Athes mengisap rokok dengan kuat dan mengembuskan ke udara. Pandangannya kosong dengan pikiran yang menerawang ke depan. Dia tidak menyangka beberapa jam lalu dirinya mengatakan kata cinta pada Miranda. Sebuah ungkapan yang tidak pernah diucapkan dalam hidupnya.Kini semua menjadi rumit. Dia sebentar lagi akan menikah dengan Valerie. Sedangkan dia tidak mungkin melepaskan Miranda. Jika saja Miranda tahu mengenai Valerie, wanita itu pasti akan membencinya. Tidak, Athes tidak akan membiarkan itu. Dia tidak akan membiarkan Miranda mengetahui semua ini. Dia harus mengambil keputusan sebelum semuanya terjadi.“Athes, apa yang kau pikirkan?” Suara lembut Miranda, membuyarkan lamunan Athes. Dia melangkah mendekat, tubuhnya masih terbalut oleh bathrobe dengan rambut yang dililit oleh handuk.“Kau sudah selesai mandi?” Athes tersenyum melihat Miranda di hadapannya.“Iya.” Miranda duduk di pangkuan Athes, lalu dia mengaitkan tangannya di leher pria itu. “Dress-ku robek akibat ulahmu. Apa kau su
Athes menyandarkan punggungnya di kursi seraya memejamkan mata lelah. Pikirannya terus memikirkan kejadian tadi malam. Dia tidak menyangka bisa mengendalikan dirinya. Bahkan, dia mampu menunggu hampir tiga puluh menit sampai Henrik datang. Harusnya, dia tidak mungkin bisa menahan hasrat ketika ada yang memasukkan obat dalam minumannya.Ya, Athes tidak pernah berpikir Valerie akan berani melakukan hal itu. Wanita itu memasukkan obat perangsang dengan dosis tinggi. Athes harus berendam di air dingin, mengurangi rasa sakit yang membakar seluruh tubuhnya. Beruntung, dia hanya menunggu tiga puluh menit. Entah apa yang terjadi jika dirinya menunggu harus lebih lama dari itu.“Tuan Athes.” Henrik melangkah masuk ke dalam ruang kerja Athes.“Kenapa kau di sini? Bagaimana perusahaan?” Athes menatap dingin Henrik yang berdiri di hadapannya. Pagi ini Athes memang memutuskan untuk tidak ke kantor. Dia memilih untuk bekerja di rumah. Pikirannya yang kacau membuat dirinya enggan datang ke kantor.“
Miranda menjatuhkan tubuhnya, terduduk di sofa kamar. Dia tampak kesal saat tadi dia menghubungi Athes, tapi pria itu langsung memutuskan sambungan telepon. Padahal dirinya belum selesai bicara. Dan karena hal itu juga langsung membuat mood Miranda berantakan hingga memutuskan untuk pulang ke rumah. Saat tadi dia menghubungi Athes, dirinya sudah berada di jalan menuju perusahaan pria itu. Namun, hanya penolakan yang didapatkannya.“Menyebalkan sekali.” Miranda menggerutu seraya menyandarkan punggungnya di sofa. Dia menengadahkan kepalanya, menatap langit-langit kamar. Perlahan, Miranda mulai memejamkan mata. Entah kenapa tubuhnya begitu lelah. Belakangan ini dia harus dibebankan pekerjaan, dan hampir setiap hari dia kesal pada Athes.“Miranda, kau sudah pulang?” Helen berdiri di ambang pintu, dia sedikit heran melihat Miranda berada di dalam kamar. Pasalnya tadi pagi sahabatnya itu sudah berangkat ke kantor.“Aku sedang malas di kantor,” jawab Miranda dingin. Dia masih memejamkan mata
Sudah lima hari Valerie keluar dari rumah sakit. Sebenarnya Dokter masih belum mengizinkan, tapi Valerie memaksa untuk tetap segera pulang. Dan tentu saja, alasannya karena dia ingin selalu berada di dekat Athes.Namun meski Valerie sudah pulang ke rumah, Athes masih meminta Dokter memeriksakan keadaan Valerie. Beruntung luka di pergelangan tangan Valerie, tidak sampai mengenai urat nadinya. Jadi tidak ada masalah yang berat dengan kesehatan wanita itu. Hanya saja, dia membutuhan perawatan untuk memulihkan kesehatannya.Selama Valerie sudah pulang ke rumah, dia selalu bersikap manja meminta Athes berada di sisinya. Awalnya Athes memarahi Valerie dengan sikap manja wanita itu, tapi karena kedua orang tua Athes memaksa Athes selalu menemani Valerie, tidak ada pilihan lain, terpaksa Athes menuruti selama Valerie sedang sakit.Seperti saat ini, Valerie tengah terbaring di ranjang dan Athes duduk di tepi ranjang.“Athes, kau harus tidur bersama denganku. Aku tidak mau kalau aku tidur sendi
“Miranda, kau sudah pulang?” Helen bertanya kala melihat Miranda masuk ke dalam kamar. Sesaat, dia mengerutkan keningnya menatap Miranda yang sejak tadi terus tersenyum. “Wajahmu menunjukkan kebahagiaan. Apa kau habis bertemu dengan Athes Russel?” tebaknya dengan yakin.Miranda menghela napas dalam mendengar perkataan Helen. Kini dia mendekat dan menjatuhkan tubuhnya di samping Helen seraya meletakkan tasnya ke atas meja. “Jangan membahas Athes ketika di rumah.”“Come on, Miranda. Ini di kamarmu. Tidak mungkin ada CCTV di kamarmu sendiri, bukan?” Helen mendengkus tak suka. Tatapannya menatap kesal Miranda. Bagaimana tidak? Sejak kemarin jika dirinya bertanya tentang hubungan sahabatnya itu dengan Athes. Miranda hanya mengatakan semuanya baik, dan tidak mau menceritakan lebih dalam lagi. Padahal Helen ingin mengetahui bagaimana kisah cinta sahabatnya itu dengan Athes hingga akhirnya mereka menjalin sebuah hubungan.Miranda berdecak pelan. “Kenapa kau selalu membahas tentang Athes?” tan
“Apa yang kau lakukan di sini, Valerie?”Suara Athes menegur Valerie terdengar begitu tajam dan menusuk. Sesaat, tatapan Athes teralih pada Valerie yang memegang ponselnya. Raut wajah kemarahan begitu terlihat di iris mata cokelat gelapnya. Athes langsung mendekat, dia menyambar ponsel miliknya yang ada di genggaman tangan Valerie.“Athes?” Valerie yang terkejut kala Athes mengambil ponsel yang ada di tangannya.“Sejak kapan kau berani membuka ponselku, Valerie!” seru Athes dengan tatapan yang kian menajam, menatap Valerie yang berdiri di hadapannya.“Aku memiliki hak di hidupmu, Athes! Jangan melarangku. Sudah cukup selama ini aku bersabar menghadapimu yang selalu bermain dengan jalang rendah! Kita akan menikah, Athes! Hentikan kegilaanmu yang berselingkuh dariku. Jika dulu aku hanya diam, karena aku pikir aku ingin kau puas menghabiskan hidupmu untuk bersenang-senang sebelum kita menikah nanti! Tapi sekarang tidak lagi! Aku tidak mau hanya diam ketika melihatmu berselingkuh di belak
Athes melangkah keluar dari ruang meeting dan melirik arlojinya—waktu menunjukkan pukul lima sore. Dia mengembuskan napas kasar. Dia begitu malas jika hari sudah sore. Itu artinya dia harus segera pulang dan bertemu dengan Valerie. Sedangkan dia sudah lelah dengan Valerie yang selalu ada di sekitarnya. Bisa saja Athes tinggal di apartemen pribadinya, tapi jika Valerie masih berada di Roma pasti akan sulit. Dia tidak ingin Valerie mendatangi perusahaan, hingga membuat masalah.“Tuan Athes.” Henrik menyapa seraya menghampiri Athes yang hendak menuju ruang kerja tuannya itu.“Ada apa?” tanya Athes dingin.“Tuan, ada hal yang ingin saya sampaikan.”“Ada apa, Henrik? Cepat katakan jangan berputar-putar.”“Tuan, di dalam ruang kerja Anda ada Tuan Besar Aaron yang sejak tadi menunggu Anda.”Raut wajah Athes berubah kala mendengar apa yang dikatakan oleh Henrik. Dia berdecak seraya mengumpat dalam hati. Jika ayahnya datang pasti mencari masalah. Apa lagi yang dikatakan ayahnya jika bukan memb
“Tuan Russel.” Almero berseru menyambut kedatangan Athes Russel bersama dengan wanita yang dibawa olehnya.Jantung Miranda nyaris berhenti. Tatapannya menatap terkejut Athes melangkah mamasuki ballroom bersama dengan seorang wanita. Mereka bagaikan pasangan yang sangat serasi. Semua mata kini hanya tertuju pada mereka.“A-Athes.” Miranda bergumam lirih. Matanya memanas. Namun, dia masih mampu menahan dirinya.“Miranda.” Helen yang melihat kedatangan Athes bersama dengan wanita lain, dia pun tampak begitu terkejut. Helen ingin bertanya, namun dia mengurungkan niatnya karena di sini ada Almero King dengan istrinya.Miranda melangkah mundur ketika Almero dan Aira berjalan mendekat ke arah Athes dan wanita yang berdiri di samping Athes. Tubuh Miranda nyaris ambruk. Hatinya begitu perih dan terluka melihat ini. Tapi, Miranda berusaha untuk menguatkan diri.“Akhirnya kau datang, Tuan Athes?” Almero mendekat ke arah Athes. Dia mengulurkan tangannya, menjabat Athes. Athes pun menyambut jabata