Napas Mahes terengah, amarah tergambar jelas di wajah tampannya melihat apa yang Daniel lakukan pada Bellia.Beberapa menit yang lalu Mahes kelimpungan mencari Bellia yang tiba-tiba menghilang. Dia sudah berusaha mencari Bellia ke seluruh ballroom hotel, bahkan sampai ke toilet. Namun, Bellia tidak ada di sana. Mahes pun bertanya pada beberapa orang yang ada di sana, siapa tahu salah satu dari mereka ada yang melihat Bellia. Setelah beberapa kali bertanya, akhirnya ada seseorang yang memberi tahunya ke mana Bellia pergi. Orang itu mengatakan jika Bellia dibawa pergi oleh seorang lelaki berjas hitam meninggalkan ballroom hotel.Perasaan Mahes seketika tidak tenang. Bagai orang kesetanan dia langsung mencari Bellia hingga ke basemen. Untung saja dia datang di waktu yang tepat. Jika tidak, Mahes tidak tahu apa yang akan Daniel lakukan pada Bellia selanjutnya.“Mas Mahes!?” Embusan napas lega lolos dari bibir mungil Bellia. Dia merasa sangat lega karena Tuhan akhirnya mengirim Mahes untu
"A-apa Mas Mahes benar-benar menyukaiku?"Napas Mahes tercekat, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak selama beberapa saat mendengar pertanyaan Bellia barusan. Seluruh syaraf di dalam tubuhnya seolah-olah kehilangan fungsi.Mahes bergeming, kaku, lidahnya mendadak kelu. Sedikit pun dia tidak pernah menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu dari Bellia.Apa yang harus dia lakukan? Haruskah dia jujur pada Bellia tentang perasaannya?"Bellia, a-aku ...." "Apa yang Pak Daniel katakan tidak benar 'kan, Mas? Mas Mahes tidak mungkin menyukaiku, 'kan?"Mahes menghela napas panjang lalu menatap Bellia dengan lekat. "Bagaimana kalau yang Daniel katakan benar?"Tubuh Bellia menegang mendengar pertanyaan Mahes barusan. Kedua matanya menatap Mahes dengan lekat, berusaha mencari kebohongan di sana. Namun, dia tidak menemukannya.Apa Mahes benar-benar menyukainya?"Mas ...." Bellia menatap Mahes dengan sendu. Selama ini dia selalu menyangkal dengan perhatian yang Mahes berikan pada dirinya.
Khaisar berjalan dengan cepat meninggalkan ballroom hotel. Kedua matanya memperhatikan sekitar dengan lekat, berusaha menemukan seseorang yang sudah dia cari sejak sepuluh menit yang lalu.Dia sudah berusaha menelepon, tetapi ponsel Daniel ternyata tidak aktif. Merasa panik dia pun bergegas mencari sahabatnya itu.Langkah Khaisar melambat ketika berhasil mendapati sosok yang dia cari. Embusan napas lega sontak lolos dari bibirnya ketika melihat Daniel yang sedang merokok di taman.Napas Khaisar tampak terengah-engah, bulir-bulir keringat keluar membasahi tubuhnya. Daniel tadi meminta dirinya untuk menemani pergi ke pesta. Namun, sahabatnya itu tiba-tiba menghilang ketika dia pergi ke toilet sebentar. “Aku sudah mencarimu dari tadi, ternyata kamu asyik merokok di sini.” Khaisar menepuk pundak Daniel pelan lalu duduk di sampingnya.“Ada apa, Khai?” tanya Daniel setelah Khaisar berhasil mengatur napas. “Kenapa kamu mencariku?”“Aku takut kamu pulang diam-diam.”“Cuma karena itu?” Daniel
"Bunga untuk pesanan jam satu siang nanti apa sudah siap, Dit?" tanya Bellia sambil merangkai bunga baby's breath pesanan pemuda berseragam SMA yang ada di hadapannya. Setelah selesai, dia langsung memberikan bunga tersebut ke pemuda itu."Ini bunga untuk mendiang ibumu. Lain kali jangan bolos sekolah lagi, ya?" ucap Bellia membuat pemuda itu tersenyum malu.Setelah membayar bunga dan mengucapkan terima kasih, pemuda itu segera pergi meninggalkan toko.Bellia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah pemuda yang sudah menjadi pelanggan tetap di toko bunganya itu. Dia sudah sering mengingatkan pemuda itu agar tidak bolos sekolah. Namun, pemuda itu hanya mendengar nasehatnya sekali, setelah itu mengulangi lagi."Jadi, gimana, Dit? Apa sudah selesai?" tanya Bellia dengan suara yang sedikit keras, mengingat Dita ada di ruang sebelah."Astaga! Aku lupa, Bell!" pekik Dita terdengar panik.Bellia cepat-cepat menghampiri Dita yang sedang gelisah di tengah bunga yang berserakan. "Kenapa
Cuaca siang ini cukup cerah. Daniel mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, membelah jalanan yang ramai tetapi lancar. Matanya yang tajam sesekali memperhatikan sekitar, menikmati pemandangan di sepanjang jalan yang dilaluinya.Bukit-bukit hijau yang membentang di tepi jalan menyuguhkan panorama yang menyejukkan mata. Pemandangan seperti ini jarang sekali bisa dia nikmati saat berada di tengah hiruk-pikuk kota yang begitu menyesakkan. Seharusnya dia kembali ke kantor setelah meninjau proyek pembangunan pusat perbelanjaan baru yang dikembangkan oleh perusahaannya. Namun, dia malah membawa mobilnya ke luar kota.Kota kecil tempat Bellia tinggal.Daniel sendiri tidak mengerti mengapa dia bisa seperti ini, padahal Bellia sudah menolaknya berkali-kali. Namun, dia hanya mengikuti kata hatinya yang memintanya untuk pergi ke kota ini.Daniel memarkir mobilnya di seberang sekolah yang terlihat mulai lengang. Waktu pulang sekolah telah tiba dan satu per satu anak-anak meninggalkan gerban
Bellia tertegun, sepasang iris hezel miliknya terpaku pada Daniel yang sedang berjalan dengan tegap dan mantap sambil menggandeng tangan kecil Marvell. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam memandangi lelaki itu.Masih tergambar jelas di ingatan Bellia apa yang Daniel lakukan pada dirinya saat terakhir kali mereka bertemu. Daniel dengan lancang mencium bibirnya karena dia terus menyangkal kebenaran yang lelaki itu coba ungkapkan.Bukan tanpa alasan mengapa Bellia selama ini terus menyangkal. Dia takut Daniel akan merebut Marvell darinya jika lelaki itu tahu kalau Marvell adalah putranya karena mereka pernah menghabiskan malam bersama.Lagi pula Daniel sudah memiliki tunangan dan dia tidak ingin menjadi penghalang di antara hubungan Daniel dengan tunangannya.Akan tetapi, Daniel ada di hadapannya sekarang. Lelaki itu bahkan berani membalas tatapan matanya, seolah-olah tidak pernah melakukan kesalahan pada dirinya.Menyebalkan!Bellia tanpa sadar mengepalkan kedua tangann
Kaki Bellia bergerak gelisah, berkali-kali dia menggigit kuku jari tangannya sambil memperhatikan jalanan melalui kaca mobil yang ada di sampingnya dengan cemas. Tarikan napas panjang tidak berhasil membuat perasaannya menjadi lebih tenang. Dia malah semakin merasa gelisah, takut, dan cemas.Nenek memang sering sakit-sakitan, tetapi baru pertama kali ini beliau jatuh hingga tidak sadarkan diri dan dilarikan ke rumah sakit.Bellia takut terjadi sesuatu yang buruk dengan neneknya karena hanya wanita itu satu-satunya keluarga yang dia miliki selain Marvell.Sementara itu Daniel fokus mengendarai mobilnya sambil sesekali melirik Bellia yang duduk di sampingnya, dan Marvell yang duduk di kursi penumpang belakang melalui kaca spion depan.Marvell terlihat kebingungan, meskipun begitu Marvell patuh duduk diam di belakang. Sedangkan Bellia terlihat begitu panik.Sebagai seorang lelaki, Daniel tidak bisa diam saja melihat Bellia yang terlihat panik. Dia harus melakukan sesuatu agar perasaan
Bellia berulang kali menghela napas panjang lalu menatap pintu kaca yang ada di hadapannya dengan cemas. Sudah tiga jam berlalu, tetapi operasi sang nenek belum juga selesai.Marvell yang duduk di atas pangkuannya sejak tadi terus menguap. Anak itu pasti bosan menunggu nenek buyutnya. Bellia sebenarnya tidak tega membiarkan Marvell berlama-lama di rumah sakit. Dia takut Marvell tertular penyakit karena sistem kekebalan tubuhnya tidak sekuat orang dewasa.Biasanya dia selalu minta tolong Mahes untuk menjaga Marvell. Akan tetapi, dia tidak mungkin melakukannya karena sedang menghindari lelaki itu. Sebenarnya Daniel tadi sudah menawarkan diri untuk menjaga Marvell. Namun, dia tidak mungkin membiarkan Marvell bersama lelaki itu. Terdengar jahat memang, tetapi Bellia meyakinkan dirinya sekali lagi kalau dia tidak punya pilihan.Dia takut Marvell akan semakin dekat dengan Daniel jika terlalu sering menghabiskan waktu dengan lelaki itu.Helaan napas panjang kembali lolos dari bibir mungil
Sudah lewat dari tiga hari semenjak toko bunga milik Bellia mendapat supplier baru. Para pelanggan mulai banyak yang berdatangan, bahkan bertambah. Mereka selalu kembali ke D'Marvell Florist karena bunga yang dijual di toko tersebut selalu bagus dan segar. Selain itu pelayanannya juga baik dan ramah."Terima kasih sudah membeli bunga di toko kami." Bellia mengulurkan seikat bunga lili yang baru saja selesai dirangkai ke seorang pelanggan yang berdiri di hadapannya."Sama-sama, Nona," balas pelanggan tersebut sambil tersenyum ramah.Bellia merapikan mejanya yang sedikit berantakan, setelah itu membuang beberapa tangkai bunga yang rusak ke tempat sampah."Akhirnya toko kita bisa kembali normal ya, Bell."Bellia melirik Dita yang berdiri tepat di sebelahnya sekilas setelah itu mengangguk pelan. Jika diingat apa yang terjadi ke belakang, D'Marvell Florist mustahil bisa diselamatkan jika Daniel tidak membantunya.Berkat koneksi dan kekuasaan yang dimilikinya membuat Daniel bisa mendapatkan
Kamar itu terlihat temaram. Lampu tidur yang berada di sisi ranjang tidak mampu menerangi seluruh ruangan hingga membuat sebagian terlihat gelap. Sepasang insan yang berada di atas ranjang bergumul mesra, saling berbagi peluh serta kehangatan.Erangan dan desahan berulang kali lolos dari bibir si wanita setiap kali sang kekasih bergerak di dalamnya. Menghasilkan gelenyar aneh yang menjalari seluruh tubuhnya. Namun, entah mengapa kali ini terasa ada yang berbeda meskipun dia sudah berusaha keras menikmatinya."Bisa lebih cepat, Vin?""Anything for you, Babe."Wanita itu menyambut bibir sang kekasih dengan senang hati. Saling melumat dan bertukar saliva demi mencapai puncak kenikmatan seperti yang dia inginkan."Erngh ...." Erangan halus keluar begitu saja dari bibirnya ketika Kevin berhasil menumbuk titiknya yang paling dalam. Kedua tangannya meremas rambut Kevin dengan erat, meminta lelaki itu agar memperdalam ciuman mereka. Sedangkan kedua kakinya melingkar di pinggang Kevin dengan
Beberapa hari ini terasa sangat panjang dan melelahkan bagi Bellia. Seluruh waktunya hampir dia habiskan untuk mencari supplier. Dia bahkan tidak bisa tidur dengan nyenyak karena memikirkan nasib toko bunganya jika tidak kunjung mendapatkan supplier baru.Namun, Bellia bisa bernapas sedikit lega sekarang. Kekhawatiran yang sempat menggelayuti pikirannya perlahan-lahan sirna. Toko bunganya yang terancam tutup karena masalah supplier kini kembali berjalan normal seperti biasanya, bahkan lebih ramai dari biasanya.Semua karena Daniel. Lelaki itu tidak hanya membantu dirinya mendapatkan supplier baru, akan tetapi juga ikut membantunya di toko.Seharusnya Daniel kembali ke kantor dan melanjutkan pekerjaannya seperti biasa setelah memastikan toko bunganya sudah mendapat supplier baru. Namun, lelaki itu malah membantunya dan Dita melayani pelanggan yang datang, padahal dia sudah melarang."Mas Daniel kenapa repot-repot bantuin aku, sih? Aku 'kan masih bisa ngerjain sendiri.""Tidak apa-apa,
"M-Mas Daniel?" Bellia tidak mampu menyembunyikan keterkejutannya ketika melihat Daniel.Sejak kapan Daniel berdiri di belakangnya? Apa lelaki itu mendengar semua pembicaraannya dengan Dita?Bellia tanpa sadar menggigit bibir bagian bawahnya dengan cemas. Dalam hati dia berharap semoga Daniel tidak mendengar pembicaraannya dan Dita karena dia tidak ingin merepotkan lelaki itu lagi."Kenapa kamu terkejut ketika melihatku? Dan apa maksudmu dengan merepotkan? Apa terjadi sesuatu?" Daniel menatap Bellia yang berdiri gugup di hadapannya dengan lekat.Dia sengaja datang ke D'Marvell Florist karena ingin mengajak Bellia dan Marvell makan siang bersama. Selain itu dia ingin meminta penjelasan mengapa Bellia selama beberapa hari ini sulit sekali dihubungi. Wanita itu bahkan tidak mengirim bekal makan siang untuknya lagi."Ti-tidak ada apa-apa kok, Mas. Semua baik-baik saja.""Sungguh?" Alis Daniel terangkat sebelah. Entah mengapa dia merasa kalau Bellia sedang menyembuyikan sesuatu darinya.Be
Bellia berdiri di tengah toko bunganya, menatap pot-pot kosong yang berjejer rapi di rak kayu. Aroma bunga yang biasanya memenuhi ruangan kini tinggal sisa samar, digantikan hawa sepi yang menusuk.Sudah lima hari Bellia berusaha mencari supplier baru, menelepon satu per satu kontak supplier yang ada di buku catatannya, bahkan sampai menghubungi kenalan jauh yang memiliki kebun bunga.Namun, jawaban mereka selalu sama. Mereka mengatakan kalau stok bunga sedang habis atau sudah bekerja sama dengan toko bunga lain.Penolakan itu seperti pukulan kecil bagi Bellia. Dia merasa harapannya perlahan-lahan runtuh, digantikan rasa cemas yang begitu mencekik lehernya.Toko bunga kecil ini adalah satu-satunya harapan miliknya. Usaha yang dia bangun dengan susah payah dan air mata. Bellia tidak bisa membayangkan papan 'Toko Tutup" akan tergantung di pintu. Bellia tidak bisa membayangkan usaha yang sudah dia bangun selama bertahun-tahun lamanya hancur begitu saja.Bellia terduduk lesu di kursi kasi
Semua karyawan D'Moiz Company kompak menghentikan aktivitas masing-masing ketika sang presdir berjalan melewati mereka. Seluruh kepala menunduk dalam untuk menghormati kedatangan sang pewaris tunggal. Aura Daniel yang tegas dan dominan membuat seluruh karyawan segan menatapnya. Jika sekali saja mereka berbuat salah, bisa dipastikan karir mereka tidak akan ada yang selamat."Apa kamu sudah menghubungi vendor yang akan bekerja sama dengan kita?""Sudah, Pak." Sebagai sekretaris sekaligus orang kepercayaan, Khaisar menjawab dengan lugas pertanyaan yang Daniel lontarkan."Pastikan sekali lagi jadwal pertemuan kita dengan vendor tersebut. Aku tidak ingin ada kesalahan lagi," ucap Daniel tanpa menoleh pada Khaisar yang berjalan di belakangnya."Siap, Pak." Khaisar mengangguk patuh. Kening lelaki bersurai cokelat itu berkerut dalam karena Daniel tiba-tiba berhenti melangkah."Ada apa, Pak? Apa ada masalah?""Kamu!" Bukannya menjawab, Daniel malah menunjuk seorang karyawan perempuan yang berd
Bellia memilih menutup roomchat-nya dengan nomor asing tersebut lalu memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas. Perasaan cemas sekaligus takut bercampur menjadi satu di dalam dirinya sebab dia baru pertama kali ini mendapat ancaman dari seseorang yang tidak dikenal.Orang itu bahkan mengetahui identitas lengkapnya, alamat rumah, bahkan nama mendiang kedua orang tuanya.Siapa orang ini sebenarnya? Apa orang tersebut ada hubungannya dengan Daniel?Bellia mengusap wajahnya dengan kasar lalu mengendarai motornya menuju D'Marvell Florist. Jujur saja Bellia tidak bisa bernapas dengan tenang semenjak mendapat pesan ancaman dari nomor asing tersebut meskipun dia selalu berusaha terlihat baik-baik saja. Bagaimana pun juga Bellia takut orang tersebut melakukan sesuatu hal yang buruk pada dirinya jika tidak mau menjauhi Daniel.Semoga saja hal yang dia takutkan tidak pernah terjadi. Semoga ....Bellia akhirnya tiba di D'Marvell Florist setelah menempuh perjalanan kurang lebih lima belas menit. D
Matahari masih belum terbit, tapi Bellia sudah sibuk menyiapkan sarapan di dapur. Jemari lentiknya begitu terampil menyiapkan bahan dan meracik bumbu masakan.Pagi ini Bellia ingin membuat sambal goreng tahu, tempe, dan kentang serta ayam goreng. Sejak kecil Bellia sudah terbiasa memperhatikan sang nenek yang sedang memasak, karena itu dia tidak merasa kesulitan saat memasak. Marvell pun selalu memuji jika masakan Bellia paling enak sedunia dan Bellia merasa sangat tersentuh ketika mendengarnya.Tepat pukul enam semua masakan Bellia sudah siap dihidangkan. Dia mengambil sebuah kotak makan yang berada di rak setelah itu mengisinya dengan nasi, sambel goreng tempe, dan ayam goreng. Tidak lupa dia menambahkan beberapa potong buah di dalamnya.Bellia tanpa sadar tersenyum ketika melihat bekal yang sudah dia siapkan untuk Daniel hari ini. Terhitung sudah tiga hari berturut-turut dia menyiapkan bekal untuk lelaki itu, padahal Daniel sudah melarangnya mengirim bekal karena tidak ingin merepo
Daniel, Bellia, dan Marvell tidak langsung pulang setelah makan siang. Mereka mampir ke sebuah toko buku dan mainan yang ada di pusat perbelanjaan untuk memenuhi permintaan Marvell.Marvell langsung berlari menuju rak buku khusus untuk anak-anak begitu memasuki toko. Kedua matanya yang mirip Daniel memancarkan binar penuh antusias. Tangannya yang mungil berusaha meraih buku yang berada di rak lumayan tinggi, membuat Bellia tersenyum ketika melihatnya."Marvell boleh pilih dua, Ma?" tanya Marvell terdengar polos.Bellia mengangguk sambil mengusap puncak kepala Marvell dengan gemas. "Boleh, Sayang.""Kalau tiga?" Marvell menatap Bellia dengan penuh harap, mencoba menguji batas kesabaran ibunya.Bellia tertawa kecil. "Jangan banyak-banyak ya, nanti bukunya tidak kebaca semua 'kan sayang."Marvell mengangguk patuh lalu memilih buku dengan penuh pertimbangan. Sedangkan Bellia malah menatap Daniel yang sedang duduk di kursi tunggu sambil memainkan ponselnya.Bellia sadar kalau Daniel lebih