Bellia bergeming di tempat, sepasang iris hezel miliknya menatap Marvell dengan resah. Setitik keringat dingin pun keluar membasahi pelipisnya. Bellia tidak mungkin memberi tahu Marvell jika Daniel adalah ayah kandungnya. Ketakutan tentang Daniel yang bisa mengambil anak itu darinya kapan saja, membuatnya tidak bisa jujur pada Marvell.Akan tetapi, di lain sisi Bellia tidak tega membohongi Marvell setelah melihat binar bahagia yang terpancar jelas di wajah anaknya. Bellia paham, Marvell sendiri berhak mengetahui bahwa dia sebenarnya memiliki ayah.Apa yang harus dia lakukan? Bellia benar-benar bingung sekarang.“Om Ganteng benaran papa Marvell, Ma?” Marvell bertanya lagi karena Bellia tidak kunjung menjawab. Raut bahagia terpancar jelas di wajahnya ketika menatap Daniel.Selama ini Bellia selalu menjawab papanya sedang bekerja di tempat yang sangat jauh setiap kali dia bertanya di mana papanya. Di saat teman-temannya di sekolah bercerita tentang betapa hebat papa mereka, dia hanya bi
Wajah Bellia seketika berubah pucat, darah di dalam tubuhnya seolah-olah berhenti mengalir. Bellia bergeming, kaku. Tanpa sadar kedua tangannya mendekap Marvell semakin erat ketika Daniel menatap lurus ke dalam manik matanya.“Bagaimana?” tanya Daniel. Suaranya terdengar rendah tapi tegas di saat yang sama membuat Bellia semakin ketakutan.“Tidak ...” Bellia menggeleng cepat, tanpa sadar dia bergerak mundur menghindari Daniel.Satu sudut bibir Daniel terangkat sejurus dengan kedua tangan yang dia masukkan ke dalam saku celananya. “Kenapa? Kamu takut?”Bellia tidak mampu menjawab. Dia terus bergerak mundur karena Daniel berjalan mendekatinya hingga membentur dinding yang ada di belakangnya.Bellia ingin pergi, tapi pergerakannya kalah cepat dengan Daniel. Lelaki itu mengungkung tubuhnya dengan menaruh kedua tangannya di sisi kanan dan kiri tubuhnya, mengunci agar dia tidak bisa bergerak. “Mau kabur lagi, huh?!” bisik Daniel tepat di depan wajahnya.Bellia tergagap, lidahnya mendadak
Aroma musk bercampur dengan keringat tercium jelas di indra penciuman Bellia. Aroma yang sama dengan milik lelaki yang pernah tidur dengannya. Aromanya perpaduan antara laut dan kayu manis yang begitu khas hingga membuat Bellia bisa langsung tahu siapa lelaki yang sedang memeluknya sekarang.“Lepas!” Bellia meronta-ronta, berusaha melepaskan diri dari dekapan Daniel. Akan tetapi, Daniel tidak mau mendengar perintahnya. Lelaki itu malah mendekapnya semakin erat. Daniel bahkan menenggelamkan wajah di ceruk lehernya.“Mau Bapak sebenarnya apa? Kenapa Bapak terus mengganggu saya?” ucap Bellia lirih. “Apa Bapak tidak bisa membiarkan saya dan Marvell hidup tenang? Saya ... capek, Pak.” Kedua matanya yang sembab menatap kosong lantai rumah sakit, napasnya begitu berat karena luapan emosi yang belum mereda. Tubuhnya tidak lagi memberontak, seolah-olah seluruh tenaganya telah habis terkuras.“Aku hanya ingin mengetahui kebenarannya, Bellia.”“Kebenaran apa lagi, Pak?” Emosi Bellia kembali ter
Bellia segera berlari ke ruang rawat sang nenek. Jantung Bellia berdetak cepat, berbagai kemungkinan buruk berbondong-bondong masuk ke dalam pikirannya.Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buruk dengan neneknya?Bagaimana kalau neneknya pergi meninggalkannya untuk selamanya?Bagaimana kalau ....Air mata itu jatuh begitu saja membasahi pipi Bellia. Bellia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada hidupnya jika sang nenek pergi dari dunia ini untuk selamanya. Separuh jiwanya pasti akan mati jika neneknya benar-benar pergi.Bellia sangat menyayangi neneknya. Sejak kedua orang tuanya meninggal, Nenek mengambil tanggung jawab penuh atas dirinya. Wanita itu rela bekerja dari pagi sampai malam, bahkan tidak mengambil libur di akhir pekan demi memenuhi kebutuhannya.Bellia tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang meskipun nenek hanya meluangkan sedikit waktu untuknya. Sejak kecil Bellia dituntut agar bisa memahami keadaannya yang tidak sama dengan anak-anak lain seusianya yang m
Bellia diam-diam melirik Daniel yang sedang memperhatikan layar ponselnya dengan lekat. Tanpa dia duga Daniel tiba-tiba melepas genggaman tangan mereka lalu pergi meninggalkannya begitu saja.Dalam hati Bellia bertanya-tanya siapa yang menghubungi Daniel hingga membuat lelaki itu pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada dirinya. Akan tetapi, Bellia memilih mengabaikannya karena kondisi neneknya sekarang jauh lebih penting.Suasana terasa semakin hening selepas kepergian Daniel. Hanya dia satu-satunya orang yang berada di sana. Jarum jam seolah-olah bergerak sangat lambat bagi Bellia. Setiap detik yang berlalu terasa seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja.Bellia tidak ingin berpikir buruk. Akan tetapi kepalanya begitu berisik, mengatakan berbagai hal buruk yang mungkin saja bisa terjadi pada neneknya.“Ya Tuhan ....” Bellia menyatukan kedua tangannya di depan dada, raut cemas tergambar jelas di wajah cantiknya. Dalam hati dia tidak berhenti merapalkan doa untuk keselamata
Daniel mencengkeram erat kemudi, pedal gas diinjak kencang.Di saat-saat yang menenangkan hatinya seperti tadi sore, mengapa ada saja hal yang membuatnya tidak senang?Jika wanita itu tidak menelepon dan membuat semuanya menjadi runyam, dirinya tidak perlu menemui mereka dan bisa tetap menemani Bellia di rumah sakit.Tadi sore, Daniel langsung pergi begitu saja setelah menerima telepon tanpa berpamitan pada Bellia.Kepergiannya yang mendadak mungkin akan membuat Bellia kembali berpikir buruk tentangnya.“Ah, sial!” Daniel memukul setir untuk melampiaskan kekesalannya. Jalanan di hadapannya juga semakin membuatnya kesal. dia harus jauh-jauh kembali ke kota dan menghadapi kemacetan ini hanya untuk menemui mereka.Akhirnya Daniel tiba di mansion orang tuanya tepat ketika hari sudah mulai malam. Seorang pengawal yang bertugas bergegas membuka pintu mobil ketika melihatnya datang.Sebelum menginjakkan kakinya di teras, Daniel sempat melihat mobil yang terparkir di halaman. Hatinya semakin
Kondisi Amira berangsur-angsur membaik setelah lima hari dirawat di rumah sakit. Selama itu pula Bellia tidak pernah absen menjaga wanita itu. Dia hanya pulang sebentar untuk mengantar Marvell ke sekolah, setelah itu kembali ke rumah sakit dan meminta tolong Dita untuk menjemput Marvell di sekolah.Awalnya Marvell sempat protes karena selama lima hari ini waktunya lebih banyak tersita di rumah sakit. Sebagai seorang ibu Bellia sangat paham dengan apa yang Marvell rasakan. Anak itu pasti merindukan dirinya.Sejak kecil Marvell tidak pernah lepas darinya. Anak itu selalu ikut ke mana pun dia pergi. Dia bahkan membawa Marvell ke toko bunga sepulang sekolah karena dia tidak ingin merepotkan suster yang merawat neneknya di rumah. Mungkin karena alasan itu Marvell menjadi sangat bergantung pada dirinya.Jujur saja Bellia sebenarnya juga merindukan Marvell. Dia ingin mengantar jemput Marvell di sekolah seperti biasa, menemani anak itu mengerjakan tugas sekolah, menyiapkan sarapan, dan mem
Kaki Daniel bergerak gelisah, decakan kesal berulang kali lolos dari bibirnya. Daniel berusaha fokus memeriksa berkas yang ada di tangannya. Akan tetapi, dia tidak bisa fokus karena memikirkan hasil tes DNA-nya dan Marvell yang akan keluar hari ini.Waktu satu minggu terlalu lama bagi Daniel. Setiap hari dia terus mendesak rumah sakit yang dipilih Khaisar agar cepat memproses tes DNA-nya dan Marvell. Akan tetapi, ternyata banyak sekali prosedur yang harus mereka lakukan dan pihak rumah sakit memintanya untuk menunggu paling lama satu minggu.Daniel refleks mengangkat kepalanya ketika mendengar pintu ruangannya terbuka. Dia cepat-cepat beranjak dari tempat duduknya lalu menghampiri Khaisar yang baru masuk ke ruangannya dengan tidak sabar.“Bagaimana?”Khaisar tersenyum lalu mengambil sebuah amplop berlogo rumah sakit dari dalam tas yang dibawanya, setelah itu dia menyerahkannya ke Daniel.“Ini.”Daniel menatap amplop di tangan Khaisar dengan jantung berdetak hebat. Debarannya bahkan ja
Matahari masih belum terbit, tapi Bellia sudah sibuk menyiapkan sarapan di dapur. Jemari lentiknya begitu terampil menyiapkan bahan dan meracik bumbu masakan.Pagi ini Bellia ingin membuat sambal goreng tahu, tempe, dan kentang serta ayam goreng. Sejak kecil Bellia sudah terbiasa memperhatikan sang nenek yang sedang memasak, karena itu dia tidak merasa kesulitan saat memasak. Marvell pun selalu memuji jika masakan Bellia paling enak sedunia dan Bellia merasa sangat tersentuh ketika mendengarnya.Tepat pukul enam semua masakan Bellia sudah siap dihidangkan. Dia mengambil sebuah kotak makan yang berada di rak setelah itu mengisinya dengan nasi, sambel goreng tempe, dan ayam goreng. Tidak lupa dia menambahkan beberapa potong buah di dalamnya.Bellia tanpa sadar tersenyum ketika melihat bekal yang sudah dia siapkan untuk Daniel hari ini. Terhitung sudah tiga hari berturut-turut dia menyiapkan bekal untuk lelaki itu, padahal Daniel sudah melarangnya mengirim bekal karena tidak ingin merepo
Daniel, Bellia, dan Marvell tidak langsung pulang setelah makan siang. Mereka mampir ke sebuah toko buku dan mainan yang ada di pusat perbelanjaan untuk memenuhi permintaan Marvell.Marvell langsung berlari menuju rak buku khusus untuk anak-anak begitu memasuki toko. Kedua matanya yang mirip Daniel memancarkan binar penuh antusias. Tangannya yang mungil berusaha meraih buku yang berada di rak lumayan tinggi, membuat Bellia tersenyum ketika melihatnya."Marvell boleh pilih dua, Ma?" tanya Marvell terdengar polos.Bellia mengangguk sambil mengusap puncak kepala Marvell dengan gemas. "Boleh, Sayang.""Kalau tiga?" Marvell menatap Bellia dengan penuh harap, mencoba menguji batas kesabaran ibunya.Bellia tertawa kecil. "Jangan banyak-banyak ya, nanti bukunya tidak kebaca semua 'kan sayang."Marvell mengangguk patuh lalu memilih buku dengan penuh pertimbangan. Sedangkan Bellia malah menatap Daniel yang sedang duduk di kursi tunggu sambil memainkan ponselnya.Bellia sadar kalau Daniel lebih
Mata Bellia refleks mencari sosok yang dipanggil oleh Marvell. Ternyata Mahes berdiri di tempat yang berada tidak jauh dari mereka.Lelaki itu memakai kemeja putih dengan lengan yang tergulung rapi hingga sebatas siku. Rambutnya yang hitam tampak sedikit berantakan. Rahang yang biasanya halus kini ditumbuhi jambang tipis. Penampilan Mahes memang sederhana, tapi tetap terlihat tampan.Jujur saja Bellia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan Mahes di tempat ini. Lelaki itu tidak pernah menghubunginya sejak mengungkapkan perasaan pada dirinya. Dia pun tidak pernah berusaha untuk menghubungi Mahes lebih dulu.Perasaan bersalah kembali menyelip di dalam diri Bellia, membuat dadanya terasa sedikit sesak untuk bernapas. Bellia sadar Mahes pasti kecewa sekaligus sakit hati pada dirinya karena dia tidak bisa membalas perasaan lelaki itu. Namun, Bellia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri kalau bukan Mahes lelaki yang dia inginkan untuk mendampingi hidupnya. Bukan Mahes lelaki yang na
Marcedes Benz AMG G65 itu melaju sedikit kencang membelah jalanan yang ramai lancar. Daniel terlihat fokus mengendarai mobilnya sambil sesekali menimpali cerita Marvell yang duduk di kursi khusus untuk anak-anak di belakang.Bellia tanpa sadar tersenyum melihat interaksi di antara Marvell dan Daniel. Meski terlambat, Daniel berusaha keras menjadi sosok ayah yang baik untuk Marvell. Lelaki itu bahkan membeli kursi khusus untuk anak-anak tanpa sepengetahuan dirinya demi keselamatan Marvell.Perhatian sekali, 'kan?"Papa, Papa ....""Iya, Sayang?" Daniel melirik Marvell melalui kaca sepion yang ada di depan sekilas."Marvell tadi dapat bintang lima waktu pelajaran menggambar.""Benarkah?" Kedua mata Daniel terlihat berbinar. Dia merasa begitu bangga dengan putranya."Iya." Marvell mengangguk penuh semangat."Wah, selamat. Anak papa hebat sekali.""Terima kasih banyak, Pa. Apa Marvell akan mendapat hadiah?""Hadiah?" tanya Daniel tidak mengerti."Iya, Marvell ingin lego dan buku cerita ba
Bangunan mewah berlantai empat itu lebih pantas disebut mansion dari pada rumah. Sebuah air mancur dengan patung Dewi Yunani di bagian tengah semakin menambah kemewahan mansion tersebut. Lantainya terbuat dari marmer yang terlihat berkilau jika terkena cahaya lampu. Dindingnya dilapisi cat berwarna beige yang memberi kesan mewah sekaligus elegan.Beberapa pelayan terlihat sibuk dengan tugas mereka. Ada yang menyiapkan sarapan, membersihkan halaman, memotong rumput, dan membersihkan kolam renang.Seorang anak laki-laki berjalan dengan lesu menuruni tangga lalu duduk di meja makan. Di hadapannya sudah terasaji beraneka masakan, tapi tidak ada satu pun yang menggugah seleranya."Selamat pagi, Tuan Daniel. Anda mau susu?" Seorang pelayan mendekat, menawarkan segelas susu yang dijawab gelengan pelan oleh Daniel."Papa sama Mama di mana, Bik?"Pelayan tersebut melirik temannya sesama pelayan yang berdiri tidak jauh darinya, berkomunikasi lewat mata sebentar sebelum menjawab pertanyaan Danie
"Mas Daniel?!" Bellia bergeming di tempat, sepasang iris hezel miliknya terpaku pada lelaki yang seharian ini mengisi seluruh pikirannya.Waktu seolah-olah berhenti bergerak, dunia seolah-olah berhenti berputar. Suara di sekitarnya pun mendadak lenyap. Selama tiga puluh detik yang Bellia lakukan hanya diam memandangi Daniel yang sedang memeluk Marvell dengan erat.Beberapa menit yang lalu dia merasa sangat cemas lantaran Daniel tidak memberi kabar. Namun, lelaki itu tiba-tiba saja muncul di hadapannya seolah-olah tidak terjadi apa pun di antara mereka.Perasaan marah, sedih, sekaligus lega bercampur menjadi satu di dalam diri Bellia. Rasanya Bellia ingin sekali memarahi Daniel yang tidak memberinya kabar hingga membuat perasaannya tidak bisa bernapas dengan tenang. Namun, dia berusaha keras menahannya karena mereka tidak mempunyai hubungan apa-apa meskipun sedang dekat.Dua hari tidak bertemu membuat Daniel sangat rindu dengan Marvell dan Bellia. Padahal mereka sudah melakukan video c
Ucapan Dita terus terngiang-ngiang di telinga Bellia. Apa yang dikatakan Dita tadi memang benar, hubungan yang baik pasti diimbangi dengan komunikasi yang baik pula. Selama ini dia memang jarang mengirim pesan pada Daniel lebih dulu, bahkan mungkin tidak pernah. Selama ini Daniel yang selalu memulai komunikasi di antara mereka.Bellia sebenarnya ingin mengirim pesan pada Daniel tanpa perlu menunggu inisiatif dari lelaki itu. Namun, entah mengapa Bellia selalu merasa takut dan cemas, bahkan sebelum memulainya. Perasaan insecure itu terkadang sering muncul, hingga membuatnya merasa tidak pantas dekat dengan Daniel. Lelaki itu ... terlihat begitu sempurna di matanya, sedangkan dirinya hanya orang biasa.Bellia sering berpikir kalau Daniel ingin dekat dengannya karena ada Marvell di antara mereka. Andai saja Marvell tidak ada, apa Daniel masih ingin dekat dengannya?Bellia menarik napas dalam-dalam untuk mengurangi sesak yang tiba-tiba menyelip di dalam dadanya. Hilangnya Daniel membuat
Bellia sudah terbiasa hidup sendiri, bahkan sebelum bertemu dengan Daniel. Seharusnya, Bellia tidak perlu khawatir ketika Daniel pergi ke luar kota selama tiga hari. Seharusnya, Bellia bisa menjalani aktivitasnya seperti biasa, sama seperti ketika dia belum bertemu dengan lelaki itu.Namun, entah mengapa Bellia merasa ada sesuatu yang hilang hidupnya. Seperti bulan yang sendirian di langit malam tanpa bintang. Bellia yang biasanya mandiri, kini merasa sedikit kesulitan, mungkin karena dia sudah terbiasa dengan kehadiran Daniel.Bellia akui, beberapa hari ini hubungan mereka menjadi semakin dekat dan hangat. Dia bahkan tidak lagi memakai 'saya' ketika bicara dengan lelaki itu. Selama dua hari ini pun Daniel tidak pernah lupa memberi kabar. Dimulai dengan mengirim ucapan selamat pagi, mengingatkan dirinya dan Marvell agar tidak lupa makan, dan ditutup dengan ucapan selamat malam. Daniel bahkan tidak lupa menyelipkan doa agar dirinya dan Marvell mimpi indah.Manis sekali bukan?Sampai se
Bellia lupa kapan terakhir kali dia bisa bernapas dengan lega seperti ini. Selama lima tahun terakhir kehidupan yang dia jalani terasa begitu berat, hingga membuatnya kesulitan untuk sekadar menarik napas.Kejadian malam itu masih membekas di ingatan Bellia sampai sekarang. Dia tidak akan pernah lupa ketika Daniel merenggut mahkota paling berharga di hidupnya dengan tidak sengaja.Saat dia ingin memberi tahu Daniel tentang kehamilannya dan kejadian yang sebenarnya, dia malah melihat Daniel berciuman dengan wanita lain di ruangannya.Akhirnya Bellia memutuskan untuk pergi dari kehidupan Daniel dan mencoba menjalani hidup tanpa bayang-bayang lelaki itu. Awalnya tentu saja tidak mudah, apa lagi kondisi Nenek Amira semakin hari semakin memburuk.Namun, Bellia tidak menyerah begitu saja karena dia memiliki tekad yang begitu kuat demi kesembuhan Nenek Amira serta bayi yang berada di dalam kandungannya.Kehidupan Bellia pun berangsur-angsur membaik setelah Marvell lahir. Kehadiran anak itu m