“Kamu tuh pas ABG nggak pernah pacaran apa gimana sih?” bisik Padma dengan berhati-hati agar tidak terlalu terdengar oleh Asa.
Badai balas berbisik, “Kenapa? Aku norak ya?”
“Banget!”
Meskipun diledek begitu, Badai tentu saja tidak keberatan atau merasa terhina. Malah ia langsung nyengir semakin lebar dan membuat Asa yang melihatnya, tertawa karena ayahnya terlihat lucu.
Padma menggeleng pelan lalu menaruh piring berisi makanan yang sudah ia ambilkan untuk Badai.
“Makan, nyengir nggak bikin kenyang.”
Asa mengangguk, menyetujui apa yang dikatakan Padma dan ikut mengambil sendoknya. Sesekali Padma menoleh ke Asa yang duduk di sebelahnya untuk memban
“Kan kamu udah pacaran sama Padma. Gimana kalau kita dikasih free minuman di The Clouds selama setahun penuh?”“Nggak sekalian minta surat tanah?” tanya Badai balik dengan sinis.Ksatria, Ipang, Yogas, Kalu, dan Nara langsung tertawa terbahak-bahak. Asa yang baru keluar dari ruang kerja di rumah Badai untuk mengambil salah satu mainannya yang ia simpan di sana, mengerjapkan mata dengan cepat dan akhirnya memutuskan untuk ikut tertawa.Ia tak tahu kalau yang kelima omnya tertawakan adalah ayahnya sendiri.“Boleh emangnya?” tanya Yogas dengan tak tahu diri.“Kalian kalau dikasih minum gratis langsung nggak tahu diri. Gratis minuman setahun sama aja kayak ngasih surat tanah,” gerutu Badai sambil merapikan mainan anaknya
Badai menatap Asa lewat pantulan cermin di hadapannya. Kedua tangannya memegang dua kaos yang berbeda. Merasa putus asa, lelaki yang sudah lebih dulu memakai jeans-nya tapi masih topless tersebut berbalik hingga berhadapan dengan sang anak.“Asa,” panggil Badai dengan pelan. “Papa mending pakai yang ini….” Badai mengangkat kaos berwarna abu-abu muda di tangan kanannya.“Atau ini?” Kali ini tangan kanannya turun dan digantikan dengan tangan kiri yang mengangkat sweatshirthitamnya.Asa tidak langsung menjawab pertanyaan Badai. Kalau ada orang lain di kamar itu, maka orang tersebut akan balik bertanya pada Badai, ‘Kenapa masalah baju bahkan harus ditanyakan pada Asa?’.Tapi sayang, di kam
Kehadiran Padma di rumah ini untuk Badai seperti sebuah oase di gurun pasir.Atau hujan di musim kemarau.Ia meneduhkan sesuatu yang selama ini kering dan sedikit demi sedikit menghapus jejak Anastasya yang kadang-kadang masih bisa dirasa oleh Badai.“Tadinya aku berniat jual rumah ini,” kata Badai saat mereka hanya duduk berdua di ruang tengah.Ilana dan Asa tengah tidur siang di kamar Asa. Badai sengaja menaruh kembali baby crib Asa di kamar anaknya supaya bisa digunakan oleh Ilana.Untung saja semua barang-barang yang digunakan Asa saat bayi dulu, masih disimpan dengan rapi dan semua masih terjaga kualitasnya.Di kamar itu pun ada Lita yang menjaga Asa dan Ilana. Hal tersebut cukup membantu keduanya untuk memiliki qua
Kejadian di ruang tengah tadi membuat Badai sudah mandi sore bahkan ketika Asa baru bangun.Asa keheranan karena ayahnya yang biasanya akan mandi setelah dirinya, kini sudah berganti pakaian dan lebih wangi dari sebelum ia tidur tadi. Tapi anak itu tidak mengucapkan kebingungannya dan memilih untuk mengekori ke mana pun Padma bergerak.Ketika Badai muncul di kamar Asa, Padma tak kuasa menahan tawanya. “Udah seger, B?”“Udah.” Badai menjawab singkat dan tahu kalau Padma tengah menggodanya. Ia ikut duduk di atas karpet bersama Asa yang tengah memisahkan mainan kesayangannya, yang akan ia berikan pada Ilana.“Kamu nggak mau mandi? Bawa baju ganti kan?” Kali ini Badai yang balik bertanya. “Aku bisa jagain anak-anak kok. Siapa tahu kamu kegerahan dan ngerasa lengk
“Hon, aku lupa mau cerita ini dari beberapa waktu yang lalu.”“Cerita apa?” Padma merapikan dasi Badai yang agak miring. Saat ini mereka tengah berada di ruang privat sebuah restoran keluarga bersama dengan Shua, Lita, Janar, Asa, dan Lita.Makan siang kali ini adalah hal yang tak direncanakan, terjadi spontan begitu saja. Karena Shua yang menggendong Ilana tengah asyik mengoceh dengan Janar dan Asa, Badai pikir saat ini adalah saat yang tepat untuk bicara dengan Padma.“Kresna dateng ke aku dan minta izin untuk ketemu sama Asa.”Gerakan tangan Padma terhenti. “Oh, ya?”Anggukan Badai menjadi jawaban valid atas keraguannya. “Udah agak lama sih, tapi aku baru inget untuk ngomongin hal ini sama kamu. Kemarin-kema
Padahal yang akan bertemu dengan Kresna adalah Asa, tapi sejak tadi yang tak bisa tenang adalah Badai.Padma melirik ke arah Badai yang sejak tadi kakinya tak berhenti bergerak. Meskipun mereka saat ini tengah duduk, tapi Padma sudah sejak tadi menghitung berapa kali Badai menjejakkan kakinya di atas lantai."Tanaka.”Untunglah Asa belum terbiasa dipanggil sebagai Asa Tanaka atau Angkasa Nirada Tanaka. Jadi ketika Padma memanggil ‘Tanaka’, hanya Badai yang menoleh padanya.“Ya?”“Kamu nggak mau sekalian lari di lapangan basket deket sini?”“Lari?” Lelaki
“Makasih ya, Mbak Padma, karena udah selalu ada buat Asa.”Kresna menatap Asa yang tengah berceloteh kepada Ilana di gendongan tantenya—ibu Padma. “Selama ini Asa nggak punya sosok ibu yang baik buat dia. Aku mengakui kalau Mbak Tasya nggak pernah memperlakukan Asa sebaik Mbak Padma.”Mereka sudah makan siang dan bahkan Asa kembali mengajak Kresna bermain kembali setelahnya. Asa juga memperkenalkan Ilana kepada Kresna dan dengan bangga menyebut dirinya sebagai ‘abangnya Ilana’.Saat ini, mereka tengah berkumpul di ruang tengah selagi menunggu makan malam yang tengah disiapkan. Badai sendiri terkejut menyadari kalau Asa benar-benar menyukai dan menikmati harinya dengan Kresna hari ini.“Makasih juga ya, Mas, udah izinin
Padma menatap undangan bergrafir logo Sadira Group tersebut. Dengan perlahan, ia membuka undangan itu dan membacanya dengan saksama.“Kamu yakin?”Badai tentu saja mengangguk. “Nggak mungkin aku nggak kenalin kamu ke keluargaku kan? Lambat laun kita juga pasti akan go public kok.”Waktu berjalan begitu cepat saat kita bersama orang yang kita sayangi hingga hidup rasanya sudah lengkap.Seperti itulah yang dirasakan Badai dan Padma.Sudah enam bulan sejak mereka resmi kembali berhubungan sebagai sepasang kekasih dan mereka sudah melakukan banyak hal—bertemu hampir setiap hari, kencan di akhir pekan (berempat atau berdua), hingga meributkan hal-hal kecil yang tidak penting.Semuanya terasa normal dan