"Rigel, kau pergi seorang diri!" bentak Adriel saat Rigel baru turun dari mobil itu.Rigel membalas tatapan Adriel saat itu. "Aku berhak bebas melakukan apapun yang aku mau," celetuk Rigel."Apa maksudmu?" "Kenapa kau terkesan hendak mengurungku?" "Rig, aku hanya takut kau kenapa-kenapa jika keluar tanpa penjagaanku," "Tentu saja kau cemas, aku ini tumbal yang paling berharga untuk kerajaan ini!" Adriel diam tak bergeming usai mendengar teriakan Rigel. "Aku tidak menganggapmu begitu," ucap Adriel bernada dingin bahkan tatapannya jadi menajam. Dia langsung menarik pergelangan tangan Rigel dengan kencang."Lepaskan tanganku," ucap Rigel sambil berusaha menepis cengkeraman tangan Adriel.Adriel tampaknya marah. Dia berjalan seraya menyeret tangan Rigel tanpa memerdulikan kekuatan keduanya yang amat jauh berbeda. Adriel menerjang pintu kamar kemudian mendorong Rigel jatuh ke atas kasur. "Entah apa yang sudah kau lihat diluar sana tapi menuduhku seperti itu cukup membuatku kecewa Rig,"
Rigel mematung menatap pantulan dirinya yang telah mengenakan gaun putih. Ia hanya diam dengan raut wajah datar tanpa sudi memoles wajah cantik itu dengan senyuman. Rigel menunduk sejenak sembari menatap kedua tangannya yang gemetar. "Aku benar-benar akan menikah dengan Adriel, sebegitu cepat seperti ini," ucap Rigel. Degupan jantungnya menggulir cepat dan hati Rigel terasa hangat menderu. Ia kembali menatap dirinya dari pantulan cermin rias. "Apakah aku mencintai Adriel?" tanya Rigel seorang diri. Setelah itu ingatannya selalu menampilkan sosok Adriel yang selalu ada dalam setiap masalahnya, Adriel juga yang telah menyelamatkan hidupnya tapi Adriel juga yang begitu gopoh jadi Rigel merasa dimanfaatkan. "Jika saja perasaan ini diutarakan ... semuanya akan jadi bahagia," ucap Rigel sendiri. Brakkk Suara pintu terbuka menampaki Aquillina yang berdiri dengan tatapan marahnya. Dia melangkah mendekati Rigel meski Sang Pelayan terus berusaha mencegah Aquilina yang sedang gelap mata itu.
"Sumber kekecewaan itu berasal dari manusia, setidaknya itulah yang kupahami," "Lantas apakah aku sumber kekecewaanmu?""Tidak Harlan, kurasa akulah akar permasalahan dari semuanya," "Rigel ... tunggu!!!"Harlan terbangun di pagi hari dengan peluh keringat membanjiri tubuh atletisnya. Harlan langsung menduduki tubuhnya dengan napas tersenggal-senggal. "Lagi-lagi aku memimpikannya," ucap Harlan sambil mengusak rambut cokelat gelapnya itu. Harlan segera beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Ia menggosok gigi setelah itu mencuci muka. Jenggot tipis mulai tumbuh di dagu tirusnya. Cekungan mata hitam dibawah kedua matanya semakin gelap. Menandakan Harlan punya gangguan tidur yang parah. Harlan selalu memimpikan sosok Rigel.Sejak hilangnya Rigel dari Kota Sariya. Keberadaannya sampai tiga bulan ini tidak diketahui dimana pun. Rigel bagai lenyap ditelan oleh bumi. Sejak saat itu juga Harlan terus berusaha mencari keberadaannya meski hanya secerca informasi yang bisa ia dapatkan.
"Kenapa kau tidak menyadari kehadiranku, Permaisuriku?" tanya Adriel.Rigel membuka kedua kelopak matanya perlahan. Ia tidak menyadari keberadaan Adriel atau belum menerima keberadaan Adriel. "Apa yang ada diperasaanku hanya dilemma, atas apa yang kau berikan memberi lubang yang hampa," jawab Rigel."Maafkan aku, Pengantin bulanku," sahut Adriel. "Kau akan bilang jika ini semua demi kebaikanku, mengurungku disini?" ketus Rigel.Tiada hari tanpa membahas keinginan Rigel dan penobatan Adriel yang nyaris dilaksanakan itu. Adriel menghela napas. "Rig, penobatanku akan diadakan jadi memang aku berusaha melindungimu agar keluarga bangsawan lain tidak mengincarmu lagi," ucap Adriel berusaha membujuk Rigel tanpa jemu.Rigel sudah jenuh mendengar ucapan Adriel yang selalu sama. "Siapa yang kau maksud?" celetuk Rigel."Tempo waktu lalu Aquilina dan tak menutup kemungkinan akan ada lagi selagi politik singasana akan kosong, seperti inilah keadaannya yang berbahaya untukmu," jelas Adriel. Pria i
"Kembalilah padaku, kita ... perbaiki semuanya dari awal," ucap Rigel lirih. "Sudah terlambat Nak," sahut Karsa sambil membelai wajah Sang Anak.Rigel terdiam seribu bahasa. Bibirnya bergetar menahan isak tangisanya. Sang Ayah yang masih membelai wajahnya terasa hangat dan penuh kasih. Rigel merindukan kasih sayang ini sejak bertahun-tahun lamanya. Ia hidup tanpa cinta Ibu dan mendambakan kasih. Ia hanya hidup demi menyenangkan hati orang lain agar ia tak sendirian meski harga yang Rigel dapatkan harus menderita. "Kau sudah berjuang keras untuk hidup ini, Nak, tidak lelah sampai didetik ini, selamat atas pernikahanmu ... harapan dan kebahagian juga ada padanya, buka hatimu lebih jauh atas cinta yang sudah tumbuh," ucap Karsa yang tahu jika Rigel sedang mengandung benih cinta dari Pewaris Kerajaan New Neoma, yang seharusnya jadi musuh bebuyutannya."Aku ... aku dijebak untuk melahirkan keturunannya," sahut Rigel berusaha menahan isak. Karsa menatap lembut sosok Rigel yang rapuh itu.
"Ada beberapa hal yang aku pelajari sejak aku berada disini, aku bisa kebal terhadap virus yang ada dari bumi asalku tapi aku justru dikurung di kerajaan ini dengan alasan sebagai permaisurimu?" tanya Rigel di kala pagi yang tenang bagi para anggota kerajaan.Adriel yang semula sedang menikmati sarapannya langsung menoleh menatap Rigel yang baru tiba itu. Wanita itu setiap hari hanya membuatnya semakin mengangumi Rigel. Adriel tersenyum tipis. "Akhirnya kau bicara padaku," celetuk Adriel seraya lanjut memotong daging asapnya. "Ya Tuhan Adriel, aku sedang bicara denganmu karena aku sudah lelah," ucap Rigel sesekali memengangi perutnya yang sudah semakin besar itu. Hari demi hari yang Rigel lalui hanya semu karena Adriel selalu menghindari pembicaraan mengenai tempat asalnya. Rigel yang melihat Adriel masih asik menyantap sarapannya pun jadi murka. Rigel berjalan mendekati Adriel tanpa perduli dengan kehadiran Ratu dan Raja yang ada di meja yang sama. "Aku mau kembali," ucap Rigel teg
Kedua mata merahnya membelalak menatap sebuah kotak yang baru saja ia buka. Sebuah anting bermata biru sayangnya hanya satu pasang sementara satu pasang lainnya tidak ada. Rigel sangat ingat jika anting itu milik Adriel tapi belakangan ini sejak tiba di Kerajaan New Neoma, anting itu tak pernah lagi dipakainya. Rigel yang penasaran pun memasang anting itu pada daun telinga kirinya. "Seingatku dia hanya memakai sebelah kanan, berarti ini bagian yang lain?" tanya Rigel seorang diri. Anting itu berkilau seketika. Kamar yang semula gelap itu kini jadi gemerlap. Rigel mengedip-ngedipkan kedua matanya saat berkas cahaya muncul dihadapan matanya. "Apa itu?" tanya Rigel terkejut.Cahaya berkilau dari anting memancarkan siluet sosok seseorang. "Salam Yang Mulia, hamba Vetle sebuah sistem informasi canggih yang bersedia membantumu," ucap Sosok Pria muda itu sembari membungkuk pada Rigel. Pancarannya seperti sebuah hologram yang berkilau-kilau indah. "Kau anting yang selalu dipakai Adriel, be
"Rigel, jika kau memintanya ... aku akan bertaruh untuk membawamu kembali," ucap Harlan. Rigel terdiam usai mendengar ucapan Harlan. Kebebasan, itulah yang ia rindukan. Rigel terdiam sejenak mendengar ucapan Harlan. Ia hanya rindu pulang dan bebas. Perutnya mendadak terasa bergejolak dan bergerak samar. Rigel mengusap perutnya agar bayinya tidak bergerak yang menyebabkan rasa kram yang samar. "Pasti sulit mengalami masa kehamilan sendiri ya?" celetuk Corrie yang masih ada dalam tampilan layar. Corrie menatap Rigel dengan prihatin. "Kalau begitu kembalilah Yang Mulia," sahut Kaelar yang berdiri diambang pintu.Rigel terkejut menatap kehadiran Kaelar yang sudah melihat semuanya. "Aku ... tidak." Rigel bergumam dengan panik karena baru saja merasakan secercah harapan kini harus terpaksa kandas lagi. Rigel lelah dengan keinginan hampanya untuk merasakan kebebasan itu."Aku benar-benar mendukungmu Yang Mulia," ucap Kaelar. "Kenapa kau melakukan itu?" tanya Rigel sulit percaya."Menyaks
"Jika kau memahami mereka, Rigel menyayangi Harlan seperti saudaranya ... rasa sayang Rigel pada Harlan itu polos dan murni, Nak," ucap Ibu sembari tersenyum kecil. "Saat tahu jika ada laki-laki lain yang sudah bersamanya lagi, Rigel memang tampak seperti membencinya tapi percayalah ... dia akan memilik laki-laki itu." Ibu menatap Corrie sembari menepuk pundaknya. "Mari bantu aku melakukan persalinan," ajak Ibu.Corrie mengangguk. Ia tetap sahabat Rigel. Ia pun berlari menghampiri Rigel yang sedang menjerit kesakitan. Corrie yang iba langsung memengangi tangan Rigel. "Kau bersamaku, meski Adriel tidak," ucap Corrie.Rigel menitikkan air matanya. Perasaannya sakit dan hampa bersamaan, peristiwa penting ini seharusnya ia rasakan bersama Adriel. Rigel masih pada egoisnya sementara Adriel masih pada ambisinya. Rigel menggeleng saat rasa perutnya sakit kembali."Bagus Nak, pembukaan sudah lengkap," ucap Ibu. Ibu dan Corrie bersama-sama membantu persalinan dari Rigel. Cairan darah merah m
"Tolong ... argh, perutku, ketubanku sudah pecah," ucap Rigel memberitahu Corrie."Bertahanlah, kita akan menuju Rumah Sakit," ucap Corrie.Rigel segera menggeleng. Ia memengangi tangan Corrie. Perutnya bergejolak dan ketubannya sudah lebih dulu keluar. "Tidak akan sempat, panggil ibuku, karena ... argh, Adriel akan menyerang kita semua," ujar Rigel. Corrie lagi-lagi terkejut karena ia sudah berusaha sebisa mungkin menjauhkan informasi invasi ini dari Rigel. "Kenapa kau harus tahu Rigel? itu akan membebani pikiranmu," ucap Corrie sembari membopong tubuh Rigel kembali ke ranjang kasur. Rigel mengerang kesakitan. Ia berusaha mengatur napasnya yang tersenggal karena saat ini ia sudah memasuki kontraksi yang akan berjalannya persalinan. "Panggil ... ibuku," ucap Rigel dengan napas terengah-engah."Baiklah, aku akan menelpon ibumu." Corrie langsung menghidupkan ponselnya sembari menghubungi Ibu dari Rigel. Corrie mengabari semua orang, dari ibunya Rigel dan Alex. Sebelumnya Corrie sudah
"Betapa bodohnya aku termakan tipuan wanita iblis sepertimu!" bentak Harlan yang kecewa."Kau manusia yang menjijikkan, beruntung memiliki tekad yang bahkan bukan bagian dari keagungan dewi tapi berani menghinaku!" sahut Aquilina tak mau kalah."Tentu saja, aku beruntung jadi manusia ... kau, katakan kenapa kau melakukan ini semua?" tanya Harlan.Aquilina masih memasang wajah arogan. "Karena Rigel sudah merebut lelakiku, Adriel!" sahut Aquilina. Kini Harlan jadi tahu semua tipuan dari Julia Violens, tunangannya, alias Aquilina. Sebenarnya Harlan sama sakit hatinya dengan Aquilina tapi Harlan memilih berbesar hati. Saat ia hendak kembali menanyai Aquilina, Gadis itu dan Pria Misterius itu sudah lenyap menghilang. "Harlan, hey Harlan, apa yang sedang kau lakukan?" celetuk Alex yang baru tiba.Harlan menggeleng. "Aku harus bergegas menyelesaikan ini karena aku harus bertemu dengan Rigel," ucap Harlan."Oh iya, Corrie mengabariku jika Rigel dalam masa persalinan karena ini kehamilan per
“Hentikan sikapmu, ini membahayakan banyak orang,” ucap Rigel memelas. “Itu semua tergantung pada pilihanmu Rigel, kau sudah tahu itu bukan?” Adriel menatap langsung kedua mata ruby Rigel yang mulai bergetar. Adriel tetap pada pendiriannya. Jika Rigel tak bersamanya maka dia harus menyingkirkan penyebab Rigel tidak bersamanya. Harlan jadi orang yang akan menerima kemurkaannya kali ini karena pasukan armadanya nyaris memasuki atmosfir bumi. Rigel yang meringis kesakitan akibat kontraksi pada perutnya itu memaksakan diri untuk menduduki dirinya. Rigel menarik kerah baju Adriel agar mendekat padanya. "Kau ... haa ... eungh ... bumi ini juga bagian dari hembusan alam dari anakmu, jangan sekali-kali meratakannya," ucap Rigel yang memicingkan kedua matanya dengan berani. Ia tak perduli meski kontraksi perutnya semakin kuat terasa. Adriel membelalakkan kedua mata birunya. Ini pertama kalinya orang lain berani menentang keinginannya. Adriel tersenyum tipis kemudian meraih tangan Rigel yang
"Katakan padaku apakah kau masih mencintai Kapten Harlan?" tanya Adriel sembari menatap langsung kedua mata Rigel."Aku tidak mencintai Siapapun," jawab Rigel. Rigel tak lama pun menghela napas cukup Panjang kemudian berjalan menuju ranjang Kasur. Ia berusaha mengabaikan Adriel yang saat itu keberadaannya nyaris sirna. Rigel sempat menoleh langsung pada Adriel kemudian terdiam sejenak. Perutnya mendadak terasa berputar sehingga membuat Rigel merasakan nyeri tak tertahan.Adriel sontak mendekati Rigel kemudian menduduki pinggiran Kasur sembari mengarahkan kedua tangannya untuk mengusap perut Wanita Hamil itu. Didalam sana ada darah dagingnya, ia tahu karena merasakan ikatan yang sama. Perut Rigel yang terasa tendangan kecil membuat Adriel tersenyum.“Jangan menyusahkan ibumu, jadilah jagoan dan jaga ibumu, Nak,” ucap Adriel membujuk bayi dalam kandungan Rigel.Rigel memejamkan kedua matanya karena usapan yang Adriel lakukan pada perutnya membuatnya merasa nyaman. Rigel membenci mengaku
"Katakan apa maumu, Raja Adriel?" tanya Harlan tanpa berbasa-basi. "Kau sudah tahu itu, Kapten," jawab Adriel dengan kedua mata biru menyalang menatap Harlan.Sontak semua orang diruangan Komunikasi Nasional tertegun mendengar jawaban Adriel. Seluruh pasang mata menatap Harlan yang masih berdiri dengan tatapan datarnya itu. Harlan bukan pria yang tenang memainkan ancaman seperti Adriel, sebaliknya Harlan lebih senang meladeni lawannya tapi mengingat armada yang dibawa oleh Adriel memiliki kecanggihan berkali lipat dengan bumi yang sudah usang ini. "Apa yang coba dia katakan, Kapten, kau tahu sesuatu?" celetuk Kepala Divisi Komunikasi dengan tatapan horornya. Harlan hanya terdiam sembari menatap layar monitor yang memenuhi seisi ruangan, sambungan komunikasi masih terhubung dengan Adriel. "Dia bagian dari bangsa ini yang telah mendedikasikan diri untuk yang terinfeksi, wahai Raja Adriel," ucap Harlan.Gelegar tawa Adriel terdengar ke seluruh penjuru ruangan. setelah itu tatapan kedu
Keadaan markas Tyre sedang genting. Para staff pemerintahan sedang berlalu lalang berkat adanya radar luar angkasa yang mendeteksi kehadiran armada militer asing. Rapat para petinggi sedang diadakan secara dadakan, seluruh petinggi sektor bertemu tak terkecuali pertahanan. Harlan Zidane, sudah memakai pakaian formal dengan mantel hijau tuanya berjalan tegap memasuki lift. Sepasang sepatu bootsnya terdengar tegas terdengar setiap kali ia berjalan. Sang Mantan Kapten Pertahanan Udara antariksa sekaligus mantan Kapten Anti-Crocus kembali memasuki area yang sempat ia tinggalkan.Harlan menghela napas sembari merogoh saku mantel panjangnya, ia tengah memasang sepasang sarung tangan hitamnya. Terasa ponselnya bergetar, ia segera melihat tampilan layar yang menyala itu. Nama Rigel muncul kemudian terdapat pesan singkat yang masuk."Aku akan pulang ke rumah memakai taxi." isi pesan singkat itu cukup membuat kedua mata zambrud beningnya mengkerut. Harlan lagi-lagi menghela napas, seharusnya i
Pagi ini Rigel diperbolehkan istirahat di rumah karena demam serta kondisi tubuhnya sudah membaik daripada kemarin. Rigel kini sedang mengemasi beberapa helai bajunya ke dalam koper. Perutnya sudah semakin besar bahkan kelahirannya hanya menghitung hari tapi Rigel memilih menunggu hari persalinan di rumah, ia rindu ketenangan seorang diri di rumah. Rigel sampai selesai berkemas tak mendapati sosok Harlan. Ia pun kembali duduk di sofa kemudian mengambil ponselnya. Rigel mencoba untuk menelpon Harlan tapi sambungan sepihak itu tak digubris Harlan. Rigel menghela napas kemudian mengiriminya pesan singkat."Aku akan pulang ke rumah memakai taxi." Rigel mengirimi pesan singkat itu kemudian duduk sejenak. Saat seorang diri terkadang Rigel rindu sosok Adriel. Perutnya terasa bergejolak karena tendangan Si Kecil. Rigel meringis pelan sambil menarik napas dan menghembuskan dengan perlahan. "Kau tahu, Nak, saat kita di New Neoma padahal ayahmu jarang mengunjungi kita," ucap Rigel teringat aka
"Dimana benda itu?" tanya Rigel sembari menarik tangan Harlan yang sedari tadi berdiri disamping ranjang kasur. "Benda apa yang kau maksud Rig?" tanya Harlan keheranan."Berikan anting itu padaku!" teriak Rigel.Harlan termagun saat Rigel melempar anting itu ke lantai kemudian menginjaknya sampai hancur. Harlan melihat raut wajah panik sekaligus murka dari Rigel tapi Harlan yang mulai paham pun memilih diam sejenak."Apa yang kau lakukan Rigel?" tanya Corrie. "Aku melakukan kebodohan, sekarang aku hanya membahayakan banyak orang," jawab Rigel meracau. Rigel membaringkan dirinya sembari menutup dahi dengan punggung tangan kirinya sendiri. Ia menatap langit-langit ruang perawatan yang hampa. Kepalanya terasa sakit dan dadanya juga jadi sesak. Wajah Rigel mulai bersemu kemerahan dan kedua matanya berkaca-kaca. Rigel menoleh menatap Harlan yang sedang memengang tangan kanannya."Kau harus kembali ke barak, karena bisa saja dia membuat kekacuan," ucap Rigel pada Harlan.Harlan menggelen