinta memang gadis yang polos, dia baru pertama kali jatuh cinta dengan seorang pria. Selama ini banyak pria jatuh hati pada gadis berlesung pipi itu, termasuk Aldi temannya sendiri yang harus berakhir di sel penjara.Namun, tidak ada satu pun yang berhasil menaklukkan hatinya. Dan saat ini, dia benar-benar bisa merasakan jika dirinya telah menemukan pria idaman hatinya. Peter yang selalu memperlakukan Sinta dengan baik telah membuat gadis itu salah mengartikan kebaikan Peter tersebut. Hal itulah yang membuat gadis itu kecewa dengan harapannya sendiri, Peter tidak memiliki perasaan cinta kepadanya." Ahh, Peter. Mengapa kamu memperlakukanku dengan begitu baik, jika hatimu sudah mencintai wanita lain,"gumamnya dalam hati.Sinta kembali bekerja dia meninggalkan Peter yang duduk sendirian menikmati makan siangnya. Di d
" Kalau tidak salah, bukannya kamu ya, yang mendapatkan buket bunga tadi?" tanya Anna kepada Sinta.Sinta tidak menyangka jika Anna masih mengenali wajahnya, padahal Anna hanya melihat dirinya sekilas. Lalu, dia pergi meninggalkan panggung tempat mereka melemparkan buket bunga dengan mengandeng mesra tangan suaminya.Sinta mendapatkan buket bunga itu secara tak sengaja, banyaknya para tamu khususnya para wanita yang berdesak-desakan untuk mendapatkan bunga itu, membuat tubuh Sinta ikut terbawa kesana-kemari. Akan tetapi, keberuntungan sedang menghampiri Sinta, buket bunga yang direbutkan itu tiba-tiba jatuh ke tangannya.Gadis itu pun berjalan keluar, dia berniat kembali ke tempat di mana orang-orang yang membawa Kakek Lau memintanya untuk menunggu mereka.Dengan membawa buket bunga di tangannya, pikirannya berkecamuk dengan peristiwa-peristiwa yang baru dialaminya.Dia tidak pernah menduga jika dirinya akan melihat pernikahan Marco, pemuda yang selama ini selalu membuatnya jengkel s
" Marc, kamu sudah pernah melihat mereka, 'kan? Salah satu di antara mereka akan menjadi adik iparmu. Coba kamu tebak yang mana!"Mendengar permintaan Roni yang menyuruhnya menebak yang mana di antara kedua gadis itu yang merupakan kekasih Roni, Marco pura-pura tidak tahu dan dia meminta Roni untuk langsung menunjukkan yang mana calon adik iparnya.Dari jarak kurang dari dua meter, segerombolan wanita yang sedang berbincang dengan pengantin wanita, mereka melihat kearah Marco yang sedang berbicara dengan Roni serta kedua gadis yang tampak asing di mata Anna." Ann, suamimu sedang berbicara dengan siapa?" tanya seorang teman Anna. Seketika itu juga Anna langsung menoleh kearah Marco." Yang pria itu, Roni, adik sepupu Marco. Tapi, aku tidak kenal dengan kedua gadis itu."" Kamu harus ke sana, Anna. Mereka sepertinya sudah saling kenal, lihat saja mereka berbicara dengan begitu akrab," ucap teman Anna yang lain.Anna dengan dua orang temannya berjalan mendekati Marco yang sedang berbica
Anna dan Marco akan melempar bunga buket tersebut kepada tamu undangan dengan posisi membelakangi para tamu. Lalu dengan beberapa hitungan, buket bunga itu pun akan menjadi rebutan para tamu undangan.Satu, dua, tiga..Sorak para tamu yang menginginkan buket bunga itu jatuh ke tangan mereka terdengar riuh, dan menggema. Lalu, semua mata tamu undangan melihat kearah sosok yang mendapatkan buket bunga itu.Tak terkecuali sepasang pengantin yang baru mengikrarkan janji suci pernikahan mereka, buket bunga yang jadi rebutan itu jatuh ke tangan seorang wanita." Kamu beruntung bisa mendapatkan buket bunga ini, selamat ya!" ucap salah seorang tamu wanita yang juga berharap buket bunga itu jatuh ke tangannya." Selamat ya, semoga kamu cepat segera menyusul," ucap Anna yang tersenyum kearah wanita yang mendapatkan buket bunganya.Anna mengandeng erat tangan Marco, dia ingin memperlihatkan kepada orang-orang betapa beruntung dan bahagia dirinya.Sementara Marco, dia memandang wanita itu tanpa b
Luna bukannya tidak mengizinkan Sinta bekerja sesuai dengan pengalamannya, tapi dia tahu tidak mudah mendapatkan pekerjaan baru.Dan, Luna sangat paham watak ayahnya, jika pegawainya sudah memilih untuk keluar dari restoran mereka, ayahnya tidak akan pernah mau menerima pegawainya itu kembali bekerja dengannya.Tapi, Sinta yang sudah bulat dengan keputusan yakin tidak akan menyesali keputusannya tersebut." Aku pasti akan mendapat pekerjaan di tempat lain," gumam Sinta.Di sebuah ruangan, tepatnya sebuah kamar di rumah sakit, seorang pria yang sudah lanjut usia sedang duduk di tempat tidurnya, matanya menatap kesebuah layar televisi.Pria itu menatap ke layar televisi dengan sekali-kali bergumam sendiri, di sampingnya berdiri seorang pria lainnya. Pria itu terlihat lebih muda, mungkin umurnya berkisaran lima puluhan keatas, dia terlihat rapi dengan setelan jasnya." Mereka mau menikahkan anaknya tanpa peduli orang tuanya ada di mana," gumamnya lagi." Pak Alex, apa benar katamu tadi,
Kedua pemuda itu saling berjabat tangan. Ini kali pertama Peter melihat laki-laki yang dipilih dan dicintai oleh wanita yang dicintainya, Anna. Peter bisa merasakan jika Anna sangat mencintai Marco, sementara Marco terlihat biasa-biasa saja. Tapi, Peter tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya bisa mendoakan Anna akan bahagia bersama pria yang dicintainya dan berharap Marco akan mencintai Anna dengan sepenuh hatinya.Peter memperhatikan Marco dengan seksama, dia pun merasa tidak asing dengan calon suami Anna tersebut." Sepertinya kita pernah bertemu," ucap Peter." Oh ya, di mana? aku lupa," jawab Marco pura-pura lupa." Di kantor polisi."" Sayang, kenapa kamu ke kantor polisi? tanya Anna yang penasaran." Anna, mungkin aku salah orang. Hmm, karena Marco sudah ada di sini, aku pulang dulu ya, Anna."" Kenapa harus buru-buru, tidak apa-apa. Kalian bisa melanjutkan obrolan kalian. Lagi pula, aku harus pergi masih ada pekerjaan yang harus aku kerjakan," ucap Marco." Anna, sudah lama men
Senja kala itu sudah menampakkan warna kemerah-merahan, sungguh indah di pandang mata. Sinta terus memandang kearah senja yang indah, dia menikmati keindahan yang diciptakan oleh sang Maha Agung.Sementara itu Marco yang melihat Sinta begitu menikmati senja yang terlihat jelas nan indah, dia pun ikut memandang detik-detik senja yang sebentar lagi akan hilang.Sekali-kali pemuda itu menoleh kearah Sinta, dia menatap lekat kearah gadis itu. Dia yakin jika dugaannya selama ini salah, Sinta bukan wanita jahat yang ingin memanfaatkan para pria kaya." Sint, kamu sudah yakin untuk menarik membatalkan laporan mu tentang penguntitan yang dilakukan oleh temanmu itu?" tanya Marco." Iya, Tuan, aku sudah yakin. Aku memberinya kesempatan untuk memperbaiki dirinya, lagi pula jika Aldi di dalam sel penjara siapa yang akan merawat orang tuanya serta membantu biasa sekolah adiknya. Dia sudah minta maaf dan dia sudah berjanji akan mencari pekerjaan di kota lain." Aku harap dia menepati janjinya kepad
Di saat Peter datang menghampirinya, dan meminta maaf karena dia tidak bisa pergi bersama Sinta. Di saat itulah, rasa cemburu, marah, dan kecewa merasuk ke dalam hati gadis itu. Dia ingin mengatakan isi hatinya, tapi saat itu mulut Sinta terkunci yang ada hanya rona wajahnya memerah.Gadis itu tidak bisa memungkiri hatinya merasa sakit dan kecewa di saat Peter selalu meninggalkannya hanya demi Anna. Dia ingin melarang Peter untuk tetap bersamanya, tapi dia tidak punya hak melakukan itu karena status mereka sebatas teman biasa." Aku tahu, kamu lebih lama mengenal Anna. Tapi, apa posisi Anna di hatimu tidak bisa digantikan oleh orang lain?" gumam Sinta.Ting ...Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Sinta, dia pun mengambil ponselnya yang ditaruhnya di dalam tasnya. Sebuah pesan dari nomor yang belum di save nya ke dalam kontak ponselnya, pesan itu bisa dibacanya dari layar atas ponselnya.Sinta yang penasaran dengan isi keseluruhan pesan dari nomor tanpa nama, dia pun membuka dan membaca
Sinta yang baru masuk ke dalam kamar 028, dia melihat si kakek menatapnya tajam. Tatapan itu sendiri menunjukkan jika dia tidak menyukai melihat sosok gadis yang berdiri tepat di hadapannya saat ini. Gadis itu berdiri dengan memegang tampan yang berisi makanan, dia meletakkan nampan itu ke atas meja lalu dia menaruh tas selempangnya di atas sofa yang berada di kamar VIV itu." Kamu siapa? Kenapa kamu yang membawa makanan itu lagi?" tanya si kakek." Namaku Sinta, Kek. Aku yang bertugas menghantarkan makanan ini untuk Kakek," ucap Sinta lalu meletakkan nasi serta lauknya di atas meja kecil yang ditaruh di ranjang pasien." Kakek katamu? Siapa kamu yang beraninya memanggil aku dengan sebutan Kakek. Kamu tidak tahu siapa aku, Hah!"" Aku Sinta, Kek. Kakek Lau lupa ya dengan nama itu," ucap Sinta dengan tenang." Itu bukan namaku. Aku juga tidak mengenal kamu, jangan sekali-kali memanggil ku dengan sebutan Kakek Lau. Panggil aku dengan sebutan Tuan Besar Chan," ucapnya dengan nada tegas d
Melihat Sinta yang begitu keras kepala, akhirnya Luna mengalah. Luna tidak akan pergi menjenguk si kakek di jam kerjanya, tapi dia akan mengantar Sinta ke rumah sakit setelah itu dia kembali ke restorannya.Selama di perjalanan menuju rumah sakit kedua gadis itu tidak bicara satu sama lain, Luna fokus menyetir mobilnya sementara Sinta membuka pesan-pesan yang belum sempat dibacanya.Sesampainya di rumah sakit, Sinta langsung berjalan menuju kamar yang dihuni oleh Kakek Lau. Sementara Luna berangkat kerja seperti yang dikehendaki oleh Sinta, dia pun melaju dengan cepat meninggalkan rumah sakit itu.Sinta heran melihat kamar yang dihuni oleh Kakek Lau telah di tempati oleh orang lain, dia pun bertanya kepada salah seorang Suster yang pernah merawat Kakek bersama Dokter Peter." Kakek itu! Nona bukannya yang membawa Beliau pertama kali ke rumah sakit ini, kan? Hmm, kemarin sore Beliau dipindahkan keruang VIV. Beliau memaksa untuk ditempatkan diruang yang paling bagus di rumah sakit ini,