Pagi ini Rigel diperbolehkan istirahat di rumah karena demam serta kondisi tubuhnya sudah membaik daripada kemarin. Rigel kini sedang mengemasi beberapa helai bajunya ke dalam koper. Perutnya sudah semakin besar bahkan kelahirannya hanya menghitung hari tapi Rigel memilih menunggu hari persalinan di rumah, ia rindu ketenangan seorang diri di rumah. Rigel sampai selesai berkemas tak mendapati sosok Harlan. Ia pun kembali duduk di sofa kemudian mengambil ponselnya. Rigel mencoba untuk menelpon Harlan tapi sambungan sepihak itu tak digubris Harlan. Rigel menghela napas kemudian mengiriminya pesan singkat."Aku akan pulang ke rumah memakai taxi." Rigel mengirimi pesan singkat itu kemudian duduk sejenak. Saat seorang diri terkadang Rigel rindu sosok Adriel. Perutnya terasa bergejolak karena tendangan Si Kecil. Rigel meringis pelan sambil menarik napas dan menghembuskan dengan perlahan. "Kau tahu, Nak, saat kita di New Neoma padahal ayahmu jarang mengunjungi kita," ucap Rigel teringat aka
Keadaan markas Tyre sedang genting. Para staff pemerintahan sedang berlalu lalang berkat adanya radar luar angkasa yang mendeteksi kehadiran armada militer asing. Rapat para petinggi sedang diadakan secara dadakan, seluruh petinggi sektor bertemu tak terkecuali pertahanan. Harlan Zidane, sudah memakai pakaian formal dengan mantel hijau tuanya berjalan tegap memasuki lift. Sepasang sepatu bootsnya terdengar tegas terdengar setiap kali ia berjalan. Sang Mantan Kapten Pertahanan Udara antariksa sekaligus mantan Kapten Anti-Crocus kembali memasuki area yang sempat ia tinggalkan.Harlan menghela napas sembari merogoh saku mantel panjangnya, ia tengah memasang sepasang sarung tangan hitamnya. Terasa ponselnya bergetar, ia segera melihat tampilan layar yang menyala itu. Nama Rigel muncul kemudian terdapat pesan singkat yang masuk."Aku akan pulang ke rumah memakai taxi." isi pesan singkat itu cukup membuat kedua mata zambrud beningnya mengkerut. Harlan lagi-lagi menghela napas, seharusnya i
"Katakan apa maumu, Raja Adriel?" tanya Harlan tanpa berbasa-basi. "Kau sudah tahu itu, Kapten," jawab Adriel dengan kedua mata biru menyalang menatap Harlan.Sontak semua orang diruangan Komunikasi Nasional tertegun mendengar jawaban Adriel. Seluruh pasang mata menatap Harlan yang masih berdiri dengan tatapan datarnya itu. Harlan bukan pria yang tenang memainkan ancaman seperti Adriel, sebaliknya Harlan lebih senang meladeni lawannya tapi mengingat armada yang dibawa oleh Adriel memiliki kecanggihan berkali lipat dengan bumi yang sudah usang ini. "Apa yang coba dia katakan, Kapten, kau tahu sesuatu?" celetuk Kepala Divisi Komunikasi dengan tatapan horornya. Harlan hanya terdiam sembari menatap layar monitor yang memenuhi seisi ruangan, sambungan komunikasi masih terhubung dengan Adriel. "Dia bagian dari bangsa ini yang telah mendedikasikan diri untuk yang terinfeksi, wahai Raja Adriel," ucap Harlan.Gelegar tawa Adriel terdengar ke seluruh penjuru ruangan. setelah itu tatapan kedu
"Katakan padaku apakah kau masih mencintai Kapten Harlan?" tanya Adriel sembari menatap langsung kedua mata Rigel."Aku tidak mencintai Siapapun," jawab Rigel. Rigel tak lama pun menghela napas cukup Panjang kemudian berjalan menuju ranjang Kasur. Ia berusaha mengabaikan Adriel yang saat itu keberadaannya nyaris sirna. Rigel sempat menoleh langsung pada Adriel kemudian terdiam sejenak. Perutnya mendadak terasa berputar sehingga membuat Rigel merasakan nyeri tak tertahan.Adriel sontak mendekati Rigel kemudian menduduki pinggiran Kasur sembari mengarahkan kedua tangannya untuk mengusap perut Wanita Hamil itu. Didalam sana ada darah dagingnya, ia tahu karena merasakan ikatan yang sama. Perut Rigel yang terasa tendangan kecil membuat Adriel tersenyum.“Jangan menyusahkan ibumu, jadilah jagoan dan jaga ibumu, Nak,” ucap Adriel membujuk bayi dalam kandungan Rigel.Rigel memejamkan kedua matanya karena usapan yang Adriel lakukan pada perutnya membuatnya merasa nyaman. Rigel membenci mengaku
“Hentikan sikapmu, ini membahayakan banyak orang,” ucap Rigel memelas. “Itu semua tergantung pada pilihanmu Rigel, kau sudah tahu itu bukan?” Adriel menatap langsung kedua mata ruby Rigel yang mulai bergetar. Adriel tetap pada pendiriannya. Jika Rigel tak bersamanya maka dia harus menyingkirkan penyebab Rigel tidak bersamanya. Harlan jadi orang yang akan menerima kemurkaannya kali ini karena pasukan armadanya nyaris memasuki atmosfir bumi. Rigel yang meringis kesakitan akibat kontraksi pada perutnya itu memaksakan diri untuk menduduki dirinya. Rigel menarik kerah baju Adriel agar mendekat padanya. "Kau ... haa ... eungh ... bumi ini juga bagian dari hembusan alam dari anakmu, jangan sekali-kali meratakannya," ucap Rigel yang memicingkan kedua matanya dengan berani. Ia tak perduli meski kontraksi perutnya semakin kuat terasa. Adriel membelalakkan kedua mata birunya. Ini pertama kalinya orang lain berani menentang keinginannya. Adriel tersenyum tipis kemudian meraih tangan Rigel yang
"Betapa bodohnya aku termakan tipuan wanita iblis sepertimu!" bentak Harlan yang kecewa."Kau manusia yang menjijikkan, beruntung memiliki tekad yang bahkan bukan bagian dari keagungan dewi tapi berani menghinaku!" sahut Aquilina tak mau kalah."Tentu saja, aku beruntung jadi manusia ... kau, katakan kenapa kau melakukan ini semua?" tanya Harlan.Aquilina masih memasang wajah arogan. "Karena Rigel sudah merebut lelakiku, Adriel!" sahut Aquilina. Kini Harlan jadi tahu semua tipuan dari Julia Violens, tunangannya, alias Aquilina. Sebenarnya Harlan sama sakit hatinya dengan Aquilina tapi Harlan memilih berbesar hati. Saat ia hendak kembali menanyai Aquilina, Gadis itu dan Pria Misterius itu sudah lenyap menghilang. "Harlan, hey Harlan, apa yang sedang kau lakukan?" celetuk Alex yang baru tiba.Harlan menggeleng. "Aku harus bergegas menyelesaikan ini karena aku harus bertemu dengan Rigel," ucap Harlan."Oh iya, Corrie mengabariku jika Rigel dalam masa persalinan karena ini kehamilan per
"Tolong ... argh, perutku, ketubanku sudah pecah," ucap Rigel memberitahu Corrie."Bertahanlah, kita akan menuju Rumah Sakit," ucap Corrie.Rigel segera menggeleng. Ia memengangi tangan Corrie. Perutnya bergejolak dan ketubannya sudah lebih dulu keluar. "Tidak akan sempat, panggil ibuku, karena ... argh, Adriel akan menyerang kita semua," ujar Rigel. Corrie lagi-lagi terkejut karena ia sudah berusaha sebisa mungkin menjauhkan informasi invasi ini dari Rigel. "Kenapa kau harus tahu Rigel? itu akan membebani pikiranmu," ucap Corrie sembari membopong tubuh Rigel kembali ke ranjang kasur. Rigel mengerang kesakitan. Ia berusaha mengatur napasnya yang tersenggal karena saat ini ia sudah memasuki kontraksi yang akan berjalannya persalinan. "Panggil ... ibuku," ucap Rigel dengan napas terengah-engah."Baiklah, aku akan menelpon ibumu." Corrie langsung menghidupkan ponselnya sembari menghubungi Ibu dari Rigel. Corrie mengabari semua orang, dari ibunya Rigel dan Alex. Sebelumnya Corrie sudah
"Jika kau memahami mereka, Rigel menyayangi Harlan seperti saudaranya ... rasa sayang Rigel pada Harlan itu polos dan murni, Nak," ucap Ibu sembari tersenyum kecil. "Saat tahu jika ada laki-laki lain yang sudah bersamanya lagi, Rigel memang tampak seperti membencinya tapi percayalah ... dia akan memilik laki-laki itu." Ibu menatap Corrie sembari menepuk pundaknya. "Mari bantu aku melakukan persalinan," ajak Ibu.Corrie mengangguk. Ia tetap sahabat Rigel. Ia pun berlari menghampiri Rigel yang sedang menjerit kesakitan. Corrie yang iba langsung memengangi tangan Rigel. "Kau bersamaku, meski Adriel tidak," ucap Corrie.Rigel menitikkan air matanya. Perasaannya sakit dan hampa bersamaan, peristiwa penting ini seharusnya ia rasakan bersama Adriel. Rigel masih pada egoisnya sementara Adriel masih pada ambisinya. Rigel menggeleng saat rasa perutnya sakit kembali."Bagus Nak, pembukaan sudah lengkap," ucap Ibu. Ibu dan Corrie bersama-sama membantu persalinan dari Rigel. Cairan darah merah m
"Kurasa ... mari kita bertemu dengan kakakmu dilain hari," ucap Adriel sembari berjalan meninggalkan aula bersama Rigel. Saat berada di dalam mobil bersama Adriel yang masih menggendong Cassiel yang kini tertidur lelap. Kaelar sendiri sedang menyetir. Rigel meraih tangan Adriel kemudian menggengamnya. "Harlan, belum ikhlas melepaskanku," ucap Rigel."Itu bukanlah salahmu, Sayang." Adriel menyahut. "Aku cukup menghargainya, membantu penduduk bumi dan akan bertemu dengan ibumu," "Apa?!" Rigel menjerit terkejut akibat ulah Adriel. Tatapan horor Rigel menatap ke arah Sang Suami. "Kau tidak coba bilang jika kita menuju ke rumahku bukan?" tanya Rigel dengan suara bergetar. Adriel menepuk-nepuk pelan bokong Si Bayi yang pulang terlelap di dada bidangnya. "Memang," jawab Adriel enteng."Tidak, tidak, Ibu akan terkejut jika kita kesana," elak Rigel."Kaelar, cepatlah kita menuju kesana karena kasian Cassiel tak leluasa tidur didadaku," perintah Adriel. Rigel mencebik sebal. "Kau tidak men
"Kau kemari, astaga cantik sekali," puji Adriel sembari mendatangi Rigel.Rigel terkekeh pelan sambil memberikan Cassiel untuk digendong oleh Adriel. "Tentu saja aku datang, aku ingin mengurangi beban Kaelar untuk mendampingimu," canda Rigel sambil mengecup pipi Adriel meski harus berjinjit karena beda tinggi tubuh mereka. "Oh, lihatlah siapa yang datang," ucap Harlan diantara tamu undangan.Inilah perang dingin yang tiada akhir. Memperebutkan hati seorang Wanita. Adriel tahu jika Harlan hendak memulai perang lagi. Pria itu langsung merangkul pinggang Rigel agar mendekat ke arah dirinya meski tangan kanannya menggendong Sang Bayi. Bagi Adriel yang tubuhnya besar dan kekar, semua ini tak mustahil. Ia hanya ingin menjaga cinta dan keluarganya.Rigel sempat menanggahkan kepalanya untuk menoleh menatap Adriel yang menatap kehadiran Harlan dengan datar. Rigel kini ikut memandangi Harlan meski terasa janggal tapi Rigel bisa melihat senyuman aneh dari Harlan.Rigel menyadari kondisi saat in
"Terima kasih sudah menjaga Cassiel," ucap Rigel pada Corrie. Rigel menoleh pada Nico yang masih memandangi Televisi. "Sudah memutuskan untuk berada di divisi mana?" tanya Rigel.Nico menoleh pada Rigel. "Aku tetap menjadi teknisi di Angkatan Militer, mungkin itu pilihanku." Nico menjawab dengan lesu. "Aku tidak tahu harus mengikuti perjanjian atau bebas memilih," ucap Rigel.Corrie mengangguk. "Tyre membuat perjanjian tanpa menanyai persetujuanmu, mengingat kau istri dari penguasa New Neoma sekaligus berasal dari Bumi," "Itu ... benar," ucap Rigel terdiam sejenak. Semua itu ada benarnya, namun Rigel yang sedari tadi melamun karena pikirannya terasa penuh. Rigel merasakan tangan kecil menarik ujung rambutnya. Siapa lagi jika bukan Cassiel yang memerhatikan Rigel dengan kedua mata biru berbinar-binar. "Apa yang sedang aku coba katakan adalah, kami tak setuju dengan kerja sama ini jika yang menikmati hanyalah Petinggi Tyre," celetuk Corrie. Rigel mengangguk. "Maka dari itu kau memil
"Oh, Sayang, kau sudah selesai ... cepat sekali," ucap Adriel yang menyadari kehadiran Rigel."Aku pikir kau akan kesulitan menjaga Si Kecil," celetuk Rigel.Adriel tertawa pelan. "Satu bulan kemarin memang sulit tapi aku akan terbiasa," sahut Adriel. "Omong-omong Caelar ada di luar apartemen, dia mau bertemu denganmu tapi merasa canggung," ucap Adriel. "Benarkah?!" Rigel terperanjat terkejut. Pria itu berjasa atas pelariannya. Rigel menoleh memandangi Adriel dengan ragu. "Benar, aku baru menyadarinya jika kau ... tidak pernah diikuti oleh Kaelar lagi," ucap Rigel.Adriel menghela napas. "Aku sempat menghukumnya, pada masa itu sangat sulit karena kesetiaan jadi tujuan setiap orang di Istana, aku terpaksa meski memang marah tapi semua itu permintaanmu." Adriel berucap sambil beranjak berdiri. "Ayo, kita harus bergegas bukan?" ajak Adriel."Aku biasanya akan pergi sendiri," sahut Rigel masih duduk menunduk.Adriel meraih tangan Rigel meski satu tangan lainnya menggendong Cassiel denga
"Adriel tolong kemari sebentar!" teriak Rigel dari dalam kamar sembari menggendong Cassiel yang kenyang habis menyusu. Rigel langsung menoleh mendapati Adriel yang buru-buru menghampirinya. Rigel terkekeh saat mendapati Adriel yang datang dengan dasi yang belum terpasang dan krim pencukur jenggot yang masih tersisa di dagu tirusnya itu."Kenapa, Sayang? apa kau baik-baik saja Ruby-ku?" tanya Adriel panik.Rigel terkekeh sambil menggeleng pelan. "Aku baik-baik saja tapi tolong ikatkan rambutku, lihatlah Cassiel dari tadi menarik rambutku," ucap Rigel. Adriel menghela napas lega. Ia segera mengambil alih untuk menggendong Cassiel. "Pergilah bersiap-siap, ini hari terakhir pemeriksaanmu bukan?" suruh Adriel. Rigel mengangguk sambil menyeka bekas krim di dagu Adriel yang tersisa itu. "Kau juga, harus menghadiri upacara penyambutan terbentuknya fasilitas baru Anti-Crocus bukan?" tanya Rigel sambil memasangkan dasi pada kerah kemeja yang Adriel kenakan. Sejenak Rigel terdiam, Pria ini asl
"Aku tahu, meski tampaknya santai tapi tidak berarti tenang ... aku memutuskan untuk kembali sementara ke New Neoma karena kurasa Lady Aquilina kembali ke New Neoma juga," ujar Rigel sembari memengangi dagunya. "Kau gila?" Harlan sontak menyahut, baginya itu akan memberatkan Rigel. "Perempuan itu nyaris membunuhmu dan bagaimana bisa kau dengan tenangnya mau menghampirinya?" tanya Harlan."Aku menghampirinya untuk melihat, apakah karma benar-benar mendatanginya?" Rigel mendatangi bayinya kemudian membelai Bayi itu."Baiklah, tapi jangan buru-buru, istirahatlah disini sampai kau benar-benar siap kembali ke Kerajaan." Adriel berucap sembari beranjak berdiri tapi saat itu Harlan langsung meraih kursi roda Corrie. "Kita harus kembali untuk melaporkan kondisimu pada Alex, bukan?" Harlan menoleh pada Corrie yang terdiam itu. Harlan kini meraih kursi roda yang diduduki oleh Corrie kemudian beranjak keluar dari ruang perawatan. Corrie hanya diam seribu bahasa sementara itu Harlan diam karen
"Baik sekali hatimu Permaisuri, jika aku ... tidak akan ada ampun bagi orang yang sudah menyakiti cintaku," ucap Adriel dingin seketika membuat aura kejinya kembali bangkit bahkan Rigel jadi diam seribu bahasa usai mendengar ucapan Adriel. Adriel menyadari ucapannya kemudian mengedipkan sebelah matanya. "Bercanda ... tapi dia sudah keterlaluan karena menculik anak kita serta membahayakannya, itu bukanlah sikap yang bisa ditoleransi," ucap Adriel lagi kali ini berusaha bernada lembut."Aku tahu." Rigel mengangguk pelan. Rigel sengaja meregangkan tubuhnya. "Kurasa ... setelah ini kita akan banyak pekerjaan baru," ucap Rigel sembari terkekeh menatap Adriel karena benar saja, Cassiel terbangun dengan suara tangisannya yang menggelegar.Kedua mata biru Adriel membelalak terkejut. Pria itu mendatangi Cassiel kemudian menggendongnya. "Nak, kenapa kau tidak berhenti menangis?" tanya Adriel kebingungan. Rigel sendiri hanya terkekeh tersenyum. "Dia itu lapar, lihat bibirnya, itu tandanya dia m
"Rigel, kenapa kau membiarkan Wanita itu pergi?" tanya Corrie mengalihkan suasana pilu itu.Teringat dengan tingkahnya. Rigel memang sengaja membiarkan Lady Aquilina pergi saat itu. "Aku berharap karma akan menimpanya, itu saja." Rigel berucap dengan tenang belum lagi wajahnya memasang raut yang damai. Rigel tersenyum saat itu pula seiring dengan berubahnya rambut hitam jadi perak yang panjang. Rigel beranjak berdiri sembari melepaskan infus pada punggung tangannya."Rigel, kau baru sembuh," celetuk Corrie yang menyadari jika Rigel berjalan mendekatinya. Corrie bahkan melirik ke arah Adriel. "Hentikan dia, aku tidak mau dia melakukan keajaiban itu padaku," suruh Corrie pada Adriel yang mengangkat kedua bahunya."Kau tahu, itu percuma untuk mencegah Rigel," celetuk Harlan sembari meletakkan Cassiel kecil dalam box bayi. Rigel berjongkok untuk menyetarakan dirinya pada Corrie. "Harlan dan Adriel benar, tidak ada yang bisa menghentikanku." Rigel berucap sembari menyentuh Corrie, seketik
"Tidak sehebat diriku?" tanya Rigel mengulang lagi.Adriel mengangguk. "Sadarkah kau? kemarin ... tiga ratus orang pulih dari virus itu berkat dirimu," jawab Adriel. Rigel tak dapat mengelak akan keterkejutannya. Dirinya ini, yang disangka tak berguna oleh dirinya sendiri justru membantu nyawa-nyawa orang lain. "Ya Tuhan ...," ucap Rigel bergumam lirih. Didalam ruangan perawatan yang hanya ada keheningan, ia berusaha mengingat kejadian sebelum dirinya tak sadarkan diri. Saat itu Rigel baru teringat jika kekuatannya sudah bisa ia kendalikan. "Aku hanya mengingat diriku tidak pernah berguna untuk siapapun, aku kira aku hanya akan seorang diri." Rigel berucap sembari menatapi kedua tangannya sendiri. Adriel menatap Rigel yang gelisah. Bukan gelisah karena ia tak senang tapi ia masih bingung dengan dirinya. Adriel merangkul Rigel dalam pelukannya kemudian mengusap punggung Rigel dengan lembut. "Aku sepenuhnya mendukungmu," ucap Adriel. "Kau bahkan sudah membawa kehidupan kecil di duni