“Miranda, kau sudah pulang?” Helen bertanya kala melihat Miranda masuk ke dalam kamar. Sesaat, dia mengerutkan keningnya menatap Miranda yang sejak tadi terus tersenyum. “Wajahmu menunjukkan kebahagiaan. Apa kau habis bertemu dengan Athes Russel?” tebaknya dengan yakin.Miranda menghela napas dalam mendengar perkataan Helen. Kini dia mendekat dan menjatuhkan tubuhnya di samping Helen seraya meletakkan tasnya ke atas meja. “Jangan membahas Athes ketika di rumah.”“Come on, Miranda. Ini di kamarmu. Tidak mungkin ada CCTV di kamarmu sendiri, bukan?” Helen mendengkus tak suka. Tatapannya menatap kesal Miranda. Bagaimana tidak? Sejak kemarin jika dirinya bertanya tentang hubungan sahabatnya itu dengan Athes. Miranda hanya mengatakan semuanya baik, dan tidak mau menceritakan lebih dalam lagi. Padahal Helen ingin mengetahui bagaimana kisah cinta sahabatnya itu dengan Athes hingga akhirnya mereka menjalin sebuah hubungan.Miranda berdecak pelan. “Kenapa kau selalu membahas tentang Athes?” tan
“Apa yang kau lakukan di sini, Valerie?”Suara Athes menegur Valerie terdengar begitu tajam dan menusuk. Sesaat, tatapan Athes teralih pada Valerie yang memegang ponselnya. Raut wajah kemarahan begitu terlihat di iris mata cokelat gelapnya. Athes langsung mendekat, dia menyambar ponsel miliknya yang ada di genggaman tangan Valerie.“Athes?” Valerie yang terkejut kala Athes mengambil ponsel yang ada di tangannya.“Sejak kapan kau berani membuka ponselku, Valerie!” seru Athes dengan tatapan yang kian menajam, menatap Valerie yang berdiri di hadapannya.“Aku memiliki hak di hidupmu, Athes! Jangan melarangku. Sudah cukup selama ini aku bersabar menghadapimu yang selalu bermain dengan jalang rendah! Kita akan menikah, Athes! Hentikan kegilaanmu yang berselingkuh dariku. Jika dulu aku hanya diam, karena aku pikir aku ingin kau puas menghabiskan hidupmu untuk bersenang-senang sebelum kita menikah nanti! Tapi sekarang tidak lagi! Aku tidak mau hanya diam ketika melihatmu berselingkuh di belak
Athes melangkah keluar dari ruang meeting dan melirik arlojinya—waktu menunjukkan pukul lima sore. Dia mengembuskan napas kasar. Dia begitu malas jika hari sudah sore. Itu artinya dia harus segera pulang dan bertemu dengan Valerie. Sedangkan dia sudah lelah dengan Valerie yang selalu ada di sekitarnya. Bisa saja Athes tinggal di apartemen pribadinya, tapi jika Valerie masih berada di Roma pasti akan sulit. Dia tidak ingin Valerie mendatangi perusahaan, hingga membuat masalah.“Tuan Athes.” Henrik menyapa seraya menghampiri Athes yang hendak menuju ruang kerja tuannya itu.“Ada apa?” tanya Athes dingin.“Tuan, ada hal yang ingin saya sampaikan.”“Ada apa, Henrik? Cepat katakan jangan berputar-putar.”“Tuan, di dalam ruang kerja Anda ada Tuan Besar Aaron yang sejak tadi menunggu Anda.”Raut wajah Athes berubah kala mendengar apa yang dikatakan oleh Henrik. Dia berdecak seraya mengumpat dalam hati. Jika ayahnya datang pasti mencari masalah. Apa lagi yang dikatakan ayahnya jika bukan memb
“Tuan Russel.” Almero berseru menyambut kedatangan Athes Russel bersama dengan wanita yang dibawa olehnya.Jantung Miranda nyaris berhenti. Tatapannya menatap terkejut Athes melangkah mamasuki ballroom bersama dengan seorang wanita. Mereka bagaikan pasangan yang sangat serasi. Semua mata kini hanya tertuju pada mereka.“A-Athes.” Miranda bergumam lirih. Matanya memanas. Namun, dia masih mampu menahan dirinya.“Miranda.” Helen yang melihat kedatangan Athes bersama dengan wanita lain, dia pun tampak begitu terkejut. Helen ingin bertanya, namun dia mengurungkan niatnya karena di sini ada Almero King dengan istrinya.Miranda melangkah mundur ketika Almero dan Aira berjalan mendekat ke arah Athes dan wanita yang berdiri di samping Athes. Tubuh Miranda nyaris ambruk. Hatinya begitu perih dan terluka melihat ini. Tapi, Miranda berusaha untuk menguatkan diri.“Akhirnya kau datang, Tuan Athes?” Almero mendekat ke arah Athes. Dia mengulurkan tangannya, menjabat Athes. Athes pun menyambut jabata
Helen membawa Miranda duduk di sofa kamar apartemen Miranda. Malam ini Helen sengaja tidak mengajak Miranda untuk pulang ke mansion. Keadaan Miranda tampak kacau. Makeup yang berantakan, mata yang sembab. Rambut yang sudah tidak lagi tertata.Sepanjang perjalanan Miranda tidak henti menangis. Bahkan Helen tidak tega melihat keadaan Miranda seperti ini. Untuk pertama kalinya, Helen melihat Miranda menangis keras hanya karena seorang pria.Sebelumnya Miranda tidak pernah jatuh cinta. Kini Helen tahu, alasan kenapa Miranda tidak ingin jatuh cinta karena sahabatnya itu hanya menghindari luka yang membuatnya seakan tidak sanggup menjalani kehidupan.“Miranda, minumlah. Tadi aku meminta pelayan membuatkan teh hangat untukmu.” Helen memberikan cangkir yang berisikan teh hangat pada Miranda.Miranda hanya mengambil cangkir teh itu dan meminumnya perlahan. Raut wajahnya begitu muram. Pandangannya lurus ke depan dengan pikiran yang menerawang. Miranda berharap ini adalah mimpi. Tapi sayangnya i
Miranda memijat pelan pelipisnya kala merasakan pusing yang luar biasa. Perutnya merasa mual. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, hingga membuat dirinya seperti ini. Mungkin karena tidak makan sejak tadi malam, membuat asam lambungnya naik.Kepala yang begitu memberat, membuat Miranda memilih untuk berdiam diri di kamar dan tidak pergi ke mana pun. Sebelumnya, dia telah meminta Bella untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dia memilih untuk tidak bekerja beberapa hari ini, memulihkan keadaannya.Suara ketukan pintu, membuat Miranda mengalihkan pandangannya ke arah pintu dan langsung menginstruksi untuk masuk.“Selamat pagi, Nona Miranda.” Seorang pelayan mengantarkan teh hangat dan tiramisu cake yang tadi Miranda pesan. Sebenarnya, Miranda tidak ingin sarapan apa pun. Perutnya yang mual, membuatnya tidak ingin makan. Hanya saja jika dia tidak makan, itu sama saja membuat sakitnya semakin parah. Paling tidak, dia memakan meski hanya sedikit.“Pagi, kau letakkan saja sarapanku di at
“Apa gaun ini cantik untukku?” tanya Valerie pada Aria, sang designer khusus yang merancang gaun yang Valerie pakai untuk pertemuan keluarganya dan keluarga Athes. Ya, demi tampil sempurna, Valerie meminta designer ternama merancangkan khusus gaun untuknya. Dia pun ingin membuat Athes mengagumi kecantikannya.“Nona Valerie, Anda memang sangat cantik. Gaun ini sangat cocok dipakai oleh Anda.” Aria berujar memuji penampilan Valerie. “Saya yakin, Tuan Athes pasti akan menyukai penampilan Anda, Nona,” lanjutnya dengan yakin.“Ah, kau benar. Athes pasti akan menyukaiku.” Valerie mematut diri di cermin. Tubuhnya terbalut oleh gaun berwarna gold tali spaghetti. Gaun ini memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah. Dengan polesan makeup bold di wajahnya membuat Valerie semakin percaya diri. Dia memang pantas menjadi pasangan Athes. Itu yang sejak dulu dia tanamkan di pikirannya.“Nona Valerie, mari saya antarkan ke depan. Pasti Tuan Athes sudah menunggu Anda,” ujar Aria seraya mengulurkan tangan
“Huekkk!”Miranda memuntahkan semua makanan yang baru saja dia makan. Kepalanya memberat. Tubuhnya terasa begitu lemah. Bahkan, saat dia merasakan tubuhnya hampir ambruk, dia langsung memegang kuat wastafel. Entah kenapa beberapa hari ini mualnya tak kunjung menghilang. Kini Miranda memutar keran wastafel, membasuh mulutnya dengan air bersih.“Kenapa tidak sembuh juga? Padahal aku sudah menjaga pola makanku,” gumam Miranda seraya menghela napas panjang. Sungguh, dia tidak menyukai keadaan kesehatannya menurun seperti ini.Miranda melangkahkan kakinya keluar dari toilet, menuju ruang makan. Jika dia mual, hanya ada satu yang membuatnya jauh lebih baik yaitu memakan makanan manis.“Nona Miranda.” Sang pelayan menyapa dengan sopan kala Miranda memasuki rang makan.“Tolong siapkan apple juice dan chocolate cake untukku.” Miranda menarik kursi, lalu duduk.Sang pelayan menggangguk. Kemudian dia menyajikan apple juice dan chocolate cake yang dipesan oleh Miranda ke atas meja. Tepat di saat